Tag: Asep Guntur

  • KPK Panggil Sesmenko Perekonomian Susiwijono di Kasus Korupsi LPEI

    KPK Panggil Sesmenko Perekonomian Susiwijono di Kasus Korupsi LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Sekretaris Kementerian Koordinator Perekonomian Susiwijono Moegiarso sebagian saksi kasus korupsi di Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI).

    Ada dua orang mantan direktur LPEI yang hari ini dipanggil oleh penyidik KPK. Selain Susi, panggilan akrabnya, penyidik turut memanggil mantan direktur LPEI Bachrul Chairi. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama BC  Mantan Direktur LPEI dan SM Mantan Direktur LPEI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto, Jumat (11/4/2025).

    Pada hari sebelumnya, Kamis (10/4/2025), penyidik KPK telah memeriksa dua orang mantan direktur LPEI lainnya yaitu Hadiyanto dan Robert Pakpahan. Keduanya bungkam usai diperiksa oleh KPK. 

    Robert dan Hadiyanto diperiksa oleh penyidik KPK pagi hingga sore kemarin. Hadiyanto terpantau lebih dulu keluar dari ruang pemeriksaan KPK di lantai 2 Gedung Merah Putih sekitar pukul 15.49 WIB, sedangkan Robert diperiksa lebih lama yakni hingga 18.14 WIB. 

    Adapun Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto juga belum membeberkan apa saja materi pemeriksaan yang didalami penyidik terhadap Hadiyanto dan Robert. 

    “Ya nanti kita akan update secepat mungkin, tapi yang jelas dua saksi hari ini untuk perkara LPEI telah hadir dan masih ada yang dilakukan pemeriksaan,” ungkap Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4/2025), sore. 

    Penyidik KPK memeriksa Hadiyanto dan Robert dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk para tersangka yang telah ditetapkan KPK. Berdasarkan penelusuran Bisnis, kedua mantan direktur LPEI itu pernah menjabat sebagai eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hadiyanto pernah menjabat sebagai Sekjen dan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, sedangkan Robert pernah menjabat Dirjen Pajak. 

    Tetapkan 5 Tersangka

    Sejauh ini, lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya. 

  • KPK Kembali Periksa 2 Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Kredit Fiktif – Halaman all

    KPK Kembali Periksa 2 Mantan Direktur LPEI Terkait Kasus Kredit Fiktif – Halaman all

     

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali memanggil dua mantan Direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada hari ini.

    Dua eks petinggi Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tersebut yang dipanggil adalah Bachrul Chairi dan Susiwijono Moegiarso.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama BC dan SM, mantan Direktur LPEI,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Jumat (11/4/2025).

    Sehari sebelumnya, Kamis (10/4/2025), penyidik KPK telah memanggil dua mantan direktur LPEI yakni Hadiyanto dan Robert Pakpahan.

    Setelah menjalani pemeriksaan, keduanya memilih bungkam ketika ditanya wartawan. KPK belum mengungkap hasil pemeriksaan Hadiyanto dan Robert.

    KPK menetapkan sejumlah tersangka dalam perkara ini.

    Mereka yaitu Direktur Pelaksana I LPEI Dwi Wahyudi dan Direktur Pelaksana 4 LPEI Arif Setiawan. Tetapi terhadap dua tersangka tersebut belum dilakukan penahanan.

    Sedangkan sudah ada tersangka yang dilakukan penahanan, yakni Presiden Direktur PT Caturkarsa Megatunggal/Komisaris Utama PT Petro Energy (PE); Jimmy Masrin; Direktur Keuangan PT PE, Susy Mira Dewi Sugiarta; dan Direktur Utama PT PE, Newin Nugroho.

    Dalam konstruksi perkara dijelaskan, pemberian fasilitas kredit oleh LPEI kepada 11 debitur ini berpotensi mengakibatkan kerugian negara, dengan total mencapai Rp11,7 triliun. Dari 11 debitur, PT Petro Energy salah satunya.

    “Dalam konstruksi perkaranya, bahwa diduga telah terjadi benturan kepentingan antara direktur LPEI dengan debitur [PT PE] dengan melakukan kesepakatan awal untuk mempermudah proses pemberian kredit,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu, dalam jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (20/3/2025).

