Tag: Asep Guntur

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Fasilitas Kredit LPEI Rp 549 M

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menahan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI), Kamis (20/3/2025).

    Kedua tersangka tersebut adalah Komisaris Utama PT Petro Energy (PE) Jimmy Masrin (JM) dan Direktur Keuangan PT PE Susy Mira Dewi (SMD).

    Dengan ini, total tersangka dalam kasus ini menjadi lima orang, yaitu:
    1. Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW)
    2. Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS) 
    3. Komisaris Utama PT Petro Energy Jimmy Masrin (JM)
    4. Direktur Utama PT Petro Energy Newin Nugroho (NN) 
    5. Konsultan Susy Mira Dewi (SMD)

    KPK Tahan Tersangka di Rutan Jakarta Timur

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur mengonfirmasi penahanan ini di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. “KPK melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari ini,” ujarnya terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

    Sebelumnya, KPK telah terlebih dahulu menahan Newin Nugroho sejak Kamis (13/3/2025). Sementara itu, Jimmy Masrin dan Susy Mira Dewi akan menjalani masa tahanan selama 20 hari, mulai 20 Maret hingga 8 April 2025, di cabang rumah tahanan negara (Rutan) Kelas I Jakarta Timur.

    Dugaan Benturan Kepentingan dan Kerugian Negara Rp 549 M

    KPK menduga ada benturan kepentingan antara direktur LPEI dan PT Petro Energy sebagai debitur. Diduga, terjadi kesepakatan awal untuk mempermudah pencairan kredit tanpa verifikasi yang layak.

    Selain itu, direktur LPEI diduga mengabaikan kontrol penggunaan kredit dan tetap menginstruksikan bawahannya untuk mencairkan dana meskipun tidak memenuhi syarat kelayakan.

    “Akibat fasilitas kredit khusus dari LPEI kepada PT Petro Energy, negara mengalami kerugian besar. Outstanding pokok KMKE 1 PT Petro Energy mencapai US$ 18.070.000, sedangkan outstanding pokok KMKE 2 PT Petro Energy mencapai Rp 549.144.535.027,” ungkap Asep terkait kasus fasilitas kredit LPEI.

  • KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar

    KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar

    KPK Sebut Pemberian Kredit LPEI untuk PT Petro Energy Rugikan Negara Rp 846,9 Miliar
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Fasilitas kredit yang diberikan Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ) untuk
    PT Petro Energy
    merugikan negara sebesar Rp 846,9 miliar.
    Hal tersebut disampaikan oleh Direktur Penyidikan Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    ), Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, pada Kamis (20/3/2025).
    “Pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini telah mengakibatkan
    kerugian negara
    sebagai berikut, untuk
    outstanding
    pokok KMKE 1 PT PE senilai 18.070.000 dollar Amerika Serikat (AS),” kata Asep.
    Kemudian, untuk
    outstanding
    pokok KMKE 2 PT Petro Energy, kata Asep, telah merugikan keuangan negara sebesar Rp 549.144.535.027.
    Dengan demikian, jika ditotal, kerugian keuangan negara akibat perkara tersebut mencapai Rp 846.956.205.027 berdasarkan kurs rupiah saat ini sebesar Rp 16.480.
    Dalam konstruksi perkaranya, KPK menduga terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses
    pemberian kredit
    .
    Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
    “Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan,” tutur dia.
    Sementara itu, KPK menduga PT PE memalsukan dokumen
    purchase order
    dan
    invoice
    yang menjadi
    underlying
    pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
    Selain itu, PT PE diduga melakukan
    window dressing
    terhadap Laporan Keuangan (LK).
    “PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI,” kata dia.
    Sebelumnya, KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus
    korupsi
    pemberian fasilitas kredit oleh LPEI, pada Senin (3/3/2025).
    Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI, Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI, Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
    KPK telah menahan tiga tersangka dalam perkara ini.
    Mereka adalah Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho (NN) yang ditahan pada Kamis (13/3/2025).
    Kemudian, dua direksi PT Petro Energy (PT PE), yaitu Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD), ditahan pada Kamis (20/3/2025).
    Keduanya ditahan selama 20 hari, yaitu mulai 20 Maret sampai dengan 8 April 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ditetapkan jadi Tersangka, KPK Tahan 3 Pihak Debitur LPEI

    Ditetapkan jadi Tersangka, KPK Tahan 3 Pihak Debitur LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi melakukan penahanan terhadap tiga dari total lima tersangka kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia atau LPEI.

    Pada hari ini, Kamis (20/3/2025), tim penyidik resmi menahan dua orang tersangka yakni pemilik PT PE Jimmy Masrin (JM) dan Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). Pada pekan sebelumnya, KPK telah lebih dulu melakukan penahanan terhadap Direktur Utama PT PE Newin Nugroho (NN).

