Tag: Asep Guntur

  • KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi PGN

    KPK Tahan 2 Tersangka Kasus Korupsi PGN

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) resmi menetapkan dua tersangka terkait dugaan korupsi kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (PGN) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Mereka adalah Direktur Komersial PT PGN periode 2016-Agustus 2019 Danny Praditya (DP) dan Direktur Utama PT Isargas 2011-22 Januari 2024 sekaligus Komisaris PT IAE 2006-22 Januari 2024 Iswan Ibrahim (ISW). Kedua tersangka dipersiksa hari ini, Jumat (11/4/2025)  dan tampak mengenakan rompi oranye tahanan dengan tangan diborgol. Mereka pun langsung ditahan oleh KPK.

    “Dilakukan penahanan terhadap tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan tersangka DP (Danny Praditya) di cabang rumah tahanan dari rumah tahanan negara klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai 11 April 2025 sampai dengan 30 April 2025,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2026).

    Kasus ini berkaitan dengan korupsi transaksi jual beli gas antara PT PGN dan PT Inti Alasindo Energi. Tindakan haram ini diduga dilakukan dalam rentang waktu 2017-2021.

    Dalam kasus ini, Asep menjelaskan kerugian negara yang diterbitkan Badan Pemeriksa Keuangan US$ 15 juta. Jika dihitung dalam kurs saat ini, maka kerugian negara ditaksir mencapai Rp 252 miliar.

    Dijelaskan Asep, Dewan Komisaris dan Direksi PT PGN mengesahkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN tahun 2017. Dalam RKAP itu, tidak ada rencana pembelian gas dari PT IAE. Namun, Danny Praditya memerintahkan negosiasi dengan PT IAE untuk pembelian gas.

    “Bahwa pada Agustus 2017, saudara DP memerintahkan saudara Adi Munandir sebagai head of marketing PT PGN, untuk melakukan paparan kepada beberapa trader gas, antara lain PT Isargas, guna menawarkan trader-trader gas tersebut untuk menjadi local distributor company atau LDC PT PGN,” ucap Asep.

    Asep menambahkan, Danny telah memerintahkan, mengusulkan, dan mengatur agar PT PGN membayar uang muka sebesar US$ 15 juta kepada PT IAE. Namun, uang muka tersebut justru digunakan PT IAE untuk membayar utang kepada pihak yang tidak berkaitan dengan perjanjian jual beli gas (PJBG) dengan PT PGN.

    “DP memerintahkan Adi (Head of Marketing PT PGN) untuk melakukan pertemuan dengan pihak Isargas Grup di kantor PT PGN guna membahas kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Dalam pembahasan tersebut, S (Sofyan) selaku perwakilan dari Isargas Grup menyampaikan arahan dari ISW untuk meminta uang muka/advance payment sebesar US$ 15 juta terkait dengan rencana pembelian gas PT IAE oleh PT PGN. Uang muka tersebut akan digunakan untuk membayar kewajiban atau utang PT Isargas kepada pihak lain,” jelas Asep.

    Perbuatan-perbuatan terkait kontrak PJBG dan pembayaran uang muka di atas bertentangan dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor PER-15/MNBU/2012 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa BUMN, Peraturan Menteri BUMN Nomor 1 Tahun 2011 sebagaimana diubah dengan Peraturan Menteri BUMN Nomor 9 Tahun 2012 tentang Penerapan Tata Kelola Perusahaan yang Baik pada BUMN.

    Tindakan para tersangka juga bertentangan dengan Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi, Keputusan Direksi PT PGN Nomor 020800.K/PP.00/UT/2010 tentang Pedoman Penyediaan Pasokan Gas.

    Dalam kasus korupsi PGN ini, penyidik KPK untuk sementara telah melakukan pemeriksaan terhadap 75 saksi dan memeriksa ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik, dan uang senilai US$ 1 juta. Selain itu juga menggeledah delapan lokasi rumah/kantor atau ruang/pekarangan/tempat tertutup lainnya yang terkait kasus korupsi PGN.

