Tag: Asep Guntur

  • KPK Panggil Dirjen Bea Cukai di Kasus Rita Widyasari

    KPK Panggil Dirjen Bea Cukai di Kasus Rita Widyasari

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kementerian Keuangan (Askolani) di kasus mantan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari (RW).

    Askolani (A) dijadwalkan untuk diperiksa oleh penyidik sebagai saksi pada kasus dugaan gratifikasi dan pencucian uang oleh Rita. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK, Jalan Kuningan Persada Kav.4 Setiabudi, Jakarta Selatan atas nama A, Direktur Jenderal Bea dan Cukai,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).

    Dalam catatan Bisnis, ini bukan pertama kalinya eselon I Kemenkeu diperiksa oleh penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus Rita. Sebelumnya, pada Oktober 2024, lembaga antirasuah telah memeriksa Dirjen Anggaran Kemenkeu Isa Rachmatarwata. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa menyebut saat itu Isa diperiksa dalam kaitannya untuk mendalami soal penerimaan negara bukan pajak (PNBP) produksi batu bara di Kutai Kartanegara.  

    “Saksi dimintakan keterangannya terkait dengan PNBP dari Produksi Batubara di Kab. Kutai Kartanegara,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (24/10/2024). 

    Untuk diketahui, kasus Rita berkaitan dengan dugaan penerimaan gratifikasi olehnya dari perusahaan-perusahaan atas produksi batu bara per metric tonne. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pernah menjelaskan, KPK menduga adanya penerimaan gratifikasi oleh Rita saat menjabat Bupati terkait dengan produksi batu bara di daerahnya. 

    Kasusnya berbeda dengan suap izin pertambangan. Asep memaparkan, Rita diduga menerima jatah sekitar US$3,3 sampai dengan US$5 untuk per metrik ton produksi batu bara sejumlah perusahaan.

    “Kecil sih jumlahnya, jatahnya per metrik ton antara US$3,3 sampai US$5. Ini kan kalau US$5 dikalikan Rp15.000 [kurs rupiah per dolar], cuma Rp75.000. Tapi kan dikalikan metrik ton, ribuan bahkan jutaan bertahun-tahun sampai habis kegiatan pertambangan itu. Jadi ini terus-terusan,” kata Asep kepada wartawan beberapa waktu lalu.  

    Adapun KPK juga menduga ada praktik pencucian uang dari hasil korupsi Rita. Pada Mei 2024, KPK melakukan penggeledakan di Jakarta, Samarinda dan Kutai Kartanegara. Penggeledahan dilakukan pada sembilan kantor dan 19 rumah. 

    Hasilnya, penyidik menyita 72 mobil dan 32 motor; 6 tanah dan bangunan; uang Rp6,7 miliar dalam bentuk rupiah serta setara Rp2 miliar dalam bentuk dolar AS dan lainnya; serta barang bukti dokumen elektronik. 

  • Gubernur BI Tegaskan Komitmen Dukung KPK

    Gubernur BI Tegaskan Komitmen Dukung KPK

    Ia juga menekankan bahwa perencanaan CSR dilakukan melalui alokasi anggaran oleh Dewan Gubernur setiap tahun.

    “Satu, di bidang pendidika, khususnya beasiswa, setiap tahun BI memberikan tambahan beasiswa kurang lebih 11 ribuan,” Perry menuturkan.

    Perry memastikan program-program ini dirancang untuk memberikan manfaat langsung kepada masyarakat, termasuk di sektor UMKM dan kegiatan ibadah.

    “Kedua, pemberdayaan ekonomi masyarakat, UMKM, maupun yang lain-lain. Dan, bidang ketiga adalah untuk ibadah sosial,” tandasnya.

    Sebelumnya diberitakan, tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melaksanakan penggeledahan di Kantor Pusat Bank Indonesia (BI) di Jakarta, Senin (16/12/2024) kemarin.

    Langkah ini merupakan bagian dari penyelidikan dugaan korupsi terkait penggunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR) BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) tahun 2023.

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika Sugiarto, membenarkan penggeledahan yang dilakukan pihaknya tersebut.

    “Tim dari KPK semalam melakukan penggeledahan di Kantor BI,” ujar Tessa dalam keterangan tertulis yang dirilis pada Selasa (17/12/2024).

    Namun, ia tidak menjelaskan secara rinci mengenai barang atau dokumen apa saja yang diamankan oleh tim penyidik dari lokasi tersebut.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, telah menyampaikan bahwa dugaan korupsi dana CSR yang melibatkan BI dan OJK tersebut telah naik status dari penyelidikan menjadi penyidikan.