    “Yang NN ini pada minggu sebelumnya sudah kita lakukan penahanan, sehingga hari ini yang hadir adalah dua orang yaitu JM dan SMD,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025). 

    Asep menjelaskan, lembaganya menduga terjadi benturan kepentingan atau conflict of interest antara sejumlah pejabat di LPEI dan debiturnya, dalam hal ini yaitu PT Petro Energy (PE). 

    Para tersangka diduga melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah pemberian kredit ekspor dari LPEI ke PT PE. 

    “Jadi, kreditnya itu sudah ada kesepakatan-kesepakatan awal, pembicaraan-pembicaraan antara petinggi LPEI yaitu direkturnya, dan debiturnya yakni PT PE,” ungkap Asep. 

    Kemudian, tersangka dari pihak LPEI diduga tidak melakukan kontrol terhadap debitur yang mendapatkan fasilitas kredit. Dari hasil penyidikan, KPK menemukan bahwa fasilitas kredit yang diterima digunakan tidak sesuai peruntukannya. 

    Petinggi LPEI saat itu yang kini ditetapkan tersangka pun tak menghiraukan penilaian bawahannya bahwa PT PE sejatinya tidak layak untuk menerima fasilitas kredit. 

    Sementara itu, dari pihak debitur, PT PE diduga memalsukan purchase order maupun invoice ekspor yang menjadi underlying untuk menerima pencairan kredit LPEI. Mereka juga diduga melakukan window dressing atas laporan keuangan mereka. 

    “Jadi, laporan keuangannya pun dibuat bagus sehingga PT PE layak untuk menerima kucuran dana dari LPEI,” terang Asep. 

    KPK menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, terdapat lima orang yang telah ditetapkan tersangka pada kasus dugaan fraud di Eximbank itu sejak 20 Februari 2025. Dua di antaranya adalah mantan Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Direktur Pelaksana IV LPEI Arif Setiawan (AS). Dua mantan petinggi LPEI itu saat ini belum ditahan. 

    Kemudian, tiga orang dari PT Petro Energy adalah pemilik perusahaan yakni Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers pekan lalu. 

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi LPEI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menahan dua tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (
    LPEI
    ) pada Kamis (20/3/2025).
    Kedua tersangka itu adalah dua orang direktur
    PT Petro Energy
    (PT PE), yakni Jimmy Masrin (JM) dan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD)
    “KPK melakukan penahanan terhadap 2 orang tersangka dalam perkara LPEI pada hari Kamis, 20 Maret 2025, yaitu saudara JM dan SMD,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Asep mengatakan, Jimmy dan Susy ditahan selama 20 hari, yaitu mulai 20 Maret sampai dengan 8 April 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) KPK, Jakarta.
    “Di tahan di Cabang Rumah Tahanan Negara dari Rumah Tahanan Kelas I Jakarta Timur selama 20 hari,” ujar dia.
    Dalam kasus ini, KPK menduga terjadi benturan kepentingan antara Direktur LPEI dengan Debitur PT PE dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit.
    Kemudian, Direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai MAP.
    “Direktur LPEI memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan,” tutur Asep.
    Sementara itu, KPK menduga PT PE memalsukan dokumen
    purchase order
    dan
    invoice
    yang menjadi underlying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya.
    Selain itu, PT PE diduga melakukan
    window dressing
    terhadap Laporan Keuangan (LK).
    “PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI,” kata Asep.
    KPK mengatakan, kerugian keuangan negara atas pemberian fasilitas kredit tersebut mencapai 18 juta Dollar Amerika Serikat (AS) dan Rp 549,1 miliar.
    KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus korupsi pemberian fasilitas kredit oleh LPEI.
    Mereka adalah Dwi Wahyudi selaku Direktur Pelaksana I LPEI; Arif Setiawan selaku Direktur Pelaksana IV LPEI; Jimmy Masrin, Newin Nugroho, dan Susy Mira Dewi Sugiarta selaku debitur dari PT Petro Energy.
    KPK juga telah menahan Direktur Utama PT Petro Energy (PT PE) Newin Nugroho (NN) sebagai tersangka dalam perkara tersebut pada Kamis (13/3/2025).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    KPK Geledah Rumah Terkait Kasus Pengadaan IT di Telkom Group

    Bisnis.com, JAKARTA — Tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah satu rumah pribadi terkait dengan dugaan korupsi pengadaan barang dan jasa berupa perangkat IT di lingkungan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. atau Telkom Grup (TLKM).

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto menyebut penggeledahan itu digelar oleh tim penyidik kemarin, Rabu (19/3/2025). “Lokasinya rumah pribadi. Bukan [rumah tersangka, red],” ungkap Tessa kepada wartawan, Kamis (20/3/2025). 

