Tag: Asep Guntur

  • Terungkap! Oknum di Kemenag Terima Rp42 Juta-Rp113 juta per Kuota Haji dari Agen Travel

    Terungkap! Oknum di Kemenag Terima Rp42 Juta-Rp113 juta per Kuota Haji dari Agen Travel

    GELORA.CO – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menemukan setoran sejumlah perusahaan travel kepada oknum pejabat Kementerian Agama (Kemenag) mencapai rata-rata 2.600–7.000 dolar AS. Berdasarkan kurs Rp16.180,68, nilai tersebut setara dengan Rp42.069.767 hingga Rp113.264.900.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menjelaskan para agen travel melalui asosiasi travel meminta kepada oknum di Kemenag RI agar mendapatkan jatah kuota haji tambahan khusus sebanyak 10.000 dari Pemerintah Arab Saudi pada tahun 2024.

    Dari kesepakatan tersebut, kuota tambahan 20.000 dibagi rata, 50 persen untuk kuota reguler (10.000) dan 50 persen untuk kuota khusus (10.000). Kuota haji tambahan khusus tersebut diberikan Kemenag kepada asosiasi travel untuk kemudian dibagikan kepada para agen travel.

    “Asosiasi inilah yang pertama-tama kemudian melakukan komunikasi dengan pihak kementerian. Setelah itu diputuskan kuotanya, pembagiannya 50:50, dan pembagiannya melalui asosiasi ini. Jadi semua asosiasi kemudian dibagi-bagikan kepada seluruh travel,” kata Asep kepada awak media di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

    Sebagai komitmen fee, sejumlah perusahaan travel menyetorkan uang kepada oknum pejabat Kemenag dalam kisaran  2.600–7.000 dolar AS. Berdasarkan kurs Rp16.180,68, nilai tersebut setara dengan Rp42.069.767 hingga Rp113.264.900. Uang setoran ini dikumpulkan terlebih dahulu oleh asosiasi travel sebelum diserahkan kepada pejabat Kemenag.

    Nilai setoran bervariasi tergantung jumlah kuota tambahan haji khusus yang diperoleh. KPK juga menaksir adanya setoran dengan nilai tertinggi mencapai triliunan rupiah.

    “Ada hitung-hitungan kasarnya, ada yang sudah menghitung 10.000 dikalikan sekian gitu kan. Ada nilainya ada yang sampai sekian triliun dan lain-lain. Ya bisa menghitung nilai-nilai kasar, tapi hitungannya ada yang 2.600 sampai dengan 7.000 USD per kuota. Jadi tergantung dari penjualannya dan juga tergantung kepada travelnya,” jelas Asep.

    Diketahui, kasus ini telah naik ke tahap penyidikan berdasarkan surat perintah penyidikan umum tanpa tersangka pada Jumat (8/8/2025). Potensi kerugian negara dalam perkara ini diperkirakan mencapai Rp1 triliun.

    Sebagai bagian dari penyidikan, KPK mencegah tiga orang bepergian ke luar negeri sejak 11 Agustus 2025 hingga 11 Februari 2026. Masa pencegahan tersebut dapat diperpanjang sesuai kebutuhan penyidikan. Ketiga orang itu adalah mantan Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), mantan Staf Khusus Menteri Agama Bidang Ukhuwah Islamiyah, Hubungan Organisasi Kemasyarakatan dan Sosial Keagamaan, serta Moderasi Beragama Ishfah Abidal Aziz (IAA), dan pengusaha travel FHM.

    Dalam konstruksi perkara, berdasarkan Surat Keputusan yang ditandatangani Yaqut pada 15 Januari 2024, pembagian kuota tambahan haji sebanyak 20.000 dari Pemerintah Arab Saudi dibagi rata: 50 persen untuk kuota haji khusus dan 50 persen untuk kuota haji reguler di Indonesia.

    Secara rinci, kuota tambahan haji khusus sebanyak 10.000 terdiri dari 9.222 untuk jemaah dan 778 untuk petugas haji khusus. Sementara kuota tambahan haji reguler sebanyak 10.000 dibagikan ke 34 provinsi. Provinsi penerima kuota terbanyak adalah Jawa Timur (2.118 orang), Jawa Tengah (1.682 orang), dan Jawa Barat (1.478 orang). Provinsi lainnya menerima antara puluhan hingga ratusan kuota.