    “KPK sedang menangani perkara dugaan tindak pidana korupsi terkait penggunaan dana CSR dari BI dan OJK tahun 2023,” kata Asep beberapa waktu lalu.

  • KPK Periksa Tersangka Kasus Korupsi Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP – Halaman all

    KPK Periksa Tersangka Kasus Korupsi Akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh ASDP – Halaman all

    Laporan Wartawan Tribunnews.com, Ilham Rian Pratama

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil satu tersangka kasus dugaan korupsi proses Kerja Sama Usaha (KSU) dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyebrangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019–2022, Kamis (19/12/2024).

    Dia adalah Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Muhammad Yusuf Hadi.

    “Pemeriksaan dilakukan di Komisi Pemberantasan Korupsi, Jalan Kuningan Persada Kavling 4, Guntur, Setiabudi, Jakarta Selatan, atas nama MYH, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya.

    Dalam kasus ini, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka.

    Mereka yaitu Direktur Utama PT ASDP, Ira Puspadewi; Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Harry Muhammad Adhi Caksono; Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Muhammad Yusuf Hadi; dan Pemilik PT Jembatan Nusantara Group, Adjie.

    Keempat tersangka itu sempat menggugat status tersangka mereka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan.

    Namun, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak gugatan praperadilan keempat tersangka tersebut.

    Adapun penetapan tersangka terhadap empat orang dimaksud berdasarkan surat perintah penyidikan (sprindik) yang diteken pada Jumat, 16 Agustus 2024. 

    Empat orang itu juga telah dicegah bepergian ke luar negeri.

    KPK menduga potensi kerugian negara akibat kasus korupsi di lingkungan ASDP, yakni Rp 1,27 triliun. 

    Dalam prosesnya, penyidik KPK telah melakukan upaya paksa penyitaan sejumlah mobil dan 15 aset properti yang terkait dengan perkara dimaksud. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut pihaknya menduga masalah akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry terjadi saat prosesnya berjalan. 

    Salah satunya terkait sejumlah kapal dari PT Jembatan Nusantara yang masuk aset akuisisi. 

    Asep menyebut kondisi kapal dari PT Jembatan Nusantara tidak baru. 

    Selain itu, Asep juga menyebut ada dugaan kapal milik PT Jembatan Nusantara tidak sesuai secara spesifikasi. 

    Terdapat 53 kapal PT Jembatan Nusantara yang termasuk dalam aset yang diakuisisi.

    “Ini mulai terjadi kesalahannya itu adalah ketika prosesnya. Jadi barang-barang yang dibeli dari PT JN itu juga kondisinya bukan baru-baru,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (15/8/2024).

    Berdasarkan informasi yang dihimpun, akuisisi berjalan tak semestinya. 

    Pasalnya, akuisisi itu dikabarkan tak ada dasar hukumnya serta melanggar aturan. 

    Selain itu akuisisi itu disebut-sebut terbilang mahal lantaran diduga terjadi kongkalikong dalam penentuan nilai valuasi. 

    Dikabarkan nilai sejumlah aset objek yang diakuisisi tak relevan. 

    “Nah, itu yang kemudian menyebabkan akhirnya terjadi kerugian. Lalu juga penghitungan dan lain-lain,” ujar Asep.

    Menurut Asep, akuisisi diperbolehkan dan dilaksanakan. Asalkan, prosesnya tidak menabrak aturan.

    Contohnya, jika armada kapal di PT ASDP tidak mencukupi untuk kegiatan penyeberangan. Terlebih saat momen lebaran atau hari besar.

    “Misalnya kalau melihat sekarang mau lebaran penyeberangan kan menumpuk. Tidak mencukupi lah. Dari sana kemudian diajukan program atau proyek untuk penambahan armada seperti itu, ini legal. Boleh. Ada kajiannya,” kata Asep.

  • Kasus Korupsi CSR: Pertaruhan Reputasi BI Ketika Kurs Kian Rontok

    Kasus Korupsi CSR: Pertaruhan Reputasi BI Ketika Kurs Kian Rontok

    Bisnis.com, JAKARTA — Setelah sekian lama, Bank Indonesia (BI) kembali diguncang kasus korupsi. Kasus kali ini, sejatinya tidak terkait dengan tugas dan fungsi BI, melainkan persoalan penyaluran dana corporate social responsibility atau CSR) yang belum jelas nilainya.

    Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi alias KPK, bahkan telah melakukan penggeledahan kantor BI. Mereka menyisir ruangan yang diindikasikan kuat terkait dengan perkara tersebut. Salah satunya, ruang kerja milik Gubenur BI, Perry Warjiyo. 

