Tag: Asep Guntur

  • Ridwan Kamil Terseret Korupsi Bank BJB karena Jabat Komisaris
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 April 2025

    Ridwan Kamil Terseret Korupsi Bank BJB karena Jabat Komisaris Nasional 23 April 2025

    Ridwan Kamil Terseret Korupsi Bank BJB karena Jabat Komisaris
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) mengungkapkan, mantan Gubernur Jawa Barat
    Ridwan Kamil
    punya kaitan dengan kasus
    korupsi pengadaan iklan
    Bank Jabar Banten (BJB) karena ia menjabat sebagai komisaris bank tersebut.
    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, secara otomatis Ridwan Kamil menjabat sebagai komisaris
    Bank BJB
    karena posisinya sebagai gubenur Jawa Barat.
    “Perbankan dalam hal ini adalah perbankan daerah. Jadi bank daerah. Daerah mana saja nih? Setiap pemda, pemerintahan daerah, tingkat satu itu punya bank. Nah, kemudian gubernur itu menjadi komisarisnya di situ. Nah itu keterkaitannya,” kata Asep kepada wartawan, Rabu (23/4/2025).
    Asep mengatakan, setiap kegiatan perbankan pasti memiliki keterkaitan dengan para pejabat bank.
    Oleh karena itu, KPK akan meminta konfirmasi terhadap sejumlah saksi, termasuk Ridwan Kamil, terkait kasus korupsi pengadaan iklan tersebut.
    “Itu (keterangan Ridwan Kamil) yang akan didalami. Makanya kita minta keterangan saksi-saksi yang lain, kemudian buka barang bukti elektronik, itu yang ingin kita ketahui,” ujarnya.
    “Apakah memang atas sepengetahuan, atau memang tidak sepengetahuan. Kemudian akan dikonfirmasi dari keterangan-keterangan,” sambungnya.
    Sebelumnya, KPK telah menggeledah rumah Ridwan Kamil di Bandung pada 10 Maret 2025 dan menyita sejumlah barang bukti, salah satunnya adalah sepeda motor merek Royal Enfield milik Ridwan Kamil.
    KPK menyatakan, Ridwan Kamil akan segera diperiksa sebagai saksi dalam perkara ini, tetapi belum menentukan jadwal pemeriksaan mantan wali kota Bandung tersebut.
    “Ya nanti tergantung penyidiklah itu, secepatnya,” kata Wakil Ketua KPK Fitroh Rohcahyanto kepada wartawan, Selasa (22/4/2025).
    KPK telah menetapkan lima orang tersangka dalam kasus korupsi pengadaan iklan di Bank BJB, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi dan Pejabat Pembuat Komitmen sekaligus Kepala Divisi Corsec BJB Widi Hartoto.
    Kemudian, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan, pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik, serta pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma.
    Dalam perkara ini, KPK mencium sejumlah pelanggaran hukum yang menjerat pihak Bank BJB dan agensi.
    Pertama, lingkup pekerjaan yang dijalankan agensi hanya menempatkan iklan berdasarkan permintaan Bank BJB.
    KPK juga menemukan fakta bahwa penunjukkan agensi ternyata melanggar ketentuan pengadaan barang dan jasa.
    Fakta lain yang didapati KPK adalah terdapat selisih uang yang diterima agensi dari Bank BJB dengan yang dibayarkan agensi ke media sebesar Rp 222 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Yayasan Bentukan Satori dan Heri Gunawan Terima Dana CSR BI, KPK Dalami Penggunaan Uangnya

    Yayasan Bentukan Satori dan Heri Gunawan Terima Dana CSR BI, KPK Dalami Penggunaan Uangnya

    PIKIRAN RAKYAT – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus mendalami dugaan korupsi terkait dana Corporate Social Responsibility (CSR) dari Bank Indonesia (BI). Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan pemeriksaan anggota DPR dari Fraksi NasDem Satori lebih ditekankan pada penggunaan dana CSR.

    “Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Asep menjelaskan, dana CSR BI disalurkan ke sebuah yayasan. Menurut Asep, yayasan tersebut diajukan langsung oleh Satori dan menjadi penerima dana CSR.

    “Beliau (Satori) salah satu penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh bersangkutan,” tutur Asep.

    KPK mendalami soal penggunaan dana CSR yang diduga tidak sesuai peruntukan. Misalnya, dana yang seharusnya digunakan untuk kepentingan sosial seperti pembangunan rumah, penyediaan ambulans, atau beasiswa, diduga tidak sepenuhnya direalisasikan sesuai laporan.

    “Pada kenyataan yang kita temukan itu. Tidak semuanya 50 (rumah) dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya kemana? Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti, yang baru ketahuan baru seperti itu,” tutur Asep.

    Dimana Dana CSR Disalurkan?

    KPK menyebut adanya dua yayasan berbeda yang diajukan oleh Satori (S) dan anggota DPR Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG). Dana CSR kemudian disalurkan ke yayasan sesuai daerah pemilihan (dapil) masing-masing anggota legislatif tersebut.

    “Jadi kita hari ini misalkan memanggil Bapak S, kita mendalami CSR yang digunakan oleh Pak S. Artinya digunakan oleh yayasan yang dibentuk oleh Pak S. Nanti kita akan memanggil Bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh Pak HG,” ujar Asep.

    Menanggapi isu pilih kasih dalam penanganan perkara karena ada dugaan keterlibatan Heri Gunawan selaku legislator dari Partai Gerindra, Asep menegaskan bahwa proses hukum berjalan sesuai fakta.

    “Biasalah kalau dugaan-dugaan gitu. Kita concern, jadi masing-masing orang ini kan berbeda. Berbeda antara Pak S dengan Pak HG,” ujarnya.

    KPK Geledah Rumah Heri Gunawan

    Dalam proses penyidikan kasus dugaan suap atau gratifikasi terkait dana CSR BI, penyidik KPK melakukan penggeledahan di rumah anggota DPR dari Fraksi Gerindra, Heri Gunawan (HG) yang berlokasi di Ciputat Timur, Tangerang Selatan, pada Rabu, 5 Februari 2025.