    Pembagian ini diduga melanggar Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah, yang mengatur porsi kuota haji khusus maksimal 8 persen dan kuota haji reguler sebesar 92 persen, bukan pembagian 50:50.

  • Dirut Inhutani V Tersangka Kasus Suap, Perhutani Bakal Diperiksa KPK

    Dirut Inhutani V Tersangka Kasus Suap, Perhutani Bakal Diperiksa KPK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan Direktur Utama Inhutani V Dicky Yuana Rady sebagai tersangka suap perizinan pengelolaan kawasan hutan di Provinsi Lampung. 

    Akan hal tersebut, Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengusut kasus ini untuk menemukan barang bukti maupun pihak-pihak yang terlibat dalam kasus yang menyeret perusahaan BUMN tersebut.

    “Tentu kita akan lihat apakah juga pengurusan, ya kepengurusan lahan ini, kerja sama lahan ini. Apakah anak perusahaannya saja atau juga mengalir uangnya ke induk perusahaannya dalam hal ini perhutani,” kata Asep saat ditanya wartawan apakah akan mengusut jajaran Perhutani, Kamis (14/8/2025).

    Pasalnya, Perhutani memiliki anak perusahaan Inhutani mulai dari 1,2,3, dan 4. Menurutnya tidak menutup kemungkinan anak perusahaan lainnya menerima aliran dana itu.

    Dalam perkara ini, KPK menetapkan 3 tersangka, yaitu; Direktur PT INH V Dicky Yuana Rady (DIC); Direktur PT PML Djunaidi (DJN); dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT).

    “Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD189.000 (atau sekitar Rp2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp8,5 juta, 1 (satu) unit mobil RUBICON di rumah DIC; serta 1 (satu) unit mobil Pajero milik Sdr. DIC di rumah ADT,” kata Asep.

    PT PML melalui DJN memberikan Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman ke rekening PT INH. Adapun dari dana tersebut, DIC diduga menerima uang tunai dari DJN sebesar Rp100 juta.

    Alhasil, DIC menyetujui permintaan PT PML dengan mengelola hutan tanaman seluas lebih dari 2 juta hektare di wilayah register 42 dan lebih dari 600 hektare di register 46.

    Atas perbuatannya DJN dan ADT sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedangkan DIC, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus s.d 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

  • KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Lombok 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Lombok Nasional 14 Agustus 2025

    KPK Selidiki Kasus Dugaan Korupsi Tambang di Lombok
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang mengusut kasus dugaan korupsi di sektor pertambangan di Lombok, Nusa Tenggara Barat (NTB).
    KPK mengatakan, kasus tersebut dalam tahap penyelidikan.
    “Bisa saya sampaikan bahwa benar sedang menangani perkara (tambang di Lombok) dimaksud,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
    Asep belum menyampaikan secara detail konstruksi perkara korupsi tersebut lantaran masih dalam tahap penyelidikan.
    “Tapi, masih dalam proses lidik, jadi belum kita bisa sampaikan,” ujar dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Agar Izin Terbit, Dirut PT Inhutani V Minta Dibelikan Rubicon Baru Seharga Rp2,3 M kepada Direktur PT PML

    Agar Izin Terbit, Dirut PT Inhutani V Minta Dibelikan Rubicon Baru Seharga Rp2,3 M kepada Direktur PT PML

    GELORA.CO – Direktur Utama PT Inhutani V (INH) Dicky Yuana Rady (DIC) disebut minta dibelikan mobil baru, Jeep Rubicon bewarna merah seharga Rp2,3 miliar kepada Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi (DJN).

    “Pada Juli 2025, terjadi pertemuan antara Sdr. DIC dan Sdr. DJN di lapangan golf di Jakarta. Dimana Sdr. DIC meminta mobil baru kepada Sdr. DJN. Kemudian Sdr. DJN menyanggupi keinginan Sdr. DIC untuk membeli satu unit mobil baru tersebut (Jeep Rubicon),” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu ketika jumpa pers di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Kamis (14/8/2025).

    Asep menjelaskan, alasan Dicky meminta mobil baru sebagai bentuk balas jasa karena telah menyetujui permintaan PT PML terkait izin Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan kawasan Lampung.

    Lalu, mobil tersebut diserahkan melalui perantara Djunaidi (DJN) yakni staf perizinan PT Sungai Budi (SB) yang merupakan perusahaan induk dari PT PML, Aditya (ADT) berserta uang RpSGD189.000 atau setara Rp2,4 miliar kepada Dicky di Kantor Inhutani.