    Kata Asep, direktur LPEI tidak melakukan kontrol kebenaran penggunaan kredit sesuai margin keuntungan. Direktur LPEl memerintahkan bawahannya untuk tetap memberikan kredit walaupun tidak layak diberikan.

    “PT PE diduga memalsukan dokumen purchase order dan invoice yang menjadi underlaying pencairan fasilitas tidak sesuai dengan kondisi yang sebenarnya PT PE Melakukan window dressing terhadap laporan keuangan [LK],” katanya.

    Asep berujar, PT PE mempergunakan fasilitas kredit tidak sesuai dengan tujuan dan peruntukan sebagaimana tertuang dalam perjanjian kredit dengan LPEI.

    Atas pemberian fasilitas kredit oleh LPEI khusus kepada PT PE ini, KPK menyebut telah mengakibatkan kerugian negara sebesar 18.070.000 dolar Amerika Serikat (AS) (Rp297.703.250.000) dan Rp549.144.535.027. Bila dijumlahkan sekira Rp846.847.785.027 (Rp846 miliar).

    Di sisi lain, kata Asep, KPK telah melakukan penyitaan aset atas nama perusahaan yang terafilisasi dengan tersangka, sebanyak 22 aset di Jabodetabek serta 2 aset di Surabaya. 

    Terhadap 24 aset tersebut telah dilakukan penilaian berdasarkan zona nilai tanah (ZNT) senilai Rp882.546.180.000 (Rp882 miliar).

  • Eks Dirjen Pajak dan Sekjen Kemenkeu Bungkam Usai Diperiksa KPK di Kasus LPEI

    Eks Dirjen Pajak dan Sekjen Kemenkeu Bungkam Usai Diperiksa KPK di Kasus LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Dua orang mantan direktur Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) Hadiyanto dan Robert Pakpahan bungkam usai diperiksa oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terkait dengan kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor, Kamis (10/4/2025). 

    Untuk diketahui, Robert dan Hadiyanto diperiksa oleh penyidik KPK pagi hingga sore ini. Hadiyanto terpantau lebih dulu keluar dari ruang pemeriksaan KPK di lantai 2 Gedung Merah Putih sekitar pukul 15.49 WIB, sedangkan Robert diperiksa lebih lama yakni hingga 18.14 WIB. 

    Keduanya sama sekali tak berkomentar ketika meninggalkan Gedung KPK. Wartawan sempat bertanya soal apa yang didalami tim penyidik saat pemeriksaan, maupun pengetahuan kedua saksi terkait dengan kasus yang diduga merugikan keuangan negara hingga total Rp11,7 triliun itu. 

    Adapun Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto juga belum membeberkan apa saja materi pemeriksaan yang didalami penyidik terhadap Hadiyanto dan Robert. 

    “Ya nanti kita akan update secepat mungkin, tapi yang jelas dua saksi hari ini untuk perkara LPEI telah hadir dan masih ada yang dilakukan pemeriksaan,” ungkap Tessa kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (10/4/2025), sore. 

    Adapun Hadiyanto dan Robert diperiksa dalam kapasitasnya sebagai saksi untuk para tersangka yang telah ditetapkan KPK. Berdasarkan penelusuran Bisnis, kedua mantan direktur LPEI itu pernah menjabat sebagai eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Hadiyanto pernah menjabat sebagai Sekjen dan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, sedangkan Robert pernah menjabat Dirjen Pajak. 

    Di sisi lain, keduanya juga pernah menjabat sebagai komisaris di beberapa BUMN. Hadiyanto pernah menduduki komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sementara itu Robert kini masih menjabat komisaris PT Danareksa (Persero). 

    Sejauh ini, lembaga antirasuah telah menetapkan sebanyak lima orang tersangka. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Pada konferensi pers, Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugaian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya. 

  • KPK Periksa 2 Eks Direktur LPEI, Pernah Jabat Dirjen Kemenkeu

    KPK Periksa 2 Eks Direktur LPEI, Pernah Jabat Dirjen Kemenkeu

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa dua orang mantan direktur pada Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI) pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor. 

    Dua orang mantan direktur LPEI yang diperiksa hari ini, Kamis (10/4/2025), yaitu Hadiyanto dan Robert Pakpahan. 

