Tag: Astera Primanto Bhakti

  • Kejagung Periksa Dirjen Kemenkeu Astera Bhakti di Kasus Manipulasi Pajak

    Kejagung Periksa Dirjen Kemenkeu Astera Bhakti di Kasus Manipulasi Pajak

    Bisnis.com, JAKARTA — Kejaksaan Agung (Kejagung) telah memeriksa Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan RI, Astera Primanto Bhakti.

    Kepala Pusat Penerangan Hukum (Kapuspenkum) Kejagung RI, Anang Supriatna mengatakan Astera telah diperiksa sebagai saksi sejak Senin (24/11/2025) terkait kasus dugaan korupsi pembayaran pajak 2016-2020.

    “Benar ya pernah diperiksa hari Senin tanggal 24 November 2025,” ujar Anang saat dihubungi, Selasa (2/12/2025)

    Namun, Anang tidak menjelaskan materi pemeriksaan terhadap Astera secara detail. Dia hanya mengungkap bahwa Astera diperiksa dalam kapasitasnya sebagai sebagai Staf Ahli Menkeu periode 2015-2017.

    “Beliau diperiksa terkait dengan jabatan yang bersangkutan sebagai staf Ahli Menteri Keuangan Bidang Penerimaan Negara Tahun 2015-2017,” pungkasnya.

    Sekadar informasi, kasus ini berkaitan dengan dugaan manipulasi terkait pembayaran pajak oleh wajib pajak atau perusahaan oleh Ditjen Kemenkeu periode 2016-2020.

    Modusnya, oknum Ditjen Pajak diduga melakukan kongkalikong dengan wajib pajak dengan modus memperkecil pembayaran pajak dari wajib pajak atau perusahaan. Setelah itu, oknum pada Ditjen Pajak mendapatkan keuntungan atau imbalan.

    Sebelumnya, Kejagung menetapkan lima orang dicekal dalam perkara ini mulai dari Bos Djarum Victor Rachmat Hartono; Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Ken Dwijugiasteadi; Karl Layman selaku pemeriksa pajak muda di Direktorat Jenderal Pajak; Ning Dijah Prananingrum selaku Kepala KPP Madya Dua Semarang; Heru Budijanto Prabowo.

    Pencekalan itu berlaku sejak (14/11/2025) hingga (14/5/2025). Namun, belum sebulan status cekal itu berlaku, Kejagung justru telah mencabut pencekalan terhadap Victor Rachmat Hartono karena dinilai kooperatif.

    Adapun, penyidik juga telah melakukan penggeledahan di delapan titik wilayah Jakarta, Bogor, Depok, Tangerang dan Bekasi (Jabodetabek) pada Minggu (23/11/2025).

    Dari penggeledahan itu, penyidik telah menyita satu Toyota Alphard, dua motor gede (Moge) dan dokumen terkait dengan perkara pajak ini.

  • Bikin Geger! Ini Isi Surat Purbaya ke Gubernur

    Bikin Geger! Ini Isi Surat Purbaya ke Gubernur

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa telah mengirimkan surat tentang percepatan pelaksanaan belanja APBD Tahun Anggaran 2025 kepada para pemimpin daerah, mulai dari Gubernur, Bupati, dan Wali Kota.

    Dalam surat bernomor S-662/MK.08/2025 tertanggal 20 Oktober 2025 itu Purbaya telah meminta para kepala daerah untuk memperkuat belanja pembangunannya dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.

    Surat itu ia kirimkan kepada kepala daerah mempertimbangkan masih naiknya simpanan pemda di perbankan di tengah lambatnya kinerja belanja daerah. Padahal, pemerintah pusat ia sebut juga terus konsisten mencairkan anggaran transfer ke daerah (TKD).

    “Dari pemantauan dan evaluasi yang dilakukan di Pusat, kami meminta agar juga dilakukan langkah penguatan secara harmonis di Daerah,” tulis Purbaya dalam isi surat yang ditandatanganinya itu sebagaimana dikutip Rabu (12/11/2025).