    “Kemudian pada Agustus 2025, Sdr. DJN melalui Sdr. ADT menyampaikan kepada Sdr. DIC bahwa proses pembelian 1 unit mobil baru seharga Rp2,3 miliar telah diurus oleh Sdr. DJN. Pada saat bersamaan, Sdr. ADT mengantarkan uang senilai SGD189.000 dari Sdr. DJN untuk Sdr. DIC di Kantor Inhutani,” kata Asep

    Sebelumnya diberitakan, KPK telah menetapkan tiga tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi berupa suap pengurusan izin pemanfaatan hutan di kawasan Provinsi Lampung, yang melibatkan PT Eksploitasi dan Industri Hutan V (Inhutani V). Penetapan ini dilakukan setelah KPK menggelar operasi tangkap tangan (OTT).

    Ketiga tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT Inhutani V (INH) Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) Djunaidi (DJN), dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT).

    Untuk kebutuhan penyidikan lebih lanjut, para tersangka ditahan selama 20 hari ke depan. Terhitung tanggal 14 Agustus sampai dengan 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

    Atas perbuatannya, Dicky Yuana Rady sebagai pihak penerima suap diduga melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

    Sedangkan Djunaidi dan Aditya, sebagai pihak pemberi suap, diduga melanggar Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sebelumnya, kegiatan OTT dilakukan sejak Rabu (13/8/2025) dengan mengamankan sembilan orang di empat lokasi berbeda: Jakarta, Bekasi, Depok, dan Bogor, termasuk ketiga tersangka.

    Barang bukti yang disita antara lain uang tunai SGD189.000 (sekitar Rp2,4 miliar), uang tunai Rp8,5 juta, satu unit mobil Jeep Rubicon di rumah Dicky Yuana Rady, dan satu unit mobil Pajero milik Dicky Yuana Rady di rumah Aditya.

    Dalam kontruksi perkara, PT Inhutani V memiliki hak pengelolaan areal hutan di Lampung seluas ±56.547 hektare, dengan ±55.157 hektare di antaranya dikerjasamakan dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PML) melalui perjanjian kerja sama (PKS). Meski pada 2018 terjadi permasalahan hukum terkait kewajiban pembayaran pajak dan dana reboisasi yang tidak dipenuhi PT PML, Mahkamah Agung pada 2023 memutuskan PKS tersebut tetap berlaku.

    Pada 2024, kedua perusahaan kembali melanjutkan kerja sama. PT PML disebut mengalirkan dana miliaran rupiah kepada PT INH, termasuk Rp100 juta untuk keperluan pribadi Dicky Yuana Rady. Pada November 2024, Dicky menyetujui perubahan rencana kerja usaha pemanfaatan hutan (RKUPH) yang mengakomodir kepentingan PT PML.

    Memasuki 2025, Dicky menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang kembali menguntungkan PT PML. Pada Juli 2025, Dicky meminta satu unit mobil baru yakni kepada Djunaidi, yang kemudian disanggupi. Pada Agustus 2025, Aditya mengantarkan uang SGD189.000 dari Djunaidi untuk Dicky di Kantor Inhutani, bersamaan dengan proses pembelian mobil baru senilai Rp2,3 miliar.

  • KPK Pamerkan Uang Rp 2,4 Miliar dan Rubicon yang Disita Saat OTT Dirut Inhutani V
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    KPK Pamerkan Uang Rp 2,4 Miliar dan Rubicon yang Disita Saat OTT Dirut Inhutani V Nasional 14 Agustus 2025