  • Penggeledahan Rumah Ridwan Kamil, KPK Sita Motor dan Bukti Elektronik

    Penggeledahan Rumah Ridwan Kamil, KPK Sita Motor dan Bukti Elektronik

     Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan turut menyita sepeda motor saat menggeledah rumah mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK). Penggeledahan ini terkait penyidikan kasus pengadaan iklan di lingkungan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk (BJB). 

    “Apa yang disita, ada barang bukti elektronik kemudian juga barang bukti kendaraan dan lain-lain,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025). 

    KPK belum merilis lebih detail terkait jumlah barang yang disita dari rumah Ridwan Kamil. Namun, Asep mengonfirmasi kendaraan yang disita merupakan sepeda motor. 

    “Saya enggak hafal, pokoknya motor, saya enggak hafal merek,” ujar Asep. 

    Asep menerangkan, pihaknya berencana untuk memanggil pihak lainnya sebagai saksi terlebih dahulu sebelum memeriksa Ridwan Kamil. Maksud tujuannya agar KPK dapat memperoleh informasi lengkap terlebih dahulu terkait peran sosok yang akrab disapa Kang Emil itu. 

    “Karena kita juga perlu informasi yang lengkap dulu terhadap peran-peran dari pak mantan gubernur ini. Karena ini ada bukan perannya di depan, perannya di belakang, sehingga kita perlu informasi banyak dahulu dari para saksi, sehingga nanti setelah kita memperoleh informasi yang cukup tentunya akan dilakukan pemanggilan pada yang bersangkutan,” ungkap Asep. 

    “Jadi dua hal, kita cari informasi dari para saksi yang lain, kemudian kita juga sedang mengekstrak informasi yang ada di barang bukti elektronik,” ucap Asep. 

    Dalam kasus ini, KPK menetapkan lima orang sebagai tersangka yakni mantan Direktur Utama (Dirut) BJB Yuddy Renaldi (YR), pimpinan divisi corsec BJB Widi Hartono (WH), pengendali agensi Ikin Asikin Dulmanan (IAD), pengendali agensi Suhendri (S), dan pengendali agensi Sophan Jaya Kusuma (SJK). KPK mengendus dugaan kerugian negara sekitar Rp 222 miliar terkait kasus ini. 

    Terkait kasus ini juga, KPK telah menggeledah rumah Ridwan Kamil (RK), Senin (10/3/2025) dan menyita sejumlah bukti dokumen dan barang lainnya.

  • KPK Bongkar Peran Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Barang Bukti Motor Ikut Disita

    KPK Bongkar Peran Ridwan Kamil di Kasus Korupsi Bank BJB, Barang Bukti Motor Ikut Disita

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan akan segera memanggil Ridwan Kamil sebagai saksi kasus dugaan korupsi pengadaan iklan Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB). Akan tetapi, sebelum memeriksa Ridwan Kamil, penyidik bakal terlebih dahulu memeriksa saksi-saksi lain.

    “Kita masih ke pemanggilan saksi-saksi lain. kayaknya di awal minggu ini (saya) sudah tanda tangan untuk pemanggilannya. Apakah nanti lihat dipanggil? Ditunggu saja ya yang hadir, karena kita juga perlu informasi yang lengkap dulu terhadap peran-peran dari Pak mantan gubernur ini,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu di kantor KPK, Jumat, 11 April 2025.

    Asep menyebut, Ridwan Kamil yang sebelumnya menjabat sebagai gubernur Jawa Barat, memiliki peran dalam perkara yang saat ini tengah ditangani KPK. Menurutnya, peran Ridwan Kamil berada di balik kasus tersebut.

    “Perannya ada di belakang, sehingga kita perlu informasi yang banyak dulu dari para saksi sehingga nanti setelah kita memperoleh informasi yang cukup, tentu kita akan melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan,” ujar Asep.

    Lebih lanjut, Asep menyampaikan, pemeriksaan Ridwan Kamil penting untuk mengonfirmasi sejumlah barang bukti yang disita KPK. Ia menyebut, KPK tengah menganalisis barang bukti elektronik yang disita dari penggeledahan.

    “Tentu pemanggilan itu dalam rangka juga kita melakukan konfirmasi terhadap barang bukti yang saat ini untuk barang bukti elektroniknya yang sedang di laboratorium kita dan kita olah dulu,” ujar Asep.