    Dana pemerintah daerah atau Pemda yang mengendap di perbankan per akhir kuartal III-2025 yang dicatat Purbaya senilai Rp 234 triliun atau meningkat sekitar 12,17% dari periode yang sama tahun lalu Rp 208,6 triliun.

    Sementara itu, realisasi belanja APBD seluruh daerah hingga akhir September 2025 di Indonesia baru mencapai Rp712,8 triliun, turun 13,1% dari periode yang sama tahun lalu. Adapun realisasi tersebut 51,3% dari pagu belanja APBD 2025 senilai Rp1.389,3 triliun.

    Sementara itu, pemerintah pusat telah berkomitmen untuk terus merealisasikan penyaluran transfer ke daerah (TKD) yang nilainya sudah senilai Rp 644,8 triliun atau 74% dari pagu hingga akhir kuartal III-2025.

    “Sejalan dengan realisasi TKD yang sudah cukup tinggi tersebut, kami mencatat realisasi belanja daerah dalam APBD 2025 secara total mengalami penurunan dibandingkan dengan realisasi belanja APBD tahun yang lalu, sehingga menyebabkan simpanan dana Pemda di perbankan sampai dengan Triwulan III 2025 mengalami kenaikan,” tulis Purbaya dalam suratnya.

    Ia pun meminta para kepala daerah untuk segera melakukan berbagai langkah-langkah percepatan belanja APBD untuk mendorong perekonomian nasional pada 2025 bisa lebih baik.

    Sebagaimana diketahui, ekonomi pada kuartal III-2025 hanya tumbuh 5,04% secara tahunan atau year on year (yoy), melambat dibanding kuartal sebelumnya yang tumbuh 5,12%.

    Adapun langkah-langkah yang ia minta dilakukan para kepala daerah, yaitu melakukan percepatan penyerapan belanja daerah secara efisien dan efektif dengan tata kelola yang baik.

    Lalu, pemenuhan belanja kewajiban pada pihak ketiga yang menjalankan proyek-proyek pemerintah daerah (Pemda), serta memanfaatkan dana simpanan Pemda di perbankan untuk belanja program dan proyek di daerah.

    Terakhir, melakukan monitoring secara berkala (mingguan/bulanan) terhadap pelaksanaan belanja APBD dan pengelolaan dana Pemda di perbankan sampai dengan akhir 2025, untuk menjadi evaluasi perbaikan pada 2026 agar sejalan dengan arah program pembangunan nasional yang telah ditetapkan Presiden.

    “Demikian disampaikan untuk dilaksanakan bersama secara konsisten. Terima kasih kami sampaikan atas perhatian dan sinergi berkelanjutan yang terjalin antara Pemerintah Pusat dan Daerah,” sebagaimana tertulis dalam surat Purbaya yang tembusannya ke Presiden, Menteri Dalam Negeri, hingga Menteri Sekretaris Negara itu.

    Kemenkeu Terbitkan Pedoman TKD Akhir 2025

    Setelah Purbaya mengirimkan surat itu kepada para kepala daerah, Kementerian Keuangan juga mengeluarkan Pedoman Pelaksanaan Penyaluran TKD pada akhir tahun anggaran 2025 yang juga ditujukan kepada para kepala daerah bernomor S-73/PK/2025.

    Untuk TKD yang digelontorkan dalama bentuk dana bagi hasil atau DBH, diharuskan menyampaikan laporan syarat salur mulai dari DBH Cukai Hasil Tembakau atau CHT, DBH Dana Reboisasi, hingga DBH Sawit paling lambat pada 17 November 2025 pukul 23.59 WIB.

    Dalam hal syarat salur DBH CHT, DBH DR, dan DBH Sawit itu tidak kunjung disampaikan hingga batas waktu yang ditetapkan, Menteri Keuangan melalui Direktur Jenderal Perimbangan Keuangan Astera Primanto Bhakti dapat menghentikan sisa penyalurannya kepada kepala daerah.

