Tag: Asep Guntur

  • Respons Pertamina Usai KPK Tahan Mantan Anak Buah Karen Agustiawan pada Kasus LNG

    Respons Pertamina Usai KPK Tahan Mantan Anak Buah Karen Agustiawan pada Kasus LNG

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Pertamina (Persero) menanggapi penahanan dua mantan Direktur Gas Pertamina oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau LNG 2013-2020. 

    Dua mantan Direktur Gas Pertamina itu, Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani, adalah bekas anak buah dari Direktur Utama Pertamina 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama sejak Kamis (31/7/2025).

    Melalui keterangan tertulis, perseroan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. 

    “Kami juga menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum dan berharap proses hukum dapat berjalan dengan baik,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, dikutip Jumat (1/8/2025).

    Selain itu, perseroan memastikan operasional perusahaan dan pelayanan energi kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasa.

    Sebelumnya, KPK menahan Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani, Kamis (31/7/2025). Hari sebelumnya menjabat Direktur Gas Pertamina 2012-2014, sedangkan Yenni memegang jabatan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018. 

    Hari ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, sedangkan Yenni di Cabang Gedung Merah Putih. 

    Keduanya diduga berperan dalam pembelian atau impor LNG dari pemasok Corpus Christie Liquefaction (CCL), yang merupakan anak usaha perusahaan energi Amerika Serikat (AS) yang terdaftar di Bursa New York, Cheniere Energy, Inc. 

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu untuk periode 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu tanpa ‘back to back’ kontrak di dalam negeri, atau dengan pihak lain sehingga LNG yang diimpor tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.

    “Jadi membeli impor LNG tapi belum jelas siapa konsumennya. Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, lembaga antirasuah menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu lantaran diduga berimplikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Saat ini, Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Sebelumnya, KPK telah menyeret mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan ke persidangan atas perkara tersebut. Karena akhirnya dijatuhi vonis pidana penjara 9 tahun dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan.

    Namun, Karen tidak dibebani uang pengganti kerugian negara US$113,83 juta. Hakim menyatakan uang pengganti itu dibebankan ke CCL.

    Pada tingkat kasasi, Majelis Hakim justru memperberat hukuman Karen menjadi 13 tahun penjara. 

    “Tolak, Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 TPK [UU Tindak Pidana Korupsi] jo Pasal 55 jo pasal 64, pidana penjara 13 tahun,” demikian dikutip dari situs resmi MA, Sabtu (1/3/2025). 

    Selain pidana badan, Majelis Hakim Kasasi turut memperberat pidana denda yang dijatuhkan ke Direktur Utama Pertamina 2009-2014 itu. Total hukuman denda yang dijatuhkan kepadanya yakni Rp650 juta subsidair 6 bulan kurungan.

  • KPK Tahan 2 Bekas Anak Buah Karen Agustiawan di Kasus LNG Pertamina

    KPK Tahan 2 Bekas Anak Buah Karen Agustiawan di Kasus LNG Pertamina

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan penahanan terhadap dua orang tersangka pada perkara korupsi gas alam cair atau LNG PT Pertamina (Persero) 2013-2020. Dua orang itu adalah mantan anak buah Direktur Utama Pertamina 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. 

    Kedua tersangka yang ditahan hari ini, Kamis (31/7/2025), yaitu Direktur Gas Pertamina 2012-2014, Hari Karyuliarto (HK) dan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018, Yenni Andayani. 

    Kedua tersangka ditahan mulai hari ini, Kamis (31/7/2025), hingga 20 hari pertama sampai dengan 19 Agustus 2025. Hari ditahan di Rutan KPK Cabang Gedung Pusat Edukasi Antikorupsi, sedangkan Yenni di Cabang Gedung Merah Putih. 

    Dua orang tersebut diduga berperan dalam pembelian atau impor LNG dari pemasok Corpus Christie Liquefaction (CCL), yang merupakan anak usaha perusahaan energi Amerika Serikat (AS) yang terdaftar di Bursa New York, Cheniere Energy, Inc. 

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu dimulai dari 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu tanpa ‘back to back’ kontrak di dalam negeri, atau dengan pihak lain sehingga LNG yang diimpor tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.

    “Jadi membeli impor LNG tapi belum jelas siapa konsumennya. Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, lembaga antirasuah menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu lantaran diduga berimplikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Saat ini, Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Sebelumnya, KPK telah menyeret mantan Dirut Pertamina Karen Agustiawan ke persidangan atas perkara tersebut. Karena akhirnya dijatuhi vonis pidana penjara 9 tahun dan denda Rp500 juta subsidair tiga bulan kurungan.

    Namun, Karen tidak dibebani uang pengganti kerugian negara US$113,83 juta. Hakim menyatakan uang pengganti itu dibebankan ke CCL. Pada tingkat kasasi, Majelis Hakim justru memperberat hukuman Karen menjadi 13 tahun penjara. 

    “Tolak, Perbaikan kualifikasi dan pidana, terbukti pasal 3 TPK [UU Tindak Pidana Korupsi] jo Pasal 55 jo pasal 64, pidana penjara 13 tahun,” demikian dikutip dari situs resmi MA, Sabtu (1/3/2025). 