    “Kegiatan ini dilaksanakan di rumah di daerah Ciputat Timur, Tangerang Selatan milik saudara HG. Kegiatan berlangsung dari pukul 21.00-01.30 WIB dini hari,” kata Tessa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis, 6 Februari 2025.

    Dari penggeledahan tersebut, kata Tessa, penyidik menyita dokumen dan barang bukti elektronik. Kuat dugaan barang bukti tersebut ada kaitannya dengan kasus CSR BI yang tengah diusut KPK.

    KPK masih terus mengusut kasus dugaan korupsi dana CSR BI. Dalam proses penyidikan lembaga antirasuah sudah memeriksa sejumlah saksi dan menyita barang bukti, meskipun hingga saat ini belum ada pihak yang ditetapkan sebagai tersangka.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Jelaskan Alasan Geledah Kantor KONI Jatim di Kasus Dana Hibah

    KPK Jelaskan Alasan Geledah Kantor KONI Jatim di Kasus Dana Hibah

    Jakarta

    KPK sudah menggeledah kantor KONI Jawa Timur (Timur) hingga rumah anggota DPD RI La Nyalla Mattalitti dalam kasus dana hibah untuk kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur (Jatim) 2021-2022. Apa alasannya?

    Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, mengungkapkan dana hibah ini menjadi jatah pokok pikiran (pokir) dari masing-masing anggota DPRD Jatim. Dana kemudian disalurkan dalam bentuk proyek-proyek ke berbagai lembaga di Jatim, termasuk KONI.

    “Jadi begini, perkara itu terkait dengan Hibah. Kan gitu. Atau Pokir, Pokir. Yang diberikan kepada masing-masing anggota legislatif di sana,” ujar Asep kepada wartawan di gedung KPK, Selasa (22/4/2025).

    “Proyek ini ada di beberapa SKPD. Ada di, pendidikan dan lain-lain lah. Ada termasuk juga di KONI dan lain-lain,” sambungnya.

    Hal itu, lanjut Asep, menjadi alasan pihaknya menggeledah rumah anggota DPD RI, La Nyalla Mattalitti. Pasalnya, La Nyalla pernah menjadi Wakil Ketua KONI Jatim.

    “Makannya kenapa penyidik lalu, melakukan misalkan penggeledahan kepada para pejabatnya di situ. Karena dia yang mengelola itu, mengelola uangnya itu,” ujarnya.

    “Misalkan, proyeknya itu rata-rata dibuatnya itu di bawah Rp 200 juta. Untuk menghindari, lelang. Gitu ya,” ucapnya.

    Sebelumnya, penggeledahan rumah milik La Nyalla di Surabaya dilakukan pada Senin (15/4) kemarin. KPK total telah menggeledah tujuh lokasi terkait dugaan korupsi dana hibah kelompok masyarakat (pokmas) dari APBD Provinsi Jawa Timur (Jatim) 2021-2022.

    Ke-21 tersangka itu terdiri atas empat tersangka penerima dan 17 tersangka pemberi. KPK menyebutkan empat tersangka penerima merupakan penyelenggara negara. Sedangkan 17 tersangka pemberi suap terdiri atas 15 orang pihak swasta dan 2 lainnya penyelenggara negara.

    (ial/wnv)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Jabat Komisaris Saat Jadi Gubernur

    Jabat Komisaris Saat Jadi Gubernur

    Jakarta

    KPK mengungkap kaitan mantan Gubernur Jawa Barat (Jabar) Ridwan Kamil (RK) dalam perkara dugaan korupsi pengadaan iklan di Bank BJB. KPK menjelaskan, RK saat menjadi Gubernur Jabar otomatis juga menjabat komisaris bank tersebut.

    “Setiap pemda, pemerintahan daerah, tingkat satu itu punya bank. Nah, kemudian gubernur itu menjadi komisarisnya di situ. Nah itu keterkaitannya,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di gedung KPK, Selasa (22/4/2025).

    Asep menjelaskan, seharusnya setiap pejabat perusahaan ada keterkaitan atas kegiatan perbankan yang terjadi. Untuk itu, KPK akan mendalami lebih lanjut terkait pengetahuan RK.

    “Itu yang akan didalami. Makanya kita minta keterangan saksi-saksi yang lain, kemudian buka barang bukti elektronik, itu yang ingin kita ketahui,” ungkap Asep.

    “Apakah memang atas sepengetahuan, atau memang tidak sepengetahuan. Kemudian, akan dikonfirmasi dari keterangan-keterangan,” tambah dia.

    Untuk kasus BJB, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus rasuah Bank BJB. Para tersangka saat ini belum ditahan.

    Perbuatan kelimanya diduga telah menimbulkan kerugian negara hingga Rp 222 miliar. KPK menduga duit tersebut masuk sebagai dana pemenuhan kebutuhan non-budgeter.

    Para tersangka saat ini belum ditahan. Tapi KPK sudah meminta Ditjen Imigrasi mencegah mereka ke luar negeri selama enam bulan dan bisa diperpanjang sesuai dengan kebutuhan penyidikan.

    (ial/azh)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • KPK Baru Temukan Aset Sitaan Kasus PGN (PGAS) US Juta dari Total US Juta

    KPK Baru Temukan Aset Sitaan Kasus PGN (PGAS) US$1 Juta dari Total US$15 Juta

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut pengembalian aset dari penanganan kasus dugaan korupsi jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk. atau PGN (PGAS) dan PT Inti Alasindo Energi (IAE), baru mencapai US$1 juta. 

    Nilai itu setara dengan Rp16,8 miliar sesuai dengan kurs Jisdor Bank Indonesia (BI) Rp16.862 per dolar Amerika Serikat (AS). 

    Sementara itu, total kerugian keuangan negara pada kasus tersebut berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mencapai US$15 juta (atau setara Rp252 miliar). 

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, pihaknya saat ini tengah menelusuri aset diduga hasil korupsi tersebut guna upaya pengembalian aset atau asset recovery kasus tersebut. 

