Tag: Asrorun Niam Sholeh

  • Fatwa Baru MUI: Sembako dan Rumah Tidak Boleh Dipajaki, Minta Pemerintah Kaji Ulang

    Fatwa Baru MUI: Sembako dan Rumah Tidak Boleh Dipajaki, Minta Pemerintah Kaji Ulang

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Majelis Ulama Indonesia (MUI) mengeluarkan fatwa terbaru. Larangan pengenaan pajak untuk kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah yang ditinggali.

    “Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni,” kata Ketua MUI Bidang Fatwa, Profesor Asrorun Niam Sholeh, dalam siaran persnya, dikutip Selasa (25/11/2025).

    “Itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” tambahnya.

    Fatwa itu disebut Pajak Berkeadilan. Ditetapkan dalam Forum Munas MUI yang berlangsung 20-23 November 2025 di Hotel Mercure, Jakarta.

    Guru Besar Bidang Ilmu Fikih ini mengatakan, objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan. Di dalam arti lain, merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat).

    “Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako, dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak”, ujar Niam.

    Adapun fatwa pajak berkeadilan sebagai berikut:

    Ketentuan Hukum

    Negara wajib dan bertanggung jawab mengelola dan memanfaatkan seluruh kekayaan negara untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat.

    Dalam hal kekayaan negara tidak cukup untuk membiayai kebutuhan negara untuk mewujudkan kesejahteraan rakyat maka negara boleh memungut pajak dari rakyat dengan ketentuan sebagai berikut: a. Pajak penghasilan hanya dikenakan kepadawarga negara yang memiliki kemampuan secara finansial yang secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. b. Objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang potensial untuk diproduktifkan dan / atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier (hajiyat dan tahsiniyat). c. Pajak digunakan untuk kepentingan masyarakat yang membutuhkan dan kepentingan publik secara luas. d. Penetapan pajak harus berdasar pada prinsip keadilan. e. Pengelolaan pajak harus amanah dan transparan serta berorientasi pada kemaslahatan umum (‘ammah).

    Pajak yang dibayarkan oleh wajib pajak, secara syar’i merupakan milik rakyat yang pengelolaannya diamanahkan kepada pemerintah(ulil amri), oleh karena itu pemerintah wajib mengelola harta pajak dengan prinsip amanah yaitu jujur, profesional, transparan, akuntabel dan berkeadilan.

    Barang yang menjadi kebutuhan primer masyarakat (dharuriyat) tidak boleh dibebanipajak secara berulang (double tax)

    Barang konsumtif yang merupakan kebutuhan primer, khususnya sembako (sembilan bahan pokok), tidak boleh dibebani pajak.

    Bumi dan bangunan yang dihuni (non komersial) tidak boleh dikenakan pajak berulang.

    Warga negara wajib ?menaati aturan pajak yang ditetapkan berdasarkan ketentuan sebagaimanadimaksud pada angka 2 dan 3.

    Pemungutan pajak yang tidak sesuai denganketentuan sebagaimana dimaksud pada angka 2 dan 3 hukumnya haram.

    Zakat yang sudah dibayarkan oleh umat Islam menjadi pengurang kewajiban pajaksebagaimana diatur dalam ketentuan angka 2 dan 3, (zakat sebagai pengurang pajak).

    Rekomendasi

    Untuk mewujudkan perpajakan yang berkeadilan dan berpemerataan maka pembebanan pajak seharusnya disesuaikan dengan kemampuan wajib pajak (ability pay). Oleh karena itu perluadanya peninjauan kembali terhadap beban perpajakan terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar.

    Pemerintah harus mengoptimalkan pengelolaan sumber-sumber kekayaan negara dan menindak para mafia pajak dalam rangka untuk sebesar-besar untuk kesejahteraan masyarakat.

    Pemerintah dan DPR berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

    Kemendagri dan pemerintah daerah mengevaluasi aturan mengenai pajak bumi dan bangunan, pajak pertambahan nilai (PPn), pajakpenghasilan (PPh), Pajak Bumi dan Bangunan(PBB), Pajak Kendaraan Bermotor (PKB), pajakwaris yang seringkali dinaikkan hanya untuk menaikkan pendapatan daerah tanpa mempertimbangkan rasa keadilan masyarakat.

    Pemerintah wajib mengelola pajak denganamanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

    Masyarakat perlu mentaati pembayaran pajak yang diwajibkan oleh pemerintah jika digunakan untuk kepentingan kemaslahatan umum (maslahah ‘ammah).
    (Arya/Fajar)

  • Dirjen Pajak sebut fatwa pajak berkeadilan MUI merupakan bagian pemda

    Dirjen Pajak sebut fatwa pajak berkeadilan MUI merupakan bagian pemda

    Sebenarnya yang ditanyakan itu PBB P2 (pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan). Itu di (pemerintah) daerah.

    Jakarta (ANTARA) – Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Bimo Wijayanto mengatakan fatwa pajak berkeadilan yang ditetapkan oleh Majelis Ulama Indonesia (MUI) merupakan jenis pajak yang dikelola oleh pemerintah daerah.