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama H, Mantan Direktur LPEI dan RP, Mantan Direktur LPEI,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (10/4/2025). 

    Berdasarkan penelusuran Bisnis, kedua mantan direktur LPEI itu pernah menjabat sebagai eselon I Kementerian Keuangan (Kemenkeu). Hadiyanto pernah menjabat sebagai Sekjen dan Dirjen Kekayaan Negara Kemenkeu, sedangkan Robert pernah menjabat Dirjen Pajak. 

    Di sisi lain, keduanya juga pernah menjabat sebagai komisaris di beberapa BUMN. Hadiyanto pernah menduduki komisaris di PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. sementara itu Robert kini masih menjabat komisaris PT Danareksa (Persero). 

    Kini, lembaga antirasuah telah menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor LPEI. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy, yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD). 

    Pada konferensi pers yang digelar Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE.

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar. 

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun. 

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya.

  • KPK Belum Tetapkan Tersangka di Kasus CSR Bank Indonesia, Ini Alasannya

    KPK Belum Tetapkan Tersangka di Kasus CSR Bank Indonesia, Ini Alasannya

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku berhati-hati dalam menetapkan tersangka kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) dari Bank Indonesia atau BI.

    Untuk diketahui, KPK telah memulai penyidikan terkait dengan dugaan korupsi di tubuh bank sentral itu sejak 2024 lalu. Namun, penyidikan yang dilakukan masih bersifat umum di mana belum ada tersangka yang ditetapkan.

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto mengaku pihak penyidik masih berhati-hati sebelum menetapkan pihak-pihak tertentu sebagai tersangka dalam kasus tersebut.

    “Karena prinsip kehati-hatian yang dilakukan mulai dari proses penerimaan pengaduan, penyelidikan, bahkan sampai di tahap penyidikan di mana sudah ada upaya paksa atau pro justisia, maka KPK perlu berhati-hati dalam menetapkan seseorang untuk menjadi tersangka,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). 

    Tessa menyebut prinsip kehati-hatian itu tidak hanya diterapkan dalam proses penyidikan kasus CSR BI, namun juga pada kasus kasus lainnya. Dia menjelaskan, lembaga antirasuah sejak pertama kali berdiri di mana tidak mengenal mekanisme penghentian penyidikan atau SP3 pun menerapkan banyak lapisan dalam proses penyidikan.

    “Proses penetapan tersangka itu memang memerlukan tidak hanya minimal dua alat bukti. Di KPK kita bisa empat alat bukti itu perlu ada dulu supaya apa? Agar jaksa penuntut umum termasuk struktural yakin pada saat perkara ini disajikan dan disidangkan, hakim yakin bahwa memang betul ada perbuatannya yang dilakukan oleh tersangka,” terang Tessa, yang juga merupakan seorang penyidik.

    Meski demikian, Tessa memastikan pada waktunya lembaga antirasuah akan mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan tersangka dalam kasus dugaan rasuah itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK telah memeriksa puluhan saksi dalam kasus tersebut. Dua di antaranya yang kerap dipanggil adalah anggota Komisi XI DPR 2019-2024 dari Fraksi Partai Gerindra, Heri Gunawan dan dari Fraksi Partai Nasdem, Satori. Rumah keduanya pun telah digeledah penyidik.

    Kemudian, lembaga antirasuah juga sebelumnya telah menggeledah kantor BI dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) pada 2024 lalu. Salah satu ruangan di BI yang digeledah yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo.

    Adapun KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan. KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara. Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.

  • KPK Mau Periksa Lagi Fathroni Diansyah untuk Kasus SYL​

    KPK Mau Periksa Lagi Fathroni Diansyah untuk Kasus SYL​

    Jakarta,  Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali menjadwalkan pemeriksaan terhadap karyawan swasta, Fathroni Diansyah, adik Febri Diansyah pada Selasa (8/4/2025). Ia akan dimintai keterangan sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang menjerat mantan Menteri Pertanian, Syahrul Yasin Limpo (SYL).​

    Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, menyatakan bahwa pemeriksaan Fathroni Diansyah akan berlangsung di Gedung Merah Putih KPK. Namun, detail materi yang akan didalami dalam pemeriksaan ini belum diungkapkan.