    “Jadi ada dua hal, kita cari informasi dari para saksi yang lain, kemudian kita juga sedang mengekstrak informasi yang ada di barang bukti elektroniknya,” ucapnya menambahkan.

    Apa Saja Barang Bukti yang Disita KPK?

    Selain pemeriksaan saksi, KPK juga tengah menelusuri barang bukti yang ditemukan saat penggeledahan rumah Ridwan Kamil. Asep mengungkapkan, dalam penggeledahan penyidik juga menyita sepeda motor.

    “Untuk apa yang disita, ada barang bukti elektronik, kemudian juga barang bukti yang lainnya, ada kendaraan dan yang lainnya. Saya enggak hafal pokoknya motor lah, saya nggak hafal merk itu,” kata Asep.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Endus Perpindahan Uang Saat Djoko Tjandra dan Harun Masiku Bertemu

    KPK Endus Perpindahan Uang Saat Djoko Tjandra dan Harun Masiku Bertemu

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengendus dugaan perpindahan uang dari Djoko Tjandra ke Harun Masiku saat pertemuan keduanya di Kuala Lumpur, Malaysia. Pertemuan tersebut pun sempat didalami KPK saat memeriksa Djoko Tjandra sebagai saksi terkait kasus yang menjerat Harun, Rabu (9/4/2025). 

    Adapun uang dimaksud diduga hendak dimanfaatkan oleh Harun Masiku untuk menyuap komisioner Komisi Pemilihan Umum (KPU) Wahyu Setiawan yang telah menjalani proses hukum atas suap tersebut. 

    “Dugaan kami, ada pertemuan lah di Kuala Lumpur beberapa saat sebelum terjadinya peristiwa suap, antara saudara JC dengan HM. Kami menduga di sana perpindahan sejumlah uang yang nanti uang ini akan digunakan untuk suap,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025). 

    Suap yang melibatkan Harun Masiku pun terbongkar saat KPK melakukan operasi tangkap tangan pada awal 2020 lalu. Hanya saja, hingga lima tahun berselang yang bersangkutan masih buron dan keberadaannya terus diburu. 

    Lembaga antikorupsi itu pun belum membeberkan maksud Djoko Tjandra bersedia memberikan sejumlah uang ke Harun maupun nilainya. Asep hanya menerangkan, pihaknya tengah mendalami asal uang yang dimanfaatkan Harun Masiku untuk suap demi bisa menjadi anggota DPR. 

    KPK merasa perlu mendalaminya mengingat berdasarkan hasil penelusuran. Harun masiku dinilai bukan sosok dengan kondisi ekonomi yang memadai untuk memberi suap. 

    “Kita mem-profiling Harun Masiku secara ekonomi dia tidak memiliki kemampuan ekonomi yang memadai untuk melakukan, memberikan sesuatu pada peristiwa suap,” tutur Asep. 

    Diketahui, Djoko Soegiarto Tjandra (DST) rampung diperiksa tim penyidik KPK sebagai saksi dalam kasus dugaan suap pergantian antarwaktu (PAW) anggota DPR periode 2019-2024, Rabu (9/4/2025). Dia diperiksa untuk dua tersangka dalam kasus tersebut yakni Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah.

    Djoko Tjandra mulai menjalani pemeriksaan sekitar pukul 10.00 WIB dan rampung pada 13.21 WIB. Seusai pemeriksaan, dia mengaku tak kenal dengan sosok Harun Masiku maupun dugaan keberadaannya hingga saat ini. 

    “Mana tahu, saya enggak kenal,” kata Djoko seusai diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025). 