    KPK Pamerkan Uang Rp 2,4 Miliar dan Rubicon yang Disita Saat OTT Dirut Inhutani V
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memamerkan barang bukti berupa uang tunai sebesar 189.000 Dollar Singapura atau sekitar Rp 2,4 miliar – kurs hari ini dan satu unit mobil Rubicon yang disita dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) PT Inhutani V, pada Kamis (14/8/2025).
    OTT tersebut terkait dengan dugaan kasus suap pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan.
    “Kita akan tampilkan barang bukti dalam kegiatan tangkap tangan ini, sementara mobil Rubicon akan ditampilkan di parkiran belakang ya,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis.
    Berdasarkan pantauan
    Kompas.com
    , satu penyidik KPK lengkap dengan rompi, bermasker dan topi masuk ke ruangan konferensi pers.
    Dia membawa satu kotak kardus berwarna cokelat bertuliskan KPK.
    Ia kemudian membuka kardus tersebut dan menunjukkan tumpukan uang mata uang Singapura tersebut.
    Sementara itu, Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, KPK mengamankan 9 orang dari empat lokasi dalam OTT tersebut.
    Mereka yang ditangkap di Jakarta di antaranya, Dicky Yuana Rady selaku Direktur Utama PT Inhutani V; Raffles selaku Komisaris PT Inhutani V; Djunaidi selaku Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML); Arvin selaku staf PT PML; Joko dari SB Grup; dan Sudirman dari PT PML.
    Kemudian satu yang ditangkap di Bekasi adalah Aditya selaku staf perizinan SB Grup.
    Lalu, satu orang di Depok yaitu Bakhrizal Bakri selaku Mantan Direktur PT INH, dan satu orang di Bogor yaitu Yuliana selaku eks Direktur PT Inhutani V.
    “Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai SGD189.000 (atau sekitar Rp2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp8,5 juta, 1 (satu) unit mobil RUBICON di rumah Dicky Yuana (DIC); serta 1 unit mobil Pajero milik DIC di rumah ADT (Aditya selaku staf perizinan SB Grup),” kata Asep.
    Dari OTT tersebut, KPK menetapkan tiga orang tersangka dalam kasus korupsi tersebut yakni, Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady; Djunaidi selaku Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML); dan Aditya selaku staf perizinan SB Grup.
    Dalam konstruksi perkara ini, Asep mengatakan, permasalahan ini muncul pada 2018, saat PT Inhutani V dan PT PML menghadapi masalah hukum atas kerja sama mereka.
    PT PML tidak melakukan kewajiban membayar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB) periode tahun 2018 – 2019 senilai Rp 2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp 500 juta per tahun, serta belum memberi laporan pelaksanaan kegiatan kepada PT Inhutani V per bulannya.
    Pada Juni 2023, berdasarkan keputusan Mahkamah Agung (MA) yang telah inkracht atas permasalahan hukum antara PT Inhutani V dan PT PML menjelaskan bahwa Perjanjian Kerja Sama (PKS) yang telah diubah pada tahun 2018 antara kedua belah pihak masih berlaku.
    Namun, PT PML wajib membayar ganti rugi sebesar Rp3,4 miliar.
    Meskipun dengan berbagai permasalahan tersebut, pada awal 2024, PT PML tetap berniat melanjutkan kerja sama dengan PT Inhutani V untuk kembali mengelola kawasan hutan di lokasi register 42, register 44, dan register 46 berdasarkan PKS kedua belah pihak yang telah diubah pada tahun 2018.
    Selanjutnya, pada Juni 2024, terjadi pertemuan di Lampung antara jajaran Direksi beserta Dewan Komisaris PT Inhutani V dan Direktur PT PML Djunaidi dan tim guna menyepakati pengelolaan hutan oleh PT PML dalam RKUPH (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan).
    Lalu, pada Agustus 2024, Dirut PT PML Djunaidi mengeluarkan uang senilai Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT Inhutani V ke rekening PT Inhutani V.
    “Dalam kesempatan yang sama, Dicky Yuana diduga menerima uang tunai dari Djunaidi senilai Rp100 juta, yang digunakan untuk keperluan pribadi,” ujarnya.
    Pada Februari 2025, Dicky Yuana menandatangani Rencana Kerja Tahunan (RKT) PT Inhutani V yang di dalamnya juga mengakomodir kepentingan PT PML.
    Selanjutnya, Djunaidi meminta Sudirman selaku Staf PT PML membuat bukti setor yang direkap dengan nilai Rp3 miliar dan Rp4 miliar dari PT PML kepada PT Inhutani V.
    “Hal ini membuat laporan keuangan PT INH berubah dari “merah” ke “hijau”, dan membuat posisi Dicky Yuana “aman,” tuturnya.
    Kemudian Sudirman menyampaikan kepada Djunaidi, bahwa PT PML sudah mengeluarkan dana Rp21 miliar kepada PT Inhutani V untuk modal pengelolaan hutan.
    Pada Agustus 2025, KPK menemukan adanya pertemuan Direktur Utama PT Inhutani V Dicky Yuana Rady dan Direktur PT PML Djunaidi di lapangan golf di Jakarta pada Juli 2025.
    Dalam pertemuan itu, Dicky Yuana meminta dibelikan mobil baru kepada Djunaidi.
    Dalam beberapa hari, DJN (Djunaidi) melalui ADT (Aditya) menyampaikan kepada DIC (Dicky Yuana) bahwa proses pembelian 1 unit mobil baru seharga Rp2,3 miliar telah diurus oleh DJN (Djunaidi).
    “Pada saat bersamaan, Sdr. ADT (Aditya) mengantarkan uang senilai SGD189.000 dari Sdr. DJN (Djunaidi) untuk Sdr. DIC (Dicky) di Kantor Inhutani,” kata dia.
    Selanjutnya, Djunaidi melalui Arvin selaku Staf PT PML menyampaikan kepada Dicky Yuana bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh permintaan Dicky, termasuk pemberian kepada salah seorang Komisaris PT Inhutani V.
    Atas rangkaian peristiwa tersebut, KPK melakukan pemeriksaan dan menetapkan Dicky Yuana, Djunaidi, dan Aditya sebagai tersangka. Ketiganya langsung dilakukan penahanan.
    “KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus sampai dengan 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih,” tuturnya.
    Atas perbuatan Djunaidi dan Aditya sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sedangkan Dicky, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dirut PT Inhutani V Minta Jeep Rubicon, Demi Muluskan Izin Kelola Hutan PT PML