    Adapula ketentuan DAK nonfisik yang juga diberikan batas waktu, seperti penyampaian syarat salur Dana Tunjangan Profesi Guru ASND (TPG ASND), Dana Tambahan Penghasilan Guru ASND (Tamsil Guru ASND), dan Dana Tunjangan Khusus Guru ASND (TKG ASND) TA 2025 dengan rekomendasi dari Kemendikdasmen paling lambat 15 Desember 2025 pukul 23.59 WIB.

    “Dalam hal penyampaian rekomendasi dari Kementerian Pendidikan Dasar dan Menengah sebagaimana dimaksud pada poin (1) tidak dapat dipenuhi, maka TPG ASND/Tamsil Guru ASND/TKG ASND TA 2025 tidak disalurkan,” dikutip dari pedoman tersebut.

    Tak terkecuali Dana Desa, para bupati atau wali kota juga diharuskan menyerahkan dokumen persyaratan penyaluran diterima paling lambat 22 Desember 2025 pukul 23.59 WIB. Bila tidak disampaikan syarat penyalurannya, maka akan dicatat menjadi sisa dana desa di rekening kas umum negara dan tidak dapat disalurkan kembali pada tahun anggaran berikutnya.

    Demikian juga ketentuan terkait Dana Otonomi Khusus (DOK) dan Dana Tambahan Infrastruktur (DTI), Dana Keistimewaan Yogyakarta, Dana Insentif Fiskal (DIF), hingga Hibah Kepada Daerah bisa tidak disalurkan bila tidak memenuhi persyaratan pelaporan dokumen penyalurannya sampai batas waktu yang telah ditentukan.

    TKD Jadi Perhatian Khusus Prabowo

    Setelah Purbaya menyurati para kepala daerah itu, termasuk dengan memberikan pedoman Pelaksanaan Penyaluran TKD pada akhir tahun anggaran 2025, Presiden Prabowo Subianto bahkan telah memerintahkan secara khusus Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi untuk memeriksa penyerapan dan penggunaan anggaran yang ditransfer ke daerah jelang akhir tahun.

    Perintah ini ia sampaikan dalam rapat khusus dengan beberapa jajaran kabinet di Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta sebelum terbang ke Australia untuk kunjungan kerja.

    “Presiden menugaskan Menteri Sekretaris Negara untuk segera mengkoordinasikan serta memeriksa penyerapan anggaran dan penggunaan transfer ke daerah yang dikelola oleh para kepala daerah menjelang akhir tahun ini,” tulis Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya dalam unggahan resmi di akun Instagram @sekretariat.presiden, dikutip Rabu (12/11/2025).

    Kepada para menterinya, Prabowo juga menegaskan setiap rupiah uang rakyat yang dialokasikan harus tepat sasaran dan harus digunakan sesuai periode waktu yang ditetapkan. Tak terkecuali dana di daerah, yang juga merupakan uang rakyat.

    Hadir dalam rapat tersebut antara lain Wakil Presiden Gibran Rakabuming, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Luar Negeri Sugiono, Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin, Kepala Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Muhammad Yusuf Ateh, Kepala Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) Ivan Yustiavandana, serta Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.

    (arj/mij)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kecemasan Menjelang Tutup Buku, Saat Anggaran Dikejar Kalender

    Kecemasan Menjelang Tutup Buku, Saat Anggaran Dikejar Kalender

    Oleh: Andi Marlina Masdjidi
    (Analis Anggaran Ahli Pertama – Politeknik STIA LAN Makassar)

    Desember selalu membawa kepanikan yang sama – anggaran dikejar, tanda tangan berlomba, dan rapat mendadak berderet tanpa jeda. Di layar komputer, grafik realisasi seolah enggan berubah “hijau”. Kecemasan kolektif tak terhindarkan, kalender di dinding menjelma menjadi alarm yang mengingatkan bahwa sisa hari kian menipis, sementara dana publik masih teronggok beku.

    Di tengah situasi itu, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat telah membuka blokir anggaran sebesar Rp168,5 triliun hingga September 2025, dari total anggaran kementerian/lembaga (K/L) yang diblokir Rp256,1 triliun. Pembukaan blokir dilakukan setelah evaluasi program dan kebutuhan lembaga, dengan tujuan mendukung program prioritas pemerintah (Detik Finance, 2025).