    Tessa menjelaskan bahwa penggeledahan itu dilakukan untuk mencari bukti terkait dengan dugaan korupsi pengadaan perangkat IT di lingkungan Telkom, yang kini sudah menjerat sebanyak enam orang tersangka. 

    Enam orang yang ditetapkan tersangka itu berinisial SC, PNS, THL, NG, VAK dan FT. Seluruhnya telah ditetapkan tersangka sejak 30 Januari 2024.  

    “Proses penyidikan saat ini sedang berjalan, untuk jabatan tersangka belum bisa disampaikan saat ini,” jelas Tessa melalui keterangan tertulis, Rabu (7/8/2024). 

    Adapun belum lama ini, KPK juga telah mengajukan cegah ke luar negeri untuk enam orang tersebut. Upaya cegah ke luar negeri itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) No.1001/2024 yang diterbitkan KPK pada 6 Agustus 2024. 

    Enam orang yang dicegah ke luar negeri itu berstatus Warga Negara Indonesia (WNI).

    Lembaga antirasuah mengemukakan bahwa kasus itu berkaitan dengan pengadaan sejumlah perangkat IT di lingkungan PT Telkom dan Telkom Grup, untuk tahun anggaran (TA) 2017-2018. 

    Beberapa pengadaan perangkat IT yang diduga dikorupsi yakni pengadaan Tablet Samsung Tab S3, Pengadaan PC All in One, dan Pengadaan Perangkat Keras IT.

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam perkara tersebut. Beberapa saksi bahkan dihadapkan dengan auditor negara untuk penghitungan kerugian keuangan negara dalam kasus tersebut. 

    Misalnya, Direktur PT Erakomp Infonusa Fery Tan (FT), Komisaris PT Asiatel Globalindo Tan Heng Lok (THL), Direktur PT Asiatel Globalindo Victor Antonio Kohar (VAK) serta Direktur PT Telering Onyx Pratama atau TOP Somad Tjuar (ST) pada Selasa (23/7/2024).

    Kemudian, Direktur Utama PT Infrastruktur Telekomunikasi Indonesia (Desember 2016-Juni 2019) Paruhum Natigor Sitorus (PNS) serta EVP Divisi Enterprise Service, Direktorat Enterprises & Business Service PT Telkom 2016-2018 Siti Choiriana (SC).

    “[Semua saksi hadir] dipanggil untuk dimintai klarifikasi oleh Auditor Negara dalam rangka perhitungan kerugian negara,” ungkap Tessa melalui keterangan tertulis beberapa waktu lalu.

    Lembaga antirasuah sebelumnya mengungkap ada lebih dari satu perkara dugaan korupsi di lingkungan TLKM yang tengah diusut. Beberapa di antaranya merupakan pelimpahan dari Kejaksaan Agung (Kejagung).

    Nilai kerugian keuangan negara pada kasus-kasus di Telkom Group itu ditaksir mencapai ratusan miliar rupiah. Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut, salah satu kasus Telkom yang ditangani lembaganya berkaitan dengan pembiayaan terhadap suatu proyek. 

    Dia menyebut deputi hingga pimpinan KPK memintanya untuk melakukan expose perkembangan penanganan perkara di BUMN tersebut. 

    “Karena ini kerugiannya cukup besar, masing-masing ini, di atas Rp100 miliar bahkan lebih dari Rp200 miliar, seperti itu, untuk satu perkara. Jadi ini hal yang besar” ujar Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Kamis (27/6/2024).

  • Periksa Nicke Widyawati, KPK Dalami Holding Pertamina dan PGN – Halaman all

    Periksa Nicke Widyawati, KPK Dalami Holding Pertamina dan PGN – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa mantan Direktur Utama PT Pertamina Nicke Widyawati, Senin (17/3/2025).

    Dia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan korupsi terkait proses kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dengan PT Isar Gas/PT Inti Alasindo Energi (IAE) tahun 2017–2021.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, penyidik memeriksa Nicke Widyawati sebab ingin mendalami pembentukan holding minyak dan gas.

    “Didalami terkait dengan holding minyak dan gas (holdingisasi Pertamina dan PGN),” kata Tessa dalam keterangannya, Rabu (19/3/2025).

    Sementara itu, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pihaknya tengah mendalami urgensi dari PT PGN yang mengakuisisi PT IAE.

    “Kami sedang dalami urgensinya PGN yang akuisisi IAE. PGN dan Pertamina berkaitan,” kata dia.

    Diketahui, pemeriksaan ini merupakan kasus kedua yang berkaitan dengan Nicke Widyawati. 