    Dirut PT Inhutani V Minta Jeep Rubicon, Demi Muluskan Izin Kelola Hutan PT PML

    Bisnis.com, JAKARTA – Direktur Utama PT Eksploitasi dan Industri Hutan (Inhutani) V Dicky Yuana Rady (DIC) meminta mobil Jeep Rubicon senilai Rp2,3 miliar untuk memuluskan izin pengelolaan hutan dari PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML)

    Hal itu diungkapkan oleh Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Kamis (14/8/2025).

    Mulanya pada Juli 2025, DIC bertemu dengan Djunaidi (DJ) selaku Direktur PT PML di salah satu lapangan golf di Jakarta. Permintaan sebagai syarat pengubahan Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan (RKUPH) oleh PT PML, sehingga dapat mengelola kawasan hutan di provinsi Lampung seluas 2 ribu hektare di wilayah register 42 dan 600 hektare di wilayah register 46.

    “Pada Agustus 2025, saudara DJN melalui saudara ADT [Aditya, staff perizinan SB grup] menyampaikan kepada saudara DIC bahwa proses pembelian 1 unit mobil baru seharga Rp2,3 miliar telah diurus oleh saudara DJN. Pada saat bersamaan, saudara ADT mengantarkan uang senilai SGD189.000 dari saudara DJN untuk saudara DIC di Kantor Inhutani,” ungkap Asep, Kamis (14/8/2025).

    Selain itu, DIC menerima Rp100 juta dari DJN yang kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi. 

    Adapun selain DIC, KPK menetapkan Direktur PT PML Djunaidi (DJN); dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT) sebagai pemberi suap.

    Atas perbuatannya DJN dan ADT sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedangkan DIC, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus s.d 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih.

  • Korupsi Izin Pemanfaatan Hutan, Dirut Inhutani V Diduga Minta Mobil Baru
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        14 Agustus 2025

    Korupsi Izin Pemanfaatan Hutan, Dirut Inhutani V Diduga Minta Mobil Baru Nasional 14 Agustus 2025

    Korupsi Izin Pemanfaatan Hutan, Dirut Inhutani V Diduga Minta Mobil Baru
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    KPK menyebut tersangka suap pengurusan izin pemanfaatan kawasan hutan yakni Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady, meminta mobil baru ke pihak perusahaan swasta.
    Dalam perkara ini, KPK menemukan bahwa Dicky Yuana meminta suap berupa mobil baru kepada PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML) Djunaidi.
    “Pada Juli 2025, terjadi pertemuan antara DIC (Dicky Yuana) dan DJN (Djunaidi) di lapangan golf di Jakarta. Di mana Sdr. DIC (Dicky Yuana) meminta mobil baru kepada Sdr. DJN (Djunaidi),” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (14/8/2025).
    “Kemudian DJN (Djunaidi) menyanggupi keinginan DIC (Dicky Yuana) untuk membeli unit mobil baru tersebut,” sambungnya.
    Asep mengatakan, pada Agustus 2025, Dicky Yuana menerima kabar bahwa proses pembelian mobil baru senilai Rp 2,3 miliar sudah diurus oleh Djunaidi.
    Tak hanya itu, Staf Perizinan SB Grup, Aditya, mengantarkan uang senilai 189.000 Dolar Singapura dari Djunaidi untuk Dicky Yuana di Kantor Inhutani V.
    “Selanjutnya, DJN (Djunaidi) melalui Staf PT PML, Arvin (ARV), menyampaikan kepada DIC (Dicky Yuana) bahwa pihaknya telah memenuhi seluruh permintaan Dicky, termasuk pemberian kepada salah seorang Komisaris PT. INH (Inhutani V),” ujarnya.

