Tag: Asep Guntur

  • Dugaan Korupsi CSR BI, Dua Anggota DPR RI Tersangka

    Dugaan Korupsi CSR BI, Dua Anggota DPR RI Tersangka

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Kasus dugaan korupsi penyaluran dana Corporate Social Responsibility (CSR) BI tampaknya memasuki babak baru. Dua anggota DPR RI disebut-sebut jadi tersangka.

    Kepastian adanya tersangka dari anggota DPR RI itu disampaikan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Kendati memastikan sudah ada tersangka, namun KPK belum mau membeberkan siapa legislator dimaksud yang telah dijadikan tersangka.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu menjelaskan bahwa penetapan tersangka tersebut berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Nomor 52 dan 53.

    “CSR BI, apakah Sprindik untuk dua tersangka ini sudah ada? Jawabannya sudah,” kata Asep Guntur Rahayu, Rabu (6/8).

    Terkait identitas atau info lebih detail mengenai tersangka CSR BI ini, Asep menegaskan bahwa pihak Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo akan menyambaikan secara lebih detail. Dia hanya memastikan bahwa ada dua tersangka yang telah ditetapkan dari wakil rakyat tersebut.

    Lebih jauh dijelaskan, KPK masih terus melakukan pendalaman untuk memastikan keterlibatan pihak lain dalam kasus dugaan korupsi tersebut. Pendalaman dilakukan baik dari pihak BI maupun dari anggota DPR RI sendiri.

    Dalam kasus ini, KPK diketahui telah memeriksa sejumlah saksi. Salah satunya perwakilan yayasan yang diduga menjadi penerima dana CSR. (fajar)

  • KPK Tetapkan 2 Anggota DPR Jadi Tersangka Korupsi Dana CSR BI
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        6 Agustus 2025

    KPK Tetapkan 2 Anggota DPR Jadi Tersangka Korupsi Dana CSR BI Nasional 6 Agustus 2025

    KPK Tetapkan 2 Anggota DPR Jadi Tersangka Korupsi Dana CSR BI
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua anggota DPR sebagai tersangka kasus korupsi dana Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia (BI).
    “Ini yang jelas sudah ada dua tersangka,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih, Jakarta, Rabu (5/8/2025).
    Meski demikian, Asep belum mengungkapkan identitas para tersangka.
    Dia hanya mengatakan bahwa tersangka tersebut berasal dari kalangan legislatif.
    “Ya (tersangka dari legislatif),” ujarnya.
    Adapun KPK terus mengusut kasus korupsi dana CSR BI yang disalurkan ke yayasan berdasarkan rekomendasi Komisi XI DPR.
    Pengusutannya menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum yang ditandatangani pada minggu ketiga Desember 2024.
    Asep mengatakan penyaluran dana CSR BI ke yayasan yang direkomendasikan Anggota Komisi XI DPR tidak sesuai dengan peruntukkannya.
    “Kami dapat informasi, juga kami dapat dari data-data yang ada, CSR yang diberikan kepada para penyelenggara negara ini melalui yayasan yang disampaikan, direkomendasikan kepada mereka, tapi tidak sesuai peruntukkannya,” kata Asep di Gedung Merah Putih, Jakarta, dikutip Rabu (22/1/2025) lalu.

    Asep mengatakan, dana CSR yang dikirim BI ke rekening yayasan diduga diolah dengan beberapa cara, seperti memindahkan ke beberapa rekening lain dan diubah menjadi aset.
    “Ada yang kemudian pindah dulu ke beberapa rekening lain. Dari situ nyebar, tapi terkumpul lagi di rekening yang bisa dibilang representasi penyelenggara negara ini, ada yang dalam bentuk bangunan, ada yang dalam bentuk kendaraan, jadi tidak sesuai peruntukkannya,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Lakukan Ekspose Berkala Terkait Penyelidikan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Haji

    KPK Lakukan Ekspose Berkala Terkait Penyelidikan Dugaan Korupsi Penyelenggaraan Haji

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan gelar perkara atau ekspose penyelidikan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama (Kemenag) sudah dilakukan. Segala perkembangan terus dibahas supaya kasus segera terang.

    “Ekspose itu kan secara berkala, ya, dilakukan untuk update dari progres yang sudah dilakukan oleh tim. Sehingga kita bisa melihat perkembangan dari sebuah penanganan perkara,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 4 Agustus.

    Budi mengatakan gelar perkara ini sudah beberapa kali dilakukan. Tapi, dia tak memerinci apa saja yang dibahas karena penyelidikan biasanya tertutup.

    “Ada kita lakukan beberapa kali (ekspose atau gelar perkara, red),” tegasnya. 

    KPK sebelumnya mengisyaratkan penyelidikan korupsi penyelenggaraan ibadah haji di Kementerian Agama akan memasuki babak baru. Dugaan ini diketahui beberapa kali dilaporkan dan menyeret nama eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    Adapun Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyebut dugaan ini bermula dari permintaan penambahan kuota haji yang dikomunikasikan antara pemerintah Indonesia-Arab Saudi. Langkah ini untuk mengurangi antrian jamaah.