    Kalau menilik keterangan Direktur Penindakan dan Ekskusi KPK, Rudi Setiawan, penyidik lembaga antikorupsi berhasil mengamankan barang bukti saat penggeledahan tersebut. Konon, barang bukti yang diperoleh berupa dokumen fisik dan elektronik. 

    “Maksud penggeledahan tersebut kami dalam kegiatan mengungkap perkara tindak pidana terkait CSR Bank Indonesia,” ujarnya.

    Terlepas dari proses yang sedang berlangsung, penggeledahan yang dilakukan oleh penyidik KPK di ruangan Gubernur BI, tentu telah mempertaruhkan reputasi Bank Indonesia. BI adalah institusi strategis yang memiliki fungsi untuk pengelolaan bidang moneter, sistem pembayaran dan stabilitas sistem keuangan.

    Artinya tanpa transparansi penegakan hukum yang jelas, proses penanganan perkara dugaan korupsi CSR BI bisa merusak kepercayaan publik terhadap Bank Indonesia. Paling parah adalah menurunkan kepercayaan investor pasar keuangan baik lokal maupun global, yang nanti ujung-ujungnya bisa merusak reputasi BI.

    Selain itu, proses penegakan hukum yang dilakukan oleh KPK itu juga terjadi ketika kondisi nilai tukar rupiah yang nyungsep sedalam-dalamnya. Kurs rupiah terhadap dolar Amerika Serikat, pada hari ini, Kamis (19/12/2024), senilai Rp16.242 per US$1. Ini adalah salah satu capaian terburuk selama 10 tahun terakhir. Tahun 2014, rata-rata kurs dolar masih di kisaran Rp11.000 per dolar AS.

    Gubenur BI Perry Warjiyo mengakui aksi penggeledahan oleh Tim Penyidik KPK di kantornya memberikan pengaruh terhadap pergerakan nilai tukar rupiah pada pekan ini. “Apakah berpengaruh terhadap kondisi pasar? Segala berita akan berpengaruh terhadap kondisi pasar, termasuk nilai tukar rupiah,” ujarnya.

    Sejak Senin lalu, rupiah telah bertengger di atas Rp16.000 per dolar AS. Pada hari ini saja, rupiah sempat tembus lebih dari Rp16.100 per dolar AS.

    Namun demikian, rupiah ditutup menguat tipis 0,02% atau 3 poin ke level Rp16.097,5 per dolar AS, sejalan dengan keputusan Bank Indonesia untuk menahan suku bunga acuan atau BI Rate di 6%. Pada saat yang sama, indeks dolar stagnan di posisi 106,96.

    Perry menyampaikan terhadap sentimen tersebut, BI tetap berkomitmen menjaga stabilitas nilai tukar rupiah melalui intervensi, pembelian Surat Berharga Negara di pasar sekunder, dan langkah lain seperti penerbitan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

    Dia juga membenarkan bahwa KPK mendatangi kantornya pada Senin (16/12/2024) malam hari dan menghormati proses tersebut. Pihaknya juga bersikap kooperatif saat KPK hendak membawa sejumlah dokumen terkait dugaan penyalahgunaan dana corporate social responsibility (CSR) yang BI salurkan.

    “Kedatangan tersebut, informasi yang kami terima KPK membawa dokumen-dokumen yang terkait dengan CSR tadi,” tutur Perry.

    Bukan Kasus Pertama

    Korupsi CSR bukan kasus atau skandal pertama yang menyeret Bank Indonesia. Jauh sebelum kasus itu terjadi, pada transisi Orde Baru ke era reformasi terjadi skandal besar dalam sejarah ekonomi Indonesia, yakni Bantuan Likuiditas Bank Indonesia alias BLBI. Kasus ini ditengarai merugikan negara triliunan rupiah. 

    BLBI bermula dari keputusan Presiden Soeharto menyuntik dana Rp144,5 triliun kepada 48 bank yang hampir rontok karena kesulitan likuiditas. Sebagian besar bank tersebut didominasi milik swasta.

    Persoalan kemudian muncul setelah hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang dikeluarkan pada 2000 menemukan BLBI merugikan keuangan negara hingga Rp138,4 triliun. Jumlah itu setara 95,78 persen dari BLBI yang disalurkan senilai Rp144,5 triliun.

    Artinya, hanya Rp6 triliun dana BLBI yang balik ke negara. Selebihnya, ‘uang panas’ itu dilarikan oleh para debitur dan obligor BLBI ke berbagai tempat. Paling lazim dana-dana tersebut dilarikan ke negara suaka pajak seperti Singapura dan Hong Kong. Kasus ini pernah dibawa ke ranah pidana. Namun kandas di Mahkamah Agung. Proses penyelesaiannya pun dialihkan ke Satgas BLBI.