    Namun, realisasi belanja masih tertinggal dari target. Hingga 30 September 2025, belanja K/L baru mencapai Rp800,9 triliun, atau 62,8 persen dari outlook laporan semester (Lapsem) 2025 (APBN Kita Triwulan III, Kemenkeu). Pemerintah pun bersiap mempercepat pelaksanaan belanja negara di triwulan terakhir untuk mengejar target realisasi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menyebut sekitar 38 persen belanja negara biasanya dikebut pada periode Oktober hingga Desember (Kontan.co.id). Setiap Desember, negara seolah berlari mengejar dirinya sendiri.

    Di tengah tekanan untuk menghabiskan sepertiga anggaran dalam tiga bulan, seberapa jauh kualitas dan akuntabilitas belanja negara benar-benar terjamin, ataukah ini hanya sekadar ritual “cuci gudang” demi laporan realisasi yang terlihat “hijau”?

  • Ada Andil Efisiensi pada Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga yang Baru 55% Jelang Akhir 2025

    Ada Andil Efisiensi pada Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga yang Baru 55% Jelang Akhir 2025

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyebut efisiensi belanja pemerintah pada awal 2025 turut memengaruhi laju penyerapan anggaran pemerintah pusat khususnya kementerian/lembaga yang baru sekitar 55% sampai dengan akhir kuartal III/2025. 

    Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti memaparkan bahwa belanja pemerintah pusat sampai dengan data terbaru pekan ini baru mencapai 65%. Secara terperinci, belanja kementerian/lembaga masih berada di posisi Rp815 triliun dari anggaran Rp1.481,7 triliun atau sekitar 55%. 

    Belanja paling banyak adalah dari belanja pegawai yang sudah terserap 77%, belanja bantuan sosial 72% serta barang dan modal di kisaran 45%. 

    Prima, sapaannya, realisasi belanja pemerintah seperti saat ini sebenarnya adalah hal yang berjalan secara reguler. Setiap kementerian/lembaga memiliki kecepatan yang berbeda-beda dalam menyerap anggarannya. 

    Pada tahun ini, Prima menyebut siklus penyerapan anggaran terkategorikan istimewa karena ada efisiensi belanja pada Februari 2025, sejalan dengan Instruksi Presiden (Inpres) No.1/2025. 

    “Jadi, semua K/L harus melakukan adjustment [penyesuaian] lagi. Jadi, ini kalau istimewa nih 2025. Nah, setelah itu dilakukan adjustment, mereka melakukan perencanaan lagi. Mana yang prioritas, mana yang enggak prioritas. Sehingga ini juga schedule-nya jadi agak mundur,” ujarnya kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/10/2025). 

    Meski serapan anggaran belum mencapai 60% memasuki kuartal akhir 2025, Prima optimistis belanja bisa diselesaikan sesuai target seperti tahun-tahun sebelumnya. 

    Prima menyebut setidaknya ada 12 kementerian/lembaga yang memiliki anggaran besar dan mencakup hingga 80% total belanja kementerian/lembaga. 

    Sejalan dengan hal tersebut, Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa juga telah membuka peluang untuk menyisir anggaran kementerian/lembaga dengan anggaran besar namun belum optimal diserap hingga akhir bulan ini. 

    Prima menjelaskan bahwa berdasarkan siklusnya, sekitar 38% anggaran belanja negara baru dibelanjakan sekitar tiga bulan terakhir tahun anggaran. Artinya, 38% belanja baru diserap pada Oktober, November dan Desember hampir setiap tahunnya. 

    Menurut pejabat eselon I Kemenkeu itu, tantangan belanja negara pada tahun ini salah satunya adalah adanya kementerian/lembaga yang baru. Institusi baru di pemerintahan ini harus mulai menyusun organisasinya, serta menyusun anggaran dan lain-lain. 

    “Tapi kalau kita lihat dari angka, sekarang kita sudah bisa 55% untuk belanja K/L-nya. Ini saya rasa ini adalah suatu capaian yang membuat kita cukup optimis ya untuk kita bisa menyelesaikan tahun 2025 ini dengan sesuai harapan,” jelasnya. 