    Ia pernah diperiksa KPK dalam kasus dugaan korupsi pada pengadaan liquefied natural gas (LNG) di PT Pertamina (Persero) 2011–2021. 

    Pemeriksaan tersebut dilakukan pada Jumat (10/1/2025) di Gedung Merah Putih KPK.

    KPK menetapkan dua orang sebagai tersangka dalam kasus ini. Mereka adalah Danny Praditya yang merupakan Direktur Komersial PT PGN periode 2016–2019. Danny juga mantan direktur utama PT Indonesia Asahan Aluminium (Inalum). Tersangka kedua ialah Iswan Ibrahim, Direktur Utama PT Isar Gas.

    KPK pun telah mencegah Danny Praditya dan Iswan Ibrahim bepergian ke luar negeri. 

    Adapun keduanya ditetapkan tersangka dengan dua surat perintah penyidikan (sprindik) berbeda. Kedua sprindik itu, yakni Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 79/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 80/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024.

    Dalam mengusut kasus ini, KPK telah menggeledah tiga rumah di Jakarta milik AM, HJ, dan DSW. AM dan HJ adalah mantan pegawai PGN, sementara DSW merupakan mantan direksi PGN. 

    Dari penggeledahan ini, tim penyidik menyita sejumlah dokumen terkait jual beli gas antara PGN dan Isar Gas. Tak hanya itu, tim penyidik juga menyita barang bukti elektronik. 

    KPK sebelumnya telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi pada 28–29 Mei 2024 dan Kabupaten Gresik, Jawa Timur tanggal 31 Mei 2024.

    “Penggeledahan tersebut dilakukan terhadap empat kantor perusahaan dan tiga rumah pribadi para pihak terkait perkara ini,” kata eks Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/6/2024).

    Adapun lokasi yang digeledah yaitu: Kantor Pusat PT IAE di Jakarta; Kantor Pusat PT Isargas di Jakarta; Kantor Pusat PT PGN di Jakarta; rumah pribadi tersangka Danny Praditya di Tangerang Selatan dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan; rumah pribadi tersangka Iswan Ibrahim di Kota Bekasi; serta Kantor Cabang PT IAE di Gresik, Jawa Timur.

    Ali mengungkapkan, tim penyidik berhasil menyita sejumlah alat bukti yang dapat menguatkan perbuatan rasuah para tersangka.

    “Hasil yang diperoleh dokumen terkait transaksi jual beli gas, dokumen kontrak dan mutasi rekening bank,” katanya.

    Diketahui, KPK sedang mengusut kasus dugaan korupsi di PT PGN. Kasus dugaan korupsi di subholding PT Pertamina itu sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka.

    Penyidikan kasus ini bermula dari hasil audit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Audit tersebut kemudian disampaikan ke lembaga antirasuah untuk ditindaklanjuti.

    KPK menyebut kasus korupsi ini telah merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. KPK menduga korupsi terjadi dalam proses jual beli gas antara PT PGN dengan PT Isar Gas/PT IAE.

  • Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati Diperiksa soal Kasus Korupsi Gas, KPK Dalami Holding Migas – Halaman all

    Eks Dirut Pertamina Nicke Widyawati Diperiksa soal Kasus Korupsi Gas, KPK Dalami Holding Migas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Eks Direktur Utama (Dirut) PT Pertamina, Nicke Widyawati diperiksa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Senin (17/3/2025) lalu, sebagai saksi kasus dugaan korupsi terkait jual beli gas PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dengan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Adapun, pemeriksaan itu terkait dengan jabatan Nicke selaku Direktur SDM PT Pertamina pada November 2017.

    Dalam pemeriksaan tersebut, KPK mendalami pembentukan holding minyak dan gas (Migas) Pertamina dengan PGN.

    “Didalami terkait dengan holding minyak dan gas (Holdingisasi Pertamina dan PGN),” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, melalui keterangannya, Selasa (18/3/2025), dilansir Kompas.com.

    Di sisi lain, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK tengah mendalami akuisisi PT Perusahaan Gas Negara Tbk atau PGN terhadap PT IAE.

    Oleh karena itu, penyidik mendalami dan memeriksa petinggi Pertamina saat rencana akuisisi itu dibuat.

    “Kami sedang dalami urgensinya PGN yang akuisisi IAE. PGN dan Pertamina berkaitan,” kata Asep saat dihubungi, Selasa.

    Sebelumnya, KPK telah memanggil Nicke pada Senin (10/3/2025), tetapi ia mangkir dari pemanggilan.

    Selain Nicke, KPK juga memanggil Wakil Direktur PT Pertamina (Persero) Wiko Migantoro sebagai saksi dugaan korupsi terkait proses kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dengan PT Isar Gas/PT Inti Alasindo Energi (IAE) tahun 2017–2021. 