    Setelah BLBI mencuat, ada kasus yang menyeret nama Syahril Sabirin. Kasus ini terkait dengan Bank Bali dan Bank Dagang Nasional Indonesia. Dilansir dari laman Antikorupsi.org, kasus itu melibatkan Syahrul Sabirin yang merupakan Gubernur BI (1998-2003) dan taipan Djojo Tjandra. Keduanya telah divonis bersalah oleh Mahkamah Agung (MA).

    Kasus Bank Century juga menjadi banyak perhatian. Perkara korupsi itu menyeret nama Bank Indonesia, termasuk salah satunya deputinya bernama Budi Mulya. Budi Mulya bahkan telah divonis dalan perkara itu. Kendati demikian, perkara Century tidak berhenti di situ dan telah menyeret nama-nama beken antara lain Sri Mulyani Indrawati hingga Budiono yang waktu itu menjabat Gubenur BI.

    Kasus lain, yang juga menyeret nama Bank Indonesia adalah perkara suap cek pelawat terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior BI tahun 2004. Salah satu terpidana kasus ini adalah, Miranda  Swaray Goeltom. Dia terbukti ikut membantu Nunun Nurbaeti Daradjatun memberikan cek pelawat ke anggota DPR dalam pemilihan deputi senior BI.

    Adapula kasus Burhanuddin Abdullah yang merupakan mantan Gubernur BI dan Deputi BI Aulia Pohan, besan dari Presiden ke 6 Susilo Bambang Yudhoyono (SBY), yang masuk penjara dalam kasus penarikan dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. 

    Modus Korupsi Dana CSR 

    Sementara itu, dalam kasus terbaru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga aliran dana kasus korupsi corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diterima oleh yayasan.

    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan menjelaskan, yayasan yang diduga menerima dana CSR dari BI itu tidak sesuai atau proper. 

    “Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen dari pada sebagian itu diberikan ke yang tidak proper. Kurang lebihnya seperti itu,” jelasnya kepada wartawan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). 

    Rudi pun tidak menampik bahwa dana CSR yang diterima oleh yayasan-yayasan dimaksud turut berasal dari institusi negara lain, di antaranya OJK. Institusi-institusi itu diduga merupakan mitra kerja Komisi Keuangan DPR. “Ya, ya [termasuk OJK] karena ada, itu mereka adalah mitranya di beberapa tempat lah,” ungkap Perwira Polri berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) itu. 

    Ke depan, lanjut Rudi, lembaga antirasuah akan mencari bukti-bukti terkait kasus tersebut di berbagai tempat. Bukti utamanya akan dicari dari lembaga pemberi CSR serta penerimanya. “CSR ini di mana sumbernya, bagaimana keputusannya, berapa besarannya? Diberikan ke siapa itu pasti akan kami cari terus ke sana,” papar Rudi. 

    Adapun Rudi juga menyebut lembaganya telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi CSR tersebut. Meski demikian, dia tidak memerinci lebih lanjut siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka. 

    Untuk mencari bukti-bukti kasus tersebut, penyidik KPK telah menggeledah kantor BI. Salah satu ruangan yang digeledah adalah ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo, di mana ditemukan sejumlah bukti elektronik dan dokumen terkait dengan perkara.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).  

    Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengungkap kenapa pemberian CSR itu berujung pada pengusutan secara pidana oleh KPK. Dia menjelaskan bahwa dana CSR diberikan oleh suatu institusi atau dalam hal ini perusahaan untuk kegiatan sosial yang berdampak ke masyarakat. 

    Apabila dana CSR disalurkan dengan benar, terang Asep, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Namun, ketika CSR itu disalurkan bukan untuk peruntukannya, maka di situ letak dugaan korupsinya.

    Seperti diketahui, BI dan OJK merupakan dua institusi negara yang kegiatannya berasal dari APBN. “Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50. Yang 50 [lainnya] tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut. Digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi, nah itu yang menjadi masalah,” terang Asep.

  • KPK Duga Pengadaan LNG Pertamina 2013-2014 Tidak Disertai Kajian dan Studi

    KPK Duga Pengadaan LNG Pertamina 2013-2014 Tidak Disertai Kajian dan Studi

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) PT Pertamina (Persero) pada 2013-2014 tidak disertai dengan kajian risiko dan studi kelayakan.