    Apabila dibandingkan dengan realisasi APBN per Agustus 2025, realisasi belanja negara sudah Rp1.388,8 triliun. Perinciannya yakni belanja K/L Rp686 triliun serta non K/L Rp702,8 triliun. 

  • Luhut Bakal Ukur Dampak MBG Terhadap Perputaran Ekonomi Daerah

    Luhut Bakal Ukur Dampak MBG Terhadap Perputaran Ekonomi Daerah

    Bisnis.com, JAKARTA — Dewan Ekonomi Nasional (DEN) menyampaikan bakal mengukur dampak Program Makan Bergizi Gratis (MBG) terhadap perputaran ekonomi daerah di Tanah Air.

    Ketua DEN Luhut Binsar Pandjaitan menjelaskan bahwa dampak yang akan diukur mencakup perputaran ekonomi di tataran Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) hingga proyeksinya terhadap pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Dalam waktu dekat kita akan mengukur, berapa dampaknya jumlah uang yang turun, perputaran SPPG yang timbul, lapangan kerja yang timbul, dampaknya pada pertumbuhan ekonomi berapa, dan seterusnya,” kata Luhut dalam konferensi pers di Kantor DEN, Jakarta Pusat, Jumat (3/10/2025).

    Menurutnya, tuah program MBG saat ini juga belum terlihat signifikan terhadap tingkat pertumbuhan ekonomi dalam negeri, tetapi menjanjikan hal itu akan tampak dalam waktu dekat.

    Ketika ditanya perihal rekomendasi DEN kepada Badan Gizi Nasional (BGN) mengenai pelaksanaan MBG, dia menyebut telah berkoordinasi dengan Kepala BGN Dadan Hindayana terkait higienitas makanan yang dihidangkan.

    Menurutnya, kejadian keracunan yang mendera ribuan siswa usai menyantap MBG itu bisa terjadi pada awal penerapan program. Dia menyebut, pemerintah terus memperbaiki pelaksanaan MBG seraya meminta seluruh pihak agar tetap optimistis.

    “Jangan terlalu pesimistis. Bangsa kita ini bangsa besar, jadi enggak usah kita juga terlalu [pesimistis]. Saya lihat kemarin itu bukan soal niat yang kurang, memang barang baru, ya, pastilah ada [kurang] di sana-sini,” ujar purnawirawan TNI ini.

    Sebelumnya, Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap bahwa realisasi penyerapan anggaran program MBG naik tiga kali lipat dalam kurun waktu Agustus ke September 2025. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah proses pencairan anggaran yang sudah tidak lagi dengan metode penggantian (reimbursement). 

    Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa pemerintah telah mengubah metode pencairan anggaran MBG setelah April 2025. Dari awalnya dengan metode reimbursement, kini Badan Gizi Nasional membuat perencanaan anggaran untuk setiap 10 hari ke depan. 

    “Dari bulan Agustus ke September itu naik tiga kali lipat realisasinya. Makanya ini good news-nya. Berarti proses yang ada di BGN sudah semakin baik,” jelas pria yang akrab disapa Prima itu kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta.

  • Kemenkeu minta pemda akselerasi belanja untuk atasi dana mengendap

    Kemenkeu minta pemda akselerasi belanja untuk atasi dana mengendap

    Ini menjadi tantangan bagi daerah, bagaimana mereka mempercepat itu (belanja) sehingga saldo kasnya bisa lebih baik

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan meminta pemerintah daerah mengakselerasi penyaluran belanja sehingga dana yang mengendap di bank dapat memberikan stimulus bagi perekonomian daerah.

    “Ini menjadi tantangan bagi daerah, bagaimana mereka mempercepat itu (belanja) sehingga saldo kasnya bisa lebih baik, tidak kelihatan tinggi,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.

    Berdasarkan data Kemenkeu, dana pemda di perbankan tercatat mencapai Rp233,11 triliun per 31 Agustus 2025. Angka itu menjadi yang tertinggi sejak 2021, di mana umumnya dana mengendap berada pada kisaran Rp178 triliun hingga Rp203 triliun.