    “Ini untuk memperpendek, memangkas itu, kan kuotanya harus diperbesar, yang berangkatnya harus lebih banyak. Nah, di sana diberikanlah kalau tidak salah 20 ribu, ya, 20 ribu,” kata Asep kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan yang dikutip Jumat, 25 Juli.

    Penambahan kuota dari pemerintah Arab Saudi inilah yang kemudian bermasalah. “Ada aturannya bahwa untuk kuotanya itu 8 sama 92. Kalau tidak salah, mohon dikoreksi saya, 8 persen untuk haji khusus dan 92 persen untuk reguler,” tegasnya.

    “Tetapi kemudian ternyata dibagi dua, 50-50 seperti itu,” sambung Asep.

    Kondisi ini yang kemudian diduga telah membuat ada pihak lain yang diuntungkan. Dalam penelusurannya, sambung Asep, penyelidik masih meminta keterangan secara berjenjang mulai dari penyelenggara haji di Kemenag hingga agen perjalanan atau travel agent.

    Penyelidik kemudian diperkirakan bisa saja memanggil pucuk tertinggi di Kementerian Agama atau Menteri Agama saat itu, Yaqut Cholil Qoumas.

    “Kita mulai dari penyelenggaranya,” ungkap Asep.

    “Penyelenggara itu, …, travel ya. Salah satunya juga kan ada kemarin diperiksa di sini, pemilik travel. Karena itu penerima akhir dari kuota itu sebelum masyarakat yang kemudian menggunakan,” jelas Direktur Penyidikan KPK ini.

  • KPK Telusuri Dugaan Pengondisian Hasil Audit Bank BJB oleh BPK

    KPK Telusuri Dugaan Pengondisian Hasil Audit Bank BJB oleh BPK

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menduga ada pengondisian hasil audit yang dilakukan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terhadap PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau Bank BJB (BJBR).

    Hal ini disampaikan pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat disinggung soal pemeriksaan Yochie Tria Putra selaku Kasubagset Badan Pemeriksan Keuangan (BPK) RI pada Kamis, 31 Juli. Permintaan keterangan ini berkaitan dengan penyidikan dugaan korupsi pengadaan iklan PT Bank Pembangunan Daerah Jawa Barat dan Banten Tbk atau Bank BJB (BJBR) periode 2021-2023.

    “Hasil auditnya, kan, dilakukan audit di BJB. Ada temuan-temuan, kemudian temuannya menjadi apa namanya, berkurang. Nah, itu terkait dengan itu (pemeriksaannya, red),” kata Asep yang dikutip pada Senin, 4 Agustus.

    Asep belum bisa memerinci soal pengurangan hasil audit itu karena masih menjadi bagian dari materi penyidikan. “Nah, yang itu sedang kita pastikan. Apakah terjadi pengurangannya itu dikurangi atau berkurang,” tegasnya.

    KPK sebelumnya menyatakan siap mengembangkan dugaan korupsi pengadaan iklan Bank BJB. Informasi apapun yang didapat penyidik tak akan ragu ditindaklanjuti.

    “Tentu KPK terbuka terhadap pengembangan-pengembangan jika memang ditemukan adanya informasi atau keterangan lain yang membuka adanya dugaan tindak pidana korupsi lainnya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan yang dikutip Selasa, 29 Juli.

    “Tentu penyidik sangat terbuka untuk itu,” sambung dia.

    Adapun dalam kasus ini, KPK telah menetapkan lima tersangka. Mereka adalah eks Direktur Utama Bank BJB Yuddy Renaldi; Pimpinan Divisi Corporate Secretary Bank BJB Widi Hartoto; Pengendali Agensi Antedja Muliatama dan Cakrawala Kreasi Mandiri Kin Asikin Dulmanan; Pengendali Agensi BSC Advertising dan PT Wahana Semesta Bandung Ekspres (WSBE) Suhendrik; dan Pengendali PT Cipta Karya Sukses Bersama (CKSB) dan PT Cipta Karya Mandiri Bersama (CKMB) Raden Sophan Jaya Kusuma.

    Surat perintah penyidikan (sprindik) kasus ini dikeluarkan pada 27 Februari 2025. Perbuatan lima tersangka itu diduga telah membuat negara merugi hingga Rp222 miliar.

    Saat ini penahanan belum dilakukan terhadap lima tersangka. Namun, mereka sudah dicegah berpergian ke luar negeri selama enam bulan dan bisa diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan.

  • Babak Baru Kasus Korupsi Impor LNG dari AS, Siapa yang Dibidik KPK?

    Babak Baru Kasus Korupsi Impor LNG dari AS, Siapa yang Dibidik KPK?

    Bisnis.com, JAKARTA — Perkara korupsi pengadaan gas alam cair atau liquified natural gas (LNG) PT Pertamina (Persero) yang diusut Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memasuki babak baru.