    Pengadaan LNG Pertamina yang diperkarakan KPK itu berasal dari perusahaan Amerika Serikat (AS) Corpus Christie Liquefaction atau CCL. Kasus LNG Pertamina yang tengah diusut ini merupakan pengembangan dari perkara sebelumnya yang menjerat bekas Direktur Utama Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan.

    Pada Selasa (17/12/2024), penyidik KPK memeriksa VP Corporate Strategic Direktorat Perencanaan Investasi dan Manajemen Resiko PT Pertamina (Persero) 2013-2017 Heru Setiawan. Pemeriksaan Heru dilakukan setelah dua minggu sebelumnya saksi batal diperiksa.

    “Pemeriksaan terkait bahwa pengadaan LNG Corpus Chirtie 2013-2014 tidak terdapat kajian resiko dan study kelayakan,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto melalui keterangan tertulis kepada wartawan, Rabu (18/12/2024). 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, usai Karen dijatuhi vonis penjara sembilan tahun, KPK mengembangkan penyidikan perkara tersebut di lingkungan Pertamina. Penyidik mengendus terjadi tindak pidana korupsi pada empat pengadaan LNG lainnya di Pertamina. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkapkan bahwa pihaknya menemukan indikasi baru dalam penyidikan kasus ini yang melibatkan empat pengadaan LNG lainnya di Pertamina. 

    “Kami menemukan hal baru terkait tindak pidana korupsi yang dilakukan oleh saudara KA (Karen). Ini terkait dengan CCL yang berada di luar negeri,” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (4/7/2024). 

    Dalam perkembangan terbaru, KPK telah menetapkan dua tersangka baru dalam kasus korupsi pengadaan LNG Pertamina. Kedua tersangka tersebut berinisial HK dan YA, yang merupakan Senior Vice President (SPV) Gas and Power Pertamina 2013-2014 Yenni Andayani dan Direktur Gas Pertamina 2012-2014 Hari Karyuliarto. 

    Keduanya adalah bawahan Karen yang diberikan kuasa untuk menandatangani perjanjian jual beli LNG Train 1 dan Train 2 dari anak usaha Cheniere Energy, Inc., Corpus Christie Liquefaction, LLC.

    Sebelumnya, Majelis Hakim menjatuhkan pidana penjara 9 tahun kepada Karen Agustiawan dan denda Rp500 juta subsidair 3 bulan kurungan. 

    KPK lalu menyatakan banding atas putusan tersebut karena tidak menyertakan pidana uang pengganti sebesar Rp1,09 miliar dan US$104,016 (sekitar Rp2,8 miliar berdasarkan kurs jisdor BI). 

    Uang tersebut merupakan gaji yang diterima Karen dari perusahaan investasi asal AS, Blackstone, yang merupakan pemegang saham Cheniere Energy, Inc. Jaksa KPK mendakwa Karen meminta jabatan di Blackstone setelah mengamankan pembelian LNG dari CCL.

    KPK juga tengah mengincar uang pengganti kerugian keuangan negara sebesar US$113,83 juta pada kasus tersebut. Pada tuntutan jaksa, uang pengganti itu awalnya dibebankan kepada Corpus Christie Liquefaction. KPK menyebut bakal berkoordinasi dengan penegak hukum di AS untuk mengincar asset recovery dalam kasus LNG tersebut. 

  • KPK Segera Periksa Pihak yang Punya Kaitan dengan Dugaan Kasus Korupsi CSR BI

    KPK Segera Periksa Pihak yang Punya Kaitan dengan Dugaan Kasus Korupsi CSR BI

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) segera mengagendakan pemeriksaan terhadap para pihak yang dinilai memiliki keterkaitan dengan kasus dugaan korupsi penggunaan dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Kasus itu tengah dalam penyidikan KPK.

    “Barang siapa yang terkait dengan temuan kami, itu akan dilakukan pemeriksaan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan di Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    KPK telah mengamankan sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik yang diduga berkaitan dengan dugaan kasus korupsi dana CSR BI. Barang-barang tersebut diamankan saat KPK menggeledah kantor BI, Senin (16/12/2024) malam.

    KPK selanjutnya akan mendalami bukti-bukti yang telah diamankan. Salah satunya, yakni menggali keterangan para pihak terkait dugaan korupsi CSR BI.

    “Ada beberapa ruangan yang kami masukkan dan ada beberapa yang kami peroleh. Barang-barang tersebut yang kami peroleh, akan kami klarifikasi,” ucap Rudi.

    Diketahui, KPK mengusut dugaan korupsi terkait penggunaan dana CSR dari BI serta Otoritas Jasa Keuangan (OJK). “KPK sedang mengusut perkara ini,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur di Jakarta, Rabu (18/9/2024).