    Menurut Astera, dana mengendap itu umumnya disebabkan oleh kendala perencanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    Desain anggaran biasanya disusun pada September-Oktober sebelum tahun anggaran, yang kemudian diikuti oleh proses pengadaan dan kontrak.

    Namun, melihat tren historis, kontrak cenderung baru mulai berjalan sekitar bulan April dan realisasi belanja baru terakselerasi pada tiga bulan terakhir tahun berjalan.

    Dengan siklus seperti itu, dana yang sudah ditransfer cenderung tertahan di bank pembangunan daerah (BPD).

    Bila dana tahun sebelumnya serta dana transfer baru terkumpul tanpa diiringi penyaluran belanja, saldo dana daerah di bank makin tinggi.

    Kendati begitu, Astera menyebut nilai dana mengendap pemda di bank cenderung menurun pada akhir tahun, menjadi kisaran Rp95 triliun hingga Rp100 triliun.

    “Walaupun kami tetap tidak menutup mata, karena ada daerah-daerah yang tidak bisa membelanjakan dengan optimal,” tuturnya.

    Sebagai catatan, sebaran dana pemda di perbankan berdasarkan wilayah per Agustus 2025 rinciannya yaitu Jawa (119 pemda) Rp84,77 triliun atau memakan porsi 36,37 persen; Kalimantan (61 pemda) Rp51,34 triliun atau 22,03 persen; Sumatera (164 pemda) Rp43,63 triliun atau 18,71 persen.

    Selanjutnya Sulawesi (87 pemda) Rp19,27 triliun atau 8,27 persen; Maluku dan Papua (67 pemda) Rp17,34 triliun atau 7,44 persen; serta Bali dan Nusa Tenggara (44 pemda) Rp16,75 triliun atau 7,19 persen.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Kemenkeu sebut belanja K/L 2025 lambat karena banyaknya penyesuaian

    Kemenkeu sebut belanja K/L 2025 lambat karena banyaknya penyesuaian

    Mereka melakukan perencanaan lagi, mana yang prioritas dan tidak, sehingga ini jadwal juga jadi agak mundur

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Keuangan menyebutkan lambatnya belanja kementerian/lembaga (K/L) pada tahun anggaran 2025 disebabkan oleh banyaknya penyesuaian.

    “Tahun 2025 ini istimewa,” kata Direktur Jenderal Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti dalam taklimat media di Jakarta, Jumat.

    Menurut dia, penyaluran belanja K/L secara umum tetap berjalan secara reguler, meski kecepatan penyaluran tiap K/L berbeda sehingga terlihat adanya gap.

    Namun, untuk tahun ini, terdapat beberapa anomali yang berbeda dengan tahun anggaran lainnya.

    Sebagai contoh, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah diumumkan sejak November 2024 dan aturan pelaksanaannya terbit pada Januari 2025.

    Namun, muncul kebijakan efisiensi anggaran pada Februari 2025, yang membuat K/L perlu menyesuaikan kembali anggaran masing-masing instansi.

    “Mereka melakukan perencanaan lagi, mana yang prioritas dan tidak, sehingga ini jadwal juga jadi agak mundur,” jelasnya.

    Di sisi lain, bertambahnya jumlah K/L serta tantangan geopolitik dan perekonomian global juga menambah tantangan belanja K/L pada tahun ini.

    Meski begitu, Astera optimistis K/L mampu menyerap anggaran dengan maksimal pada akhir tahun nanti.

    Optimisme itu berangkat dari tren realisasi belanja K/L yang sebagiannya menunjukkan progres positif.

    Kemenkeu mencatat terdapat 12 K/L besar yang melaporkan progres realisasi belanja mencapai 80 persen. Namun, dia tidak merinci detail K/L yang dimaksud.

    “Kami cukup optimistis untuk bisa menyelesaikan belanja K/L tahun ini, kurang lebih mirip sama modus di tahun-tahun sebelumnya,” tutur Astera.

    Sebagai catatan, belanja K/L tercatat sebesar Rp686 triliun per 31 Agustus 2025, setara 53,8 persen dari outlook APBN senilai Rp1.275,6 triliun.