    “Hasil perhitungan pengembalian keuangan negara yang sudah terbit ya, dari BPK itu jumlahnya US$15 juta. Sementara saat ini yang baru bisa kita temukan yang lumayan sita, itu baru US$1 juta. Masih ada sekitar US$14 juta. Ini sedang kami dalami,” jelas Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Salah satu saksi yang diperiksa oleh KPK terkait dengan pengembalian aset itu adalah Komisaris Utama PT IAE Arso Sadewo, hari ini, Selasa (22/4/2025). 

    Asep mengatakan, saksi Arso diperiksa oleh penyidik guna menemukan ke mana aliran dana uang korupsi US$14 juta itu. Pihak KPK lalu nantinya akan menyita aset-aset yang diduga hasim korupsi jual beli gas antara PGN dan IAE. 

    “Kemana nanti akan kita lakukan upaya paksa untuk mengembalikan aset-aset negara yang seharusnya itu menjadi milik negara, yang saat ini dikorupsi oleh para oknum  tersebut,” jelas perwira tinggi Polri bintang satu itu. 

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan dua orang tersangka pada kasus tersebut yaitu Direktur Komersial PGN 2016-2019 Danny Praditya serta Komisaris PT IAE 2006-2023 Iswan Ibrahim. Keduanya sudah ditahan sejak 11 April 2025. 

    Kerugian keuangan negara sebesar US$15 juta itu adalah uang muka yang dibayarkan PGN kepada IAE untuk melakukan pembelian gas. PT Isargas, selalu induk PT IAE, namun menggunakan uang tersebut untuk membayar utang ke sejumlah pihak, alias di luar kebutuhan pasokan gas ke PGN. 

    Pasokan gas PT IAE yang dijual ke PGN berasal dari alokasi gas bumi Husky Cnooc Madura Ltd. (HCML). Rencana penyerapan gas PT IAE itu pada 2017 sebesar 10 million standard cubic feet per day (MMSCFD), 15 MMSCFD pada 2018 dan 40 MMSCFD pada 2019.

    Uang muka itu lalu tetap dibayarkan PGN ke PT Isargas, kendati Iswan mengetahui bahwa pasokan gas bumi PT IAE dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak perjanjian jual beli gas (PJBG) yang ditandatangani.

    Alhasil, berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) dalam rangka Perhitungan Kerugian Negara atas Transaksi Jual beli Gas antara PT PGN dan PT IAE tahun 2017-2021 dengan Nomor: 56/LHP/XXI/10/2024, tanggal 15 Oktober 2024, terjadi kerugian negara sebesar US$15 juta.

    Kedua tersangka dijerat dengan pasal 2 ayat (1) dan atau pasal 3 Undang-Undang (UU) tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Bakal Tetapkan Tersangka di Kasus CSR BI Dalam Waktu Dekat

    KPK Bakal Tetapkan Tersangka di Kasus CSR BI Dalam Waktu Dekat

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap bakal segera menetapkan pihak tersangka dalam kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility atau CSR Bank Indonesia (BI). 

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah telah memulai proses penyidikan kasus tersebut pada 2025 lalu. Namun, berbeda dengan sebagian besar kasus-kasus yang ditangani KPK lainnya, penyidikan kasus CSR BI dimulai tanpa sudah menetapkan tersangka. 

    Kemarin, Senin (21/4/2025), KPK memeriksa anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori. Politisi yang dulu menjabat di Komisi XI atau Komisi Keuangan DPR pada 2019–2024 telah diperiksa sebanyak tiga kali. 

    Saat ditanya mengenai status hukumnya, KPK tak memberikan respons lebih lanjut. Namun, lembaga itu memastikan tak lama lagi akan menetapkan tersangka pada kasus rasuah tersebut. 

    “Belum [berubah status hukum], sedang [proses]. Nanti sebentar lagi, sebentar lagi,” ungkap Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (22/4/2025). 

    Asep menyebut seorang saksi bisa berkali-kali diperiksa untuk pendalaman suatu kasus. Dalam hal ini Satori, pria yang kini kembali menjabat sebagai anggota DPR 2024–2029 itu kemarin diperiksa KPK terkait dengan penggunaan dana CSR. 

    Adapun Asep mengungkap, Satori merupakan salah satu penerima dan pengguna dana CSR atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) melalui yayasan yang dimilikinya. 

    “Jadi, beliau kan salah satu yang penerima dan pengguna. Sebetulnya penerimanya itu adalah Yayasan, tapi Yayasan itu diajukan oleh bersangkutan. Jadi, yang bersangkutan itu dipanggil ke sini, kita konfirmasi lagi terkait dengan penggunaan dari dana CSR, terangnya. 

    Sementara itu, Satori bukan satu-satunya anggota DPR yang sudah pernah diperiksa KPK terkait dengan kasus tersebut. Anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, yang juga kolega Satori di Komisi XI 2019–2024, sudah pernah diperiksa sebagai saksi. 

    Rumah Satori dan Heri pun telah digeledah penyidik KPK. Selain rumah keduanya, penyidik telah di antaranya menggeledah ruangan kerja Gubernur BI Perry Warjiyo serta kantor Otoritas Jasa Keuangan (OJK). 

    Asep menjelaskan, peran Heri dan Satori sama yakni sebagai pemilik yayasan yang menerima dan menggunakan dana CSR BI. Yayasan keduanya berbeda satu sama lain, dan berada di daerah pemilihan (dapil) masing-masing politisi tersebut. Ke depan, penyidik KPK bakal menjadwalkan pemeriksaan Heri. 

    “Nanti kita akan memanggil Bapak HG untuk CSR yang digunakan oleh Pak HG,” terang perwira tinggi Polri bintang satu itu. 

    Sejauh ini, terang Asep, lembaganya menduga bahwa yayasan penerima CSR BI yang dimiliki Satori dan Heri tidak menggunakan dana bantuan itu sesuai dengan fungsinya. 