  • KPK Duga Ada Perpindahan Uang dalam Pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        11 April 2025

    KPK Duga Ada Perpindahan Uang dalam Pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku Nasional 11 April 2025

    KPK Duga Ada Perpindahan Uang dalam Pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga pertemuan antara pengusaha
    Djoko Tjandra
    dengan buron kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024,
    Harun Masiku
    , di Kuala Lumpur, Malaysia, terjadi sebelum praktik suap menyuap.
    Dalam pertemuan itu, KPK menduga terjadi perpindahan sejumlah uang untuk Harun Masiku.
    “Dugaan kami ada pertemuan lah di KL beberapa saat sebelum terjadinya peristiwa suap. Antara saudara DJ (Djoko Tjandra) dengan HM (Harun Masiku). Kami menduga bahwa ada di sana perpindahan sejumlah uang yang nanti uang ini akan digunakan untuk suap. Ini yang sedang kita perdalam,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
    Asep mengatakan, penyidik terus mendalami sumber uang yang digunakan Harun Masiku untuk menyuap mantan Komisioner KPU Wahyu Setiawan dalam pengurusan proses PAW Anggota DPR.
    Sebab, berdasarkan pendalaman KPK, Harun Masiku tidak memiliki kemampuan ekonomi untuk menyuap Wahyu Setiawan.
    “Kemudian berangkat dari sana penyidik bertanya, ini uangnya dari mana? Yang Rp 400 juta sudah kita ketahui yang sekarang sudah disidangkan, (uang itu) dari Pak HK (Hasto Kristiyanto), diduga di sana,” ujarnya.
    “Selebihnya kalau tidak salah Rp 800 juta sampai Rp 1 miliar ya untuk suapnya itu, ini dari mana, yang selebihnya,” sambungnya.
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan terjadi pertemuan antara pengusaha Djoko Tjandra dengan buron kasus suap proses Pergantian Antarwaktu (PAW) Anggota DPR 2019-2024, Harun Masiku, di Kuala Lumpur, Malaysia.
    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto mengatakan, Djoko Tjandra diduga meminta bantuan kepada eks kader PDIP tersebut.
    Meski demikian, KPK tak mengungkapkan secara detail jenis bantuan yang diminta Djoko.
    “Pembahasannya terkait ada permintaan dari saudara DST (Djoko Tjandra) kepada saudara HM untuk membantu mengurus sesuatu. Tapi detailnya belum bisa disampaikan saat ini,” kata Tessa di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
    “Tapi detailnya belum bisa disampaikan saat ini,” sambungnya.
    Tessa mengatakan, informasi terkait pertemuan Djoko Tjandra dan Harun Masiku masih terus didalami penyidik dari pemeriksaan hari ini.
    Ia juga belum dapat memastikan adanya aliran uang dalam pertemuan tersebut.
    “Jadi informasi yang didapat dari penyidik yang bersangkutan (Djoko Tjandra) dimintakan keterangannya terkait pertemuan, informasi pertemuan antara yang bersangkutan dengan saudara HM (Harun Masiku) di Kuala Lumpur, Malaysia,” ujarnya.
    “Kalau aliran uang belum ada infonya. Jadi baru ada pertemuan di sana di KL,” ucap dia.
    Sebelumnya, Djoko Tjandra mengaku tidak kenal dengan eks calon anggota legislatif PDI-P Harun Masiku dan Sekretaris Jenderal PDI-P Hasto Kristiyanto.
    Hal ini disampaikan Djoko seusai 3,5 jam diperiksa penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai saksi kasus dugaan suap terkait pergantian antarwaktu anggota DPR 2019-2024 yang menjerat Harun Masiku.
    “Ngobrol santai saja, enggak ada apa-apa. Saya tidak kenal sama sekali (Harun Masiku),” kata Djoko di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (9/4/2025).
    Djoko juga menepis kabar bahwa dirinya membantu Harun Masiku yang saat ini berstatus buron sejak 2020.
    Ia kembali menekankan bahwa dirinya tidak mengenal sosok Harun Masiku.
    “Enggak betul (bantu Harun Masiku), kenal saja enggak, bagaimana bantu,” ujarnya.
    Djoko juga mengatakan tidak mengenal Hasto dan advokat Donny Tri Istiqomah yang sama-sama terjerat kasus suap Harun Masiku.
    “Enggak, enggak. Tidak sama sekali (kenali Hasto Kristiyanto dan Donny Tri Istiqomah),” ucap dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Kronologi Kasus Korupsi Jual Beli Gas yang Seret Eks Petinggi PGN

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap kronologi kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE).