    Hasil pemeriksaan akan disampaikan setelah saksi memenuhi panggilan dan proses pemeriksaan selesai.​

    Sebelumnya, pada Kamis (27/3/2025), Fathroni Diansyah telah diperiksa oleh KPK terkait dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan di kantor hukum Visi Law Office. Penggeledahan tersebut merupakan bagian dari penyidikan kasus TPPU dengan tersangka Syahrul Yasin Limpo.

    Pemeriksaan sebelumnya fokus pada konfirmasi dokumen hasil penggeledahan, termasuk biaya bantuan hukum untuk SYL dan pihak terkait lainnya.​

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan bahwa penyidik menduga SYL menggunakan dana hasil tindak pidana korupsi untuk membayar jasa hukum Visi Law Office. Atas dasar dugaan ini, KPK melakukan penggeledahan di Visi Law Office pada Rabu (26/3/2025) untuk mengumpulkan bukti tambahan.​

    KPK terus mendalami kasus ini dengan memanggil berbagai saksi, salah satunya Fathroni Diansyah, yang diduga memiliki keterkaitan dengan aliran dana atau aset yang berasal dari hasil tindak pidana korupsi. Langkah ini diambil untuk mengungkap secara tuntas modus operandi dan pihak-pihak yang terlibat dalam kasus TPPU yang menjerat mantan menteri pertanian tersebut.​
     

  • KPK Periksa Adik Mantan Jubir Terkait Penggeledahan Visi Law Office

    KPK Periksa Adik Mantan Jubir Terkait Penggeledahan Visi Law Office

    Jakarta, Beritasatu.com – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa Fathroni Diansyah Edi (FDE) untuk mengonfirmasi dokumen yang ditemukan dalam penggeledahan di firma hukum Visi Law Office.

    Penggeledahan Visi Law Office dilakukan sebagai bagian dari penyidikan kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan tersangka mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    “Pemeriksaan dilakukan terkait beberapa dokumen hasil penggeledahan di kantor Visi Law Office, termasuk dokumen konfirmasi biaya bantuan hukum untuk Syahrul Yasin Limpo dan pihak terkait lainnya,” ujar Juru Bicara KPK, Tessa Mahardhika, dalam keterangannya di Jakarta, dikutip Sabtu (29/3/2025).

    Fathroni Diansyah diketahui merupakan adik dari mantan Juru Bicara KPK, Febri Diansyah. Febri sendiri sebelumnya menjadi bagian dari tim penasihat hukum SYL bersama pengacara Donal Fariz di Visi Law Office.

    Sebelumnya, Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan penyidik menduga Syahrul Yasin Limpo menggunakan uang hasil tindak pidana korupsi untuk membayar jasa hukum Visi Law Office.

    “Visi Law Office direkrut oleh SYL sebagai konsultan hukum saat itu. Kami menduga uang hasil tindakan korupsi SYL digunakan untuk membayar jasa tersebut,” ujar Asep dalam konferensi pers, Kamis (27/3/2025).

    Atas dasar dugaan ini, KPK melakukan penggeledahan Visi Law Office pada Rabu (26/3/2025) untuk mengumpulkan bukti tambahan.

    “Kami akan mendalami apakah kontrak antara mereka memang sah atau ada hal-hal lain, seperti penyimpanan dana yang mencurigakan. Semua masih dalam proses penyelidikan,” tambah Asep terkait penggeledahan Visi Law Office.

  • KPK Mau Periksa Lagi Fathroni Diansyah untuk Kasus SYL​

    TPPU Syahrul Yasin Limpo, Adik Febri Diansyah Rampung Diperiksa KPK

    Jakarta, Beritasatu.com – Fathroni Diansyah Edi (FDE), karyawan swasta yang juga adik dari pengacara Febri Diansyah, rampung menjalani pemeriksaan oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada Kamis (27/3/2025).

    Ia diperiksa sebagai saksi dalam kasus dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) yang melibatkan mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syahrul Yasin Limpo (SYL).

    Fathroni selesai diperiksa sekitar pukul 18.07 WIB di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta. Dalam keterangannya, ia mengaku diperiksa oleh AKBP Rossa Purbo Bekti, tetapi enggan menjelaskan lebih lanjut mengenai materi pemeriksaan.