    Asep masih belum menerangkan lebih detail terkait materi konstruksi perkara dugaan korupsi tersebut. Namun, dia sempat menerangkan soal adanya dugaan penggunaan dana CSR di BI yang tidak sesuai peruntukkannya.

    “Perusahaan memberikan CSR yang digunakan untuk tadi, misalnya kegiatan-kegiatan sosial membangun rumah, tempat ibadah, bangun fasilitas jalan, jembatan, dan lain-lainnya. Nah, kalau itu digunakan sesuai peruntukkannya, tidak ada masalah,” ujar Asep.

    Dia menegaskan, yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai peruntukkannya. “Artinya ada beberapa, misalkan CSR-nya ada 100, yang digunakan hanya 50, yang jadi masalah itu yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut,” sambung Asep.

    Asep menyampaikan, arah penyidikan KPK dalam kasus ini lebih kepada mendalami dugaan penggunaan CSR di BI yang tidak sesuai peruntukkannya. Ada dugaan dana CSR di BI itu justru digunakan untuk kepentingan pribadi.

  • 10
                    
                        Fakta-fakta Korupsi CSR Bank Indonesia yang Sedang Ditangani KPK
                        Nasional

    10 Fakta-fakta Korupsi CSR Bank Indonesia yang Sedang Ditangani KPK Nasional

    Fakta-fakta Korupsi CSR Bank Indonesia yang Sedang Ditangani KPK
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menggeledah kantor Bank Indonesia (BI) terkait kasus dugaan korupsi dana
    corporate social responsibility
    (CSR) pada Senin (16/12/2024) malam.
    Dari hasil penggeledahan, KPK menyita sejumlah dokumen dan barang elektronik yang terkait dengan kasus dana CSR.
    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan mengatakan, ada indikasi penyelewengan dana CSR dalam perkara ini. Ia menduga uang CSR itu mengalir ke sejumlah yayasan.
    “Yayasan-yayasan yang kita duga tidak tepat untuk diberikan,” kata Rudi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (17/12/2024).
    Panggil Gubernur BI
    Dalam penggeledahan di Kantor BI itu, penyidik pun turut menggeledah ruang kerja gubernur BI.
    Rudi mengatakan, KPK akan memanggil Gubernur BI itu untuk meminta klarifikasi atas barang yang diamankan saat proses penggeledahan.
    “Nanti saya belum mendetailkan ini barang ada temukan di ruangan siapa, milik siapa, segala macam. Nanti itu akan kita klasifikasi, kita verifikasi kepada orang yang bersangkutan,” ujarnya.
    Sudah tetapkan 2 tersangka
    Rudi mengatakan sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana
    corporate social responsibility
    (CSR).
    Namun, KPK tak mengungkapkan identitas dua tersangka tersebut.
    “Tersangka terkait perkara ini ada, kita dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan dua orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana berasal dari CSRnya BI,” ucap dia.
    Akal-akalan kasus dana CSR
    KPK pertama kali mengungkap kasus dugaan korupsi dana CSR dari Bank Indonesia pada Agustus 2024.
    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, penyidik menemukan indikasi penyelewengan dana CSR dari BI dan OJK, yakni dari total program dan anggaran hanya separuh yang disalurkan sesuai tujuan.
    “Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi,” ujar Asep, Jakarta, Rabu (18/9/2024).
    “Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” ucap Asep.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 4 Fakta Terkini Penggeledahan Kantor Bank Indonesia oleh KPK

    4 Fakta Terkini Penggeledahan Kantor Bank Indonesia oleh KPK

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Bank Indonesia (BI) pada Senin malam, 15 Desember 2024. Penggeledahan ini dilakukan terkait penyelidikan dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR). 

    Berikut empat fakta terbaru seputar kasus yang tengah menjadi perhatian publik ini:
    1. Penggeledahan KPK Dilakukan pada Senin Malam
    Tim penyidik KPK mulai melakukan penggeledahan di Kantor Bank Indonesia pada 15 Desember 2024. Proses ini dilakukan untuk mencari bukti terkait dugaan korupsi penggunaan dana CSR.

    “Ya benar tim dari KPK semalam melakukan geledah di Kantor BI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa 17 Desember 2024.
    2. KPK Selidiki Penyelewengan Dana CSR
    KPK mencurigai adanya penyalahgunaan dana CSR di BI yang tidak digunakan sesuai peruntukannya. Dana yang semestinya untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan fasilitas publik, diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi.

    “Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.