    Eks Direktur Gas PT Pertamina periode 2014-2017, yakni Yenni Andayani, juga turut dipanggil.

    Selain tiga eks dirut tersebut, penyidik KPK turut memanggil Arif Budiman, Direktur Keuangan PT Pertamina tahun 2014–2017; Nusantara Suyono, Direktur Keuangan PT PGN tahun 2016–April 2018; dan Desima A. Siahaan, Direktur PT PGN.

    KPK Tetapkan 2 Tersangka

    Dalam kasus yang ditaksir menyebabkan kerugian negara hingga ratusan miliar rupiah ini, KPK telah menetapkan dua orang tersangka.

    Dua tersangka tersebut adalah Danny Praditya yang merupakan Direktur Komersial PT PGN periode 2016–2019 dan Iswan Ibrahhim Direktur Utama PT Isar Gas tahun 2011–22 Januari 2024 sekaligus Komisaris PT IAE, tahun 2006–22 Januari 2024.

    KPK pun telah mencegah Danny Praditya dan Iswan Ibrahim bepergian ke luar negeri. 

    Adapun, keduanya ditetapkan tersangka dengan dua surat perintah penyidikan (sprindik) berbeda. 

    Kedua sprindik itu, yakni Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 79/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024, dan Surat Perintah Penyidikan Nomor Sprindik 80/DIK.00/01/05/2024 tanggal 17 Mei 2024.

    Dalam mengusut kasus ini, KPK diketahui telah menggeledah tiga rumah di Jakarta milik AM, HJ, dan DSW. 

    AM dan HJ adalah mantan pegawai PGN, sementara DSW merupakan mantan direksi PGN. 

    Dari penggeledahan ini, tim penyidik menyita barang bukti elektronik hingga sejumlah dokumen terkait jual beli gas antara PGN dan Isar Gas. 

    Sebelumnya, KPK juga telah melakukan penggeledahan di beberapa lokasi di Jakarta, Tangerang Selatan, dan Kota Bekasi pada 28–29 Mei 2024 dan Kabupaten Gresik, Jawa Timur tanggal 31 Mei 2024.

    “Penggeledahan tersebut dilakukan terhadap empat kantor perusahaan dan tiga rumah pribadi para pihak terkait perkara ini,” kata eks Kabag Pemberitaan KPK Ali Fikri, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (4/6/2024).

    Lokasi yang digeledah yaitu: Kantor Pusat PT IAE di Jakarta; Kantor Pusat PT Isargas di Jakarta; Kantor Pusat PT PGN di Jakarta; rumah pribadi tersangka Danny Praditya di Tangerang Selatan dan Pasar Minggu, Jakarta Selatan; rumah pribadi tersangka Iswan Ibrahim di Kota Bekasi; serta Kantor Cabang PT IAE di Gresik, Jawa Timur.

    Ali mengungkapkan, tim penyidik berhasil menyita sejumlah alat bukti yang dapat menguatkan perbuatan rasuah para tersangka.

    “Hasil yang diperoleh dokumen terkait transaksi jual beli gas, dokumen kontrak dan mutasi rekening bank,” katanya.

    Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengungkapkan, dugaan korupsi di PT PGN berawal dari audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

    “Nanti mungkin kalau sudah cukup buktinya, tentu kita juga akan segera melakukan penahanan terhadap para tersangka,” tutur Alex.

    Kasus dugaan korupsi di subholding PT Pertamina itu sudah ditingkatkan ke tahap penyidikan dan menetapkan tersangka.

    Penyidikan kasus ini bermula dari hasil audit oleh BPK, yang kemudian disampaikan ke lembaga antirasuah untuk ditindaklanjuti.

    (Tribunnews.com/Rifqah/Ilham Rian) (Kompas.com)

  • Unggahan di Akun Instagram Ada yang Dihapus, Ini Jawaban Ridwan Kamil – Halaman all

    Unggahan di Akun Instagram Ada yang Dihapus, Ini Jawaban Ridwan Kamil – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, BANDUNG – Unggahan di akun media sosial Instagram mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil hilang.

    Hilangnya unggahan tersebut menjadi sorotan setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumah Ridwan Kamil di Kota Bandung beberapa waktu lalu.

    Adapun, penggeledahan tersebut berkaitan dengan dugaan korupsi mark up biaya iklan oleh bank Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Jawa Barat.

    Unggahan mantan wali kota Bandung yang hilang di antaranya seperti momen pembukaan kafe miliknya, Jabarano Coffee di luar negeri.

    Unggahan terakhir yang kini berada di Instagram Ridwan Kamil merupakan ucapan selamat kepada Gubernur DKI Jawa Barat Pramono Anung dan wakilnya, Rano Karno pada 13 Desember 2024.