    “(Diperiksa) Pak Rossa. Kalau itu mungkin ditanya ke Pak Rossa, penyidik,” ujar Fathroni seusai pemeriksaan.

    Ia juga menegaskan tidak ada komunikasi dengan kakaknya, Febri Diansyah, terkait pemeriksaannya hari ini.

    Pemeriksaan Fathroni berbarengan dengan agenda pemeriksaan Febri Diansyah, yang dijadwalkan terkait kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024. Namun, pemeriksaan Febri batal dilakukan karena penyidik KPK karena fokus memeriksa Fathroni terlebih dahulu.

    Dugaan Aliran Dana Korupsi SYL

    Fathroni diketahui bergabung dengan kantor hukum Visi Law Office pada 2022, yang sebelumnya sempat menjadi konsultan hukum Syahrul Yasin Limpo. KPK menduga pembayaran jasa hukum SYL menggunakan dana hasil korupsi.

    “Kami menduga hasil uang tindak pidana korupsi SYL itu digunakan untuk membayar jasa penasihat hukum,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur.

    Dugaan ini muncul setelah KPK menggeledah kantor hukum Visi Law Office pada Rabu (19/3/2025), dan menyita dokumen serta barang bukti elektronik.

    Namun, Febri Diansyah membantah tudingan tersebut. Ia menegaskan honorarium yang diterima berasal dari dana pribadi SYL dan tidak terkait dengan kasus korupsi.

    “Dana honorarium pada tahap penyidikan berasal dari dana pribadi Pak SYL, bukan dari dana Kementerian Pertanian,” jelas Febri.

    KPK terus mendalami dugaan aliran dana korupsi ini untuk memastikan keabsahan kontrak kerja antara SYL dan Visi Law Office. Hal ini mencakup penyelidikan lebih lanjut terhadap sumber pendanaan jasa hukum SYL.

  • KPK Panggil Febri Diansyah Terkait Kasus Harun Masiku, Adiknya Diperiksa di Kasus SYL

    KPK Panggil Febri Diansyah Terkait Kasus Harun Masiku, Adiknya Diperiksa di Kasus SYL

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan pegawainya, Febri Diansyah untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus Harun Masiku, Kamis (27/3/2025).

    Pada hari yang sama, penyidik komisi antirasuah juga memeriksa adik Febri, Fathroni Diansyah Edi pada kasus dugaan pencucian uang mantan Menteri Pertanian (Mentan) Syharul Yasin Limpo atau SYL.

    KPK menjadwalkan Febri untuk diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah. Namun, pihak KPK belum memberikan keterangan alasan pemanggilan Febri dalam kasus tersebut. 

    Hanya saja, untuk diketahui kini Febri merupakan tim penasihat hukum dari Sekjen PDI Perjuangan (Hasto Kristiyanto) yang menjadi terdakwa dalam kasus yang sama. Hasto didakwa melakukan perintangan penyidikan dan ikut memberikan suap kepada anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017-2022 Wahyu Setiawan. 

    Febri pun telah memenuhi panggilan penyidik setelah mengawal persidangan Hasto di Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Pusat siang ini. Namun, sesampainya di KPK, dia mengaku pemeriksaannya akan dijadwalkan ulang karena beberapa tim penyidiknya sedang cuti atau melaksanakan tugas lain. 

    “Maka jadwal pemeriksaan untuk saya akan di-reschedule, jadi dijadwal ulang. Estimasinya ya kemungkinan setelah Lebaran ya,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (27/3/2025). 

    Febri mengatakan bakal menunggu informasi lebih lanjut atas panggilan berikutnya. Namun, dia mengatakan bahwa kedatangannya ke KPK siang ini adalah bentuk komitmen dan sikap kooperatif. 

    “Sebagai bentuk komitmen dan sikap kooperatif saya sudah datang ke sini dan tapi memang ada situasi yang kita tidak bisa perkirakan sebelumnya,” ujarnya. 

    Sementara itu, pada hari yang sama, penyidik KPK memeriksa salah satu anggota keluarga Febri yakni adiknya, Fathroni Diansyah Edi. Bedanya, Fathroni diperiksa sebagai saksi untuk kasus dugaan pencucian uang eks Mentan SYL.