    Baca juga: Terungkap Modus Curang Pejabat di LHKPN, Harga Fortuner Ditulis Rp6 Juta

    3. Modus: Dana Tak Sesuai Peruntukan
    Kasus ini pertama kali mencuat pada September 2024, ketika KPK mendeteksi alokasi dana CSR yang tidak transparan. Sebagian anggaran disebut tidak digunakan sesuai rencana proyek, melainkan untuk kepentingan lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.

    “Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” tegas Asep.
    4. Proses Hukum Berlanjut, Tersangka Belum Diungkap
    KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun identitas mereka belum diumumkan. Penyidik memastikan pengumuman akan dilakukan bersamaan dengan langkah hukum seperti penangkapan dan penahanan.

    Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah Kantor Bank Indonesia (BI) pada Senin malam, 15 Desember 2024. Penggeledahan ini dilakukan terkait penyelidikan dugaan penyalahgunaan dana Corporate Social Responsibility (CSR). 
     
    Berikut empat fakta terbaru seputar kasus yang tengah menjadi perhatian publik ini:

    1. Penggeledahan KPK Dilakukan pada Senin Malam

    Tim penyidik KPK mulai melakukan penggeledahan di Kantor Bank Indonesia pada 15 Desember 2024. Proses ini dilakukan untuk mencari bukti terkait dugaan korupsi penggunaan dana CSR.
     
    “Ya benar tim dari KPK semalam melakukan geledah di Kantor BI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto dalam keterangannya, Selasa 17 Desember 2024.

    2. KPK Selidiki Penyelewengan Dana CSR

    KPK mencurigai adanya penyalahgunaan dana CSR di BI yang tidak digunakan sesuai peruntukannya. Dana yang semestinya untuk kepentingan sosial, seperti pembangunan fasilitas publik, diduga dialihkan untuk kepentingan pribadi.
    “Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu.
     
    Baca juga: Terungkap Modus Curang Pejabat di LHKPN, Harga Fortuner Ditulis Rp6 Juta

    3. Modus: Dana Tak Sesuai Peruntukan

    Kasus ini pertama kali mencuat pada September 2024, ketika KPK mendeteksi alokasi dana CSR yang tidak transparan. Sebagian anggaran disebut tidak digunakan sesuai rencana proyek, melainkan untuk kepentingan lain yang tidak dapat dipertanggungjawabkan.
     
    “Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” tegas Asep.

    4. Proses Hukum Berlanjut, Tersangka Belum Diungkap

    KPK telah menetapkan tersangka dalam kasus ini, namun identitas mereka belum diumumkan. Penyidik memastikan pengumuman akan dilakukan bersamaan dengan langkah hukum seperti penangkapan dan penahanan.
     

     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • KPK Bongkar Modus Korupsi Dana CSR BI-OJK

    KPK Bongkar Modus Korupsi Dana CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga aliran dana kasus korupsi corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) hingga Otoritas Jasa Keuangan (OJK) diterima oleh yayasan.

    Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan menjelaskan, yayasan yang diduga menerima dana CSR dari BI itu tidak sesuai atau proper. 

    “Jadi BI itu punya dana CSR, kemudian beberapa persen dari pada sebagian itu diberikan ke yang tidak proper. Kurang lebihnya seperti itu,” jelasnya kepada wartawan di Gedung Juang KPK, Jakarta, Selasa (17/12/2024). 

    Rudi pun tidak menampik bahwa dana CSR yang diterima oleh yayasan-yayasan dimaksud turut berasal dari institusi negara lain, di antaranya OJK. Institusi-institusi itu diduga merupakan mitra kerja Komisi Keuangan DPR. 

    “Ya, ya [termasuk OJK] karena ada, itu mereka adalah mitranya di beberapa tempat lah,” ungkap Perwira Polri berpangkat Inspektur Jenderal (Irjen) itu. 

    Ke depan, lanjut Rudi, lembaga antirasuah akan mencari bukti-bukti terkait kasus tersebut di berbagai tempat. Bukti utamanya akan dicari dari lembaga pemberi CSR serta penerimanya. 

    “CSR ini di mana sumbernya, bagaimana keputusannya, berapa besarannya? Diberikan ke siapa itu pasti akan kami cari terus ke sana,” papar Rudi. 

    Adapun Rudi juga menyebut lembaganya telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus dugaan korupsi CSR tersebut. Meski demikian, dia tidak memerinci lebih lanjut siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka. 

    Untuk mencari bukti-bukti kasus tersebut, penyidik KPK telah menggeledah kantor BI. Salah satu ruangan yang digeledah adalah ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo, di mana ditemukan sejumlah bukti elektronik dan dokumen terkait dengan perkara.