    “Sebenarnya yang ditanyakan itu PBB P2 (pajak bumi dan bangunan perkotaan dan perdesaan). Itu di (pemerintah) daerah,” kata Bimo saat dikonfirmasi wartawan di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin.

    Atas objek pajak tersebut, regulasi yang ada telah menetapkan bahwa wewenangnya dikelola oleh pemda, termasuk soal kebijakan, tarif, penaikan dasar, hingga pengenaan tarif pajak.

    Sementara objek PBB yang menjadi wewenang DJP berkisar pada sektor kelautan, perikanan, pertambangan, dan kehutanan.

    “Kami juga sudah diskusi dengan MUI sebelumnya. Jadi, nanti coba kami tabayyun (mencari kejelasan) dengan MUI,” ujarnya pula.

    Sebelumnya, MUI menetapkan fatwa untuk pajak yang berkeadilan, sebagai respons tentang masalah sosial yang muncul akibat adanya kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) yang dinilai tidak adil, sehingga meresahkan masyarakat.

    Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh dalam Munas XI MUI, di Jakarta, Minggu (23/11), mengatakan objek pajak dikenakan hanya kepada harta yang dapat digunakan untuk produktivitas dan/atau merupakan kebutuhan sekunder dan tersier.

    “Jadi pungutan pajak terhadap sesuatu yang jadi kebutuhan pokok, seperti sembako dan rumah serta bumi yang kita huni, itu tidak mencerminkan keadilan serta tujuan pajak,” ujarnya lagi.

    Hal itu, katanya pula, karena pada hakikatnya, pajak hanya dikenakan kepada warga negara yang memiliki kemampuan secara finansial.

    “Kalau analog dengan kewajiban zakat, kemampuan finansial itu secara syariat minimal setara dengan nishab zakat mal yaitu 85 gram emas. Ini bisa jadi batas PTKP (Penghasilan Tidak Kena Pajak),” kata dia pula.

    Oleh karena itu, MUI memberikan sejumlah rekomendasi, seperti peninjauan kembali terhadap beban perpajakan, terutama pajak progresif yang nilainya dirasakan terlalu besar.

    Selain itu, pemerintah dan DPR dianggap berkewajiban mengevaluasi berbagai ketentuan perundang-undangan terkait dengan perpajakan yang tidak berkeadilan dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

    Pemerintah juga dinilai wajib mengelola pajak dengan amanah dan menjadikan fatwa ini sebagai pedoman.

    Pewarta: Imamatul Silfia
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 1
                    
                        Susunan Lengkap Kepengurusan MUI Periode 2025-2030
                        Nasional

    1 Susunan Lengkap Kepengurusan MUI Periode 2025-2030 Nasional

    Susunan Lengkap Kepengurusan MUI Periode 2025-2030
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Majelis Ulama Indonesia (MUI) resmi mengumumkan kepengurusan inti periode khidmat 2025-2030 dalam Musyawarah Nasional Ke-XI, di Mercure Ancol, Jakarta Utara, Sabtu (22/11/2025).
    Pengumuman kepengurusan baru ini dibacakan oleh Sekretaris Jenderal terpilih periode 2025-2030, yang juga dijabat oleh petahana, Buya Amirsyah Tambunan.
    Berikut sejumlah kepengurusan inti 2025-2030 yang dibacakan di depan sidang pleno Munas XI MUI:
    Ketua Dewan Pertimbangan MUI: KH Ma’ruf Amin
    Sekretaris Dewan Pertimbangan MUI: KH Zainut Tauhid Sa’adi
    Ketua Umum Dewan Pimpinan MUI: KH Anwar Iskandar
    Wakil Ketua Umum MUI: KH Cholil Nafis, Buya Anwar Abbas, KH Marsudi Syuhud
    Sekretaris Jenderal MUI: Buya Amirsyah Tambunan
    Bendahara Umum: Misbahul Ulum.
    Ketua Bidang:
    Bidang Fatwa; KH Asrorun Ni’am Sholeh
    Bidang Fatwa Metodologi; Gusrizal Gazahar
    Bidang Infokom; Masduki Baidlowi
    Bidang Dakwah; Abdul Manan Ghani
    Budang Kerukunan; Abdul Moqits Ghozali
    Bidang Ekonomi; M Azrul Tanjung
    Bidang Luar Negeri; Sudarnoto Abdul Hakim
    Bidang Ekonomi Syariah; Sholahudin Al Aiyub
    Bidang Kesehatan; Fasli Jalal
    Bidang Seni Budaya; Pasni Rusli
    Bidang Pendidikan; Faisol Nasar Bin Madi
    Bidang PRK; Siti Ma’rifah
    Bidang Kajian; Utang Raniwijaya
    Bidang Hukum; Wahiduddin Adams
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • MUI minta pemerintah dan masyarakat bijak dalam bermedia sosial

    MUI minta pemerintah dan masyarakat bijak dalam bermedia sosial

    Jakarta (ANTARA) – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa KH Asrorun Niam Sholeh meminta para pejabat publik dan masyarakat untuk bijak menjaga etika dalam bermedia sosial.

    Dia menilai ruang digital adalah ruang publik yang sarat tanggung jawab moral sehingga setiap unggahan dapat berpengaruh langsung pada persepsi dan ketenangan masyarakat. .