    Selain pidana badan, Majelis Hakim Kasasi turut memperberat pidana denda yang dijatuhkan ke Direktur Utama Pertamina 2009-2014 itu. Total hukuman denda yang dijatuhkan kepadanya yakni Rp650 juta subsidair 6 bulan kurungan. 

  • KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        31 Juli 2025

    KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud Nasional 31 Juli 2025

    KPK Buka Peluang Mintai Keterangan Nadiem Makarim di Kasus Google Cloud
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Usai memintai keterangan mantan staf khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
    Mendikbudristek
    ), Fiona Handayani, Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) membuka peluang untuk memanggil mantan
    Nadiem Makarim
    .
    Diketahui, Fiona adalah mantan staf khusus (stafsus) Nadiem saat menjabat sebagai Mendikbudristek.
    “Semua terbuka kemungkinan,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo saat ditanya soal kemungkinan Nadiem diperiksa, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (30/7/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Menurut Budi, KPK membuka peluang untuk melakukan pemanggilan terhadap pihak-pihak terkait yang diduga mengetahui konstruksi perkara, terutama dalam penyelidikan dugaan korupsi dalam pengadaan
    Google Cloud
    di Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (
    Kemendikbudristek
    ).
    Sebagaimana diberitakan, KPK memintai keterangan Fiona terkait penyelidikan kasus dugaan korupsi pengadaan Google Cloud pada Rabu, 30 Juli 2025.
    Namun, Fiona yang terlihat mengenakan kemeja batik dan celana kain hitam serta membawa tas ransel berwarna coklat itu bungkam saat ditanya soal pemeriksaannya.
    Dengan dibantu dua orang petugas KPK, Fiona yang nampak melempar senyuman memilih terus berjalan meninggalkan Gedung Merah Putih menuju taksi.
    Diketahui, KPK tengah menyelidiki dugaan korupsi pengadaan Google Cloud dan di Kemendikbudristek yang terjadi saat pandemi Covid-19.
    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, pengadaan Google Cloud dilakukan untuk menyimpan data dari seluruh sekolah di Indonesia yang menyelenggarakan kegiatan belajar secara daring.
    “Waktu itu kita ingat zaman Covid-19, ya pembelajaran dengan menggunakan pembelajaran daring. Tugas-tugas anak-anak kita yang sedang belajar dan lain-lain, kemudian hasil ujian, itu datanya disimpan dalam bentuk cloud. Google Cloud-nya,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta pada 24 Juli 2025.
    Asep mengatakan, penyimpanan data tersebut sangat besar sehingga harus dilakukan pembayaran terhadap Google Cloud.
    Menurut Asep, proses pembayaran tersebut yang tengah diselidiki oleh KPK.
    “Di Google Cloud itu kita kan bayar, nah ini yang sedang kita dalami,” ujar Asep.
    Asep juga mengatakan, kasus pengadaan Google Cloud di Kemendikbudristek tersebut berbeda dengan kasus pengadaan Laptop Chromebook yang tengah ditangani Kejaksaan Agung (Kejagung).
    “Berbeda. Kenapa? Kalau Chromebook adalah pengadaan perangkat kerasnya, hardware-nya. Kalau Google Cloud itu adalah salah satu
    software
    -nya,” katanya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Cecar Eks Stafsus Nadiem Makarim Terkait Penyelidikan Kasus Google Cloud

    KPK Cecar Eks Stafsus Nadiem Makarim Terkait Penyelidikan Kasus Google Cloud

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) meminta keterangan mantan Staf Khusus Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Pendidikan Tinggi (Mendikbudristek) Nadiem Makarim, Fiona Handayani terkait dengan penyelidikan dugaan korupsi pengadaan Google Cloud. 

    Fiona dipanggil untuk dimintai keterangan atas proyek pengadaan di lingkungan Kemendikburistek itu, Rabu (30/7/2025). 

    “Benar ada pemeriksaan tersebut,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Rabu (30/7/2025). 

    Meski demikian, Budi enggan memerinci lebih lanjut ihwal permintaan keterangan kepada mantan anak buah Nadiem itu. Dia menyebut perkara itu masih di dalam tahap penyelidikan, di mana penegak hukum masih dalam tahap mencari peristiwa pidana. 

    “Namun, karena masih tahap penyelidikan tentu belum bisa kami sampaikan secara rinci,” jelas Budi.

    Pada perkembangan lain, Fiona sebelumnya telah diperiksa sebagai saksi pada penyidikan dugaan korupsi pengadaan Chromebook di lingkungan Kemendibukbudristek 2019-2022. Pengadaan itu berkaitan dengan program digitalisasi pendidikan, yang saat ini diusut oleh Kejaksaan Agung (Kejagung). 

    Bedanya, perkara pengadaan Chromebook di Kejagung sudah naik ke tahap penyidikan. Korps Adhyaksa juga telah menetapkan empat orang tersangka. 

    Sementara itu, pada penyelidikan kasus Google Cloud, KPK masih berupaya mencari peristiwa pidana dan meminta keterangan maupun klarifikasi dari berbagai pihak. 