    Misalnya, apabila awalnya dana CSR ditujukan untuk membangun rumah rakyat 50 unit, kenyataan di lapangan rumah yang dibangun tidak sampai jumlah tersebut. 

    “Tidak 50-nya dibangun. Tapi hanya misalkan 8 atau 10. Terus yang 40-nya ke mana? Ya itu tadi. Yang 40-nya dalam bentuk uangnya tidak dibangunkan rumah. Akhirnya dibelikan properti. Yang baru ketahuan baru seperti itu,” kata Asep. 

    Sementara itu, Kepala Departemen Komunikasi BI Ramdan Denny Prakoso memastikan bahwa penyaluran CSR BI dilakukan dengan tata kelola/ketentuan yang benar.

    “Proses pemberian PSBI senantiasa dilakukan sesuai tata kelola/ketentuan yang benar, mencakup tahap perencanaan, pelaksanaan, dan evaluasi dengan menjunjung tinggi prinsip keterbukaan, akuntabilitas, dan kemanfaatan,” tuturnya, Minggu (29/12/2024).

  • Laporan Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Mandek, Pelapor Surati KPK Minta Kejelasan

    Laporan Dugaan Suap Pemilihan Ketua DPD Mandek, Pelapor Surati KPK Minta Kejelasan

    PIKIRAN RAKYAT – Pelapor kasus dugaan suap di lingkungan Dewan Perwakilan Daerah Republik Indonesia (DPD RI), Muhammad Fithrat Irfan secara resmi menyurati Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) hari ini, Selasa, 22 April 2025. Dalam surat tersebut, ia mempertanyakan perkembangan terbaru atas laporan yang telah diajukan sejak 5 Desember 2024.

    Irfan yang didampingi tim kuasa hukumnya menyatakan bahwa selama lima bulan laporan tersebut belum menunjukkan progres signifikan. Menurutnya, hingga saat ini kasus tersebut belum naik ke tahap penyelidikan.

    “Kasus suap senator DPD RI yang dilaporkan pada tanggal 5 Desember 2024 lalu, sampai dengan hari ini sudah 5 bulan. Jadi belum ada tindak lanjut yang serius untuk naik ke tahap penyelidikan,” kata Irfan kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa, 22 April 2025.

    Sebelumnya Irfan melayangkan laporan soal dugaan suap dalam pemilihan ketua DPD RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD periode 2024-2029. Mantan staf ahli anggota DPD RI, menegaskan telah menyerahkan bukti awal dan dokumen pendukung secara lengkap ke pengaduan masyarakat (dumas) KPK.

    Irfan menilai respons KPK terhadap laporan masyarakat terkesan lamban. Ia menyebutkan, komunikasi terakhir dengan bagian dumas KPK hanya mengulang jawaban normatif terkait pengayaan informasi tanpa ada proses verifikasi terhadap pihak terlapor.

    “Sementara pihak terlapor pun belum ada yang diverifikasi satu pun. Makanya kita ingin menanyakan keseriusan KPK dalam menanggapi aduan-aduan masyarakat yang ada,” tutur Irfan.

    Bagaimana Langkah Selanjutnya?

    Tak hanya berhenti pada surat resmi, Irfan menyatakan akan melanjutkan aduan ini ke Dewan Pengawas KPK (Dewas KPK), dengan harapan mendapat respons lebih serius.

    “Akan melaporkan hal ini ke Dewas KPK terkait aduan ini yang belum ada tanggapan lanjutan soal laporan saya di KPK,” ujarnya.

    Irfan berharap adanya keseriusan dari KPK dalam menanggapi setiap laporan masyarakat, terlebih jika sudah dilengkapi dengan data awal yang valid.

    “Karena sampai detik ini pun dari pihak yang dilaporkan itu belum ada gerakan sama sekali dari pengaduan masyarakat untuk menindak itu,” ucapnya.

    Lebih lanjut, Irfan mengaku mendapat intimidasi usai melaporkan dugaan praktik suap dalam proses pemilihan Pimpinan DPD RI. Pihak yang mengintimidasi meminta agar dirinya mencabut laporan di KPK. Namun, intimidasi tersebut tidak membuat Irfan Goyah.

    “Saya sudah melaporkan video call itu yang saya rekam dan saya kirim ke dumas juga, yang mengancam, mengintimidasi, mengintervensi, dan memaksa saya untuk mencabut laporan di KPK,” ucap Irfan.

    KPK Tak Akan Diam

    Sebelumnya, KPK menyatakan bakal mengusut kasus dugaan suap terkait pemilihan ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD periode 2024-2029. Laporan dari masyarakat sudah masuk ke Direktorat Pelayanan Laporan dan Pengaduan Masyarakat (PLPM).

    Adapun laporan itu sedang diverifikasi dan divalidasi. Nantinya, apabila ditemukan bukti permulaan cukup, maka kasus tersebut akan diproses ke tahap penyelidikan dan penyidikan.

    “Dalam pemilihan DPD. Informasi yang kami terima itu sudah dilaporkan. Sepengetahuan saya belum masuk ke penindakan dan eksekusi. Ini masih di dumas atau PLPM. Ditunggu saja,” kata Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu kepada wartawan, dikutip Rabu, 26 Februari 2025.

    Senada dengan Asep, Ketua KPK Setyo Budiyanto juga mengonfirmasi bahwa laporan skandal dugaan suap di DPD RI sedang diverifikasi oleh Direktorat PLPM. Hasil verifikasi akan menentukan langkah KPK selanjutnya.

    “Harapannya proses itu bisa ditentukan apakah jadi kewenangan KPK. Kemudian apakah menyangkut penyelenggara negara, (hasil verifikasi) itu kemudian dipresentasikan apakah bisa ditingkatkan ke tahap selanjutnya,” kata Setyo Budiyanto kepada wartawan, Jumat, 21 Februari 2025.

    Setyo mengatakan, pihaknya membuka peluang memeriksa 95 anggota DPD yang diduga terlibat suap. Akan tetapi, sebelum memanggil puluhan senator tim pengaduan masyarakat (dumas) akan terlebih dulu mempresentasikan laporan yang diterima dari masyarakat.