    Menurut Asrorun, pejabat publik seharusnya menjadi teladan dalam kehati-hatian, terutama saat menyampaikan pendapat di media sosial.

    “Kalau imam hanya model tenar, namun tidak mengikatkan diri pada aturan sebagai imam yang layak, maka dia bukan hanya tidak boleh diikuti, bahkan ketika mengikuti dia hukumnya batal,” Kata Asrorun saat menghadiri diskusi “Fatwa Bermuamalah di Media Sosial pada Era Post Truth: Fatwa, Etika, dan Sikap Kita” yang digelar Fakultas Syariah dan Hukum UIN Syarif Hidayatullah Jakarta dalam siaran pers yang diterima di Morowali, Rabu

    Tidak hanya harus memiliki sikap hati-hati, Asrorun menilai pejabat juga harus mengedepankan sikap tabayyun sebelum menyebarkan informasi lewat media sosial.

    Menurut dia, hal itu harus dilakukan agar informasi yang disebarkan tidak menyesatkan masyarakat dan membuat gaduh di media sosial

    “Dalam konteks ruang digital hari ini, satu unggahan bisa menyebar ke mana-mana dalam hitungan detik, dan efeknya bisa jauh lebih besar daripada yang dibayangkan pembuatnya,” katanya.

    Kondisi semakin diperparah, kata dia, karena saat ini prinsip viral telah menjadi penentu cara berpikir masyarakat sehingga kesalahan informasi dapat menggiring opini publik pada arah yang berbahaya.

    “Dalam era post-truth, orang sering percaya pada sesuatu bukan karena benar, tapi karena viral. Ini tantangan besar bagi kita semua, terutama pejabat yang unggahannya selalu ditafsirkan sebagai sikap resmi,” ujarnya.

    Oleh karena itu, dia meminta pejabat sebagai sosok yang dipandang masyarakat dapat memiliki sikap yang bijak untuk menyebarkan informasi di media sosial.

    Tidak hanya para pejabat saja, dia menekankan masyarakat juga harus memiliki kesadaran untuk memilah informasi dan tidak asal menyebarkan kabar yang belum teruji kebenarannya.

    “Ini kerja bersama. Pemerintah membuat regulasi, platform mengatur ekosistemnya, tetapi pengguna adalah garda terdepan. Tanpa tanggung jawab dari pengguna, apa pun aturannya akan sulit diterapkan,” tutup dia.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Laode Masrafi
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Saat MUI, PBNU, dan Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Saat MUI, PBNU, dan Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional

    Saat MUI, PBNU, dan Muhammadiyah Dukung Soeharto Jadi Pahlawan Nasional
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pemerintah masih menggodok 40 nama yang diusulkan mendapat gelar pahlawan nasional. Di antara beberapa nama yang mencuat, nama Presiden ke-2 RI, Soeharto justru mencuri perhatian publik.
    Pengusulan gelar
    pahlawan nasional
    sendiri berasal dari berbagai kalangan, mulai dari serikat pekerja, pemerintah daerah, bahkan partai politik.
    Selain
    Soeharto
    , dua nama lain yang turut diusulkan menerima gelar pahlawan nasional adalah Presiden ke-4 RI Abdurrahman Wahid atau
    Gus Dur
    dan aktivis buruh Marsinah.
    Soeharto sendiri namanya diusulkan untuk memperoleh gelar pahlawan oleh Partai Golkar, sebagaimana diakui oleh ketua umumnya, Bahlil Lahadila, sebelumnya. Namun, pengusulan ini menuai banyak penolakan, salah satunya dari kelompok elemen masyarakat sipil serta Kepala Badan Sejarah Indonesia DPP PDIP, Bonnie Triyana.
    Meski banyak penolakan, tak sedikit pula yang mendukung usulan tersebut.
    Ketua Majelis Ulama Indonesia (
    MUI
    ) Bidang Fatwa, Asrorun Niam Sholeh berpandangan bahwa setiap mantan presiden yang telah tiada layak mendapatkan gelar pahlawan nasional.
    Menurutnya, mereka telah berjuang dan berkorban dalam memimpin Indonesia.
    “Setiap zaman ada tokoh pahlawannya. Kita harus menghargai perjuangan para tokoh pemimpin bangsa, termasuk para mantan Presiden yang telah memimpin Indonesia,” kata Asrorun dalam keterangannya di Jakarta, Rabu (5/11/2025), mengutip
    Antara
    .
    “Mereka adalah pahlawan bagi bangsa Indonesia. Pak Karno (Soekarno), Pak Harto (Soeharto), Pak Habibie (BJ Habibie), dan Gus Dur (Abdurrahman Wahid), adalah para pemimpin bangsa yang layak menjadi pahlawan,” katanya lagi.
    Menurut Asrorun, masyarakat tidak boleh menyimpan dendam dan mengungkit keburukan para pemimpin terdahulu karena memang tidak ada orang yang sempurna.
    Ketua Pengurus Besar Nahdlatul Ulama (PBNU) bidang Keagamaan, Ahmad Fahrur Rozi (Gus Fahrur) mendukung usulan pemberian gelar Pahlawan Nasional kepada Soeharto dan Gus Dur.
    Gus Fahrur berpandangan bahwa Soeharto dan Gus Dur memiliki kontribusi besar terhadap bangsa dalam dua fase sejarah yang berbeda.
    “Pak Harto (Soeharto) berjasa besar dalam stabilisasi nasional dan pembangunan ekonomi,” kata Gus Fahrur dikutip dari
    Antara
    , Rabu (5/11/2025).
    Menurut Gus Fahrur, pada era kepemimpinan Soeharto, Indonesia dikenal dunia sebagai salah satu macan ekonomi baru di Asia berkat program pembangunan yang terencana serta stabilitas ekonomi dan keamanan yang tinggi.
    Selain itu, menurut dia, Soeharto juga memiliki jasa besar di bidang sosial-keagamaan.
    Sementara itu, Gus Fahrur menyebut, Gus Dur berjasa besar dalam memperjuangkan demokrasi, pluralisme, dan rekonsiliasi bangsa pasca reformasi.
    “Keduanya punya jasa luar biasa dalam membangun bangsa di masa-masa sulit,” jelas dia.
    Ketua Pimpinan Pusat (PP)
    Muhammadiyah
    , Dadang Kahmad, menilai, Soeharto adalah tokoh penting dalam sejarah Indonesia yang layak mendapat penghargaan atas pengabdian dan kontribusinya selama masa perjuangan dan kepemimpinannya.
    “Kami mendukung Bapak Soeharto sebagai Pahlawan Nasional karena beliau sangat berjasa kepada Republik Indonesia, sejak masa revolusi kemerdekaan hingga masa pembangunan,” katanya melansir
    Antara
    , Kamis (6/11/2025).
    Menurutnya, Soeharto ikut berjuang dalam perang gerilya dan berperan penting dalam Serangan Umum 1 Maret 1949, yang menjadi momentum strategis bagi pengakuan kedaulatan Indonesia di dunia internasional.
    Selama menjabat presiden, lanjutnya, Soeharto dinilai berhasil menjalankan berbagai program pembangunan terencana melalui Rencana Pembangunan Lima Tahun (Repelita) yang mendorong pertumbuhan ekonomi nasional.
    Dadang menambahkan, keberhasilan kepemimpinan Soeharto tecermin dari pencapaian swasembada beras pada 1980-an, keberhasilan program Keluarga Berencana (KB) dalam menekan laju pertumbuhan penduduk, serta terjaganya stabilitas ekonomi, politik, dan keamanan selama masa pemerintahannya.
    “Ketika kita menghargai jasa kepahlawanan seseorang, jangan dilihat dari perbedaan politik atau kepentingan apapun, kecuali kepentingan bangsa dan negara, terlepas dari kekurangan dan kesalahan seseorang,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Umrah Mandiri Dilegalkan, MUI Harap Biro Travel Adaptasi Pelayanan

    Umrah Mandiri Dilegalkan, MUI Harap Biro Travel Adaptasi Pelayanan

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan pengesahan aturan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dinilai bukan menjadi hambatan bagi pelaku biro travel perjalanan haji dan umrah. Dia menilai seharusnya biro travel dapat beradaptasi dengan aturan tersebut.

    Menurutnya, aturan baru ini merupakan kesempatan bagi travel untuk meningkatkan layanan agar tetap menjadi pilihan bagi calon jemaah umrah dan bukan meminta pemerintah melarang jalur umrah mandiri.

    “Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru ini, perlu disikapi dengan cara; (i) memperbaiki layanan umrah bagi travel, agar jamaah merasa nyaman dengan fasilitas dari travel (ii) meningkatkan perlindungan jamaah oleh Pemerintah. bukan justru meminta Pemerintah untuk melarang umrah mandiri,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).

    Pengesahan umrah mandiri, katanya, adalah bentuk penyesuaian regulasi pemerintah Indonesia terhadap aturan pemerintah Arab Saudi, selama pelaksanaannya memenuhi syarat. Sebab, di Arab Saudi, umrah mandiri sudah diperbolehkan.

    Dia menegaskan, meskipun calon jemaah dapat berangkat tanpa pendamping, pemerintah Indonesia wajib menjamin keamanan dan keselamatan bagi calon jemaah umrah mandiri.

    “Di samping itu, ada jaminan keamanan, dan pemastian kebutuhan akomodasi yang dibutuhkan selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah,” jelasnya.

    Asrorun menceritakan bahwa dirinya beberapa kali pernah melakukan perjalanan umrah mandiri dengan visa transit.

    Baginya, hal yang terpenting bagi calon jemaah umrah mandiri adalah memahami tata cara ibadah umrah sehingga pelaksanaannya berjalan sempurna.

    “Yang penting; memahami ketentuan aspek syariah, khususnya terkait dengan syarat dan rukun umrah, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan syariah,” ujarnya.

    Dalam catatan Bisnis, Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan aturan umrah mandiri yang tertuang dalam UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025).