    Selain menahan dua tersangka setelah Karen Agustiawan, penegak hukum komisi antirasuah menemukan bukti baru perkara dugaan korupsi lain saat menyusuri jejak rasuah LNG. 

    Awalnya, perkara LNG Pertamina yang merugikan keuangan negara US$113,83 juta berdasarkan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) hanya menjerat Galaila Karen Kardinah, atau Karen Agustiawan. Dia adalah perempuan pertama yang menjabat Direktur Utama Pertamina pada 2009-2014. 

    Kini, Karen resmi menyandang status terpidana korupsi usai Mahkamah Agung (MA) memberatkan hukuman terhadapnya menjadi 13 tahun penjara. Padahal, pada vonis pengadilan tingkat pertama 2024, Karen hanya dijatuhi pidana penjara 9 tahun atau lebih ringan dari tuntutan jaksa KPK. 

    Tidak lama setelah vonis Karen, lembaga antirasuah lalu mengumumkan dua mantan Direktur Gas Pertamina yaitu Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani sebagai tersangka.

    Dua mantan anak buah Karen itu sebelumnya masing-masing menjabat sebagai Direktur Gas Pertamina 2012-2014 (Hari) dan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018 (Yenni).

    Penahanan keduanya lalu baru dilaksanakan sekitar satu tahun setelah mereka menyandang status tersangka. Pada Kamis (31/7/2025), Hari dan Yenni resmi menyandang status sebagai tahanan KPK. 

    Keduanya diduga berperan dalam impor LNG oleh Pertamina periode 2013-2020, dari pemasok Corpus Christie Liquefaction, asal Amerika Serikat (AS). Perusahaan dengan singkatan CCL itu adalah anak usaha Cheniere Energy, Inc., yang terdaftar di bursa New York, AS.  

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG impor tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu untuk periode 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu sebelum adanya kepastian siapa yang bakal menjadi pembeli dan pemakainya. 

    “Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, KPK menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu diduga berimplikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Apalagi saat ini Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. 

    Atas penahanannya, Hari Karyuliarto mengingatkan pemerintah agar tidak mengimpor gas alam cair lagi dari AS. Dia menyinggung rencana pemerintah untuk membeli produk energi dari AS senilai US$15 miliar, sebagai kesepakatan dari penurunan tarif impor dari 32% menjadi 19% pada tahun ini. 

    “Sebaiknya jangan beli LNG dari Amerika lagi. Pemerintah kan mau beli dari Amerika lagi untuk negosiasi tarif,” kata Hari kepada awak media sesaat sebelum dibawa ke rumah tahanan, Kamis (31/72025). 

    Sementara itu, perseroan melalui keterangan tertulis menyatakan menghormati proses hukum yang tengah berjalan di KPK. 

    “Kami juga menyerahkan sepenuhnya kepada aparat penegak hukum dan berharap proses hukum dapat berjalan dengan baik,” ujar Vice President Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso, dikutip Jumat (1/8/2025).

    Selain itu, perseroan memastikan operasional perusahaan dan pelayanan energi kepada masyarakat tetap berjalan seperti biasa.

    Bukti Perkara Baru Kasus LNG

    Sepanjang perjalanan penyidikan hingga penuntutan perkara LNG, ternyata penegak hukum menemukan bukti baru untuk dugaan rasuah lain. Kasus itu sudah naik ke tahap penyidikan dan berkaitan dengan pengelolaan investasi modal (investment capital) dan pinjaman jangka panjang (long-term loans) pada PPT Energy Trading Co.Ltd 2015-2022. 

    PPT Energy Trading adalah perusahaan yang berkantor di Jepang dan Singapura. Sebagian besar sahamnya dimiliki Pertamina.

    KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) baru untuk perkara tersebut pada Juli 2025 lalu. Kemudian, sebanyak tiga orang yakni berinisial MH (PPT ET), MZ (Swasta) dan OA (Swasta), telah dicegah ke luar negeri berdasarkan surat Keputusan per 24 Juli 2025. 

    Pada konferensi pers yang sama, Asep menjelaskan bahwa kasus dugaan korupsi di lingkungan PPT ETS merupakan kelanjutan dari perkara LNG. Dugaan korupsi di PPT ETS berangkat dari temuan bahwa LNG Pertamina hasil impor dari CCL yang tidak laku di dalam negeri akhirnya dijual oleh PPT ETS. Harganya juga sudah tidak ekonomis. 

    Pria yang juga Direktur Penyidikan KPK itu mengonfirmasi bahwa bukti permulaan kasus PPT ETS ditemukan saat penanganan perkara LNG. 

    “Betul, kita susuri, diusut dan ketemu di situ,” kata Asep.

    Dalam catatan Bisnis, beberapa pejabat PPT ETS maupun Pertamina sudah pernah diperiksa terkait dengan penjualan LNG hasil impor dari CCL dengan harga yang sudah tidak ekonomis melalui PPT ETS. Artinya, pasokan LNG yang tidak terserap dalam negeri itu dijual ke anak usaha sendiri.