    “Oleh karena itu kami berharap bahwa yang memberikan informasi tersebut bisa secara terbuka, meskipun medsos sudah ramai, tapi kan perlu memastikan keterangan yang disampaikan melalui medsos itu dukungan dokumennya, dukungan kepastiannya,” ujar Setyo.

    “Kemudian dukungan beberapa saksi yang lain, yang mngetahui atau bahkan mengalami secara langsung, mendengar nah itu pasti dibutuhkan oleh para tim penyelidik dan dumas,” ucapnya menambahkan.

    Setyo menegaskan, pihaknya tidak pandang bulu dalam memproses hukum semua pihak yang diduga melakukan tindak pidana korupsi, termasuk memeriksa 95 senator. Menurutnya, setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum.

    “Kalau misalnya tahapan verifikasi dan validasi itu dilakukan dumas akurat. Kami memastikan bahwa setiap orang memiliki kedudukan yang sama di mata hukum,” kata Setyo.

    95 Senator Diduga Terima 13.000 Dolar AS

    Dari total 152 anggota DPD RI, 95 senator di antaranya diduga menerima aliran uang dalam pemilihan pimpinan DPD RI dan pimpinan MPR dari unsur DPD RI periode 2024-2029.Pengacara Irfan, Aziz Yanuar mengatakan kliennya menyerahkan bukti-bukti tambahan ke KPK untuk melengkapi alat bukti yang sebelumnya sudah diserahkan pada Desember 2024. Bukti tersebut berupa rekaman pembicaraan antara Irfan dengan seorang petinggi partai politik.

    “KPK dalam waktu dekat akan melanjutkan proses ini kepada pemeriksaan lebih lanjut kepada pihak-pihak yang terkait, baik itu dari anggota DPD ataupun pihak-pihak yang ada hubungan dengan pelaporan tersebut,” kata Aziz kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Selasa, 18 Februari 2025.

    Aziz mengatakan, adanya bukti rekaman suara itu menguatkan dugaan bahwa gratifikasi tidak hanya melibatkan anggota DPD tetapi juga petinggi partai politik. Aziz menyebut kliennya sempat mendapat intimidasi serta ancaman supaya menghentikan laporan ini.

    “Proses gratifikasi itu melibatkan beberapa pihak dan juga dalam hal tersebut ada dana-dana yang disediakan. Kemudian juga pihak tersebut meminta Pak Irvan untuk tidak melanjutkan hal ini. Ada intimidasi dan dugaan ancaman,” ucap Aziz.

    Adapun Irfan merupakan mantan staf ahli anggota DPD RI asal Sulawesi Tengah, Rafiq Al-Amri (RAA). Pada 6 Desember 2024, Irfan mengaku sempat melaporkan eks bosnya itu ke KPK lantaran diduga ikut menerima uang suap.

    “Indikasinya itu beliau (RAA) menerima dugaan suap untuk kompetisi pemilihan Ketua DPD RI dan Wakil Ketua MPR RI unsur DPD. Itu melibatkan 95 orang yang ada, yang anggota Dewan yang ada di DPD RI dari 152 totalnya,” ucap Irfan.

    “Bosnya itu satu di antara 95 yang diduga menerima juga,” ujar Aziz menimpali pernyataan Irfan.

    Irfan mengungkapkan, untuk pemilihan Ketua DPD RI, setiap senator diduga menerima suapsekira 5.000 dolar Amerika Serikat, sedangkan untuk pemilihan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD, jumlah yang diterima sekira 8.000 dolar Amerika Serikat.

    Sehingga total dugaan suap yang diterima setiap senator termasuk RAA mencapai 13.000 dolar Amerika Serikat. Mengenai mekanisme penyerahan uang, Irfan menyebut uang itu didistribusikan secara door to door atau dari kamar ke kamar anggota DPD.

    “Jadi dari dolar ke rupiah konversinya. Setelah itu masing-masing dari kita, para staf ini diminta untuk setorkan di bank anggota dewan itu,” ujar Irfan.

    Irfan menjelaskan uang tersebut digunakan untuk menukar suara dalam pemilihan ketua DPD dan wakil ketua MPR dari unsur DPD. Senator yang menerima uang tersebut kemudian memilih pasangan calon tertentu.

    “Uang itu ditukarkan dengan suara hak mereka-mereka untuk memilih salah satu dari pasangan calon ini, memilih Ketua DPD dan Wakil Ketua MPR dari unsur DPD,” kata Irfan.***

     

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • KPK Panggil Eks Deputi Komisioner OJK di Kasus Kredit Ekspor LPEI

    KPK Panggil Eks Deputi Komisioner OJK di Kasus Kredit Ekspor LPEI

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Deputi Komisioner Otoritas Jasa Keuangan (DK-OJK) Bidang Industri Keuangan Non-Bank (IKNB) Ngalim Sawega sebagai saksi kasus korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). 

    Ngalim dipanggil bersama dengan sembilan orang saksi lainnya yang merupakan pihak swasta serta mantan petinggi LPEI. KPK memanggil Ngalim dalam kapasitasnya sebagai saksi dan mantan Direktur Eksekutif LPEI. 

    “Hari ini Selasa (22/4) KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi terkait dugaan tindak pidana korupsi dalam pemberian fasilitas kredit oleh Lembaga Pembiayaan Ekspor Indonesia (LPEI). Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas nama NS Pensiunan LPEI (Mantan Direktur Eksekutif LPEI),” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Selasa (22/4/2025). 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Ngalim diangkat sebagai Ketua Dewan Direktur sekaligus Direktur Eksekutif LPEI alias Eximbank pada September 2014. Pengangkatannya dilakukan pada masa pemerintahan Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono, oleh Menteri Keuangan Chatib Basri. 

    Pada saat itu, Ngalim menggantikan pejabat sebelumnya I Made Gde Erata. Ngalim adalah ekonom yang pernah menjabat Direktur Perbankan dan UJP Kementerian Keuangan (Kemenkeu) pada era Menteri Jusuf Anwar hingga periode Sri Mulyani.