    Pelaksana Tugas (Plt.) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengonfirmasi bahwa tim penyelidiknya tengah mencari peristiwa pidana pada pengadaan layanan komputasi awan di kementerian tersebut. 

    “Ini masih penyelidikan jadi saya belum bisa menyampaikan secara gamblang,” ujarnya pada konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (17/7/2025). 

    Asep menyebut penyelidikan terhadap pengadaan Google Cloud itu berbeda dengan yang ditangani oleh Kejagung. 

    “Chromebook-nya udah pisah ada Google Cloud dan lain-lain bagian dari itu,” tuturnya.

  • KPK Dalami Dugaan Perintah dari Atasan Terkait Suap PUPR, Bobby Nasution Disorot

    KPK Dalami Dugaan Perintah dari Atasan Terkait Suap PUPR, Bobby Nasution Disorot

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kembali mengungkap perkembangan mengejutkan dalam penyelidikan kasus dugaan suap yang menjerat mantan Kepala Dinas PUPR Sumatera Utara, Topan Obaja Ginting.

    Dalam pernyataan terbarunya, KPK secara terang-terangan menyebut adanya indikasi bahwa Topan tidak bertindak sendiri, dan ada pihak lain yang memberikan perintah kepadanya untuk menerima suap.

    Pernyataan tersebut disampaikan oleh Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam ekspos perkara pada Jumat, 25 Juli 2025.

    “Kami menduga Topan tidak sendirian. Kami sedang mendalami dengan siapa dia berkoordinasi atau siapa yang memberi perintah kepada dia,” kata Asep.

    Pernyataan ini langsung memicu spekulasi luas di publik, khususnya karena Topan diketahui merupakan orang dekat Gubernur Sumatera Utara Bobby Nasution, yang tak lain adalah menantu Presiden ke-7 RI, Joko Widodo.

    Hubungan dekat antara keduanya sudah terjalin sejak masa Bobby menjabat Wali Kota Medan, di mana Topan menempati posisi strategis sebagai camat, lalu menjabat Kepala Dinas PU Kota Medan, hingga akhirnya dibawa ke level provinsi ketika Bobby dilantik sebagai gubernur.

    Topan Ditangkap Tangan, Uang Suap Diduga Mengalir ke Pejabat Lain

    Topan ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) KPK pada akhir Juni 2025, dan diduga menerima suap sebesar Rp8 miliar terkait proyek infrastruktur jalan.

    Dari jumlah tersebut, KPK mengidentifikasi aliran dana dalam bentuk tunai dan transfer, dengan sisa uang sekitar Rp231 juta yang masih ditelusuri.

    KPK menyatakan bahwa pihaknya sedang menelusuri aliran dana, termasuk kemungkinan uang tersebut mengalir ke atasan Topan.

    Dalam pemeriksaan lanjutan, sejumlah nama telah dipanggil sebagai saksi, antara lain:

    AKBP Yasir Ahmadi, Kapolres Tapanuli Selatan, untuk mendalami informasi soal aliran dana.

    Muhammad Iqbal, Kepala Kejari Mandailing Natal.

    Muhammad Jafar Suhairi, mantan Bupati Mandailing Natal.

    Ahmad Effendi Pohan, mantan Pj Sekda Sumut.

    Istri Topan Obaja Ginting, terkait dugaan aliran dana sebesar Rp2,8 miliar.

    Namun, nama Gubernur Bobby Nasution belum muncul secara resmi dalam daftar pemeriksaan, meskipun Asep Guntur sebelumnya menyatakan bahwa KPK tidak akan ragu memanggil siapapun jika ditemukan indikasi keterlibatan, termasuk gubernur.

    Dalam konteks politik, kasus ini berkembang menjadi ujian besar bagi independensi KPK.

    Pasalnya, Bobby Nasution merupakan bagian dari lingkaran keluarga Presiden Joko Widodo, yang dinilai masih memiliki pengaruh kuat di berbagai lembaga penegak hukum, meskipun masa jabatannya sebagai presiden telah berakhir.

    Pakar hukum dan pengamat antikorupsi menilai, jika benar ada keterlibatan Bobby Nasution atau pihak di lingkarannya, maka KPK perlu membuktikan bahwa mereka tidak berada di bawah bayang-bayang kekuasaan.

    Banyak pihak menyoroti kasus ini sebagai “ujian kesaktian KPK dan uji pengaruh Jokowi pasca-kepresidenan.”

    Sementara itu, Bobby Nasution sendiri telah menanggapi dengan menyatakan siap bekerja sama dengan penyidik jika diperlukan, dan menegaskan bahwa dirinya tidak pernah memerintahkan bawahan untuk menerima suap.

    Ia juga mengaku terkejut karena dalam empat bulan awal pemerintahannya sebagai Gubernur Sumut, sudah tiga pejabat di bawahnya ditangkap KPK.

    Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo, mengonfirmasi bahwa penyidik masih mendalami siapa pihak yang diduga memberikan perintah kepada Topan Obaja Ginting.

    Ia menyebut bahwa proses penyidikan masih berjalan dan belum ada batas waktu yang ditentukan.

    Pemeriksaan terhadap saksi-saksi juga terus dilakukan untuk mengumpulkan bukti tambahan.