    Adapun, PPT ETS diduga menikmati keuntungan dari penjualan LNG ‘murah’ tersebut. Berdasarkan sumber Bisnis, profit penjualan LNG itu diduga digelapkan oleh para pegawai PPT ETS melalui bagi-bagi ‘bonus’. Pegawai PPT ETS dimaksud merupakan pegawai Pertamina yang ditempatkan di perusahaan tersebut. 

    Pada sekitar awal 2025 ini, penyidik KPK pun memeriksa tiga orang mantan pejabat PPT ETS maupun Pertamina yaitu Operation Manager PPT ETS September 2016-Mei 2021 Bayu Satria Irawan, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina 2012-2014 Hanung Budya Yuktyanta serta International Director PPT ETS Januari 2017-Januari 2020 Mochamad Harun. 

    Ketiga saksi diperiksa terkait dengan pembagian modus yang diduga menyalahi aturan. 

    “Didalami terkait dengan pembagian bonus di PPT ETS yang diduga menyalahi aturan dan penyidik mendalami apakah bonus yang menyalahi aturan tersebut merupakan strategi ‘penggelapan’ yang bertujuan untuk menguntungkan beberapa orang di Pertamina yang turut menjabat di PPT ETS,” ujar Juru Bicara KPK saat itu, Tessa Mahardika Sugiarto. 

  • Abolisi dan Amnesti Jadi Alat Politik, Tidak Ada yang Gratis

    Abolisi dan Amnesti Jadi Alat Politik, Tidak Ada yang Gratis

    Bisnis.com, JAKARTA – Presiden Prabowo memberikan amnesti kepada Hasto Kristiyanto yang terjerat kasus suap Harun Masiku dan abolisi kepada Tom Lembong terkait impor gula.

    Penggunaan amnesti dan abolisi oleh Presiden Prabowo telah menimbulkan intervensi terhadap proses hukum. Selain itu, juga menimbulkan tanda tanya terhadap keseriusan pemerintah terkait kasus korupsi di Indonesia. 

    Pengamat politik dan Direktur Eksekutif Lingkar Madani (Lima) Ray Rangkuti menilai keputusan Presiden Prabowo bukan hanya berdampak hukum, tetapi juga membawa pesan politik dan koreksi atas praktik pemidanaan era pemerintahan sebelumnya.

    Ray menjelaskan bahwa secara teknis, pemberian hak prerogatif Presiden terhadap dua tokoh ini menimbulkan kebingungan. Amnesti yang diberikan kepada Hasto merupakan pengampunan, sedangkan abolisi yang diterima Tom Lembong berarti penghentian tuntutan pidana.

    “Hasto divonis 3,5 tahun penjara dan KPK akan banding. Apakah dengan amnesti banding otomatis gugur? Tidak juga. Amnesti membebaskan dari penjara, tapi bukan dari tuntutan hukum. Banding KPK tetap bisa berjalan,” ujar Ray.

    Sebaliknya, pemberian abolisi kepada Tom secara otomatis menghentikan seluruh proses hukum, termasuk rencana banding dari kejaksaan. “Abolisi menggugurkan seluruh tuntutan, sedangkan amnesti tidak,” tegasnya.

    Hak Istimewa Presiden 

    Berdasarkan Pasal 14 Undang-Undang Dasar Negara Kesatuan Republik Indonesia (UUD NKRI) Tahun 1945, Presiden memiliki kekuasaan untuk memberi grasi, rehabilitasi, amnesti dan abolisi dengan memperhatikan pertimbangan lembaga lain yaitu, DPR untuk amnesti dan abolisi, dan Mahkamah Agung untuk grasi dan rehabilitasi.

    Namun, pasal 14 UUD 1945 tersebut belum mengatur dengan jelas, siapa saja yang boleh mendapatkan abolisi dan amnesti. Ray mengingatkan agar Presiden Ke-8 RI itu tidak menggunakan hak amnesti, abolisi, maupun grasi secara sembrono.

    Pengamat hukum menegaskan agar pemerintah mengobral hak istimewa, khususnya diberikan ke orang-orang terdekat. Amnesti dan abolisi bukan juga jadi alat untuk menyelamatkan koruptor yang terbukti bersalah.

    “Ini bukan jalan pintas menyelamatkan siapa pun yang sudah terbukti bersalah. Harus selektif, objektif, dan berdasarkan prinsip keadilan. Amnesti, abolisi dan grasi tidak boleh diobral. Dia harus diberikan secara selektif, objektif dan rasional,” ucapnya.

    Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto bebas dari penjara

    KPK mencatatkan bahwa pemberian amnesti kepada koruptor baru pertama kali terjadi dalam sejarah. Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, amnesti yang diberikan kepada Hasto adalah yang pertama didapatkan oleh tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah. 