    Adapun sejumlah persyaratan bagi calon jemaah umrah mandiri yang termaktub dalam pasal 87A, antara lain harus beragama Islam, memiliki paspor yang masih berlaku paling singkat enam bulan, memiliki tiket pulang pergi ke Arab Saudi, surat keterangan sehat, serta visa dan bukti pembelian paket layanan yang terdaftar melalui Sistem Informasi Kementerian.

  • Pro-Kontra Aturan Umrah Mandiri: Pengusaha Menolak, Pemerintah Bergeming

    Pro-Kontra Aturan Umrah Mandiri: Pengusaha Menolak, Pemerintah Bergeming

    Bisnis.com, JAKARTA – Umrah mandiri kini menelan pro dan kontra di masyarakat, khususnya dari kalangan asosiasi travel. Namun, praktik umrah mandiri sudah dilakukan di Indonesia.

    Asosiasi penyelenggaran umrah kini dibayangi ancaman gulung tikar di kalangan travel umrah dan haji imbas, apalagi kini sudah disahkan aturan umrah mandiri. Belum lagi, tantangan masuknya travel asing melalui aplikasi Nusuk.

    Sekretaris Jenderal Sarikat Penyelenggara Umrah dan Haji Indonesia (Sapuhi) Ihsan Fauzi Rahman menyampaikan, pengelolaan atau pelaksanaan umrah tidak semudah yang dibayangkan. Ihsan menyebut, travel haji dan umrah yang telah melaksanakan usaha puluhan tahun saja tidak luput dari masalah, apalagi calon jemaah yang melaksanakan umrah mandiri.

    Namun, kasus umrah yang dibatalkan oleh penyelenggara sepihak sudah berkali-kali viral di Indonesia, hingga penipuan yang dilakukan travel agen bodong. Penyelenggara travel mengaku nombok, sedangkan jamaah yang ingin umrah mengalami kerugian dana dan waktu.

    Regulasi Umrah Mandiri

    Sebagai informasi, Kementerian Haji dan Umrah kini telah melegalkan praktik Umrah mandiri dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    Wakil Menteri Haji Dahnil Anzar Simanjuntak menyampaikan bahwa penetapan regulasi umrah mandiri merupakan respons atas dinamika kebijakan yang diterapkan Pemerintah Arab Saudi, sekaligus sebagai bentuk perlindungan terhadap jamaah dari Tanah Air.

    “Dinamika kebijakan Arab Saudi tidak dapat dihindari. Untuk itu perlu regulasi yang memberikan perlindungan untuk jamaah umrah kita yang memilih umrah mandiri, serta juga melindungi ekosistem ekonominya,” ujar Dahnil, Sabtu (25/10/2025).

    Lebih lanjut, dia mengakui bahwa sebelum ketentuan UU ini diterapkan, praktik umrah mandiri sejatinya telah berjalan di lapangan. Namun, demikian, Dahnil memandang perlu memberikan payung hukum yang kuat agar pelaksanaan umrah mandiri tetap terjamin dari aspek keamanan, perlindungan jamaah, serta ketertiban administrasi

    Travel Agen Mengeluh

    Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (Amphuri) mengungkapkan sejumlah hal yang dianggap menjadi ancaman bagi penyelenggara perjalanan ibadah umrah (PPIU) usai pemerintah melegalkan umrah mandiri.

    Sekretaris Jenderal Amphuri Zaky Zakariya menyatakan bahwa ketentuan dalam Undang-undang (UU) No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah dapat membuka ruang bagi agen perjalanan daring (online travel agent/OTA) untuk langsung menjamah pasar Indonesia.

    “Legalisasi Umrah mandiri berarti membuka ruang bagi korporasi global dan lokapasar asing seperti Agoda, Booking.com, Maysan, atau bahkan Nusuk milik Arab Saudi untuk langsung menjual paket ke masyarakat Indonesia tanpa melibatkan PPIU,” kata Zaky dalam keterangannya di Jakarta, dikutip pada Senin (27/10/2025).

    Dia melanjutkan, hal ini akan berdampak luas terhadap pelaku usaha dan calon jemaah umrah. Dampak pertama adalah potensi hilangnya kedaulatan ekonomi umat, yang mana sektor umrah-haji disebut telah membuka lapangan kerja bagi lebih dari 4,2 juta pekerja di Indonesia.

    Menurut Zaky, jumlah tersebut terdiri dari pemandu perjalanan dan ibadah, UMKM penyeia perlengkapan, hingga hotel dan katering lokal. Apabila bergeser ke sistem global, dia menyebut dana umat dapat mengalir ke luar negeri selagi tenaga kerja dalam negeri kehilangan penghasilan.

    Tudingan Bisa Kehilangan Devisa

    Umat beragama muslim melakukan umrah bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT, membersihkan diri dari dosa, dan menyucikan jiwa. Ibadah ini juga bertujuan untuk memperkuat iman dan ketakwaan, serta melakukan refleksi diri. Namun, Zaky menilai dari sisi ekonominya.

    Zaky mengatakan umrah mandiri berpotensi menurunkan pengawasan dan perlindungan jemaah, yang dalam hal ini PPIU wajib memiliki izin, akreditasi, sertifikasi, bank garansi, dan tunduk pada pengawasan Kementerian Agama (Kemenag) dalam menyelenggarakan perjalanan umrah.