    Kasus ini diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menuturkan bahwa uang US$15 juta itu diduga merupakan uang muka yang dibayarkan oleh PGN, atas perintah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya, kepada Isargas Grup yang merupakan induk PT IAE. Uang muka itu ditujukan untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas PGN dan PT IAE.

    KPK pun telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut. Selain Danny Praditya, lembaga antirasuah turut menetapkan Komisaris PT IAE 2006-2023, Iswan Ibrahim sebagai tersangka. Keduanya resmi ditahan untuk 20 hari ke depan sejak hari ini.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” ujar Asep pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Asep memaparkan, kasus tersebut bermula saat Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.

    Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.

    Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.

    Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.

    Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN,” jelas Asep.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.

    Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
    tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar).

    Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektornik serta uang US$1 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • 7
                    
                        KPK Sita Motor Saat Geledah Rumah Ridwan Kamil Terkait Kasus Bank BJB
                        Nasional

    7 KPK Sita Motor Saat Geledah Rumah Ridwan Kamil Terkait Kasus Bank BJB Nasional

    KPK Sita Motor Saat Geledah Rumah Ridwan Kamil Terkait Kasus Bank BJB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyita barang bukti elektronik dan motor dalam penggeledahan rumah mantan Gubernur Jawa Barat,
    Ridwan Kamil
    , terkait kasus korupsi Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (Bank BJB).
    “Untuk apa yang disita, ada barang bukti elektronik, kemudian juga barang bukti yang lainnya, ada kendaraan dan yang lainnya,” kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Jumat (11/4/2025).
    “Pokoknya motor lah, saya enggak hafal merek itu,” sambungnya.
    Terkait pemeriksaan Ridwan Kamil, Asep mengatakan, penyidik akan mendahulukan panggilan saksi-saksi lain untuk mendalami perkara tersebut.
    Ia menyatakan, Ridwan Kamil akan dipanggil penyidik saat informasi yang dibutuhkan dari saksi lainnya tercukupi.
    “Karena ini ada (Ridwan Kamil) bukan perannya di depan, perannya ada di belakang, sehingga kita perlu informasi yang banyak dulu dari para saksi. Setelah kita memperoleh informasi yang cukup, tentu kita akan melakukan pemanggilan kepada yang bersangkutan,” ujarnya.
    Sebelumnya, kasus korupsi terkait pengadaan iklan di Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten atau
    Bank BJB
    menyeret nama mantan Gubernur Jawa Barat, Ridwan Kamil.
    Nama Ridwan Kamil terseret setelah Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah rumahnya di Bandung, Jawa Barat, pada Senin (10/3/2025).
    “Benar (rumah Ridwan Kamil digeledah terkait perkara Bank BJB),” kata Wakil Ketua KPK, Fitroh Rohcahyanto, kepada Kompas.com.
    Penggeledahan tersebut dilakukan setelah penyidik mendapatkan keterangan saksi terkait perkara Bank BJB.
    “Didasari keterangan saksi maka perlu geledah untuk memastikan ada tidaknya kaitan dengan perkara dan juga membuat terang perkara BJB,” kata Ketua KPK, Setyo Budiyanto, dalam keterangannya, Selasa (11/3/2025).
    Adapun KPK menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten, Tbk atau Bank BJB pada Kamis (13/3/2025).
    Mereka adalah Yuddy Renaldi (YR) selaku mantan Direktur Utama Bank BJB;
    Widi Hartoto (WH) selaku Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB; serta tiga tersangka dari kalangan swasta, yaitu Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan, Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik, serta Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.
    Dalam konstruksi perkara, Budi mengatakan, kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB ini mencapai Rp 222 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tahan Eks Direktur PGN (PGAS), Negara Rugi US Juta

    KPK Tahan Eks Direktur PGN (PGAS), Negara Rugi US$15 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan 2 tersangka kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. dan PT Inti Alasindo Energi (IAE). Kasus itu diduga merugikan keuangan negara sebesar US$15 juta.

    Dua tersangka yang resmi ditahan KPK sore ini adalah Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya dan Komisaris PT IAE 2006-2023 Iswan Ibrahim.