    “Proses pendalaman terus berjalan. Penyidik bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana, dan kami tidak akan mengesampingkan siapapun jika ditemukan cukup bukti,” ujarnya.

    Kasus ini membuka babak baru dalam dinamika pemberantasan korupsi di daerah dan menjadi sorotan publik nasional.

    Jika benar terdapat keterlibatan tokoh-tokoh besar, termasuk Gubernur Bobby Nasution, maka KPK dituntut untuk bertindak berani, transparan, dan objektif, tanpa terpengaruh oleh tekanan politik maupun dinasti kekuasaan.

    Publik kini menanti langkah tegas selanjutnya dari KPK: apakah benar akan memanggil atau bahkan menetapkan Bobby Nasution sebagai tersangka, ataukah kasus ini akan kembali tenggelam seperti kasus-kasus politik besar lainnya.

  • KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 Juli 2025

    KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB Nasional 28 Juli 2025

    KPK Sebut Ridwan Kamil Bakal Secepatnya Dipanggil Terkait Kasus Bank BJB
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menyebut, bakal secepatnya memanggil mantan Gubernur Jawa Barat,
    Ridwan Kamil
    , untuk diperiksa dalam kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023.
    “Secepatnya ya,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (28/7/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Kemudian, Budi mengungkapkan, KPK masih terus melakukan pemeriksaan agar konstruksi perkara proyek pengadaan iklan di Bank BJB itu semakin terang.
    “Beberapa pihak sudah dilakukan pemanggilan, dimintai keterangan, dan tentu untuk melengkapi kebutuhan penyidik ya, yakni informasi dan keterangan yang dibutuhkan. Dengan demikian, konstruksi perkara ini menjadi terang,” katanya.
    Diketahui, KPK tidak kunjung memeriksa Ridwan Kamil. Padahal, lembaga antikorupsi itu sudah menyita sejumlah barang saat menggeledah rumah pria yang karib disapa Kang Emil itu pada 10 Maret 2025.
    Namun, Direktur Penyidikan KPK Asep Guntur Rahayu sebelumnya menyebut bahwa Ridwan Kamil bakal diperiksa dalam waktu dekat.
    “Insya Allah dalam waktu dekat,” kata Asep Guntur pada 23 April 2025, dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, Asep menjelaskan bahwa pemeriksaan Ridwan Kamil membutuhkan waktu karena penyidik masih menggali informasi untuk nanti ditanyakan kepada politikus Partai Golkar tersebut.
    Pasalnya, KPK menyita sejumlah barang dari Ridwan Kamil. Salah satunya adalah motor Royal Enfield.
    Diketahui, rumah Ridwan Kamil di Bandung, Jawa Barat, digeledah KPK terkait kasus dugaan korupsi di Bank BJB pada Senin, 10 Maret 2025.
    Dari upaya penggeledahan tersebut, KPK menyita motor bermerek Royal Enfield.
    Kemudian, pada 24 April 2025, motor tersebut telah dipindahkan ke Rumah Penyimpanan Benda Sitaan Negara (Rupbasan) KPK di Jakarta.
    Motor itu kemudian diperlihatkan kepada para jurnalis di Rupbasan KPK, Jakarta, pada 25 April 2025.
    Selain itu, KPK diketahui juga menyita mobil Mercedes Benz yang dari Ridwan Kamil.
    Saat itu, mobil mewah tersebut dititipkan KPK di bengkel di Jawa Barat. Tetapi, mobil itu diklaim tidak mengalami kerusakan.
    Sementara itu, dalam perkara ini, KPK telah menetapkan lima orang tersangka, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Corsec Bank BJB Widi Hartoto (WH).
    Kemudian, pengendali agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Ikin Asikin Dulmanan (IAD); pengendali agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (S); dan pengendali Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
    Kelimanya disangkakan dengan Pasal 2 ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP
    Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara akibat dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp 222 miliar.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Bantuan Kuota Internet untuk Pembelajaran Daring ‘Dicuri’ saat COVID-19, Tepat Era Nadiem

    Bantuan Kuota Internet untuk Pembelajaran Daring ‘Dicuri’ saat COVID-19, Tepat Era Nadiem

    Di masa pademi COVID-19, Kemendikbudristek memberikan bantuan kuota internet untuk membantu pembelajaran jarak jauh secara daring. Bantuan tahap satu disalurkan pada 22-24 September 2020, tepat era mantan Mendikbusristek Nadiem Anwar Makarim (NAM).

    Peserta didik jenjang PAUD mendapatkan 20 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 15 GB. Peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 35 GB per bulan dengan rincian 5 GB untuk kuota umum dan kuota belajar 30 GB.

    Bantuan paket kuota internet untuk pendidik pada PAUD dan jenjang pendidikan dasar dan menengah mendapatkan 42 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 37 GB kuota belajar. Paket kuota internet untuk mahasiswa dan dosen mendapatkan 50 GB per bulan dengan rincian 5 GB kuota umum dan 45 GB kuota belajar.

    Namun Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) dalam laporan auditnya pada 2021 menemukan adanya ketidakefisienan dan pengendalian yang kurang memadai dalam program penyaluran bantuan kuota internet di Kemendikbudristek itu.