    Menanggapi hal tersebut, Ridwan Kamil menyampaikan bahwa unggahan-unggahan yang hilang itu tidak sengaja terhapus.

    “Tidak sengaja terhapus, karena sudah tiga bulan tim admin akun saya menghapus akun-akun followers BOT,” kata Ridwan Kamil dalam keterangan resmi yang diterima Tribunjabar.id, Selasa (18/3/2025).

    Ridwan Kamil menjelaskan bahwa ia telah meminta tim adminnya segera memunculkan kembali unggahan-unggahan tersebut.

    “Yang terhapus adalah yang bersifat endorse. Sudah saya minta kepada tim admin agar konten-konten yang tidak sengaja terhapus itu, untuk dikembalikan secepatnya,” terang politisi Golkar itu.

    Dalam kesempatan yang sama, Ridwan Kamil juga mengungkapkan kondisinya setelah KPK menggeledah rumahnya yang berada di Kota Bandung pada Senin (10/3/2025).

    “Kondisi saya sehat wal’afiat, lahir batin. Tetap melakukan aktivitas keseharian seperti biasa,” ujar Ridwan Kamil.

    “Hanya saja, sejak awal tahun, memang jarang meng-update kegiatan keseharian pribadi di media sosial,” lanjutnya.

    Ridwan Kamil juga menuturkan bahwa ia baru tahu terkait duduk perkara kasus korupsi di bank BUMD Jabar itu melalui media.

    “Berdasarkan informasi yang saya baca dari beberapa media, KPK menyebut telah terjadi dugaan mark up dalam anggaran belanja untuk media,” kata Ridwan Kamil.

    Saat menjadi gubernur, pria yang akrab disapa Emil ini mengaku memiliki fungsi ex-officio di bank BUMD tersebut. Sebab, mayoritas sahamnya dimiliki oleh Pemprov Jabar.

    “Saat menjabat sebagai Gubernur, saya juga memiliki fungsi ex-officio, dan untuk urusan BUMD, biasanya saya mendapat laporan dari Kepala Biro BUMD atau Komisaris terkait sebagai perwakilan Gubernur,” ucapnya.

    Terkait kasus mark up anggaran belanja iklan media yang dilakukan Bank tersebut, Ridwan Kamil mengaku sama sekali tidak mengetahui hal tersebut.

    “Untuk masalah ini, saya tidak pernah mendapat laporan, sehingga saya tidak mengetahui perihal yang menjadi masalah hari ini,” katanya.

    Sementara terkait uang Rp70 miliar yang disita Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dari sejumlah lokasi saat penggeledahan, Ridwan Kamil mengaku tak tahu. 

    “Deposito itu bukan milik kami. Tidak ada uang atau deposito kami yang disita saat itu,” ucapnya.

    Ridwan Kamil Kooperatif

    Sebelumnya diberitakan, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa Ridwan Kamil kooperatif saat penggeledahan itu dilakukan di kediamannya.

    “Dari informasi teman-teman yang ada di sana, itu beliau (Ridwan Kamil) ada dan kooperatif,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, Minggu (16/3/2025).

    Ridwan Kamil yang berada di rumah disebut ikut mengawal proses penggeledahan.

    Asep mengatakan, hal tersebut wajar, dan memudahkan tugas penyidik jika pemilik rumah berada di lokasi saat dilakukan penggeledahan.

    “Karena tentunya di sana banyak juga barang-barang pribadi yang tidak bersangkut paut dengan perkara yang sedang kita tangani,” tutur Asep.

    “Sehingga mungkin kalau tidak ada orangnya, nanti ada klaim kehilangan barang dan lain-lain, itu kan akan menjadi polemik. Kalau ditemani, ya aman,” ujar dia. 

    Sebelumnya, KPK menyita sejumlah dokumen dan beberapa barang dari penggeledahan di rumah mantan Gubernur Jawa Barat Ridwan Kamil di Bandung.

    Penulis: Rheina Sukmawati

  • KPK Bakal Kejar Aset Hasil Korupsi Eks Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba

    KPK Bakal Kejar Aset Hasil Korupsi Eks Gubernur Malut Abdul Gani Kasuba

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) bakal fokus menelusuri aset hasil korupsi Abdul Gani Kasuba. Upaya mengembalikan kerugian negara terus dilakukan meski eks Gubernur Maluku Utara itu meninggal dunia pada Jumat, 14 Maret lalu.

    “Tentu proyeksinya kita akan menarik kembali aset atau assets recovery dari harta kekayaan yang kita anggap bahwa itu berasal dari tindak pidana korupsi,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan yang dikutip Senin, 17 Januari.