    Asep mengatakan, Dicky Yuana dan delapan orang lainnya ditangkap penyidik dalam Operasi Tangkap Tangan (OTT) pada Rabu (13/8/2025).
    Dalam OTT itu, KPK juga menyita dua unit mobil Rubicon dan uang tunai 189.000 Dollar Singapura.
    Atas rangkaian peristiwa itu, KPK menetapkan tiga orang tersangka, yaitu Direktur Utama PT Inhutani V, Dicky Yuana Rady; Djunaidi selaku Direktur PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML); dan Aditya selaku staf perizinan SB Grup.
    Atas perbuatan Djunaidi dan Aditya sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
    Sedangkan Dicky, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan tindak pidana korupsi sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
    “KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus sampai dengan 1 September 2025, di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih,” ucap dia.
    Sebelumnya, KPK menangkap sembilan orang, termasuk Direksi Industri Hutan V atau Inhutani V, dalam OTT di Jakarta pada Rabu (13/8/2025).
    Dalam OTT tersebut, KPK juga menyita uang sebesar Rp 2 miliar.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan 3 Tersangka Kasus Dugaan Suap di Inhutani V

    KPK Tetapkan 3 Tersangka Kasus Dugaan Suap di Inhutani V

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tiga sebagai tersangka dugaan suap kerja sama pengelolaan kawasan hutan PT Inhutani (PT INH) V dengan PT Paramitra Mulia Langgeng (PT PML).

    Deputi Penindakan dan Eksekusi Asep Guntur Rahayu mengungkapkan tiga tersangka adalah Direktur PT INH V Dicky Yuana Rady (DIC), Direktur PT PML Djunaidi (DJN), dan staf perizinan SB Grup Aditya (ADT).

    Penetapan tersangka merupakan hasil operasi tangkap tangan (OTT) KPK setelah melakukan pendalaman kasus. Dalam kasus ini, KPK mengamankan barang bukti berupa mobil Rubicon hingga uang Rp2,4 miliar.

    “Tim KPK juga mengamankan sejumlah barang bukti, berupa uang tunai senilai 189.000 dolar Singapura (atau sekitar Rp2,4 miliar – kurs hari ini), uang tunai senilai Rp8,5 juta, 1 (satu) unit mobil RUBICON di rumah DIC; serta 1 (satu) unit mobil Pajero milik Sdr. DIC di rumah ADT,” kata Asep dalam konferensi pers, Kamis (14/8/2025).

    Perkara ini bermula ketika PT PML tidak melakukan kewajiban pembayaran PBB periode 2018-2019 sebesar Rp2,31 miliar, dan pinjaman dana reboisasi senilai Rp500 juta per tahun.

    Diketahui PT INH V memiliki hak areal di Provinsi Lampung seluas kurang lebih 56 ribu hektare, di mana sekitar 55 ribu hektare telah dikerjasamakan dengan PT PML melalui Perjanjian Kerjasama (PKS).

    Adapun, wilayah tersebut adalah Register 42 (Rebang) seluas ±12.727 Ha;  Register 44 (Muaradua) seluas ±32.375 Ha; dan 3) Register 46 (Way Hanakau) seluas ±10.055 Ha.

    Lebih lanjut,  pada tahun 2023 PT PML sudah digugat perdata oleh PT INH dan wajib membayar ganti rugi Rp3,4 miliar. 

    Pada tahun 2024, PT PML ingin bekerja sama kembali dengan PT INH untuk mengelola kawasan hutan pada register 42 sampai 46.

    “Pada Juni 2024, terjadi pertemuan di Lampung antara jajaran Direksi beserta Dewan Komisaris PT. INH dan saudara DJN selaku Direktur PT. PML dan tim, yang menyepakati pengelolaan hutan oleh PT. PML dalam RKUPH (Rencana Kerja Usaha Pemanfaatan Hutan),” jelas Asep.