    “Sementara entitas asing atau marketplace global tidak akan tunduk pada mekanisme yang sama, sehingga pengawasan negara melemah dan potensi penyimpangan meningkat,” ujarnya.

    Zaky lantas memaparkan bahwa legalisasi umrah mandiri justru mengalihkan nilai tambah jasa yaitu tiket, hotel, katering ke luar negeri, sehingga negara kehilangan potensi pajak dan devisa. Hal ini dinilai bertolak belakang dengan gaung peningkatan tingkat komponen dalam negeri (TKDN).

    Aspek terakhir berkaitan dengan ekosistem umat. Menurutnya, banyak PPIU selama ini dimiliki oleh pesantren, ormas Islam, lembaga zakat, dan tokoh dakwah.

    “Jika sistem ini tergantikan oleh platform global yang hanya berorientasi profit, maka nilai spiritual umrah akan bergeser menjadi sekadar transaksi komersial,” papar Zaky.

    Itu sebabnya, Amphuri berharap bahwa penjabaran teknis dari Kementerian Haji dan Umrah maupun Komisi VIII DPR RI akan menempatkan umrah mandiri dalam koridor semestinya. Pihaknya menyatakan hal ini bertujuan agar legalisasi ini tidak merusak ekosistem keumatan yang telah dibangun ratusan tahun.

    Diberitakan sebelumnya, Kementerian Haji dan Umrah telah melegalkan praktik umrah mandiri dalam UU No. 14/2025 tentang Perubahan Ketiga atas UU No. 8/2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.

    MUI Dukung Umrah Mandiri

    Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa, Asrorun Ni’am Sholeh, mengatakan pengesahan aturan umrah mandiri bagi jemaah Indonesia dinilai bukan menjadi hambatan bagi pelaku biro travel perjalanan haji dan umrah. Dia menilai seharusnya biro travel dapat beradaptasi dengan aturan tersebut.

    Menurutnya, aturan baru ini merupakan kesempatan bagi travel untuk meningkatkan layanan agar tetap menjadi pilihan bagi calon jemaah umrah dan bukan meminta pemerintah melarang jalur umrah mandiri.

    “Untuk menyesuaikan dengan regulasi baru ini, perlu disikapi dengan cara; (i) memperbaiki layanan umrah bagi travel, agar jamaah merasa nyaman dengan fasilitas dari travel (ii) meningkatkan perlindungan jamaah oleh Pemerintah. bukan justru meminta Pemerintah untuk melarang umrah mandiri,” katanya dalam keterangan tertulis, dikutip Selasa (28/10/2025).

    Pengesahan umrah mandiri, katanya, adalah bentuk penyesuaian regulasi pemerintah Indonesia terhadap aturan pemerintah Arab Saudi, selama pelaksanaannya memenuhi syarat. Sebab, di Arab Saudi, umrah mandiri sudah diperbolehkan.

    Dia menegaskan, meskipun calon jemaah dapat berangkat tanpa pendamping, pemerintah Indonesia wajib menjamin keamanan dan keselamatan bagi calon jemaah umrah mandiri.

    “Di samping itu, ada jaminan keamanan, dan pemastian kebutuhan akomodasi yang dibutuhkan selama perjalanan dan pelaksanaan ibadah,” jelasnya.

    Asrorun menceritakan bahwa dirinya beberapa kali pernah melakukan perjalanan umrah mandiri dengan visa transit.

    Baginya, hal yang terpenting bagi calon jemaah umrah mandiri adalah memahami tata cara ibadah umrah sehingga pelaksanaannya berjalan sempurna.

    “Yang penting; memahami ketentuan aspek syariah, khususnya terkait dengan syarat dan rukun umrah, sehingga dapat melaksanakan ibadah sesuai dengan ketentuan syariah,” ujarnya.

  • Setelah MK, Giliran MUI Diminta Buat Fatwa soal Wamen Rangkap Jabatan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        10 September 2025

    Setelah MK, Giliran MUI Diminta Buat Fatwa soal Wamen Rangkap Jabatan Nasional 10 September 2025