    “Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama, amnesti ini,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

    Alasan Prabowo Beri Amnesti dan Abolisi

    Menteri Hukum Supratman Andi Agtas mengatakan bahwa usulan pemberian abolisi kepada Tom Lembong diusulkan olehnya kepada Presiden Prabowo.

    “Semuanya yang mengusulkan kepada Bapak Presiden adalah Menteri Hukum, jadi surat permohonan Menteri Hukum kepada Bapak Presiden untuk pemberian amnesti dan abolisi saya yang menandatangani,” kata Supratman dilansir dari Antara, Kamis (31/7/2025).

    Supratman menjelaskan bahwa dengan pemberian abolisi tersebut maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan terhadap Tom Lembong itu dihentikan dan tinggal menunggu keputusan presiden sebagai tindak lanjutnya.

    “Maka seluruh proses hukum yang sedang berjalan itu dihentikan. Kalau kemudian nanti Presiden dengan atas dasar pertimbangan dari DPR itu kemudian menerbitkan keputusan presiden,” katanya.

    Dia mengaku bersyukur malam ini karena pertimbangan DPR-nya sudah disepakati oleh fraksi-fraksi kita tunggu selanjutnya keputusan presiden yang akan terbit.

    Supratman juga menjelaskan pertimbangan pemberian abolisi terhadap Tom Lembong tersebut didasari demi kepentingan bangsa dan negara. “Pertimbangannya demi kepentingan bangsa dan negara, berpikirnya tentang NKRI. Jadi itu yang paling utama,” ujarnya.

    “Sekaligus mempertimbangkan untuk membangun bangsa ini secara bersama-sama dengan seluruh elemen politik, kekuatan politik yang ada di Indonesia,” tutur Supratman.

    Meski demikian, dia tak menampik bahwa pertimbangan pemberian abolisi itu didasari pula oleh pertimbangan-pertimbangan subjektif, salah satunya kontribusi Tom Lembong terhadap negara.

    “Jadi itu yang kami ajukan, tentu dengan pertimbangan-pertimbangan subjektif yang saya sampaikan bahwa yang bersangkutan juga punya prestasi ataupun punya kontribusi kepada republik Indonesia,” ungkapnya.

    Amnesti dan Abolisi Jadi Alat Politik

    Peneliti Politik Badan Riset dan Inovasi Nasional, Wasisto Raharjo Jati, menilai penggunan hak istimewa Presiden Prabowo melalui abolisi dan amnesti kepada Menteri Perdagangan Tom Lembong dan amnesti kepada Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto, bisa menjadi alat politik.

    Dia yang menjelaskan bahwa pemberian abolisi dan amnesti secara konstitusional merupakan hak prerogatif Presiden. Namun, sayang sekali, jika yang digunakan sebagai pertimbangan adalah untuk kepentingan politik.

    “Namun demikian sepertinya, dasar pertimbangan yang dipakai adalah kepentingan politik terlebih karena yang diampuni kasusnya adalah kasus korupsi yang ada kaitannya dengan para elit,” ujarnya kepada Bisnis, Jumat (1/7/2025).

    Lebih lanjut, Wasisto menuturkan bahwa pemberian keputusan tersebut memiliki kepentingan untuk menjaga stabilitas politik dan untuk merangkul lawan politik.

    “Kepentingannya adalah menjaga stabilitas politik sehingga opini publik tidak terpengaruh terus menerus dengan kedua kasus itu dan juga akomodasi politik dengan merangkul lawan-lawan politik,” ujarnya.

    Sebagai informasi, abolisi merupakan hak yang dimiliki kepala negara untuk menghapuskan tuntutan pidana terhadap seseorang atau sekelompok orang yang melakukan tindak pidana, serta menghentikan proses hukum yang sedang berjalan.

    Adapun, amnesti adalah pengampunan atau penghapusan hukuman yang diberikan oleh kepala negara kepada seseorang atau sekelompok orang yang telah melakukan tindak pidana tertentu.

    Tom Lembong sebelumnya dijatuhi pidana penjara 4,5 tahun atas perkara korupsi impor gula, sedangkan Hasto dijatuhi 3,5 tahun penjara atas perkara suap Harun Masiku.

  • Bocoran KPK Soal Kasus Maurel & Prom: Akuisisi Sumur Minyak di Gabon

    Bocoran KPK Soal Kasus Maurel & Prom: Akuisisi Sumur Minyak di Gabon

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap ihwal penyelidikan terkait akuisisi perusahaan minyak asal Prancis, Maurel & Prom oleh anak usaha Pertamina.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan bahwa pihaknya saat ini masih melakukan penyelidikan terhadap dugaan korupsi dalam aksi korporasi BUMN tersebut. 

    “Sejauh ini masih penyelidikan kalau tidak salah ya, masih lidik tapi masih jalan,” ungkap Asep kepada wartawan pada konferensi pers, dikutip Sabtu (2/8/2025). 

    Asep lalu menjelaskan bahwa dugaan korupsi yang tengah diselidiki pihaknya adalah kegiatan akuisisi sumur minyak oleh Pertamina pada sumur minyak milik Maurel & Prom. 