    PT PML melalui DJN memberikan Rp4,2 miliar untuk pengamanan tanaman dan kepentingan PT INH ke rekening PT INH. Adapun dari dana tersebut,  DIC diduga menerima uang tunai dari DJN sebesar Rp100 juta.

    Alhasil, DIC menyetujui permintaan PT PML dengan mengelola hutan tanaman seluas lebih dari 2 juta hektare di wilayah register 42 dan lebih dari 600 hektare di register 46.

    Tak hanya itu, DIC bertemu DJN di lapangan golf di Jakarta pada Juli 2025 dengan meminta mobil baru berupa Rubicon. Mobil seharga Rp2,3 miliar itu diberikan pada Agustus 2025.

    Atas perbuatannya, DJN dan ADT sebagai pihak pemberi, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 5 ayat (1) huruf a atau b atau Pasal 13 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi, jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.

    Sedangkan DIC, sebagai pihak penerima, diduga melakukan perbuatan TPK sebagaimana diatur dalam Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 UU Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. 

    KPK selanjutnya melakukan penahanan untuk 20 hari pertama, terhitung tanggal 14 Agustus s.d 1 September 2025 di Rumah Tahanan (Rutan) Cabang KPK Gedung Merah Putih

  • Cari Bukti Dugaan Korupsi Kuota dan Penyelenggaraan Haji, KPK Geledah Kantor Kemenag

    Cari Bukti Dugaan Korupsi Kuota dan Penyelenggaraan Haji, KPK Geledah Kantor Kemenag

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menggeledah kantor Kementerian Agama (Kemenag) tepatnya ruangan Ditjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah pada hari ini, Rabu, 13 Agustus.

    Upaya paksa ini terkait dugaan korupsi kuota dan penyelenggaraan haji tahun 2023-2024 yang sedang ditangani.

    “Hari ini tim sedang lakukan giat penggeledahan di Kementerian Agama, Ditjen PHU,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan dalam keterangan tertulisnya, Rabu, 13 Agustus.

    Budi belum memerinci temuan yang didapat penyidik dalam upaya paksa itu. “Kegiatan saat ini masih berlangsung,” tegasnya.

    Diberitakan sebelumnya, KPK telah menerbitkan surat perintah penyidikan (sprindik) umum dugaan korupsi penambahan kuota dan penyelenggaraan haji. Lembaga ini beralasan penerbitan itu dilakukan supaya mereka bisa melakukan upaya paksa.

    “Dengan sprindik umum ini kita menjadi lebih leluasa untuk mengumpulkan bukti juga mengumpulkan informasi sehingga membuat terang sebuah perkara yang sedang kita tangani ini,” kata pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Sabtu dini hari, 9 Agustus.

    Sprindik umum tersebut menggunakan Pasal 2 Ayat 1 dan/atau Pasal 3 UU nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2021 jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP. Artinya, ada kerugian negara yang terjadi akibat praktik rasuah ini.

    Adapun kerugian negara dalam kasus korupsi kuota dan penyelenggaraan haji periode 2023-2024 ini disebut mencapai Rp1 triliun lebih dan bisa bertambah. Angka ini muncul karena pembagian kuota haji tambahan sebesar 20.000 dari pemerintah Arab Saudi dilakukan dengan tidak semestinya, yakni 92 persen untuk haji reguler dan sisanya atau 8 persen untuk haji khusus.

  • PCNU Bangkalan Prihatin Dugaan Kasus Korupsi Kuota Haji: Khawatir Meruntuhkan Marwah NU

    PCNU Bangkalan Prihatin Dugaan Kasus Korupsi Kuota Haji: Khawatir Meruntuhkan Marwah NU

    GELORA.CO – Sekretaris Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) Bangkalan Jawa Timur, Lora Dimyathi Muhammad, prihatin atas dugaan korupsi pengelolaan kuota haji di Kementerian Agama (Kemenag) untuk periode 2023–2024.

    Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) adalah struktur organisasi Nahdlatul Ulama (NU) yang berada di tingkat kabupaten atau kota. 

    NU sendiri merupakan organisasi keagamaan Islam terbesar di Indonesia yang berfokus pada dakwah, pendidikan, sosial, dan pemberdayaan masyarakat dengan pendekatan moderat dan tradisional.

    Terkait kasus dugaan korupsi kuota haji, KPK telah melakukan pencekalan bepergian ke luar negeri kepada 3 orang terperiksa yakni mantan Menag RI Yaqut Cholil Qoumas, Isfah Abidal Aziz mantan Stafsus Menaf Yaqut dan Fuad Hasan Masyhur, bos travel Maktour.