    Ngalim diketahui juga pernah menjabat sebagai Deputi Komisioner IKNB OJK sebelum diangkat untuk memimpin LPEI. Dia juga pernah menjabat sebagai Ketua Badan Pengawas Pasar Modal dan Lembaga Keuangan alias Bapepam LK. 

    Adapun terdapat sembilan orang saksi lainnya yang turut dipanggil tim penyidik KPK hari ini. Mereka adalah Andryanto Lesmana (swasta), Bambang Adhi Wijaja (swasta), Bintoro Iduansjah (swasta), Jimmy Dharmadi (swasta) serta Dimas Prayogo (KAP Kosasih). 

    Kemudian, Hire Romalimora (mantan pegawai LPEI), Jubilant Arda Harmidy (swasta), Kemas Endi Ario Kusumo (mantan pegawai LPEI) serta Arif Setiawan (mantan Direktur Pelaksana IV LPEI 2014-2018). 

    Untuk diketahui, lembaga antirasuah telah menetapkan lima orang tersangka pada kasus dugaan korupsi pemberian fasilitas kredit ekspor LPEI. Dua mantan direktur LPEI yang ditetapkan tersangka adalah bekas Direktur Pelaksana LPEI Dwi Wahyudi (DW) dan Arif Setiawan (AS). 

    Kemudian, tiga orang berasal dari salah satu debitur LPEI, PT Petro Energy, yakni pemilik perusahaan Jimmy Masrin (JM), Direktur Utama Newin Nugroho (NN) serta Direktur Keuangan Susy Mira Dewi Sugiarta (SMD).  

    Pada konferensi pers yang digelar Kamis (20/3/2025), Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu menyebut PT PE menerima kucuran dana kredit ekspor senilai total sekitar Rp846 miliar. Nilai itu diduga merupakan kerugian keuangan negara pada kasus LPEI khusus untuk debitur PT PE. 

    Kredit itu terbagi dalam dua termin pencairan yakni outstanding pokok Kredit Modal Kerja Ekspor (KMKE) I PT PE senilai US$18 juta, dan dilanjutkan dalam bentuk rupiah yakni Rp549 miliar.  

    Kasus LPEI yang melibatkan PT PE hanya sebagian dari debitur yang diduga terindikasi fraud. Total ada 11 debitur LPEI yang diusut oleh KPK saat ini. Dugaan fraud terkait dengan 11 debitur itu berpotensi merugikan keuangan negara hingga Rp11,7 triliun.  

    “Total kredit yang diberikan dan jadi potensi kerugian negara kurang lebih Rp11,7 triliun. Jadi untuk bulan Maret ini KPK telah menetapkan lima orang tersangka, sedangkan 10 debitur lainnya masih penyidikan,” kata Kasatgas Penyidikan KPK Budi Sokmo pada konferensi pers sebelumnya.

  • Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    Kasus Korupsi Jual Beli Gas PGN, KPK Periksa Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy Arso Sadewo – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy (IAE) Arso Sadewo, Selasa (22/4/2025) hari ini.

    Arso dipanggil sebagai saksi terkait kasus dugaan korupsi proses kerja sama jual beli gas antara PT Perusahaan Gas Negara Tbk (PGAS) atau PGN dengan PT Isar Gas/PT Inti Alasindo Energi tahun 2017–2021.

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung KPK Merah Putih,atas nama AS, Komisaris Utama PT Inti Alasindo Energy,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam keterangannya, Selasa (22/4/2025).

    KPK telah menahan dua tersangka dalam kasus ini. 

    Mereka adalah Danny Praditya, Direktur Komersial PT PGN periode 2016–Agustus 2019 dan Iswan Ibrahim, Direktur Utama PT Isargas tahun 2011–22 Januari 2024 sekaligus Komisaris PT IAE tahun 2006–22 Januari 2024.

    Konstruksi Perkara

    Pada 19 Desember 2016, dewan komisaris dan direksi PT PGN mengesahkan Rencana Kerja Anggaran Perusahaan (RKAP) PT PGN tahun 2017. 

    Dalam RKAP tersebut, tidak terdapat rencana PT PGN untuk membeli gas dari PT IAE.

    Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu mengungkap, PT IAE mendapatkan alokasi gas dari Husky Cnooc Madura Ltd (HCML) dengan rencana penyerapan gas PT IAE (pasca-realokasi sementara ke PT Petrokimia Gresik) pada tahun 2017 sebesar 10MMSCFD, tahun 2018 sebesar 15MMSCFD, dan tahun 2019 sebesar 40MMSCFD.

    Pada bulan Agustus 2017, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir (Head of Marketing PT PGN) untuk melakukan pemaparan kepada beberapa trader gas termasuk PT Isargas guna menjadi Local Distributor Company (LDC) PT PGN.

    Pada 31 Agustus 2017, Adi Munandir melaksanakan perintah Danny Praditya untuk menghubungi Sofyan selaku Direktur PT IAE terkait kerja sama pengelolaan gas.

    Pada 5 September 2023, Danny Praditya memerintahkan Adi Munandir untuk melakukan pertemuan dengan pihak Isargas Grup di kantor PT PGN guna membahas kerja sama pengelolaan dan jual beli gas.

    Dalam pembahasan tersebut, Sofyan selaku perwakilan dari Isargas Grup menyampaikan arahan dari Iswan Ibrahim untuk meminta uang muka sebesar 15 juta dolar AS berkaitan dengan rencana pembelian gas PT IAE oleh PT PGN.

    Uang muka tersebut akan digunakan untuk membayar kewajiban atau utang PT Isargas kepada pihak lain. 

    Hal ini kemudian dilaporkan oleh Adi Munandir kepada Danny Praditya.

    Asep berujar, pada periode September–Oktober 2017, Danny Praditya memerintahkan Tim Marketing PT PGN yaitu Adi Munandir dan Reza Maghraby membuat kajian internal terkait rencana pembelian gas dari PT IAE, padahal pembuatan kajian itu adalah tupoksi dari bagian pasokan gas (gas supply) PT PGN.