    Sumur minyak itu berada di Gabon, salah satu negara di Afrika Tengah. “Akuisisi sumur minyak. Ini di Afrika, di Gabon kalau tidak salah. Ini sumurnya ada di Gabon,” terang pria yang juga Direktur Penyidikan KPK itu. 

    Sebelumnya pada awal 2024, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menyerahkan audit investigasi kepada KPK terkait dengan akuisisi saham Maurel & Prom oleh anak usaha Pertamina, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (IEP). 

    Laporan Hasil Pemeriksaan Investigatif (LHP PI) yang diserahkan kepada KPK itu atas kegiatan investasi berupa akuisisi perusahaan Maurel & Prom (M&P) oleh Pertamina melalui anak usahanya, PT Pertamina Internasional Eksplorasi dan Produksi (PIEP) pada 2012 sampai dengan 2020. 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan itu, BPK menyimpulkan adanya penyimpangan-penyimpangan berindikasi tindak pidana yang dilakukan oleh pihak-pihak terkait dalam kegiatan investasi 2012 sampai dengan 2020 pada Pertamina.

    Nilai dugaan kerugian keuangan negara yang ditemukan BPK pada kegiatan akuisisi itu mencapai Rp870 miliar berdasarkan kurs rupiah 2020 Rp14.500 per dolar AS. Namun, berdasarkan kurs rupiah per dolar AS Rp15.592 per 16 Januari 2024, nilainya mencapai Rp935,52 miliar. 

    “Yang mengakibatkan indikasi kerugian keuangan negara pada PT Pertamina (Persero) setidaknya sebesar US$60,000,000.00,” demikian dikutip dari siaran pers BPK.

    Pimpinan KPK saat itu, Alexander Marwata pun mengonfirmasi bahwa lembaga antirasuah tengah menyelidiki dugaan korupsi tersebut. Bahkan, penyelidikan sudah berlangsung lama. 

    “Akuisisi sumur minyak di salah satu negara di Afrika. Sudah lama diselidiki,” ujar pimpinan KPK 2015-2019 dan 2019-2024 itu, kepada Bisnis, Rabu (17/1/2024).

    Merespons hal tersebut, Pertamina menghormati penyelidikan yang dilakukan oleh KPK. 

    “Pertamina juga berkomitmen menjalankan bisnis yang sesuai dengan prinsip GCG dan aturan berlaku,” demikian keterangan VP Corporate Communication Pertamina Fadjar Djoko Santoso kepada Bisnis, Rabu (17/1/2024).

  • Hasto Cetak Sejarah, Penerima Amnesti Pertama Kasus Korupsi di KPK

    Hasto Cetak Sejarah, Penerima Amnesti Pertama Kasus Korupsi di KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto disehut sebagai terdakwa kasus koupsi pertama yang memperole amnesti pertama dari Presiden Republik Indonesia.

    Plt. Deputi Penindakan KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, amnesti yang diberikan kepada Hasto adalah yang pertama didapatkan oleh tersangka, terdakwa maupun terpidana kasus yang ditangani oleh lembaga antirasuah. 

    “Kalau untuk KPK sendiri, sejauh yang saya dinas di sini, ini adalah yang pertama, amnesti ini,” kata Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

    Namun demikian, Asep menjelaskan bahwa pemberian amnesti, abolisi maupun grasi adalah hak prerogatif yang dimiliki oleh Presiden dan diatur di dalam pasal 14 UUD 1945.

    “Karena itu adalah merupakan hak prerogatif, ya kita harus melaksanakan. Dari keppres ini, keppres ini harus kita laksanakan,” tuturnya. 

    Namun demikian, bebasnya Hasto berkat amnesti tidak berarti memengaruhi pencarian buron Harun Masiku yang sudah dalam pelarian sejak 2020. 

    Asep menegaskan, keppres yang ditandatangani Presiden Prabowo Subianto itu hanya ditujukan kepada Hasto. 

    “Sejauh ini yang kami terima [keppres] amnesti itu untuk Pak Hasto Kristiyanto. Yang lainnya tidak ada, khusus untuk Pak Hasto Kristiyanto,” terang Asep. 

    Saat ini masih ada dua tersangka yang belum ditahan oleh KPK yakni mantan caleg PDIP, Harun Masiku, serta advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah. Donny ditetapkan tersangka pada akhir 2023 berbarengan dengan Hasto. 

    Namun demikian, Harun Masiku saat ini masih berstatus buron. Dia awalnya sudah ditetapkan tersangka sejak OTT awal 2020 silam, bersamaan dengan anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan kader PDIP Saeful Bahri. 

    Bedanya, hanya Wahyu, Agustina dan Saeful yang sudah dibawa ke proses hukum hingga menjalani pidana penjara dengan putusan berkekuatan hukum tetap. 

    Bahkan, setelah ketiganya selesai menjalani kurungan penjara, dan Hasto dibebaskan berkat amnesti, Harun masih belum kunjung ditemukan oleh KPK. 

    Menurut Asep, pihaknya masih akan mempelajari dampak hukum amnesti Hasto pada penanganan perkara. Akan tetapi, pencarian Harun masih tetap dilakukan kendati ada pengampunan dari Presiden kepada Hasto yang sebelumnya terbukti memberikan suap bersama Harun untuk pengurusan pergantian antarwaktu DPR 2019-2024. 

    “Pengejaran Harun Masiku sedang kita lakukan. Kalau dampak secara hukum sedang kita dalami, kalau yang lainnya tidak ada. Kita tetap akan untuk Harun Masiku, kita akan cari, kita akan bawa ke persidangan yang lain,” tegas Asep.

    Sebelumnya, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan lantaran terbukti memberikan suap terkait dengan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 untuk Harun Masiku.

  • Hasto Kristiyanto Diampuni Prabowo, Bagaimana Nasib Pencarian Harun Masiku?

    Hasto Kristiyanto Diampuni Prabowo, Bagaimana Nasib Pencarian Harun Masiku?

    Bisnis.com, JAKARTA — Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto resmi bebas usai diberikan amnesti dari Presiden Prabowo Subianto.

    Meski demikian, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan pencarian buron Harun Masiku serta penanganan kasus suap penetapan anggota DPR 2019-2024 tidak akan terdampak amnesti tersebut. 

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengatakan, amnesti sebagaimana tertuang dalam Keputusan Presiden (Keppres) yang diterima oleh lembaganya tadi malam telah membebaskan Hasto dari seluruh proses hukum. 

    Semua proses hukum terhadap elite PDIP itu resmi dihentikan, sehingga dia dibebaskan dari tahanan pada malam itu juga, Jumat (1/8/2025). 

    Selanjutnya, KPK akan melakukan evaluasi terhadap seluruh penanganan perkara Harun Masiku. Sementara itu, proses yang belum diselesaikan masih akan bergulir lantaran amnesti hanya diberikan kepada Hasto, bukan untuk tersangka lainnya.

    “Sejauh ini yang kami terima [keppres] amnesti itu untuk Pak Hasto Kristiyanto. Yang lainnya tidak ada, khusus untuk Pak Hasto Kristiyanto,” jelas Asep kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (1/8/2025). 

    Asep menuturkan, pemberian grasi, amnesti maupun abolisi adalah hak prerogatif Presiden yang melalui pertimbangan ketat. DPR juga dimintai pendapat. 

    Adapun saat ini masih ada dua tersangka yang belum ditahan oleh KPK yakni mantan caleg PDIP, Harun Masiku, serta advokat sekaligus kader PDIP, Donny Tri Istiqomah. Donny ditetapkan tersangka pada akhir 2023 berbarengan dengan Hasto. 

    Namun demikian, Harun Masiku saat ini masih berstatus buron. Dia awalnya sudah ditetapkan tersangka sejak OTT awal 2020 silam, bersamaan dengan anggota KPU 2017-2022 Wahyu Setiawan, mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina serta mantan kader PDIP Saeful Bahri. 

    Bedanya, hanya Wahyu, Agustina dan Saeful yang sudah dibawa ke proses hukum hingga menjalani pidana penjara dengan putusan berkekuatan hukum tetap. 

    Bahkan, setelah ketiganya selesai menjalani kurungan penjara, dan Hasto dibebaskan berkat amnesti, Harun masih belum kunjung ditemukan oleh KPK. 

    Sebelumnya, Hasto dijatuhi pidana penjara 3,5 tahun dan denda Rp250 juta subsidair tiga bulan kurungan lantaran terbukti memberikan suap terkait dengan pengurusan pergantian antarwaktu (PAW) DPR 2019-2024 untuk Harun Masiku. 

  • Eks Direktur Pertamina Ingatkan Pemerintah Jangan Impor LNG AS Lagi Usai Ditahan KPK

    Eks Direktur Pertamina Ingatkan Pemerintah Jangan Impor LNG AS Lagi Usai Ditahan KPK

    Bisnis.com, JAKARTA — Mantan Direktur Gas PT Pertamina (Persero) Hari Karyuliarto mengingatkan pemerintahan Presiden Prabowo Subianto agar tidak mengimpor gas alam cair atau LNG dari Amerika Serikat (AS) lagi. 

    Hal itu disampaikan Hari usai resmi ditahan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara korupsi pengadaan LNG Pertamina 2013-2020 sebagai tersangka, Kamis (31/7/2025).

    Bersama dengan mantan Direktur Gas Pertamina lainnya, Yenni Andayani, keduanya ditahan KPK karena diduga melakukan tindak pidana korupsi yang menyebabkan kerugian keuangan negara US$113,83 miliar atas impor LNG dari anak usaha perusahaan AS, Cheniere Energy, Inc., yakni Corpus Christie Liquefaction atau CCL. 

    Sebelum resmi dibawa ke Rutan KPK, Hari menyampaikan kepada awak media agar pemerintah tidak lagi mengimpor LNG dari Negeri Paman Sam itu. Dia menyinggung rencana pemerintah untuk membeli produk energi dari AS senilai US$15 miliar, sebagai kesepakatan dari penurunan tarif impor dari 32% menjadi 19%. 

    “Sebaiknya jangan beli LNG dari Amerika lagi. Pemerintah kan mau beli dari Amerika lagi untuk negosiasi tarif,” kata Hari kepada awak media, dikutip Sabtu (2/8/2025). 

    Meski demikian, pemerintah menyebut rencana pembelian produk energi dari AS sebagai kesepakatan dagang dengan Presiden Donald Trump berupa di antaranya liquefied petroleum gas (LPG), minyak mentah, serta bensin, dengan perkiraan nilai US$15 miliar.

    Produk energi itu menjadi salah satu kesepakatan antara Indonesia dengan AS untuk penetapan tarif impor terhadap produk-produk asal Indonesia menjadi 19%, dan sebaliknya produk asal Amerika 0% atau bebas tarif. 

    Total komitmen belanja Indonesia, termasuk produk energi itu, mencapai US$22,7 miliar atau sekitar Rp370,17 triliun (asumsi kurs Rp16.307 per US$). Perincian kesepakatan pembelian tersebut diumumkan dalam sebuah pernyataan bersama yang dirilis White House, dikutip Rabu (23/7/2025).

    Kasus Jalan Terus 

    Pada Kamis (31/7/2025), KPK resmi menahan mantan Direktur Gas Pertamina Hari Karyuliarto dan Yenni Andayani. Mereka adalah bekas anak buah dari Direktur Utama Pertamina 2009-2014, Galaila Karen Kardinah atau Karen Agustiawan. Keduanya ditahan untuk 20 hari pertama sejak Kamis (31/7/2025).

    Hari sebelumnya menjabat Direktur Gas Pertamina 2012-2014, sedangkan Yenni memegang jabatan Senior Vice President Gas and Power Pertamina 2013-2014 sekaligus Direktur Gas Pertamina 2015-2018. 

    Keduanya diduga berperan dalam pembelian atau impor LNG dari pemasok Corpus Christie Liquefaction (CCL), yang merupakan anak usaha perusahaan energi Amerika Serikat (AS) yang terdaftar di Bursa New York, Cheniere Energy, Inc. 

    Pengadaan itu merugikan keuangan negara sebesar US$113.839.186,60 atau setara sekitar Rp1,8 triliun. 

    “Bahwa Tersangka HK dan YA diduga memberikan persetujuan pengadaan LNG Import tanpa adanya pedoman pengadaan; memberikan izin prinsip tanpa didukung dasar justifikasi dan analisa secara teknis dan ekonomi,” jelas Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (31/7/2025).

    Berdasarkan konstruksi perkaranya, pembelian LNG impor dari CCL dilakukan dengan penandatangan kontrak pembelian tahun 2013 dan 2014, yang selanjutnya kedua kontrak digabungkan menjadi satu kontrak pada 2015.

    Jangka waktu kontrak pembelian yang diteken yaitu selama 20 tahun, dan pengiriman pasokan gas alam cair itu untuk periode 2019-2039. Artinya, kontrak pembelian untuk 20 tahun dan saat ini masih berjalan. 

    “Nilai kontrak kurang lebih dari US$12 miliar tergantung harga gas. [Kontrak pembelian] berjalan sampai dengan sekarang,” ungkap Asep. 

    Selain diduga memberikan persetujuan tanpa pedoman pengadaan maupun izin prinsip, Hari dan Yenni bersama-sama Karen diduga mengadakan impor LNG itu tanpa ‘back to back’ kontrak di dalam negeri, atau dengan pihak lain sehingga LNG yang diimpor tersebut tidak punya kepastian pembeli dan pemakainya.

    “Jadi membeli impor LNG tapi belum jelas siapa konsumennya. Seharusnya sudah jelas, sudah bisa diprediksi keuntungannya. Faktanya LNG tidak pernah masuk dan harganya lebih mahal dari produk gas di Indonesia,” terang Asep. 

    Selain itu, lembaga antirasuah menduga bahwa pembelian LNG dari CCL itu tanpa disertai rekomendasi dari Kementerian ESDM. 

    Hal itu diduga berpotensi memiliki implikasi pada iklim bisnis migas di dalam negeri. Saat ini, Indonesia tengah mengembangkan sejumlah blok migas seperti Masela, Andaman, Teluk Bintuni, serta sejumlah blok di Kalimantan. 

    Di luar itu, penyidik turut mengendus dugaan kedua tersangka sengaja melakukan impor LNG itu tanpa persetujuan RUPS dan Komisaris, serta memalsukan dokumen persetujuan direksi Pertamina. 

    Kedua tersangka disangkakan melanggar pasal 2 ayat (1) atau 3 UU tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.