     

    Berdasarkan temuan tersebut, program ini dianggap belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan menyebabkan pemborosan uang negara sebesar lebih dari Rp1,5 triliun.

    Menurut Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK, pemborosan ini diakibatkan oleh perencanaan yang tidak didasari oleh analisis kebutuhan dan kajian yang memadai terhadap kebutuhan pembelajaran selama pandemi Covid-19. 

    Proses verifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan antara sistem Dapodik dan PDDikti dinilai kurang cermat, sementara evaluasi manfaat program ini untuk pembelajaran juga belum dilaksanakan secara komprehensif.

    Pelaksanaan bantuan kuota data internet ini diatur dalam Peraturan Sekretaris Jenderal Kemendikbud Nomor 4 Tahun 2021 dan Nomor 23 Tahun 2021, di mana bantuan kuota internet diberikan selama tujuh bulan, yaitu dari Maret hingga Mei, serta September hingga Desember 2021, dalam beberapa tahap penyaluran. 

    Program ini melibatkan lima operator seluler, yakni PT Telkomsel Tbk., PT XL Axiata Tbk., PT Indosat Tbk., PT Hutchison 3 Indonesia, dan PT Smartfren Telecom Tbk.

    BPK mencatat bahwa sebanyak 31.100.463 nomor ponsel milik peserta didik dan pendidik tidak lolos verifikasi untuk menerima bantuan, sedangkan 1.430.731 nomor ponsel gagal diinjeksi bantuan kuota data internet. 

    Selain itu, skema pemberian kuota internet belum sepenuhnya mendukung kegiatan Pembelajaran Jarak Jauh (PJJ).

    Dalam auditnya, BPK juga menemukan adanya ketidaktepatan dalam verifikasi jumlah penerima dan mekanisme pembayaran bantuan. Sebanyak 101.724 peserta didik atau pendidik teridentifikasi sebagai penerima ganda, dengan total bantuan sebesar lebih dari Rp7,7 miliar. 

    Ada pula 83.714 nomor ponsel yang tercatat menggunakan kuota lebih dari tiga kali, dengan nilai mencapai sekitar Rp996 juta. Tak hanya itu, terdapat kuota data sebesar 675.590.548 GB senilai Rp1,5 triliun yang tidak terpakai dan hangus karena masa berlaku habis.

    BPK menyatakan bahwa permasalahan tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Pemerintah Nomor 17 Tahun 2010 yang telah diubah menjadi PP Nomor 66 Tahun 2010 mengenai pengelolaan anggaran pendidikan. Pasal 6 ayat (4) menyebutkan bahwa anggaran pendidikan seharusnya dialokasikan secara efektif, efisien, dan akuntabel. 

    Program ini juga bertentangan dengan peraturan teknis penyaluran bantuan yang diatur dalam Peraturan Sesjen Kemendikbud Nomor 23 Tahun 2021.

    Atas temuan tersebut Komunitas Pemberantas Korupsi (KPK) pada Jumat (8/11/2024) lalu melaporkan dugaan kerugian keuangan negara atas bantuan kouta internet Kemendikbudristek tahun anggaran 2021 sebesar Rp1,5 triliun itu kepada KPK.

    Penyaluran bantuan kuota internet oleh Kemendikbudristek belum sepenuhnya memenuhi tujuan utamanya, dan menyebabkan pemborosan uang negara.

    Pemborosan ini diduga diakibatkan perencanaan yang tidak didasari analisis kebutuhan dan kajian yang memadai terhadap kebutuhan pembelajaran selama pandemi Covid-19. 

    Proses verifikasi dan sinkronisasi data penerima bantuan antara sistem Dapodik dan PDDikti kurang cermat, sementara evaluasi manfaat program ini untuk pembelajaran juga belum dilaksanakan secara komprehensif. 

    Kini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengaku sedang melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam pengadaan kuota internet gratis di Kemendikbudristek itu.

    “Betul,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat dikonfirmasi Monitorindonesia.com, Sabtu (26/72025).

    Asep menambahkan bahwa pihaknya tengah mengkaji keseluruhan rantai pengadaan, dari perangkat keras hingga penyedia layanan penyimpanan data digital. “Ada perangkat kerasnya (laptop Chromebook), ada tempat penyimpanan datanya (Google Cloud), ada paket datanya (kuota internet gratis) untuk menghidupkan itu (laptop Chromebook). Iya betul,” jelasnya.

    Di lain sisi, menurut Asep Guntur Rahayu, untuk membongkar kasus besar ini diperlukan kolaborasi antar lembaga penegak hukum lainnya. “Kenapa? Karena tadi sudah saya sampaikan bahwa tindak-tindak korupsi ini spektrumnya ya meluas dan mendalam. Jadi kalau itu ditangani sama siapapun, kita tentu akan support,” beber Asep.

    Asep menegaskan bahwa tidak ada persaingan antarlembaga. Sebaliknya, sinergi diperlukan karena banyaknya perkara yang harus ditangani. “Jadi kita harus bersama-sama. Kita keroyok,” tegasnya.