    “Dilakukan Penahanan terhadap Tersangka ISW (Iswan Ibrahim) dan Tersangka DP (Danny Praditya) di Cabang Rumah Tahanan dari Rumah Tahanan Negara Klas 1 Jakarta Timur selama 20 (dua puluh) hari terhitung mulai tanggal 11 April 2025 sampai dengan tanggal 30 April 2025,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (11/4/2025).

    Asep menjelaskan, kasus tersebut bermula saat tersangka Danny pada Agustus 2017 lalu menawarkan kepada sejumlah trader gas untuk menjadi local distributor company (LDC) untuk PGN. Salah satu trader gas itu adalah PT Isargas, induk PT IAE.

    Danny lalu memerintahkan anak buahnya untuk menjalin kerja sama dengan PT IAE untuk kerja sama pengelolaan dan jual beli gas. Pihak Isargas pun menyampaikan kepada Danny soal permintaan uang muka/advance payment sebesar US$15 juta ihwal pembelian gas PT IAE oleh PGN. Isargas juga menawarkan kepada PGN peluang untuk mengakuisisi sebagian hingga seluruh saham perusahaan itu.

    Uang muka tersebut digunakan untuk membayar utang PT Isargas kepada pihak lain, yang tidak berhubungan dengan perjanjian jual beli gas dengan PGN. Misalnya, kepada PT Pertagas Niaga, PT Bank Negara Indonesia (Persero) Tbk. dan PT Isar Aryaguna.

    Adapun gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Kemudian, Danny dan Iswan Ibrahim pada 2 November 2017 menandatangani sejumlah dokumen meliputi Kesepakatan Bersama, Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG), Kesepakatan Bersama Pembayaran di Muka serta Kesepakatan Bersama Pemanfaatan Infrastruktur.

    Pada 9 November 2017, PGN atas perintah Danny membayar uang muka US$15 juta ke PT IAE sebagaimana invoice yang telah dikirimkan sebelumnya. “Untuk membayar kewajiban atau hutang PT IAE dan/atau ISARGAS Grup kepada pihak-pihak sebagai berikut yang tidak berkaitan dengan kegiatan Jual Beli Gas dengan PT PGN,” jelas Asep.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Usai memberikan uang muka jual beli gas itu, PGN justru diingatkan pada 2018 lalu oleh dua konsultan publik yang dipekerjakan mereka, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra, bahwa Isargas Grup dinyatakan tidak layak untuk diakuisisi.

    Pada 2 Desember 2020, Kepala BPH Migas saat itu, M. Fanshurullah Asa juga mengirimkan surat kepada Dirjen Migas Kementerian ESDM bahwa tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM No.6/2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Tidak sampai di situ, Komisaris PGN Arcandra Tahar pada 18 Februari 2021 juga mengirimkan surat kepada Direktur Utama perseroan ihwal saran Dewan Komisaris kepada Direksi agar dilakukan pemutusan kontrak serta upaya hukum atas uang muka yang dibayarkan ke PT IAE.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE
    tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta (setara Rp252 miliar sesuai kurs Jisdor BI Rp16.805 per dolar AS).

    Asep lalu memaparkan, selama proses penyidikan KPK telah memeriksa sebanyak 75 orang termasuk ahli dari BPK. Tim penyidik juga telah menyita barang bukti berupa dokumen, barang bukti elektronik serta uang US$1 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Jual Beli Gas PGN (PGAS), Langsung Ditahan?

    KPK Periksa 2 Tersangka Kasus Jual Beli Gas PGN (PGAS), Langsung Ditahan?

    Bisnis.com, JAKARTA — Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 2 tersangka kasus jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi atau IAE, Jumat (11/4/2025). 

    Dua orang tersangka itu yakni Direktur Komersial PGN 2016–2019 Danny Praditya dan Direktur Utama PT Isargas 2011–2024 sekaligus Komisaris PT IAE 2006–2024, Iswan Ibrahim. 