    Selanjutnya pada 10 Oktober 2017 dalam rapat Board of Directors (BOD) PT PGN, Danny Praditya bersama-sama dengan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi “Update Komersial” yang antara lain berisi Isargas Grup menyatakan setuju untuk menjual sebagian alokasi gas bumi ex-HCML miliknya kepada PT PGN dengan permintaan skema advance payment.

    Isargas Grup disebut juga menawarkan peluang akuisisi sebagian atau seluruh saham Isargas kepada PT PGN.

    Pada 20 Oktober 2017, dalam rapat BOD PT PGN, Danny Praditya bersama-sama Tim Pasokan Gas dan Tim Marketing PT PGN memaparkan materi sebagai berikut:

    a. Tim Pasokan Gas menyampaikan update pasokan gas PT PGN bahwa pasokan gas di Jawa Timur secara keseluruhan tidak mencukupi kebutuhan pasokan gas di masa mendatang dan alokasi gas yang dimiliki PT PGN akan mengalami penurunan di tahun 2019 dan 2021. Update ini dibuat karena
    adanya perintah Danny Praditya setelah rapat BOD tanggal 10 Oktober 2017.

    b. Tim Marketing menyampaikan update isu komersial terkait rencana kerjasama dengan Isargas antara lain sebagai berikut:

    1. Isargas menyampaikan penawaran penjualan sebagian gas bumi yang dikuasainya dari pasokan gas Lapangan BD-HCML kepada PGN dengan meminta adanya skema uang muka karena Isargas membutuhkan dana untuk membayar utang atau kewajiban ke pihak lain.

    2. Kerja sama pengelolaan gas dan infrastruktur meliputi semua lokasi/wilayah yang dimiliki Isargas baik di Jawa Barat maupun di Jawa Timur.

    3. Peluang untuk dilakukannya akuisisi atas sebagian/seluruh kepemilikan Isargas oleh PT PGN.

    Pada 2 November 2017, perwakilan PT PGN, perwakilan PT IAE dan perusahaan-perusahaan lain di bawah Isargas Grup menandatangani beberapa dokumen terkait kerja sama di antara mereka.

    Dokumen yang dibuat antara lain adalah Kesepakatan Bersama (KB) antara PT PGN dan PT Inti Alasindo dan PT Isar Aryaguna dan PT Inti Alasindo Energy tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Mirza Soekma, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    Kemudian Perjanjian Jual Beli Gas (PJBG) antara PT Inti Alasindo Energy dengan PT PGN tanggal 2 November 2017 (Kesepakatan Bersama Nomor 2354/IAE/XI/2017) yang ditandatangani oleh Danny Praditya dan Sofyan.

    Selanjutnya KB pembayaran di muka antara PT PGN, PT Isargas, PT Inti Alasindo Energy dan PT Isar Aryaguna tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Danny Praditya, Iswan Ibrahim, dan Sofyan.

    KB pemanfaatan infrastruktur antara PT PGN dan PT Isargas tanggal 2 November 2017 yang ditandatangani oleh Dilo Seno Widagdo selaku Direktur Infrastruktur dan Teknologi PT PGN dan Iswan Ibrahim.

    “Bahwa pada tanggal 7 November 2017, Saudara S (Sofyan) selaku Direktur PT IAE mengirimkan invoice tagihan 15 juta dolar AS kepada PT PGN untuk pembayaran di muka atas transaksi jual beli gas. Pada tanggal 9 November 2017, tagihan ini dibayar oleh PT PGN sebesar 15 juta dolar AS,” kata Asep ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Jumat (11/4/2025).

    Uang tersebut seluruhnya digunakan oleh PT IAE sebagaimana disebutkan dalam klausul KB pembayaran di muka yaitu untuk membayar kewajiban atau utang PT IAE dan/atau Isargas Grup kepada pihak-pihak yang tidak berkaitan dengan kegiatan jual beli gas dengan PT PGN.

    Seperti kepada PT Pertagas Niaga (PTGN) sejumlah 8 juta dolar AS yang merupakan utang PT JGI dan PT SCI kepada PT Pertagas Niaga. 

    Kemudian PT BANK BNI sebesar 2 juta dolar AS yang merupakan utang PT SCI kepada Bank BNI.

    Kepada PT Isar Aryaguna sebesar 5 juta dolar AS yang merupakan utang PT Isargas.

    Selanjutnya pada 12 Desember 2017, Untung yang mewakili PT IAE selaku Pemberi Fidusia dan Danny Praditya selaku Penerima Fidusia menandatangani Akta Jaminan Fidusia nomor 06 di Notaris Pratiwi Handayani yang menyatakan bahwa pemberi fidusia menyerahkan Jaminan Fidusia kepada penerima fidusia berupa pipa distribusi milik PT Banten Inti Gasindo senilai Rp16 miliar untuk menjamin uang 15 juta dolar AS yang sudah diterima oleh PT IAE dari PT PGN terkait pelaksanaan KB pembayaran di muka.

    Pada April–Juli 2018, PT Bahana Sekuritas dan PT Umbra selaku konsultan yang dipakai oleh PT PGN melakukan due diligence atas rencana akuisisi Isargas Grup oleh PT PGN.

    Hasilnya menyatakan Isargas Grup tidak layak diakuisisi oleh PT PGN.

    “Bahwa pada tanggal 5 April 2019, setelah PT PGN dan PT Pertagas bergabung dalam holding migas di bawah PT Pertamina, dilakukan pengaliran gas pertama kali dari PT IAE ke PT PGN dengan menggunakan jaringan pipa milik PT Pertagas,” tutur Asep

    Pada 2 Desember 2020, M. Fanshurullah Asa selaku Kepala BPH Migas mengirimkan surat nomor 3592/Ka BPH/2020 kepada Tutuka Ariadji selaku Direktur Jenderal Minyak dan Gas Bumi Kementerian ESDM perihal Hasil Pengawasan Kegiatan Usaha Niaga Gas Bumi Berfasilitas PT IAE di Waru, Sidoarjo dan Klarifikasi Pengaliran Gas Bumi dari PT IAE.