    Asep menyebut status tersangka Abdul Gani dalam kasus tindak pidana pencucian uang (TPPU) memang gugur setelah meninggal. “Tapi, kan sudah (ada yang, red) disita (aset-asetnya, red),” tegasnya.

    Adapun aset itu di antaranya adalah tanah dan bangunan yang disita dari Thoriq Kasuba yang merupakan anak Abdul Gani. “Ada klausul yang mengatur kalau si tersangka meninggal, itu bisa menggugat lewat cara keperdataan melalui jaksa pengacara negara,” tegasnya.

    Tapi, keputusan ini tidak begitu saja diambil. Asep bilang biro hukum maupun pihak terkait di lembaganya akan duduk bersama dalam rapat pimpinan (rapim) untuk menentukan tindak lanjut.

    “Makanya kami koordinasi dan komunikasi dahulu dengan biro hukum, nanti akan dirapimkan. Setelah itu juga akan komunikasi dan koordinasikan dengan Kejaksaan Agung. Fokus kita itu assets recovery, jadi berapapun sudah ter-declare itu harus diambil,” ungkap Asep.

    Diberitakan sebelumnya, Hairun Rizal yang merupakan pengacara eks Gubernur Maluku Utara Abdul Gani Kasuba membenarkan kliennya meninggal dunia pada Jumat, 14 Maret. Ia mengembuskan napas di ruang Intensive Care Unit (ICU) RSUD Chasan Boesoirie Ternate.

    “(Meninggal dunia, red) di ICU RSUD kurang lebih jam 20.00 WIT,” kata pengacara Abdul Gani Kasuba, Hairun Rizal saat dihubungi wartawan, Jumat malam, 14 Maret.

    Hairun mengatakan jenazah Abdul Gani saat ini berada di rumah duka. Ia rencananya akan dimakamkan di kampung halamannya, Kabupaten Halmahera Selatan, Maluku Utara pada Sabtu, 15 Maret.

  • Mengapa KPK Periksa Eks Bos Pertamina di Kasus Korupsi PGN (PGAS)?

    Mengapa KPK Periksa Eks Bos Pertamina di Kasus Korupsi PGN (PGAS)?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa sejumlah mantan petinggi PT Pertamina (Persero) terkait perkara dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaa Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN dan PT Inti Alasindo Energi (IAE). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kini setidaknya sudah ada tiga mantan direktur utama (dirut) Pertamina yang diperiksa oleh KPK pada kasus tersebut. Mereka adalah Dwi Soetjipto, Elia Massa Manik serta teranyar yakni Nicke Widyawati. 

    Elia dan Dwi diperiksa pada hari yang sama, Selasa (18/2/2025). Pada hari yang sama, KPK turut memeriksa mantan Komisaris Pertamina Edwin Hidayat Abdullah serta mantan Komisaris PGN Fajar Harry Sampurno. 

    Teranyar, pemanggilan terhadap bekas petinggi Pertamina dilanjutkan dengan memeriksa Nicke Widyawati, Senin (17/3/2025), yang menjabat dirut BUMN migas itu selama 2018-2024. Nicke dikonfirmasi hadir setelah batal memenuhi panggilan penyidik pada sepekan sebelumnya, Senin (10/3/2025). 

    Namun, berbeda dengan Elia dan Dwi sebelumnya, pemeriksaan Nicke diketahui berkaitan dengan kapasitasnya sebagai Direktur SDM Pertamina. Jabatan itu dipegangnya sampai 2018, atau sebelum diangkat sebagai dirut. 

    “Betul hari ini Senin, tanggal 17 Maret 2025 Sdr. Nicke Widyawati telah hadir di Gedung Merah Putih KPK. Kehadiran yang bersangkutan dalam rangka memenuhi panggilan penyidik sebagai saksi penyidikan perkara tindak pidana korupsi kerja sama jual beli gas antara PT PGN dengan PT IAE,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (17/3/2025). 

    Beberapa mantan petinggi Pertamina lainnya yang telah diperiksa KPK di antaranya yakni mantan Direktur Gas Pertamina Yenni Andayani serta mantan Direktur Utama Wiko Migantoro. Adapun Wiko kini menjabat Wakil Direktur Utama Pertamina. 

    Lembaga antirasuah menjelaskan, pemeriksaan para mantan petinggi Pertamina itu tidak lepas dari status Pertamina sebagai pemilik saham PGN. Hal itu dapat ditarik ke 11 Maret 2018, ketika Pertamina resmi menjadi pemilik saham PGN. Saat ini, Pertamina pun menjadi pemilik saham mayoritas di emiten berkode PGAS itu. 