    Setelah MK, Giliran MUI Diminta Buat Fatwa soal Wamen Rangkap Jabatan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Penegasan terkait larangan wakil menteri merangkap jabatan sebagai komisaris kembali bergulir setelah Mahkamah Konstitusi (MK) menegaskan melalui putusan 128/PUU-XXIII/2025 pada Kamis (28/8/2025).
    Setelah putusan MK tersebut, muncul desakan secara etik agar pemerintah dan para wakil menteri yang rangkap jabatan bisa patuh terhadap putusan MK.
    Salah satu desakan itu datang dari Pusat Studi Ekonomi dan Hukum Celios yang meminta agar Majelis Ulama Indonesia (MUI) memberikan fatwa terkait hukum menerima gaji di saat aturannya sudah melarang.
    “Putusan Mahkamah Konstitusi jelas melarang rangkap jabatan Menteri dan Wakil Menteri sebagai komisaris BUMN. Namun, hingga kini larangan itu belum dijalankan. Kami meminta fatwa MUI agar umat Islam, khususnya pejabat negara, dapat menempatkan amanah publik di atas kepentingan pribadi,” kata Direktur Kebijakan Publik Celios, Wahyu Askar, kepada
    Kompas.com
    , Selasa (9/9/2025).
    Askar mengatakan, ketika pejabat negara masih menerima penghasilan dari jabatan yang sudah jelas dilarang, maka ada persoalan etis yang harus dijawab.
    Sebab itu, Celios meminta fatwa MUI agar ada panduan syariah yang menegaskan bagaimana seorang pejabat seharusnya bersikap terkait putusan MK tersebut.
    “Isu rangkap jabatan ini bukan sekadar soal administrasi, tetapi juga menyangkut tanggung jawab moral pejabat negara. MK telah menjalankan tugasnya menjalankan konstitusi. Tokoh agama juga bisa terlibat untuk menjaga etika pejabat negara,” ucapnya lagi.
    Dalam surat permohonan nomor 72/CELIOS/IX/2025, Celios secara spesifik menyebut putusan MK 128/PUU-XXIII/2025 sebagai dasar permohonan pemberian fatwa MUI.
    Surat yang ditujukan kepada Komisi Fatwa MUI itu menyebut meski MK telah memutuskan melarang, namun larangan ini belum dijalankan oleh pemerintah dan para wakil menteri yang menjabat komisaris BUMN.
    “Sehubungan dengan itu, kami memohon penjelasan dan fatwa dari MUI mengenai hal berikut:” tulis Celios.
    Ada tiga pertanyaan yang diminta difatwakan MUI oleh Celios.
    Pertama, hukum penghasilan atau honorarium yang diterima oleh menteri dan wakil menteri dari jabatan rangkap sebagai komisaris BUMN, di tengah larangan yang telah diputuskan.
    Kedua, apakah penghasilan tersebut dikategorikan halal, syubhat, atau haram menurut syariat Islam.
    Terakhir, bagaimana umat Islam, khususnya pejabat negara, menyikapi putusan MK agar sesuai dengan prinsip adil, amanah, dan transparansi dalam pengelolaan keuangan negara.
    Dihubungi terpisah, Ketua Komisi Fatwa MUI, Asrorun Niam Sholeh, mengatakan dia belum menerima secara langsung permohonan fatwa terkait gaji wamen rangkap jabatan tersebut.
    Dia juga akan mengecek apabila surat permohonan itu sudah diterima.
    “Nanti saya cek ya,” kata dia.
    Sebelumnya, dalam putusan 128/PUU-XXIII/2025, MK secara tegas mengatakan, larangan wakil menteri merangkap jabatan sudah diucapkan pada Agustus 2020 melalui putusan 80/PUU-XIV/2019.
    Pada putusan ini, MK kembali menegaskan bahwa apa yang dilarang menteri juga dilarang kepada wakil menteri, termasuk rangkap jabatan, termasuk menjadi komisaris Badan Usaha Milik Negara.
    Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi menyatakan, pemerintah bakal mempelajari dan menindaklanjuti putusan MK tersebut.
    “Tentu berdasarkan hasil keputusan tersebut kami akan mempelajari dan tentu akan berkoordinasi dengan pihak-pihak terkait, terutama dalam hal ini kepada Bapak Presiden,” kata Prasetyo di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta Pusat, Kamis (28/8/2025).
    Prasetyo menyampaikan bahwa koordinasi dilakukan untuk memutuskan langkah apa yang bakal diambil Presiden Prabowo terhadap bawahannya di Kabinet Merah Putih.
    Oleh karena itu, ia memohon waktu terlebih dahulu untuk mendiskusikan hal ini.
    “Untuk kemudian nanti akan dibicarakan apa yang menjadi tindak lanjut dari hasil keputusan MK tersebut. Jadi kami mohon waktu terlebih dahulu karena juga baru beberapa saat yang lalu itu dibacakan keputusannya,” ucap Prasetyo.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketua MUI Bidang Fatwa: Negara yang Perjuangkan Kemaslahatan Wajib Didukung – Page 3

    Ketua MUI Bidang Fatwa: Negara yang Perjuangkan Kemaslahatan Wajib Didukung – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Ketua Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bidang Fatwa Prof KH Asrorun Ni’am Sholeh menyatakan secara tegas bahwa negara yang mendukung kemaslahatan harus didukung oleh semua pihak.

    Hal ini disampaikannya saat acara pembukaan Internasional Annual Conference on Fatwa MUI Studies (ACFS) ke-9 di Hotel Sari Pacific, Jakarta Pusat, Sabtu (26/7/2025).

    “Hari ini kita bertemu, bersinergi, saling menguatkan antara kekuatan negara dan agama dalam relasi yang simbiotik. Saling dukung untuk mewujudkan kemaslahatan. Bagaimana praktik kenegeraan kita; apakah sudah mewujudkan kemaslahatan? Dan apakah agama sebagai pelita sudah optimal menyinari ulil amri? Jika terbukti mendatangkan maslahat dan tidak melanggar syariat harus didukung. Fatwa hadir memberi penguatan. Sebaliknya, jika mendatangkan mafsadah, Fatwa hadir mengingatkan dan memperbaiki, dengan komitmen ishlah. Tentu dengan penuh hikmah,” kata Prof Ni’am.