    KPK melihat adanya keterkaitan antara berbagai proyek digitalisasi sebagai satu ekosistem yang rentan korupsi.  Proyek-proyek lain yang berpotensi diusut termasuk Platform Merdeka Mengajar (PMM), platform lainnya, hingga program bantuan kuota internet gratis.

    “Betul kan ini ada bagian-bagiannya nih. Ada perangkat kerasnya [Chromebook]. Ada tempat penyimpanan datanya [Google Cloud]. Ada paket datanya untuk menghidupkan itu,” kata Asep yang menggambarkan keterkaitan antarproyek tersebut.

    Selain kerugian finansial negara, KPK juga mendalami potensi adanya kebocoran data pribadi dari sistem penyimpanan tersebut. Untuk membongkar skandal ini hingga ke akarnya, KPK mengajak masyarakat untuk turut berpartisipasi aktif dengan memberikan informasi dan data yang relevan. “Karena tanpa masyarakat, tanpa institusi yang lain susah. Misalkan KPK sendiri, tidak bakal mampu,” demikian Asep.

  • 8
                    
                        Teka-teki Sosok di Belakang Topan Ginting yang Beri Perintah Terima Suap
                        Nasional

    8 Teka-teki Sosok di Belakang Topan Ginting yang Beri Perintah Terima Suap Nasional

    Teka-teki Sosok di Belakang Topan Ginting yang Beri Perintah Terima Suap
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (
    KPK
    ) menelusuri sosok di balik
    Topan Obaja Putra Ginting
    (TOP), Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi
    Sumatera Utara
    nonaktif, dalam kasus dugaan suap terkait proyek pembangunan jalan.
    KPK menduga Topan menerima suap dalam proyek pembangunan jalan tersebut atas perintah pihak lain.
    “Kami juga menduga-duga bahwa TOP ini bukan hanya sendirian. Oleh sebab itu, kami akan lihat ke mana yang bersangkutan berkoordinasi dengan siapa, atau mendapat perintah dari siapa,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam keterangannya di Jakarta, Jumat (25/7/2025).
    Lantas, siapa sosok tersebut?
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyidik masih melakukan pendalaman untuk menelusuri siapa pihak yang diduga memberikan perintah tersebut.
    “Terkait hal tersebut masih didalami penyidik,” kata Budi kepada Kompas.com, Minggu (27/7/2025).
    Budi menyebutkan, proses penyidikan perkara terkait kasus ini masih terus berjalan.
    Dia juga mengatakan, pemeriksaan terhadap para saksi masih dilakukan untuk menguatkan petunjuk dan keterangan yang dibutuhkan.
    Namun, dia tak menyebutkan lama proses pendalaman berlangsung.
    “Penyidikan perkara masih berjalan, pemeriksaan para saksi masih terus berlangsung, dengan pendalaman-pendalaman keterangan yang dibutuhkan penyidik untuk mengungkap dan membuat terang perkara ini,” ujar Budi.
    Berdasarkan catatan Kompas.com, hingga kini, KPK telah memeriksa sejumlah saksi dalam kasus proyek jalan di Sumut ini.
    Mereka yang telah diperiksa di antaranya, sebagai berikut:
    KPK mengungkap, penyidik mendalami keterangan Yasir Ahmadi terkait adanya aliran uang dalam proyek jalan tersebut.
    “Tentu bagaimana proses pengadaannya, kemudian aliran uangnya ke pihak mana saja, itu semua ditelusuri oleh penyidik sehingga dalam perkembangannya tidak hanya terkait dengan proyek-proyek di Balai Besar PJN 1 Wilayah Sumut dan juga di PUPR Provinsi Sumatera Utara,” ujar Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (23/7/2025).
    KPK juga menemukan petunjuk terkait proyek yang dikerjakan oleh salah satu tersangka dalam kasus proyek jalan tersebut, yaitu Akhirun Efendi (KIR).
    KPK juga menjadwalkan pemeriksaan Kajari Mandailing Natal, Muhammad Iqbal pada 18 Juli 2025 lalu.
    Namun, pemeriksaan belum bisa dilakukan karena membutuhkan koordinasi dengan Kejaksaan Agung.
    KPK juga telah memanggil eks Bupati Mandailing Natal periode 2021-2024, Muhammad Jafar Sukhairi pada 16 Juli 2025.
    Namun, KPK belum menyampaikan hasil pemeriksaannya.
    KPK telah memeriksa eks Penjabat (PJ) Sekretaris Daerah Sumatera Utara (Sumut) M.
    Ahmad Effendy Pohan pada Selasa (22/7/2025).
    Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami proses pergeseran anggaran dalam proyek pembangunan jalan di Sumut.
    Selain itu, penyidik juga belum memastikan apakah Gubernur Sumut Bobby Nasution mengetahui adanya pergeseran anggaran tersebut.
    “Kami belum bisa sampaikan secara detail materi penyidikan ini namun, secara umum yang didalami terhadap saksi yang hari ini dipanggil adalah terkait dengan pergeseran anggaran tersebut,” ujar Budi.
    KPK juga telah memeriksa istri Topan Ginting, Isabella Pencawan pada 21 Juli 2025.
    Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih, Jakarta.
    Dalam pemeriksaan tersebut, penyidik mendalami keterangan Isabella terkait dengan temuan uang Rp 2,8 miliar dari penggeledahan di rumahnya pada Rabu (2/7/2025).
    Dalam perkara ini, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan lima orang tersangka dalam kasus dugaan korupsi proyek pembangunan jalan di Sumatera Utara (Sumut) pada 28 Juni 2025.
    Mereka adalah Kepala Dinas PUPR Provinsi Sumatera Utara, Topan Obaja Putra Ginting (TOP); Kepala UPTD Gunung Tua Dinas PUPR Sumut yang juga merangkap sebagai Pejabat Pembuat Komitmen, Rasuli Efendi Siregar (RES); Pejabat Pembuat Komitmen di Satuan Kerja PJN Wilayah I Sumatera Utara, Heliyanto (HEL); Direktur Utama PT DNG, M. Akhirun Efendi Siregar (KIR); serta Direktur PT RN, M. Rayhan Dulasmi Pilang (RAY).
    Penindakan ini menyeret pejabat Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang (PUPR) Provinsi Sumut dan Satuan Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (Satker PJN) Wilayah I Sumut.
    KPK sebelumnya menggelar dua operasi tangkap tangan (OTT) terkait proyek jalan di Sumatera Utara.
    Dari hasil penelusuran, total nilai proyek yang diduga bermasalah mencapai Rp 231,8 miliar.
    Dugaan korupsi bermula saat Direktur Utama PT DNG, Akhirun Efendi Siregar (KIR) bersama Kepala Dinas PUPR Sumut, Topan Ginting (TOP), dan Kepala UPTD Gunung Tua merangkap Pejabat Pembuat Komitmen (PPK), Rasuli Efendi Siregar (RES), meninjau lokasi proyek secara langsung di Sipiongot pada April 2025.
    Dalam pertemuan itu, Topan (TOP) memerintahkan agar proyek senilai Rp 157,8 miliar diberikan langsung kepada Akhirun Efendi (KIR) tanpa lelang resmi.
    Selanjutnya, Akhirun Efendi (KIR) dan timnya melakukan pengaturan agar PT DNG menang dalam sistem e-katalog.
    Prosesnya diduga diatur bersama Rasuli Efendi Siregar (RES) dan staf UPTD.
    Untuk menutupi jejak, mereka bahkan menyarankan agar proyek lain ditayangkan terpisah agar tidak menimbulkan kecurigaan.
    Sebagai imbalan atas pengaturan itu, Rasuli Efendi Siregar (RES) diduga menerima uang dari Akhirun Efendi (KIR) dan Rayhan Dulasmi (RAY), anak KIR yang menjabat Direktur PT RN, melalui transfer rekening.
    KPK juga menduga Topan Ginting (TOP) menerima aliran dana serupa lewat perantara.
    Dalam konstruksi kedua, KPK menyebut bahwa Heliyanto (HEL), PPK Satker PJN Wilayah I Sumut, juga diduga menerima uang sebesar Rp 120 juta dari Akhirun Efendi (KIR) dan Rayhan Dulasmi (RAY) sepanjang Maret 2024 hingga Juni 2025.
    Dana itu diberikan sebagai bentuk imbalan atas pengaturan proyek dalam sistem e-katalog agar PT DNG dan PT RN milik keluarga Akhirun Efendi (KIR) ditetapkan sebagai pemenang.
    Proyek-proyek yang dimenangkan di antaranya juga mencakup jalan-jalan strategis dengan nilai ratusan miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    Era Yaqut, Persentase Kuota Haji Khusus dan Reguler Sengaja Diubah