    Dalam surat tersebut, BPH Migas menyatakan tidak dibolehkannya praktik kegiatan usaha niaga gas bumi bertingkat antara PT IAE dengan PT PGN karena hal tersebut melanggar Peraturan Menteri ESDM Nomor 6 Tahun 2016 tentang Ketentuan dan Tata cara Penetapan Alokasi dan Pemanfaatan serta Harga Gas Bumi.

    Singkat cerita, pada 15 Januari 2021, Tutuka Ariadji mengirimkan surat nomor T-372/MG.01/DJM/2021 kepada PT PGN perihal Teguran Pertama atas Pelaksanaan Kegiatan Usaha Niaga Minyak dan Gas Bumi PT PGN terkait larangan jual beli gas bertingkat dan surat nomor T-369/MG.01/DJM/2021 kepada PT IAE.

    “Bahwa pada tanggal 18 Februari 2021, Saudara ACT [Arcandra Tahar] selaku Komisaris Utama PT PGN mengirimkan kepada Direktur Utama PT PGN surat nomor 12/D-KOM/2021 perihal Penjelasan Direksi atas Progress Audit Laporan Keuangan Per Desember 2020,” kata Asep.

    Isi surat tersebut antara lain membahas
    mengenai saran dewan komisaris yang perlu ditindaklanjuti oleh direksi agar segera melakukan pemutusan kontrak dan dilakukan upaya hukum atas uang muka yang sudah dibayarkan kepada IAE.

    “Bahwa Saudara DP telah memerintahkan, mengusulkan dan mengatur agar PT PGN membayar uang muka sebesar 15 juta dolar AS kepada PT IAE yang digunakan untuk membayar utang PT IAE/Isargas Group yang tidak terkait dengan pelaksanaan PJBG antara PT PGN dengan PT IAE,” ujar Asep.

    “Saudara ISW telah mengetahui pasokan gas yang bersumber dari HCML tidak akan dapat memenuhi kontrak PJBG antara PT IAE dengan PT PGN. Meskipun demikian, Saudara ISW tetap menawarkan gas dan melakukan kerja sama jual beli gas dengan PT PGN disertai skema uang muka,” kata Asep.

    Atas perbuatannya, Danny Praditya dan Iswan Ibrahim disangkakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomir 20 Tahun 2001 juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana.

    Asep mengatakan, penyidik KPK sudah memeriksa 75 orang saksi dan ahli dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk mengusut perkara yang menyebabkan kerugian negara sejumlah 15 juta dolar Amerika Serikat (AS).

    KPK juga telah menggeledah delapan lokasi rumah atau kantor atau tempat tertutup lainnya dan menyita sejumlah dokumen, barang bukti elektronik (BBE) dan uang senilai 1 juta dolar AS.

  • Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Politisi Nasdem Satori Irit Bicara Usai Diperiksa KPK Soal Kasus CSR BI

    Bisnis.com, JAKARTA — Anggota DPR Fraksi Partai Nasdem Satori irit berbicara usai diperiksa oleh penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada kasus dugaan korupsi dana corporate social responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI), Senin (21/4/2025). 

    Pemeriksaan hari ini bukan pertama kalinya dijalani oleh Satori pada kasus tersebut. Dia telah beberapa kali diperiksa oleh KPK. 

    “Saya datang menghadiri undangan dan tadi pemeriksaannya juga sudah saya jelaskan semua ke penyidik,” ungkapnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (21/4/2025). 

    Satori lalu ditanya apabila ada pertanyaan baru yang ditanyakan penyidik kepadanya, mengingat ini bukan pertama kali dia diperiksa dalam kasus CSR BI. Dia mengaku tak ada hal baru yang ditanyakan kepadanya. 

    “Masih, masih [sama, red] enggak ada. Belum ada,” kata pria yang kini menjabat sebagai anggota DPR 2024-2029. 

    Untuk diketahui, Satori diperiksa oleh penyidik KPK dalam kapasitasnya sebagai anggota DPR Komisi XI atau Komisi Keuangan periode 2019-2024.

    Komisi tersebut merupakan mitra kerja dari sejumlah lembaga seperti BI, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) hingga Kementerian Keuangan (Kemenkeu).

    Kolega Satori, anggota DPR Fraksi Partai Gerindra Heri Gunawan, juga pernah beberapa kali dipanggil dan telah diperiksa KPK juga dalam kasus yang sama.

    Keduanya pada periode lalu menjabat sebagai anggota Komisi XI DPR. 

    Rumah keduanya pernah digeledah oleh KPK pada 2025 ketik kasus tersebut naik penyidikan. 

    Beberapa lokasi lain yang pernah digeledah, yakni kantor Gubernur BI Perry Warjiyo, kantor OJK, dan lain-lain. 

    Adapun, KPK menduga bahwa dana CSR yang disalurkan bank sentral itu diterima oleh penyelenggara negara melalui yayasan.

    KPK menduga terjadi penyimpangan, di mana CSR diberikan ke penyelenggara negara melalui yayasan yang direkomendasikan namun tak sesuai peruntukannya.

    Uang dana CSR, atau Program Sosial Bank Indonesia (PSBI) itu pun diduga sempat berpindah-pindah rekening sebelum terkumpul lagi ke satu rekening yang diduga merupakan representasi penyelenggara negara.

    Bahkan, dana itu sudah ada yang berubah bentuk ke aset seperti bangunan hingga kendaraan.

    Sebagaimana dana CSR, bantuan sosial itu harusnya disalurkan ke dalam bentuk seperti perbaikan rumah tidak layak huni hingga beasiswa.

    “Ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan dan lain-lain. Jadi di situ penyimpangannya tidak sesuai peruntukkannya. Harusnya, dana CSR yang diberikan kepada mereka, dititipkan lah karena mereka merekomendasikan yayasan. Harusnya disalurkan,” terang Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu beberapa waktu lalu.