    “Saya prihatin. Indikasi penyelewengan penyelenggaraan haji 2023-2024 yang dulu diawasi dan didalami penyelewengannya oleh Pansus DPR RI, dan hingga akhir Pansus, Menang RI tidak hadir memberikan keterangan, akhirnya harus ditangani oleh KPK RI”, kata Dimyathi Muhammad, dalam keterangannya Rabu (13/8/2025).

    “Padahal, pansus haji oleh DPR RI saat itu, memicu ketegangan terbuka melibatkan PBNU,” imbuhnya.

    Menurut Dimyathi, kasus kuota haji yang ditangani KPK saat ini, sangat memprihatinkan bagi komunitas Nahdliyyin.

    Gus Yaqut adalah mantan Ketua GP Ansor dan Isfah Abidal Aziz saat ini adalah Ketua PBNU.

    Namun demikian, dia berharap KPK bisa membukanya secara terbuka agar terang benderang, baik pelanggarannya maupun aliran dananya. 

    “Fakta adanya terduga saat ini dan pengembangannya nanti, dikhawatirkan bisa meruntuhkan marwah, integritas dan moralitas Ormas NU,” ujarnya

    “Dibuka saja agar terang benderang. Publik supaya tahu dan tidak perlu ditutup-tutupi. Semua ini akan menjadi pembelajaran dan pembenahan penyelenggaraan haji selanjutnya,” lanjutnya.

    Terhadap adanya kasus ini, Dimyathi mengajak kepada Nahdliyyin, struktur NU terutama PBNU 2022-2027 agar selalu berbenah diri dan senantiasa amanah dalam menjalankan tugas dan tanggung jawab. 

    “Bila tidak mampu, jangan memaksa diri, berikan kepada yang lebih mampu. Dan, perlu tindakan tegas kepada yang memaksakan diri, tapi melanggar hingga mencoreng nama baik perkumpulan,” ucapnya

    “Namun, khusus yang terlibat siapapun, misalnya oknum PBNU sekalipun, dalam kasus kuota haji dan tata kelola pemenuhan kebutuhan haji termasuk katering, karena ini hajat hidup beragama yang diamanatkan kepada negara, maka harus mengundurkan diri sebagai tanggung jawab moral kepada Nahdliyyin dan Muassis NU,” tandasnya.

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membeberkan alasan pencegahan ke luar negeri terhadap mantan Menteri Agama, Yaqut Cholil Qoumas (YCQ), dalam kasus dugaan korupsi penyelenggaraan ibadah haji. 

    Kepemilikan Surat Keputusan (SK) yang ditandatangani oleh Yaqut terkait pembagian kuota tambahan haji menjadi salah satu bukti kunci yang dipegang penyidik.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, menyatakan bahwa pencegahan terhadap Yaqut merupakan bagian dari proses penyidikan untuk mendalami siapa pemberi perintah dan penerima aliran dana dalam kasus ini.

    “Ini yang dicekal, salah satunya Saudara YCQ. Ini juga disampaikan bahwa kita sedang mencari siapa yang memberikan perintah dan juga siapa yang menerima uang,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (12/8/2025).

    Asep menegaskan bahwa SK yang ditandatangani Yaqut tersebut kini menjadi salah satu bukti yang sangat potensial untuk menetapkan status tersangka.

    “Terkait dengan adanya SK yang ditandatangani Saudara YCQ, apakah ini sudah akan menjadi potential suspect? Nah, itu menjadi salah satu bukti. Jadi kita akan perlu banyak bukti ini, salah satunya sudah kita peroleh,” jelasnya.

    Fokus utama penyidikan KPK saat ini adalah menelusuri proses terbitnya SK tersebut. 

    KPK mendalami apakah kebijakan itu murni inisiatif Yaqut sebagai menteri, atau ada arahan dari pihak yang lebih tinggi. 

    Di sisi lain, KPK juga mendalami kemungkinan adanya usulan dari bawah yang sengaja “disodorkan” untuk ditandatangani.

    “Tentunya kita harus mencari bukti-bukti lain yang menguatkan, dan juga kita akan memperdalam bagaimana proses dari SK itu terbit. Apakah ada yang lebih tinggi dari itu kemudian memberi perintah atau bagaimana? Nah, itu yang sedang kita dalami,” papar Asep.