    Fathroni hadir usai meminta penjadwalan ulang pemeriksaannya oleh KPK pada Senin (24/3/2025).  

    “Saksi atas nama Fathroni Diansyah Edi sudah hadir hari ini,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Kamis (27/3/2025).

    Fathroni merupakan adik Febri yang sebelumnya magang sebagai advokat di Visi Law Office, kantor firma hukum yang didirikan kakaknya dan Donal Fariz. Kantor firma hukum itu sebelumnya memberikan pendampingan hukum kepada SYL saat kasus yang menjeratnya masih dalam tahap penyelidikan. 

    Namun, saat ini Febri maupun Fathroni telah kelar dari Visi Law Office dan mendirikan firma hukum sendiri yakni Diansyah and Partner Law Firm. 

    Adapun kantor Visi Law menjadi salah satu lokasi yang digeledah tim penyidik KPK, Rabu (19/3/2025). Lembaga antirasuah itu menyebut menemuka bukti-bukti terkait dengan kasus dugaan pencucian uang SYL pada penggeledahan tersebut. 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menerangkan bahwa penyidiknya tengah mendalami dugaan apabila uang kasus korupsi SYL di Kementerian Pertanian (Kementan) turut mengalir ke kantor firma hukum tersebut.  

    “Di perkara TPPU [tindak pidana pencucian uang, red] itu tentu kita akan melacak ke mana saja uang hasil yang diduga hasil tindak pidana korupsi itu mengalir. Nah salah satunya karena Visi Office ini di-hire oleh SYL sebagai konsultan hukumnya waktu itu ya, penasihat hukumnya, nah kami menduga bahwa uang hasilnya tindak pidana korupsi SYL itu, itu digunakan untuk membayar,” terangnya.  

    Lembaga antirasuah turut mendalami keabsahan dalam proses kontrak pendampingan hukum antara keduanya. 

  • KPK Sita Uang Rp150 Miliar di Kasus Dugaan Korupsi Investasi Taspen

    KPK Sita Uang Rp150 Miliar di Kasus Dugaan Korupsi Investasi Taspen

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita uang senilai Rp150 miliar dari sebuah perusahaan swasta terkait dengan kasus dugaan korupsi investasi PT Taspen (Persero), Senin (24/3/2025). 

    Sebagaimana diketahui, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut yakni mantan Direktur Investasi sekaligus mantan Direktur Utama Taspen Antonius N.S Kosasih (ANSK) dan mantan Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM). 

    “Uang yang disita penyidik tersebut diduga punya keterkaitan dengan perkara kegiatan investasi menyimpang di Taspen yang dilakukan oleh tersangka ANSK dkk,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (25/3/2025). 

    Tessa menyebut uang Rp150 miliar itu disita dari perusahaan swasta berinisial PT F. Dia tidak memerinci lebih lanjut ihwal identitas korporasi itu. 

    Meski demikian, Tessa menyebut pihaknya mengapresiasi PT F yang memiliki itikad baik dan bekerja sama dengan penyidik KPK dalam penyitaan tersebut.

    Oleh sebab itu, KPK mengimbau pihak lainnya untuk bersikap kooperatif terkait dengan penyidikan perkara ini. 

    “Bagi pihak-pihak yang memilih untuk tidak bersikap kooperatif, tentu KPK akan mengambil segala tindakan yang patut dan terukur sesuai dengan undang-undang agar pemulihan kerugian negara dapat maksimal,” ujarnya. 

    Adapun, kasus investasi Taspen diduga merugikan keuangan negara sebesar Rp200 miliar, akibat penempatan dana Taspen senilai Rp1 triliun ke reksadana PT IIM. 

    “Bahwa atas rangkaian perbuatan melawan hukum yang dilakukan oleh tersangka ANSK bersama-sama dengan tersangka EHP tersebut diduga telah merugikaan keuangan negara atas penempatan dana investasi PT Taspen sebesar Rp1 triliun pada Reksadana RD I-Next G2 yang dikelola oleh PT IIM, setidak-tidaknya sebesar Rp200 miliar,” jelas Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Rabu (8/1/2025). 

    Lembaga antirasuah menduga sejumlah perusahaan dan individu turut menerima keuntungan dari investasi yang dilakukan Taspen itu.