    GELORA.CO –  Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menyatakan bahwa persentase kuota haji khusus dan juga reguler era mantan Menteri Agama (Menag) Yaqut Cholil Quomas sengaja diubah untuk menguntungkan pihak tertentu. 

    Hal itu terungkap dalam penyelidikan dugaan korupsi kuota haji di Kemenag. Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan aturan resmi menetapkan 8% untuk haji khusus dan 92% untuk reguler. Namun pelaku mengubah proporsi menjadi 50% untuk masing-masing kuota.

    Penyimpangan itu terjadi setelah Pemerintah Arab Saudi memberikan tambahan 20 ribu kuota haji bagi Indonesia yang sebenarnya ditujukan untuk mempercepat antrean haji reguler menjadi 20 hingga 21 tahun.

    Korupsi tersebut dinilai merugikan jemaah reguler dan menguntungkan haji khusus. KPK telah menerima lima laporan dugaan korupsi kuota haji. Salah satu laporan menyasarkan bekas Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    “Untuk kuotanya itu 8 sama 92 kalau tidak salah. Jadi 8 persen untuk haji khusus itu ya 92 persen untuk reguler. Tapi kemudian ternyata dibagi dua 50-50 seperti itu yang seharusnya kan pembagiannya itu dan seharusnya juga kalau itu kan kuota memang kuota yang reguler,” kata Asep Guntur dikutip Minggu (27/7/2025).

    Pada 20 Juni 2025, KPK mengonfirmasi telah mengundang dan memanggil sejumlah pihak untuk dimintai keterangan dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus.

    KPK sempat memanggil sejumlah pihak, seperti Ustaz Khalid Basalamah hingga Kepala Badan Pelaksana Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH), Fadlul Imansyah.