    Namun, nilai realisasi itu terkoreksi 2,5 persen dibandingkan realisasi pada periode yang sama tahun lalu sebesar Rp703,3 triliun.

    Sementara itu, belanja non-K/L terakselerasi sebesar 5,6 persen dengan realisasi Rp702,8 triliun atau 50,6 persen dari outlook.

    Sedangkan realisasi transfer ke daerah (TKD) tercatat sebesar Rp571,5 triliun atau 66,1 persen dari outlook. Realisasi ini tumbuh sebesar 1,7 persen.

    Dengan demikian, belanja pemerintah pusat (BPP) mencapai Rp1.388,8 triliun atau setara 52,1 persen dari outlook, tumbuh 1,5 persen.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Agus Salim
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Penyerapan Anggaran MBG Naik 3 Kali Lipat dalam Sebulan, Ini Sebabnya

    Penyerapan Anggaran MBG Naik 3 Kali Lipat dalam Sebulan, Ini Sebabnya

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mengungkap bahwa realisasi penyerapan anggaran program Makan Bergizi Gratis (MBG) naik tiga kali lipat dalam kurun waktu Agustus ke September 2025. Salah satu faktor yang memengaruhinya adalah proses pencairan anggaran yang sudah tidak lagi dengan metode penggantian (reimbursement). 

    Direktur Jenderal (Dirjen) Perbendaharaan Kemenkeu Astera Primanto Bhakti menjelaskan bahwa pemerintah telah mengubah metode pencairan anggaran MBG setelah April 2025. 

    Dari awalnya dengan metode reimbursement, kini Badan Gizi Nasional (BGN) membuat perencanaan anggaran untuk setiap 10 hari ke depan. Dokumen perencanaan pencairan anggaran itu lalu diajukan ke Kemenkeu melalui Kantor Pelayanan Perbendaharaan Negara (KPPN) untuk diverifikasi sebelum akhirnya dibayar ke Kuasa Pengguna Anggaran (KPA).

    Dalam hal pelaksanaan MBG, alur penyampaikan dokumen perencanaan anggaran itu berawal dari yayasan yang menyelenggarakan Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau Dapur MBG, lalu ke BGN sebelum akhirnya disampaikan ke Ditjen Perbendaharaan Kemenkeu. 

    Perubahan alur pencairan anggaran inilah yang dinilai membuat penyerapan anggaran MBG semakin cepat. Perkembangannya terlihat sejak Juni 2025 dan semakin cepat dari Agustus ke September 2025. 

    “Dari bulan Agustus ke September itu naik tiga kali lipat realisasinya. Makanya ini good news-nya. Berarti proses yang ada di BGN sudah semakin baik,” jelas pria yang akrab disapa Prima itu kepada wartawan di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/10/2025). 

    Prima menyebut pihaknya telah mengirimkan personel ke BGN untuk membantu penyerapan anggaran MBG, yang sebelummya diketahui lambat. Berdasarkan data Kemenkeu hingga Agustus 2025, realisasi belanja anggaran MBG baru Rp13 triliun dari pagu sebesar Rp71 triliun.

    Kini, berdasarkan data terbaru, realisasinya berdasarkan data terbaru sudah mencapai Rp20 triliun. Kemudian, jumlah penerimanya adalah 30 juta orang dengan SPPG yang sudah ada sekitar 13.000. 

    Pejabat eselon I Kemenkeu itu tidak menampik bahwa sistem pencairan anggaran MBG diganti dari metode reimbursment ke model perencanaan setiap 10 hari karena lambatnya realisasi belanja program prioritas pemerintah itu. 

    Selain evaluasi penyerapan anggaran, BGN selaku KPA juga meminta perubahan sistem dimaksud. Anggaran untuk 10 harian itu nantinya bisa ditambah sesuai keperluan. “Dan itu buktinya udah ada. Jadi percepatan yang cukup signifikan untuk bulan-bulan terakhir. Setelah bulan April,” jelasnya. 

  • Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Lambat, Ini Penyebabnya – Page 3

    Realisasi Belanja Kementerian/Lembaga Lambat, Ini Penyebabnya – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Direktur Jenderal Perbendaharaan Kementerian Keuangan, Astera Primanto Bhakti, buka suara bahwa perlambatan realisasi belanja kementerian/lembaga (K/L) pada 2025 bukan disebabkan masalah serius.

    Menurutnya, kondisi ini lebih pada faktor teknis, khususnya penyesuaian ulang anggaran yang dilakukan setelah adanya kebijakan efisiensi.

    “Masalah di belanja K/L. Ya, masalahnya apa? Jadi, kalau belanja K/L ini. Ya, kalau ditanya masalah sih sebenernya gak ada masalah. Karena ini kan sesuatu yang berjalan secara reguler,” kata Prima dalam Media Briefing di kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/10/2025).

    Ia menjelaskan bahwa sejak awal, Daftar Isian Pelaksanaan Anggaran (DIPA) sudah disampaikan pada November 2024, dan aturan teknis belanja sudah dikeluarkan sejak Januari 2025.

    Namun, pada Februari lalu pemerintah memutuskan melakukan efisiensi, sehingga seluruh K/L harus menyesuaikan kembali rencana kerja dan anggarannya.

    “Nah, cuma biasanya kecepatan belanja dari KL-nya yang ada gap. Jadi, misalnya kan kita tahu semuanya DIPA. Ini udah diumumkan dari bulan November. Kemudian aturannya udah dikeluarkan dari Januari. Nah, kemudian ini mulai berjalan. Dan kita di bulan Februari kalau gak salah ada efisiensi,” ujarnya.

    Proses penyesuaian ini membuat sejumlah kegiatan K/L harus ditinjau ulang, baik dari sisi prioritas maupun jadwal pelaksanaan. Akibatnya, tahapan pelaksanaan program mengalami keterlambatan dibandingkan tahun-tahun sebelumnya.

    “Jadi, semua KL harus melakukan adjustment lagi. Jadi, ini tahun istimewa nih 2025. Nah, setelah itu dilakukan adjustment,” ujarnya.

     

  • Anggaran MBG Meroket 4 Kali Lipat di 2026, Kemenkeu Buka Suara – Page 3

    Anggaran MBG Meroket 4 Kali Lipat di 2026, Kemenkeu Buka Suara – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Rencana pemerintah mengalokasikan anggaran sebesar Rp 335 triliun untuk Program Makan Bergizi Gratis (MBG) pada 2026 memicu perhatian publik. Pasalnya, angka ini melonjak lebih dari empat kali lipat dibandingkan pagu anggaran 2025 yang hanya sebesar Rp 71 triliun.

    Kenaikan fantastis ini menimbulkan pertanyaan, terutama di tengah fakta bahwa serapan anggaran tahun ini belum sepenuhnya optimal.

    Kementerian Keuangan (Kemenkeu) menyadari keresahan tersebut. Dirjen Perbendaharaan Kemenkeu, Astera Primanto Bhakti, menyebut bahwa evaluasi anggaran akan tetap dilakukan secara menyeluruh, termasuk untuk MBG.

    Hal ini dilakukan bukan hanya pada MBG, tetapi juga pada seluruh kementerian/lembaga (K/L). Dengan begitu, setiap rupiah anggaran dapat dipertanggungjawabkan.

    Namun, ia menegaskan kenaikan alokasi bukan tanpa alasan, melainkan sejalan dengan target yang kian luas.

    “Yang namanya evaluasi ini kita akan lakukan bukan cuman MBG. Semua anggaran K/L itu semuanya dilakukan evaluasi. Nah cuman kalau tadi pertanyaannya. Kok tahun depannya lebih banyak? Ya karena target dan kebutuhannya jadi lebih besar. Gitu,” ujar pria yang akrab disapa Prima dalam Media Briefing di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Jumat (3/10/2025).

    Sebagai informasi, hingga September 2025, realisasi MBG baru mencapai Rp 13 triliun atau 18,3 persen dari total pagu Rp 71 triliun. Meski angka itu relatif kecil, Kemenkeu melihat tren percepatan mulai terjadi sejak pertengahan tahun.