    Keduanya dikonfirmasi hadir dan diperiksa sebagai tersangka hari ini. “Hadir,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Jumat (11/4/2025). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, keduanya telah ditetapkan tersangka sejak 2024 lalu. Keduanya ditetapkan tersangka berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.79/DIK.00/01/05/2024 dan No.80/DIK.00/01/05/2024 pada tanggal 17 Mei 2024.  

    Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah. Dugaan kerugian negara itu berawal dari kegiatan jual-beli gas PGN sebagaimana hasil audit tujuan tertentu Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    Dalam perjalanannya, lembaga antirasuah telah memeriksa sederet saksi. Beberapa di antaranya adalah mantan petinggi PT Pertamina (Persero), selaku pemegang saham PGN. Yaitu Nicke Widyawati, Elia Massa Manik dan Dwi Soetjipto. 

    Kemudian, penyidik KPK juga pernah memeriksa mantan Menteri BUMN Rini Soemarno. 

    KPK diketahui mendalami rencana akuisisi PGN terhadap PT IAE. Kepemilikan saham Pertamina dan posisinya sebagai Holding terhadap PGN membuat penyidik perlu mendalami pengetahuan petinggi Pertamina saat rencana akuisisi itu dibuat. 

    “Kami sedang dalami urgensinya PGN yang akuisisi IAE,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada Bisnis melalui pesan singkat, dikutip Senin (17/3/2025).

    Akuisisi PGN terhadap IAE itu diduga berkaitan dengan dugaan korupsi perjanjian jual beli gas yang tengah diperkarakan KPK. Kasus itu diduga merugikan keuangan negara hingga ratusan miliar rupiah, dan kini masih dalam tahap penghitungan secara resmi oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK).

    KPK mengungkap bahwa jual beli gas antara kedua perusahaan merupakan prasyarat bagi PGN untuk mengakuisisi PT IAE, yang merupakan pemilik dari PT Isargas. 

    “Dalam periode itu kalau ada rencana akuisisi IAE tentunya dikomunikasikan juga ke Pertamina (dalam proses holdingisasi). PGN akan melakukan akuisisi IAE dengan melakukan perjanjian jual beli gas terlebih dahulu dengan nilai US$15 juta, yang kemudian akan diperhitungkan nilainya untuk akuisisi perusahaan,” jelas Tessa kepada Bisnis, dikutip Senin (17/3/2025). 

  • KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

    KPK Siap Hadapi Gugatan Praperadilan Eks Dirut Taspen Antonius Kosasih

    loading…

    Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika menyatakan, KPK siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan mantan Dirut PT Taspen Antonius NS Kosasih. FOTO/DOK.SindoNews

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi ( KPK ) mengaku siap menghadapi gugatan praperadilan yang diajukan mantan Dirut PT Taspen Antonius NS Kosasih. Adapun Kosasih menggugat KPK karena tak terima ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen.

    “KPK akan menghadapi dan mengawal prosesnya melalui Biro Hukum sesuai dengan aturan yang berlaku,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika saat dihubungi, Jumat (11/4/2025).

    KPK tak keberatan atas gugatan praperadilan tersebut. Sebab, kata Tessa, upaya praperadilan ini merupakan hak konstitusional tersangka.

    “KPK mempersilakan penggugat untuk menggunakan hak konstitusionalnya melakukan gugatan praperadilan,” ucapnya.

    Sementara itu, sidang perdana praperadilan tersangka Kosasih akan digelar pada Selasa (15/4/2025). Gugatan praperadilan dia teregister dengan nomor perkara 50/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.

    Untuk diketahui, KPK telah menahan mantan Dirut PT Taspen Antonius NS Kosasih terkait kasus dugaan investasi fiktif di PT Taspen. Adapun sebelum ditahan, Kosasih terlebih dahulu diperiksa tim penyidik KPK. Kosasih ditetapkan tersangka bersama Ekiawan Heri Primaryanto (EHP) selaku Direktur Utama PT Insight Investments Management (IIM) tahun 2016-Maret 2024.

    “KPK selanjutnya melakukan penahanan kepada tersangka ANSK dan EHP untuk 20 hari pertama terhitung sejak 8-27 Januari 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung KPK Merah Putih,” ujar Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers penahanan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (8/1/2025).

    (abd)