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pemeriksaan terhadap Khalid Basalamah baru pada tahap penyelidikan. “Benar, yang bersangkutan diperiksa, serta dimintai keterangannya terkait dengan perkara haji,” ujar Budi di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (23/6/2025).

    Budi mengatakan bahwa Khalid Basalamah kooperatif saat diperiksa penyelidik KPK terkait kasus dugaan korupsi haji khusus tersebut. “Dia menyampaikan informasi dan pengetahuannya sehingga sangat membantu penyelidik,” kata Budi.

    Budi menjelaskan bahwa Khalid Basalamah didalami pengetahuannya terkait pengelolaan ibadah haji. Dia meminta semua pihak untuk dapat memenuhi panggilan penyelidik KPK pada tahap penyelidikan kasus dugaan korupsi kuota haji khusus tersebut, seperti yang dilakukan Khalid Basalamah.

    “Supaya penanganan perkara terkait dengan haji ini dapat secara efektif dan bisa segera terang begitu penanganan perkaranya,” kata budi.

    Berdasarkan informasi yang dihimpun Monitorindonesia.com, Khalid Basalamah disebut memiliki agensi umrah dan haji bernama Uhud Tour.

    Pada kesempatan berbeda, Ketua KPK Setyo Budiyanto mengatakan bahwa kasus dugaan korupsi terkait kuota haji khusus tidak hanya terjadi pada tahun 2024, tetapi juga tahun-tahun sebelumnya.

    Untuk tahun 2024, Pansus Angket Haji DPR RI mengklaim menemukan sejumlah kejanggalan yang terjadi dalam penyelenggaraan ibadah haji pada tahun 2024. Titik poin utama yang disorot pansus adalah perihal pembagian kuota 50:50 pada alokasi 20.000 kuota tambahan yang diberikan Arab Saudi.

    Saat itu, Kementerian Agama membagi kuota tambahan 10.000 untuk haji reguler dan 10.000 untuk haji khusus.

  • Motor Sitaan Atas Nama Ajudan, KPK: Ridwan Kamil Bukan Samarkan Kepemilikan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        27 Juli 2025

    Motor Sitaan Atas Nama Ajudan, KPK: Ridwan Kamil Bukan Samarkan Kepemilikan Nasional 27 Juli 2025

    Motor Sitaan Atas Nama Ajudan, KPK: Ridwan Kamil Bukan Samarkan Kepemilikan
    Editor
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa mantan Gubernur Jawa Barat
    Ridwan Kamil
    (RK) bukan menyamarkan kepemilikan kendaraan berupa sepeda motor. 
    KPK pun masih menyusuri faktanya sebelum membuat kesimpulan itu. 
    “Jadi kami sedang susuri ini sebetulnya. Jadi bukan Pak RK menyamarkan kepemilikan motornya, bukan. Sedang kami susuri,” kata Asep saat dikonfirmasi di Jakarta, Minggu (27/7/2025).
    Asep menerangkan sepeda motor yang disita penyidik Komisi Antirasuah dari Ridwan Kamil diketahui bukan atas nama RK. Nama yang tertera dalam dokumen kepemilikan kendaraan tersebut adalah ajudan Ridwan Kamil.
    “Saya jelaskan bahwa barang-barang yang disita khususnya motor itu, itu dari kepemilikannya, bukti kepemilikan dalam hal ini dari STNK-nya, surat-suratnya BPKB Itu bukan atas nama beliau. Itu atas nama orang lain, dalam hal ini ajudannya,” ujarnya.
    Lebih lanjut, Asep menjelaskan bahwa RK akan diperiksa KPK terkait penyitaan sepeda motor tersebut lantaran kendaraan itu disita dari rumahnya.
    “Kalau penyidik menyita itu dari mana barang itu berada, dari siapa barang itu berada, seperti itu. Jadi penjelasannya sampai saat ini kami sedang mendalaminya,” kata Asep.
    Sebelumnya, KPK pada 10 Maret 2025 menggeledah rumah Ridwan Kamil terkait penyidikan kasus dugaan korupsi dalam proyek pengadaan iklan pada Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten (BJB) periode 2021–2023, dan menyita sejumlah kendaraan dari penggeledahan tersebut.
    Sejak saat itu hingga Minggu (27/7), tercatat sudah 139 hari Ridwan Kamil belum dipanggil KPK sebagai saksi kasus tersebut.
    Sementara itu, penyidik KPK telah menetapkan lima orang tersangka kasus tersebut yang pada tahun perkara menjabat sebagai berikut, yakni Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi (YR) dan pejabat pembuat komitmen (PPK) sekaligus Kepala Divisi Sekretaris Perusahaan Bank BJB Widi Hartoto (WH).
    Selain itu, Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri, Ikin Asikin Dulmanan (IAD), Pengendali Agensi BSC Advertising dan Wahana Semesta Bandung Ekspress Suhendrik (SUH), dan Pengendali Agensi Cipta Karya Sukses Bersama Sophan Jaya Kusuma (SJK).
    Penyidik KPK memperkirakan kerugian negara dalam kasus dugaan korupsi di Bank BJB tersebut sekitar Rp222 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.