    Kepemilikan saham Pertamina di PGN saat ini tercatat 56,96%, sehingga membuatnya sebagai pemilik saham mayoritas. Pengalihan saham PGN itu sejalan dengan program pemerintah membentuk Holding BUMN Migas pada sekitar tujuh tahun lalu, atau saat masih periode pertama pemerintahan Presiden ke-7 Joko Widodo. 

    Dilansir dari situs resmi Sekretariat Kabinet (Setkab), Menteri BUMN Rini Soemarno saat itu menandatangani akta pengalihan saham seri B milik Negara sebesar 56,96% di PGN kepada Pertamina. Hal itulah yang juga menyebabkan Rini turut diperiksa KPK pada kasus jual beli gas PGN, Senin (10/2/2025). 

    Dalami Rencana Akuisisi IAE

    Adapun saat ini rupanya KPK tengah mendalami rencana akuisisi PGN terhadap PT IAE. Kepemilikan saham Pertamina dan posisinya sebagai Holding terhadap PGN membuat penyidik perlu mendalami pengetahuan petinggi Pertamina saat rencana akuisisi itu dibuat. 

    “Kami sedang dalami urgensinya PGN yang akuisisi IAE,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada Bisnis melalui pesan singkat, dikutip Senin (17/3/2025).

    Akuisisi PGN terhadap IAE itu diduga berkaitan dengan dugaan korupsi perjanjian jual beli gas yang tengah diperkarakan KPK. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, dan kini masih dalam tahap penghitungan secara resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

    KPK mengungkap bahwa jual beli gas antara kedua perusahaan merupakan prasyarat bagi PGN untuk mengakuisisi PT IAE, yang merupakan pemilik dari PT Isargas. 

    “Dalam periode itu kalau ada rencana akuisisi IAE tentunya dikomunikasikan juga ke Pertamina (dalam proses holdingisasi). PGN akan melakukan akuisisi IAE dengan melakukan perjanjian jual beli gas terlebih dahulu dengan nilai US$15 juta, yang kemudian akan diperhitungkan nilainya untuk akuisisi perusahaan,” jelas Tessa kepada Bisnis, dikutip Senin (17/3/2025). 

    Tidak Taju Jual Beli Gas

    Di sisi lain, para saksi yang telah diperiksa KPK seperti Dwi Soetjipto, Elia Massa Manik hingga Rini Soemarno mengakui bahwa penyidik mendalami pengetahuan mereka soal akuisisi saham PGN dan pembentukan Holding Migas. 

    Namun, ketiganya enggan memerinci lebih lanjut atau mengaku tidak tahu menahu soal jual beli gas PGN dengan IAE, maupun rencana akuisisi. 

    Elia Massa Manik, yang tidak sampai dua tahun menjabat Dirut Pertamina, mengaku ditanya penyidik soal pembentukan Holding Migas. Namun, dia enggan memerinci lebih lanjut soal pengetahuannya terhadap kasus jual beli gas dengan PT IAE.

    “Saya kan cuma 13 bulan [jadi dirut, red] jadi waktu subholding ada saya udah enggak di sana. Keterangan biasa aja,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, usai diperiksa penyidik Februari 2025 lalu. 

    Di sisi lain, Dwi Soetjipto mengaku ditanya penyidik ihwal permasalahan penjualan gas dari PGN ke PT IAE. Namun, dia enggan memerinci soal pengetahuannya mengenai kasus tersebut.  “Enggak hafal [berapa pertanyaan, red], enggak tahu, enggak ngitung,” katanya pada hari yang sama. 

    Sementara itu, pada pemeriksaan Rini Soemarno, Senin (10/2/2025), Rini mengaku ditanya oleh penyidik saat PGN diakusisi oleh Pertamina. Rini menegaskan bahwa akuisisi itu sejalan dengan program pemerintah. 

    “Program itu adalah program Pemerintah, betul. Progam pemerintah untuk PGN diakuisisi. Gitu ya,” ungkapnya.  

    Meski demikian, Rini mengaku tidak tahu menahu soal transaksi jual beli gas antara PGN dan PT IAE yang kini diperkarakan KPK. Dia mengatakan bahwa transaksi itu hanya diketahui oleh level direktur saja.   “Ini transaksi sebetulnya [sampai] direktur [saja] biasanya, gak sampai dirutnya. Tapi saya enggak tahu,” tuturnya. 

    Untuk diketahui, KPK telah menetapkan mantan Direktur Komersial PGN Danny Praditya dan Komisaris PT IAE sekaligus Direktur Utama PT Isargas Iswan Ibrahim sebagai tersangka pada kasus tersebut.  

    Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.79/DIK.00/01/05/2024 dan No.80/DIK.00/01/05/2024 pada tanggal 17 Mei 2024.  

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dugaan kerugian negara itu berawal dari kegiatan jual-beli gas PGN sebagaimana hasil audit tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).