    Prof Ni’am menjelaskan, relasi hubangan ulama terhadap umaro adalah dengan mendukung kebijakan yang mewujudkan kemaslahatan, dan memberikan masukan dalam rangka islah (perbaikan) kepada sebuah kebijakan.

    “Tugas dan kewajiban kita untuk memberikan penguatan jika kebijakan negara diambil untuk kemaslahatan dan tidak bertentangan dengan syariah. Kabinet Merah Putih punya konsen tentang perwujudan kemaslahatan, seperti kebijakan MBG, Sekolah Rakyat, Sekolah Garuda, pemeriksaan kesehatan, dan program populis lainnya,” jelasnya.

    Akan tetapi, tambahnya, bisa jadi kebijakan negara yang ditujukan untuk kemaslahatan, ternyata membentur aturan keagamaan, maka agama perlu hadir untuk mengingatkan dan memperbaiki agar kebikajan publik benar-benar maslahat. “Bahkan bisa jadi kebijakan negara, termasuk pembentuk Undang-Undang, saat merumuskan aturan ternyata bertentangan dengan aturan agama, maka perlu diingatkan dan diperbaiki. “Di sinilah peran MUI dengan fatwa-fatwanya hadir dalam menjalankan tugas kemitraan dengan Pemerintah”, ujarnya.

    Guru Besar Ilmu Fikih UIN Syarif Hidayatullah Jakarta ini mencontohkan ketika momen fatwa MUI membetulkan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait dengan uji materi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, Pasal 43 ayat (1).

    Dalam undang-undang tersebut, diatur kedudukan anak di luar pernikahan, hanya mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya. Tentu ini sesuai dengan hukum fikih Islam.

    “Lalu muncul Putusan MK di Februari 2012 yang mengubah norma dengan menetapkan bahwa anak yang lahir di luar perkawinan mempunyai hubungan keperdataan dengan ibunya dan ayah biologisnya sepanjang dapat dibuktikan dengan teknologi. Ini jelas bertentangan dengan fikih. Sementara putusan MK final dan binding, secara otomatis berlaku. Fatwa MUI hadir menchallange dan mengoreksi, bahwa anak hasil zina tidak memiliki hubungan nasab dengan ayah biologisnya. Fatwa ini kemudian menjadi rujukan hakim Agama,” paparnya.

    Prof Ni’am menegaskan, pada 2012 MUI menetapkan fatwa bahwa wajib hukumnya taat kepada ulil amri, meski ketaatan tersebut tidak mutlak dan absolut.

    “Begitu ulil amri merumuskan kebijakan, dan tasharufnya untuk kemaslahatan, wajib hukumnya taat. Tapi, ketaatan itu dengan 3 syarat, tasharufnya tidak bertentangan dengan prinsip syariah, berorientasi pada kemaslahatan umum, dan jika terkait dengan substansi keagamaan, maka harus dimusyawarahkan dengan lembaga keagamaan yang berkompeten,” tuturnya.

    Kegiatan ACFS ke-9 telah dibuka secara langsung oleh Ketua Umum MUI KH Anwar Iskandar. Kegiatan ini bakal digelar pada Sabtu-Senin, 26-28 Juli 2025 di Hotel Sari Pacific, Menteng, Jakarta Pusat, dengan mengangkat tema “Peran Fatwa Dalam Mewujudkan Kemaslahatan Bangsa.”

     

     

  • Ponpes di Jatim Keluarkan Fatwa Sound Horeg Haram, MUI: Bisa Dipahami

    Ponpes di Jatim Keluarkan Fatwa Sound Horeg Haram, MUI: Bisa Dipahami

    Jakarta

    Forum Satu Muharram 1447 Hijriah Pondok Pesantren (Ponpes) Besuk, Kabupaten Pasuruan, mengeluarkan fatwa sound horeg adalah haram. Majelis Ulama Indonesia (MUI) bisa memahami fatwa tersebut.

    “Hasil bahtsul masail tersebut bisa dipahami,” ujar Ketua Bidang Fatwa MUI Asrorun Niam Sholeh kepada wartawan, Sabtu (4/7/2025).

    Ia menyebut aktifitas sound horeg bisa menimbulkan mudarat. Sehingga perlu ada fatwa yang tegas terkait sound horeg.

    “Mengingat ada mafsadah yang ditimbulkan dari aktftas sound horeg tersebut yang harus dicegah dan itu kontekstual. Karenanya hukum keagamaan yang ditetapkan harus dipahami utuh lengkap dengan konteksnya,” jelas Niam.

    Sebelumnya, pengasuh Ponpes Besuk KH Muhibbul Aman Aly menegaskan bahwa keputusan tersebut bukan semata-mata karena bisingnya suara, melainkan karena konteks dan dampak sosial yang melekat pada praktik sound horeg itu sendiri.

    “Kami putuskan perumusan dengan tidak hanya mempertimbangkan aspek dampak suara, tapi juga mempertimbangkan mulazimnya disebut dengan sound horeg bukan sound system,” ujar Kiai Muhib, dikutip dari Instagram @ajir_ubaidillah, Senin (30/6/2025).

    (isa/ygs)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini