Tag: Asep Guntur

  • Dugaan Korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK Geledah dan Segel Ruang Kerja Kemenkes

    Dugaan Korupsi RSUD Kolaka Timur, KPK Geledah dan Segel Ruang Kerja Kemenkes

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi atau KPK menggeledah dan menyegel ruang kerja di Kementerian Kesehatan (Kemenkes). Hal ini terkait kasus dugaan suap pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) di wilayah Kabupaten Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

    “Iya benar [KPK geledah dan segel ruangan di Kemenkes],” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika dihubungi wartawan, Selasa (12/8/2025).

    Ketika ditanya apakah ruangan yang disegel salah satunya milik Sekretaris Direktorat Jenderal Kesehatan Lanjutan Kemenkes, Asep tidak mengetahui hal tersebut.

    “Untuk ruangannya saya tidak hapal. Itu ruangan siapa, mohon maaf,” ucap Asep.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan lima tersangka dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan RSUD Koltim dengan nilai proyek mencapai Rp126,3 miliar. 

    Pertama, Bupati Koltim periode 2024–2029 Abdul Azis. Kedua, ALH (Andi Lukman Hakim), PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD. Ketiga, AGD (Ageng Dermanto), Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek RSUD Koltim. Keempat, DK (Deddy Karnady), pihak swasta dari a (PT PCP). Kelima, AR (Arif Rahman), pihak swasta dari KSO PT PCP.

    Atas perbuatannya Deddy dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf aatau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.18.

    Sedangkan Abdul Azis, dan Andi Lukman, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

  • KPK Tahan ASN Kemenhub Risna Sutriyanto Terkait Dugaan Korupsi Proyek DJKA
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        12 Agustus 2025

    KPK Tahan ASN Kemenhub Risna Sutriyanto Terkait Dugaan Korupsi Proyek DJKA Nasional 12 Agustus 2025

    KPK Tahan ASN Kemenhub Risna Sutriyanto Terkait Dugaan Korupsi Proyek DJKA
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menahan Aparatur Sipil Negara (ASN) Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Risna Sutriyanto sebagai tersangka terkait kasus dugaan suap proyek pembangunan dan pemeliharaan jalur kereta di Direktorat Jenderal Kereta Api (DJKA) Kemenhub, pada Selasa (12/8/2025).
    Dalam perkara ini, Risna Sutriyanto menjabat sebagai Ketua Pokja Proyek pembangunan jalur ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro Tahun 2022-2024 dan paket pekerjaan lainnya di BTP Kelas 1 Semarang.
    KPK mengatakan, perkara ini merupakan pengembangan dari operasi tangkap tangan (OTT) pada April 2023 sampai dengan November 2024.
    “Setelah ditemukan kecukupan bukti dalam proses pengembangan penyidikannya, KPK kembali menetapkan dan menahan satu orang tersangka yaitu Sdr. RS (Risna Sutriyanto),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa.
    “Penahanan kepada RS (Risna Sutriyanto) dilakukan untuk 20 hari pertama, terhitung sejak tanggal 11-30 Agustus 2025. Penahanan dilakukan di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” sambung dia.
    KPK mengatakan, persoalan bermula pada Juni 2022 saat Risna ditunjuk oleh Bernard Hasibuan selaku PPK proyek sebagai Ketua Pokja Proyek pembangunan jalur ganda KA antara Solo Balapan-Kadipiro Tahun 2022-2024 dan paket pekerjaan lainnya di BTP Kelas 1 Semarang.
    Setelah penunjukan tersebut, Bernard menyampaikan kepada Risna bahwa ia telah menyiapkan PT WJP-KSO sebagai calon pemenang tender dan calon pelaksana pekerjaan bersama beberapa penyedia jasa lainnya, termasuk PT IPA milik Dion Renato Sugiarto.
    Selanjutnya, Bernard meminta Risna agar dapat mengakomodasi permintaannya tersebut, sehingga Risna menyampaikan kepada seluruh personel Pokja yang dipimpinnya untuk menambahkan syarat tertentu sebagai calon penyedia jasa yang dimaksud sebagai “kuncian tender.”
    Syarat tersebut berupa surat dukungan dari pabrikan yang memiliki sertifikat dari Asosiasi Internasional/Pemerintah/Lembaga yang mewakili negara asal pabrikan bahwa wesel yang diproduksi dapat digunakan untuk Main Line (Jalur Raya); dan sertifikasi produksi sesuai standar dari Badan Akreditasi Independen Internasional yang masih berlaku.
    KPK mengatakan, dalam proses tender, PT WJP-KSO yang awalnya dipersiapkan sebagai pemenang, justru dinyatakan gagal saat dievaluasi oleh tim Pokja yang dipimpin Risna karena ada kesalahan unggahan dokumen penawaran.
    “Namun demikian, PT IPA yang disiapkan sebagai perusahaan pendamping justru dinilai memenuhi syarat sebagai pemenang tender,” ujar dia.
    Berdasarkan kondisi tersebut, Risna berkonsultasi dengan Bernard agar mengubah skenario untuk memilih PT IPA sebagai pemenang tender proyek pembangunan jalur kereta api tersebut.
    Selanjutnya, Risna menetapkan PT IPA sebagai pemenang tender pembangunan jalur ganda KA antara Solo Balapan – Kadipiro KM96+400 sampai dengan KM104+900 (JGSS.6) TA 2022-2024.
    Kemudian, PT IPA menandatangani kontrak proyek tersebut dengan nilai Rp 164,51 miliar.
    “Dalam prosesnya, PT IPA yang terpilih sebagai pemenang tender kemudian menanggung komitmen fee yang sebelumnya sudah disepakati oleh PT WJP-KSO,” tutur dia.
    KPK mengatakan, PT IPA selanjutnya diduga memberikan uang kepada Risna sejumlah Rp 600 juta sebagai bagian dari komitmen fee dari nilai kontrak proyek.
    Atas perbuatannya, Risna disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau huruf b atau Pasal 11 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor) juncto Pasal 55 Ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Lanjutan OTT Bupati Koltim Abd Azis, KPK Geledah Kantor Kemenkes

    Lanjutan OTT Bupati Koltim Abd Azis, KPK Geledah Kantor Kemenkes

    GELORA.CO – Kantor Kementerian Kesehatan (Kemenkes) digeledah tim penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam kasus dugaan suap proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C di Kabupaten Kolaka Timur (Koltim).

    Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan, tim penyidik melakukan penggeledahan di kantor Kemenkes, Jakarta Selatan.

    “Iya benar, penyegelan kemudian digeledah,” kata Asep kepada wartawan, Selasa, 12 Agustus 2025.

    Namun demikian, Asep mengaku tidak hafal ruangan siapa saja yang digeledah di kantor Kemenkes.

    Penggeledahan ini merupakan lanjutan atas operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Bupati Kolaka Timur (Koltim), Abd Azis (ABZ) dan kawan-kawan.

    Sejak Kamis, 7 Agustus 2025 hingga Jumat, 8 Agustus 2025, KPK telah melakukan OTT di tiga wilayah, yakni di Sulawesi Tenggara (Sultra), Sulawesi Selatan (Sulsel), dan Jakarta, terkait proyek pembangunan peningkatan fasilitas RSUD Kelas D/Pratama menjadi Kelas C.

    Dari ketiga wilayah itu, KPK mengamankan 12 orang. Di Kendari, KPK mengamankan 4 orang, yakni Ageng Dermanto (AGD) selaku Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) proyek pembangunan RSUD di Koltim, Harry Ilmar (HAR) selaku PPTK proyek pembangunan RSUD di Koltim, Nova Ashtreea (NA) selaku staf PT Pilar Cerdas Putra (PCP), dan Danny Adirekson (DA) selaku Kasubbag TU Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Koltim.

    Selanjutnya di Jakarta, KPK mengamankan 6 orang, yakni Andi Lukman Hakim (ALH) selaku PIC Kementerian Kesehatan (Kemenkes) untuk pembangunan RSUD, Deddy Karnady (DK) dari PT PCP, Nugroho Budiharto (NB) dari PT Patroon Arsindo (PA), Arif Rahman (AR) dari KSO PT PCP, Aswin (ASW) dari KSO PT PCP, dan Cahyana (CYN) dari KSO PT PCP.

    Kemudian dari Makassar, KPK mengamankan 2 orang, yakni Abd Azis (ABZ) selaku Bupati Koltim, dan Fauzan (FZ) selaku ajudan Bupati Koltim Abd Azis. Abd Azis ditangkap setelah acara Rakernas Partai Nasdem.

    KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang cukup. Kemudian KPK menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka, yakni Abd Azis, Andi Lukman Hakim, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

    Dalam perkaranya, pada Desember 2024 diduga terjadi pertemuan antara pihak Kemenkes dengan 5 konsultan perencana untuk membahas basic design RSUD yang didanai Dana Alokasi Khusus (DAK).

    Selanjutnya, pihak Kemenkes membagi pekerjaan pembuatan basic design 12 RSUD ke para rekanan, dengan cara penunjukkan langsung di masing-masing daerah. Sementara, basic design proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dikerjakan Nugroho Budiharto.

    Kemudian, pada Januari 2025 terjadi pertemuan antara Pemkab Koltim dengan pihak Kemenkes untuk membahas pengaturan lelang pembangunan rumah sakit tipe C di Koltim. Diduga Ageng juga memberikan sejumlah uang kepada Andi Lukman.

    Selanjutnya, Abd Azis bersama Gusti Putu Artana (GPA) selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, Danny Adirekson, dan Nasri (NS) selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT PCP  memenangkan lelang pembangunan RSUD Kelas C Kabupaten Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim.

    Pada Maret 2025, Ageng selaku PPK melakukan penandatanganan kontrak pekerjaan pembangunan RSUD Kabupaten Koltim dengan PT PCP senilai Rp126,3 miliar.

    Pada akhir April 2025, Ageng berkonsultasi dan memberikan uang senilai Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Kemudian, pada periode Mei-Juni, PT PCP melalui Deddy Karnady melakukan penarikan uang sekitar Rp2,09 miliar.

    Uang tersebut selanjutnya diserahkan kepada Ageng senilai Rp500 juta, di lokasi pembangunan RSUD Kabupaten Koltim. Selain itu, Deddy Karnady juga menyampaikan permintaan dari Ageng kepada rekan-rekan di PT PCP, terkait komitmen fee sebesar 8 persen.

    Pada Agustus 2025, Deddy Karnady melakukan penarikan cek Rp1,6 miliar yang selanjutnya diserahkan kepada Ageng. Dan oleh Ageng kemudian menyerahkannya kepada Yasin (YS) selaku staf Abd Azis. Penyerahan dan pengelolaan uang tersebut diketahui Abd Azis, yang di antaranya untuk membeli kebutuhan Abd Azis.

    Deddy Karnady juga melakukan penarikan tunai sebesar Rp200 juta yang kemudian diserahkan kepada Ageng. Selain itu, PT PCP juga melakukan penarikan cek sebesar Rp3,3 miliar.

    Tim KPK kemudian menangkap Ageng dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8 persen atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kabupaten Koltim sebesar Rp126,3 miliar

  • Ruangan Pejabat Kemenkes RI Disegel KPK Terkait Proyek RSUD di Koltim

    Ruangan Pejabat Kemenkes RI Disegel KPK Terkait Proyek RSUD di Koltim

    Jakarta

    Ruangan pejabat di Kementerian Kesehatan RI disegel Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Pihak KPK mengonfirmasi penyegelan tersebut berkaitan dengan suap di proyek peningkatan kualitas rumah sakit daerah Kolaka Timur, yang anggaran-nya didapatkan dari Dana Alokasi Khusus (DAK).

    Penyegelan dilakukan pasca operasi tangkap tangan (OTT) di Sulawesi Tenggara dan dua lokasi lain.

    “Iya benar,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, ketika dihubungi, Selasa (12/8/2025).

    “Benar (terkait OTT di Sultra),” tambahnya.

    Pihaknya juga menyebut sudah melakukan penggeledahan sebelum akhirnya disegel. “Penyegelan kemudian digeledah,” kata dia.

    Ada lima orang yang ditetapkan tersangka dalam OTT yang semula dilakukan di Sulawesi Tenggara. Berikut daftarnya:

    Bupati Kolaka Timur Abdul Azis (ABZ)PIC Kemenkes untuk Pembangunan RSUD, Andi Lukman Hakim (ALH).Ageng Dermanto (AGD), PPK proyek pembangunan RSUD di KoltimDeddy Karnady (DK), pihak swasta-PT PCPArif Rahman (AR), pihak swasta-KSO PT PCP

    “KPK selanjutnya melakukan pemeriksaan intensif terhadap para pihak dan telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup. Kemudian menaikkan perkara ini ke tahap penyidikan dengan menetapkan 5 orang sebagai tersangka,” kata Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.

    Awal Mula Kasus

    Desember 2024, KPK mencatat pertemuan Kemenkes RI dengan lima konsultan membahas pengembangan RSUD tipe C dari DAK.

    Pembuatan basic design 12 RSUD dibagi lewat penunjukan langsung, termasuk RSUD Kolaka Timur (Koltim) oleh PT Patroon Arsindo. Januari 2025, Pemkab Koltim bertemu Kemenkes untuk mengatur lelang, saat PPK Ageng Dermanto memberi uang ke PIC Kemenkes Andi Lukman Hakim.

    Abdul Azis, bersama pejabat Koltim, diduga mengatur agar PT Pilar Cerdas Putra (PCP) menang lelang. Maret 2025, kontrak Rp126,3 miliar diteken, dan Abdul Azis meminta fee 8 persen atau sekitar Rp9 miliar.

    detikcom sudah berupaya menghubungi Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Aji Muhawarman, juga juru bicara Kemenkes RI drg Widyawati. Namun, hingga berita ini diturunkan belum ada tanggapan lebih lanjut.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/kna)

  • KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    KPK Urai Benang Kusut Kasus Korupsi CSR BI OJK

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) kini tengah mengurai kasus CSR BI-OJK. Mulai dari motif mengalirnya dana CSR ke BI-OJK hingga lobi-lobi apa yang terjadi dibalik kasus ini atau hanya gratifikasi.

    Sejak tahun lalu, KPK mencari alat bukti terkait penyalahgunaan dana CSR BI-OJK. KPK juga sudah menggeledah adalah miliki Gubernur BI Perry Warjiyo dan sejumlah ruangan lain di kantor Bank Indonesia Jalan MH Thamrin.

    Adapun CSR seharusnya diberikan untuk kegiatan sosial di masyarakat. Namun, hingga saat ini, KPK menemukan bahwa dana tersebut mengalir ke anggota DPR melalui yayasan, sehingga muncul dugaan terkait penyalahgunaan CSR Bank Indonesia yang disalurkan.

    KPK menyatakan apabila dana tersebut disalurkan dengan benar, maka hal tersebut tidak dipermasalahkan. Sebab, saat CSR diberikan oleh suatu institusi, tetapi bukan untuk peruntukannya, maka di situ letak dugaan korupsinya.

    Juru Bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Budi Prasetyo menegaskan bahwa penyidik tetap mengusut tuntas perkara dugaan korupsi CSR BI dan OJK ini. Hingga saat ini, KPK mencatatkan ada 2 anggota DPR yakni terlibat yakni dari Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra.

    Selain dugaan korups berupa penerimaan gratifikasi terkait dengan pengelolaan dana CSR BI dan OJK, lembaga antirasuah juga mengusut dugaan tindak pidana pencucian uang (TPPU) pada kasus tersebut.

    Dua orang itu ditetapkan berdasarkan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) No.52 dan No.53, dan diterbitkan pada. Sebelumnya, kasus tersebut sudah naik ke tahap penyidikan per Desember 2024.

    Adapun dua orang tersebut adalah Satori dari Fraksi Partai Nasdem dan Heri Gunawan dari Fraksi Partai Gerindra. “Penyidik telah menemukan sekurang-kurangnya dua alat bukti yang cukup dan kemudian dua hari ke belakang menetapkan dua orang tersangka sebagai berikut yaitu HG anggota Komisi XI periode 2019-2024, kemudian ST anggota Komisi XI periode 2019-2024,” ujar Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu pada konferensi pers, Kamis (7/8/2025).

    Pada keterangan sebelumnya, Asep menyebut lembaganya juga tengah mendalami dugaan keterlibatan pihak lainnya termasuk dari pihak BI, OJK, maupun anggota DPR lainnya. Namun, hingga saat ini, KPK masih mendalami kasus ini.

    “Sedang kita dalami masing-masing. Yang sudah ada, sudah firm itu dua [tersangka] seperti itu. Yang lainnya kita akan dalami,” terang Asep.

    Lembaga antirasuah sebelumnya menduga terdapat modus penyelewengan hingga pertanggungjawaban fiktif terhadap penggunaan dana Program Sosial BI dan OJK.

    Dana yang disalurkan itu dianggarkan secara resmi oleh bank sentral. Dana PSBI itu lalu diberikan ke yayasan-yayasan yang mengajukan untuk berbagai program kemasyarakatan, seperti perbaikan rumah tidak layak huni (rutilahu), pendidikan dan kesehatan.

    Keterlibatan DPR Komisi XI dalam Kasus CSR BI-OJK

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akan mendalami aliran dana CSR BI-OJK. Tersangka yang diperiksa KPK menyebutkan bahwa banyak anggota Komisi XI juga mendapatkan dana tersebut.

    Hal itu disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers penetapan tersangka terkait dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) program CSR BI dan OJK

    “Bahwa menurut pengakuan tersangka ST, sebagian besar anggota Komisi XI DPR RI lainnya juga menerima dana bantuan sosial tersebut,” kata Asep, Kamis (7/8/2025).

    Asep menekankan penyidik akan mengembangkan kasus tersebut untuk menemukan fakta-fakta baru. Adapun aliran dana CSR BI-OJK dibahas dalam rapat tertutup di DPR.

    “Tentunya kami akan mendalami keterangan dari saudara ST ini siapa saja yang menerima dana bantuan sosial dari Komisi XI ini,” jelas dia.

    Dari hasil penyidikan sementara, KPK menemukan ada dugaan korupsi dalam penyaluran dana CSR BI-OJK. Selain tersangka ST (Satori), KPK juga menetapkan HG (Heri Gunadi). Keduanya merupakan anggota Komisi XI periode 2019-2024. Mereka menggunakan uang untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan hingga showroom.

    Asep menuturkan, HG diduga menerima Rp15,8 miliar yang digunakan untuk kebutuhan pribadi, seperti seperti pembangunan rumah, pengelolaan outlet minuman, hingga pembelian tanah dan kendaraan.

    Sementara itu, total ST menerima uang Rp12,52 miliar. Uang itu digunakan untuk deposito, pembelian tanah, pembangunan showroom, hingga pembelian kendaraan.

    Benarkah Dana Mengalir ke Anggota Komisi XI DPR dan Partai?

    Sementara itu, anggota Komisi XI Melchias Markus Mekeng dengan tegas membantah sebagian besar Anggota Komisi XI menerima dana CSR BI dan OJK sebagaimana disampaikan oleh salah satu tersangka dalam kasus ini, Satori (ST).

    Pernyataan dari fraksi partai Golkar itu disampaikan di Komplek Parlemen, Jumat (8/8/2025). Dia menjelaskan dana untuk kegiatan sosial itu langsung disalurkan ke pihak yang dituju seperti gereja, masjid, atau UMKM.

    “Penyidik tentu akan mendalami setiap keterangan dari para pihak yang telah ditetapkan sebagai tersangka ataupun saksi-saksi yang dipanggil untuk dimintai keterangannya dalam perkara ini,” kata Budi kepada wartawan, Senin (11/8/2025).

    Terutama, katanya, dugaan dana yang mengalir ke sebagian Anggota Komisi XI DPR RI, partai-partai terkait, atau pihak lainnya yang terlibat dalam penyelewengan dana Program Sosial Bank Indonesia (PBSI) ini.

    “Hal ini untuk memastikan setiap rupiah uang negara tidak disalahgunakan untuk keuntungan pribadi maupun pihak-pihak lainnya, dengan berbagai modus tindak pidana korupsi,” tambahnya.

    Diketahui, minggu lalu KPK menetapkan dua tersangka yang merupakan anggota Komisi Keuangan atau XI DPR periode 2019-2024. Hal ini disampaikan oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers, Kamis (7/8/2025). 

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, HG menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Lalu, tersangka berinisial ST menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lain.

    Keduanya menggunakan dana tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti membangun rumah makan, membeli tanah dan bangunan, membuka showroom, hingga untuk mengelola kedai minuman.

    Atas perbuatannya, para tersangka dijerat dengan Pasal 12 B UU Tipikor juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 juncto Pasal 64 ayat (1) KUHP. Selain itu, mereka juga dijerat dengan UU Pemberantasan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU) juncto Pasal 55 ayat 1 ke-(1) KUHP.

  • 10
                    
                        Kasus Kuota Haji, KPK Cegah Bos Maktour Fuad Hasan Masyhur ke Luar Negeri
                        Nasional

    10 Kasus Kuota Haji, KPK Cegah Bos Maktour Fuad Hasan Masyhur ke Luar Negeri Nasional

    Kasus Kuota Haji, KPK Cegah Bos Maktour Fuad Hasan Masyhur ke Luar Negeri
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur, bepergian ke luar negeri terkait kasus penentuan kuota haji 2024.
    “Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 orang, yaitu YCQ (Yaqut Cholil Qoumas), IAA (Ishfah Abidal Aziz), dan FHM (Fuad Hasan Masyhur) terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo dalam keterangannya, Selasa (12/8/2025).
    Fuad Hasan Masyhur adalah bos dari biro perjalanan haji dan umrah, Maktour. 
    Dalam perkara ini, KPK juga melarang eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas dan eks stafsusnya, Ishfah Abidal Aziz, bepergian ke luar negeri.
    KPK mengatakan, larangan bepergian ini dilakukan karena keberadaan Yaqut, stafsus, dan pihak swasta itu dibutuhkan dalam proses penyidikan.
    Selain itu, keputusan ini berlaku untuk enam bulan ke depan.
    “Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan yang bersangkutan di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas,” ujarnya.
    Sebelumnya, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kerugian keuangan negara akibat dugaan korupsi penentuan kuota haji 2024 mencapai lebih dari Rp 1 triliun.
    “Di mana dalam perkara ini (kuota haji) hitungan awal dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp1 triliun,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (11/8/2025) lalu.
    KPK menyatakan kasus dugaan korupsi terkait kuota haji era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas naik ke tahap penyidikan.
    “Terkait dengan perkara haji, KPK telah menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023 sampai dengan 2024 ke tahap penyidikan,” kata Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu, di Gedung KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025) dini hari.
    Di kasus ini, KPK menggunakan Pasal 2 ayat (1) dan atau Pasal 3 UU Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), juncto Pasal 55 Ayat 1 KUHP.
    Pasal 2 ayat (1) UU Tipikor mengatur tentang tindak pidana korupsi yang merugikan keuangan negara atau perekonomian negara.
    Pasal ini menjerat perbuatan melawan hukum yang memperkaya diri sendiri, orang lain, atau korporasi, yang mengakibatkan kerugian negara.
     
    KPK menduga terjadi korupsi dalam alokasi kuota tambahan yang didapat Presiden Joko Widodo (Jokowi) dari pihak Arab Saudi pada 2023 silam, yakni sejumlah 20.000 jemaah.
    Kuota tambahan itu dibagi 10.000 jemaah untuk kuota haji reguler dan 10.000 jemaah sisanya untuk kuota haji khusus. Padahal seharusnya, rasio pembagian untuk kuota haji khusus tidak sebesar itu.
    Berdasarkan UU Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, rasio pembagian kuota haji adalah 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.
    KPK juga membuka kemungkinan bahwa seharusnya seluruh kuota tambahan itu secara keseluruhan diperuntukkan bagi haji reguler demi memangkas waktu tunggu calon jemaah haji.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Cekal Eks Menag Yaqut, Mantan Dewas BPKH, hingga Bos Maktour Travel ke Luar Negeri

    KPK Cekal Eks Menag Yaqut, Mantan Dewas BPKH, hingga Bos Maktour Travel ke Luar Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Pemilik Maktour Travel Fuad Hasan Masyhur, dan mantan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Ishfah Abidal Azis untuk pergi keluar negeri.

    Juru Bicara Budi Prasetyo menyampaikan surat pelarangan pergi ke luar negeri diterbitkan pada 11 Agustus 2025.

    “Bahwa pada 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang yaitu YCQ [Yaqut Cholil Qoumas], IAA [Ishfah Abidal Azis] dan FHM [Fuad Hasan Masyhur] terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

    Menurutnya tindakan ini sebagai proses pendalaman penyidikan kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2023-2024 di lingkungan Kementerian Agama

    “Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan Ybs di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas. Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan ke depan,” jelas Budi.

    Budi menyampaikan setelah melakukan perhitungan awal kerugian negara dalam kasus ini, KPK menaksir nilai kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun

    “Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025)

    Budi menuturkan angka kerugian negara itu berasal dari hitungan internal KPK. Hasil hitungan tersebut juga telah didiskusikan dengan BPK.

    “Hitungan internal KPK namun sudah didiskusikan juga dengan teman-teman di BPK, tapi masih hitungan awal. Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detil lagi,” ujarnya.

    Perkara ini sendiri sudah di tahap penyidikan. KPK menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum sehingga belum ada tersangka dalam kasus ini.

    Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers pada Jumat (8/8/2025). Menurutnya dinaikkannya kasus ini ke tahap penyidikan, KPK dapat lebih leluasa untuk mengumpulkan barang bukti guna menemukan fakta-fakta terbaru. Hal ini sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Umum 

    “Karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari beberapa pihak sehingga nanti dengan sprindik umum ini kita menjadi leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).

    Selain itu, Asep menjelaskan pada tahap penyidikan memudahkan petugas untuk menetapkan para tersangka dalam kasus yang menyeret Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini. Pasalnya, saat dinaikan ke tahap penyidikan, KPK mempunyai wewenang melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan saksi.

  • KPK Cekal Eks Menag Yaqut, Mantan Dewas BPKH, hingga Bos Maktour Travel ke Luar Negeri

    KPK Cekal Eks Menag Yaqut, Dewas KPK, hingga Bos Maktour Travel ke Luar Negeri

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mencegah  Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas, Pemilik Maktour Travel Fuad Hasan Masyhur, dan Dewan Pengawas Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) Ishfah Abidal Azis untuk pergi keluar negeri.

    Juru Bicara Budi Prasetyo menyampaikan surat pelarangan pergi ke luar negeri diterbitkan pada 11 Agustus 2025.

    “Bahwa pada 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang yaitu YCQ [Yaqut Cholil Qoumas], IAA [Ishfah Abidal Azis] dan FHM [Fuad Hasan Masyhur] terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” kata Budi dalam keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

    Menurutnya tindakan ini sebagai proses pendalaman penyidikan kasus dugaan korupsi pembagian kuota haji 2023-2024 di lingkungan Kementerian Agama

    “Tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan Ybs di Wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas. Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan ke depan,” jelas Budi.

    Budi menyampaikan setelah melakukan perhitungan awal kerugian negara dalam kasus ini, KPK menaksir nilai kerugian mencapai lebih dari Rp1 triliun

    “Dalam perkara ini, hitungan awal, dugaan kerugian negaranya lebih dari Rp 1 triliun,” kata Jubir KPK Budi Prasetyo di gedung KPK, Kuningan, Jakarta Selatan, Senin (11/8/2025)

    Budi menuturkan angka kerugian negara itu berasal dari hitungan internal KPK. Hasil hitungan tersebut juga telah didiskusikan dengan BPK.

    “Hitungan internal KPK namun sudah didiskusikan juga dengan teman-teman di BPK, tapi masih hitungan awal. Tentu nanti BPK akan menghitung secara lebih detil lagi,” ujarnya.

    Perkara ini sendiri sudah di tahap penyidikan. KPK menggunakan surat perintah penyidikan (sprindik) umum sehingga belum ada tersangka dalam kasus ini.

    Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers pada Jumat (8/8/2025). Menurutnya dinaikkannya kasus ini ke tahap penyidikan, KPK dapat lebih leluasa untuk mengumpulkan barang bukti guna menemukan fakta-fakta terbaru. Hal ini sesuai Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) Umum 

    “Karena kami masih ingin mendalami beberapa peran dari beberapa pihak sehingga nanti dengan sprindik umum ini kita menjadi leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Sabtu (9/8/2025).

    Selain itu, Asep menjelaskan pada tahap penyidikan memudahkan petugas untuk menetapkan para tersangka dalam kasus yang menyeret Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ini. Pasalnya, saat dinaikan ke tahap penyidikan, KPK mempunyai wewenang melakukan penggeledahan, penyitaan, dan pemeriksaan saksi.

  • KPK Cegah Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke Luar Negeri

    KPK Cegah Mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas ke Luar Negeri

    Jakarta, CNBC Indonesia – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyurati Direktorat Jenderal Imigrasi Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan perihal pencegahan bepergian ke luar negeri selama enam bulan terhadap Menteri Agama era Presiden ke-7 RI Joko Widodo, yakni Yaqut Cholil Qoumas.

    Pencegahan tersebut berkaitan dengan penyidikan kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024.

    “Bahwa pada tanggal 11 Agustus 2025, KPK telah mengeluarkan Surat Keputusan tentang Larangan Bepergian Ke Luar Negeri terhadap 3 (tiga) orang yaitu YCQ, IAA dan FHM terkait dengan perkara sebagaimana tersebut di atas,” ujar Juru Bicara KPK Budi Prasetyo melalui keterangan tertulis, Selasa (12/8/2025).

    Budi menjelaskan tindakan larangan bepergian ke luar negeri tersebut dilakukan oleh KPK karena keberadaan ketiga orang tersebut di wilayah Indonesia dibutuhkan dalam rangka proses penyidikan dugaan tindak pidana korupsi sebagaimana tersebut di atas.

    “Keputusan ini berlaku untuk 6 (enam) bulan ke depan,” kata Budi.

    KPK menaikkan status penyelidikan terkait penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama tahun 2023-2024 ke tahap penyidikan. Status tersebut diperoleh setelah KPK menggelar ekspose pada Jumat (8/8/2025).

    KPK menggunakan Surat Perintah Penyidikan (Sprindik) umum dalam menangani kasus dugaan korupsi haji. Artinya, belum ada tersangka yang ditetapkan begitu Sprindik diteken. Pihak-pihak yang bertanggung jawab akan dicari dalam proses penyidikan berjalan.

    “KPK menerbitkan Sprindik umum dengan pengenaan Pasal 2 ayat 1 atau Pasal 3 Undang-undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUH Pidana,” kata Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam jumpa pers di Kantornya, Jakarta, Sabtu (9/8) dini hari.

    Dari perhitungan awal KPK, kasus ini diduga merugikan negara lebih dari Rp 1 triliun. KPK menggandeng Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) untuk menghitung angka kerugian negara dalam kasus ini.

    Sejumlah pejabat dan mantan pejabat di internal Kementerian Agama serta agen perjalanan haji dan umrah sudah dimintai keterangannya oleh penyelidik KPK. Di antaranya Yaqut Cholil Qoumas, Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Kementerian Agama Hilman Latief, serta pegawai Kementerian Agama berinisial RFA, MAS, dan AM.

    Kemudian Pendakwah Khalid Basalamah, Sekretaris Jenderal Dewan Pengurus Pusat Asosiasi Muslim Penyelenggara Haji dan Umrah Republik Indonesia (DPP AMPHURI) Muhammad Farid Aljawi dan Ketua Umum Kesatuan Travel Haji Umrah Indonesia (Kesthuri) Asrul Aziz.

    Khusus Yaqut, ia menjalani proses klarifikasi selama sekitar 4 jam 45 menit, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (7/8/2025).

    “Alhamdulillah, saya berterima kasih akhirnya mendapatkan kesempatan untuk mengklarifikasi segala hal, terutama yang terkait dengan pembagian kuota tambahan pada proses haji tahun 2024 yang lalu,” kata Yaqut di Kantor KPK.

    Artikel selengkapnya >>> Klik di sini

    (miq/miq)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Kronologi dan Polemik Penangkapan Bupati Kolaka Timur Dalam OTT KPK

    Kronologi dan Polemik Penangkapan Bupati Kolaka Timur Dalam OTT KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberatasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis sebagai tersangka dugaan kasus korupsi pada proyek pembangunan RSUD di wilayah Kolaka Timur.

    Abdul Azis dan Fauzan (ajudan Abdul Azis) ditangkap dalam operasi tangkap tangan (OTT) di Makassar, Sulawesi Selatan, Kamis (7/8/2025). Lalu diperiksa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta pada Jumat (8/8/2025).

    Dalam menyelidiki kasus ini, KPK menggelar OTT di tiga wilayah yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan,  dan Jakarta.

    Di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kendari KPK menangkap 4 orang yaitu Ageng Dermanto selaku PPK Proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Harry Ilmar pejabat PPTK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Nova Ashtreea pihak swasta dari staf PT PCP, dan Danny Adirekson Kasubbag TU Pemkab Kolaka Timur.

    Sedangkan di Jakarta, KPK menangkap Andi Lukman Hakim PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD,  Deddy Karnady pihak PT PCP, Nugoroho Budiharto pihak swasta PT PA, Arif Rahman-Aswin-Cahyana selaku KSO PT PCP.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan beberapa dari mereka melakukan kesepakatan penentuan tender untuk pembangunan RSUD dari tipe D ke tipe C di Kolaka Timur yang menggunakan Dana Alokasi Khusus (DAK), di mana PT PCP dipilih untuk mengerjakan proyek tersebut.

    “Saudara ABZ [Abdul Azis] bersama GPA [Gusti Putu Artana] selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, DA, dan selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim, menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kab. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim,” kata Asep saat konferensi pers, Sabtu (9/8/2025).

    Asep menceritakan pada Maret 2025, Ageng Dermanto menandatangani kontrak kerja pembangunan RSUD dengan PT PCP sebesar Rp126,3 miliar.

    Di bulan April 2025, Ageng Dermanto memberikan Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Di sisi lain, sepanjang bulan Mei-Juni, Dedy Karnady menarik sekitar Rp2,09 miliar yang kemudian menyerahkan Rp500 juta kepada Ageng Demanto di lokasi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Asep menjelaskan pada pertemuan itu, Deddy menyampaikan permintaan Ageng kepada PT PCP terkait komitmen fee sebesar 8%.

    Lalu, Deddy menarik cek Rp1,6 miliar pada bulan Agustus untuk diserahkan kepada Ageng dan Ageng menyerahkan kepada Yasin selaku staf dari Abdul Azis.

    Tak hanya itu, Deddy kembali memberikan Rp200 juga kepada Ageng. Sedangkan PT PCP juga melakukan pencarian cek Rp3,3 miliar.

    “Tim KPK kemudian menangkap Sdr. AGD [Ageng Dermanto] dengan barang bukti uang tunaisejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian darikomitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kab. Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” terang Asep.

    Setelah melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

    Atas perbuatannya Deddy dan Arif Rahman sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf aatau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55ayat (1) ke-1 KUHP.18.

    Sedangkan Abdul Azis, dan Andi Lukman, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau batau Pasal 11 dan Pasal 12B UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo.Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Polemik Penangkapan Abdul Azis

    Penangkapan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis sempat diwarnai polemik karena dia mengklaim tidak memiliki keterkaitan dengan OTT KPK di Sulawesi Tenggara.

    Mulanya, Wakil Ketua KPK Johanis Tanak membenarkan Abdul Azis di tangkap di Sulawesi Tenggara. 

    “Ya [salah satu Bupati di Sultra diamankan dalam OTT],” katanya kepada wartawan, Kamis (7/8/2025).

    Namun tidak berselang lama kabar tersebut diberitakan, Abdul Azis membantah terjaring OTT dan sedang hadir dalam Rakernas Partai NasDem di Makassar. 

    “Saya baru dengar kabar ini tiga jam lalu. Hari ini saya dalam kondisi baik, sedang ikut rakernas. Kalau ada proses penyelidikan, saya siap taat dan patuh. Tapi kalau ini bagian dari drama dan framing, itu sangat mengganggu secara psikologis,  juga mengganggu masyarakat,” katanya, Kamis (7/8/2025).

    Simpang siur  ini pun diklarifikasi oleh Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu usai menangkap Abdul Azis. Asep menjelaskan bahwa KPK sempat terkecoh dengan jadwal Rakernas Nasdem.

    “Nah, terkait dengan acara dari salah satu partai, itu berdasarkan rundown-nya yang kami terima, acaranya adalah di hari jumat,” kata Asep, Sabtu (9/8/2025).

    Tadinya KPK ingin menangkap Abdul Azis pada hari Kamis, tetapi karena dinamika lapangan membuat tim KPK yang di Sulawesi Selatan bergegas menangkap Abdul Azis. Meski begitu, Asep menjelaskan OTT tidak dilakukan saat rakernas berlangsung.

    “Jadi, sesungguhnya tidak, atau proses tangkap tangan ini tidak dilakukan pada kegiatan itu berlangsung,” tandasnya.

    KPK masih mendalami perkara ini dengan mencari barang bukti baru dan memeriksa beberapa pihak yang diduga terlibat.