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, KPK tengah mengusut kasus dugaan korupsi corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

    Pada konferensi pers beberapa waktu lalu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengungkap kenapa pemberian CSR itu berujung pada pengusutan secara pidana oleh KPK. Dia menjelaskan bahwa dana CSR diberikan oleh suatu institusi atau dalam hal ini perusahaan untuk kegiatan sosial yang berdampak ke masyarakat. 

    Apabila dana CSR disalurkan dengan benar, terang Asep, maka tidak ada yang perlu dipermasalahkan. Namun, ketika CSR itu disalurkan bukan untuk peruntukannya, maka di situ letak dugaan korupsinya.

    Seperti diketahui, BI dan OJK merupakan dua institusi negara yang kegiatannya berasal dari APBN. 

    “Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50. Yang 50 [lainnya] tidak digunakan. Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut. Digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi, nah itu yang menjadi masalah,” terang Asep.

  • Begini Akal-akalan Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI yang Kini Jerat 2 Tersangka – Halaman all

    Begini Akal-akalan Dugaan Penyelewengan Dana CSR BI yang Kini Jerat 2 Tersangka – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tengah mengusut kasus dugaan korupsi di dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI) dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2023. 

    KPK telah melakukan penggeledahan di kantor BI pada Senin (16/12/2024) malam. 

    “Bank Indonesia menerima kedatangan penyidik KPK di kantor pusat Bank Indonesia Jakarta pada 16 Desember 2024.”

    Kedatangan KPK ke Bank Indonesia untuk melengkapi proses penyidikan terkait dugaan penyalahgunaan dana CSR Bank Indonesia yang disalurkan,” ujar Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Ramdan Denny Prakoso, Selasa (17/12/2024).

    Soal dugaan tersebut, BI menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwenang yaitu KPK.

    “Bank Indonesia menghormati dan menyerahkan sepenuhnya proses hukum yang dilaksanakan oleh KPK sebagaimana prosedur dan ketentuan yang berlaku, mendukung upaya-upaya penyidikan, serta bersikap kooperatif kepada KPK,” paparnya. 

    Modus Perkara

    KPK menduga penggunaan dana CSR bermasalah karena tidak sesuai dengan peruntukan.

    Dana CSR diduga digunakan untuk kepentingan pribadi.

    “Yang menjadi masalah adalah ketika dana CSR itu tidak digunakan sesuai dengan peruntukannya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, Jakarta, Rabu (18/9/2024) lalu.

    Asep mengungkapkan modus korupsi dalam kasus ini dengan memberi contoh dana CSR yang seharusnya untuk membangun fasilitas sosial atau publik tetapi justru disalahgunakan peruntukannya.

    “Artinya ada beberapa, misalkan CSR ada 100, yang digunakan hanya 50, yang 50-nya tidak digunakan.” 

    “Yang jadi masalah tuh yang 50-nya yang tidak digunakan tersebut, digunakan misalnya untuk kepentingan pribadi,” katanya.

    “Kalau itu digunakan misalnya untuk bikin rumah ya bikin rumah, bangun jalan ya bangun jalan, itu enggak jadi masalah. Tapi, menjadi masalah ketika tidak sesuai peruntukan,” kata Asep.

    KPK Sita Dokumen dan Barang Bukti Elektronik

    KPK telah menyita sejumlah dokumen dan barang bukti elektronik.

    “Beberapa dokumen kita temukan, barang bukti elektolronik kita amankan,” kata Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Rudi Setiawan di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (17/12/2024).

    Rudi juga mengatakan, KPK menggeledah beberapa ruang kerja di BI, salah satunya ruang kerja Gubernur BI Perry Warjiyo.

    “Kemarin kita ke BI di sana ada beberapa ruangan yang kita geledah, di antaranya ruang Gubernur BI,” ujarnya.

    Dua Tersangka Ditetapkan 

    KPK mengaku sudah menetapkan dua tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana CSR ini. 

    Meski demikian, KPK belum mengungkap identitas dua sosok itu. 

    Rudi Setiawan menyebut, dua tersangka itu sudah ditetapkan sejak beberapa bulan lalu. 

    “Kita sudah dari beberapa bulan yang lalu telah menetapkan dua orang tersangka yang diduga memperoleh sejumlah dana yang berasal dari CSR-nya Bank Indonesia,” kata Rudi. 

    “Sementara dua orang ya,” lanjutnya. 

    Menurut Rudi, kerugian negara dalam perkara ini cukup besar.

    Namun, lagi-lagi ia belum memerinci angka pastinya.

    (Tribunnews.com/Milani/ Nitis Hawaroh/Ilham Rian Pratama)