Tag: Asep Guntur

  • 7
                    
                        KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP
                        Nasional

    7 KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP Nasional

    KPK Sebut Kasus Korupsi ASDP Berawal dari Laporan Auditor BPKP
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengatakan, kasus korupsi akuisisi PT Jembatan Nusantara (JN) oleh PT ASDP berawal dari temuan auditor Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).
    “Kalau dari sisi
    KPK
    , kami sudah selesai melaksanakan tugas kami. Dugaan tindak pidana korupsi dalam akuisisi PT JN oleh ASDP ditemukan oleh auditor BPKP dan dilaporkan ke KPK,” kata Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, melalui pesan singkat, Kamis (27/11/2025).
    Hal tersebut disampaikan oleh Asep Guntur Rahayu saat menanggapi perihal rehabilitasi yang diterima
    Ira Puspadewi
    dan dua terdakwa lainnya, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono.
    Asep mengatakan, dari laporan BPKP itu, KPK melanjutkan proses penyelidikan, penyidikan, dan penuntutan.
    Dia juga menyatakan bahwa penanganan perkara tersebut sudah diuji dalam sidang praperadilan dan gugatan tersangka ditolak oleh majelis hakim.
    “Dari sisi materiil, pemenuhan unsur pasal dan pembuktian sudah dilakukan di sidang, dan pada tanggal 20 November, majelis hakim sudah menjatuhkan vonis bersalah terhadap para terdakwa,” ujarnya.
    Asep menambahkan, peradilan telah digelar terbuka untuk umum selama persidangan kasus ASDP, dan tidak pernah terjadi demonstrasi serta intimidasi.
    Dia menyinggung banyaknya narasi di media sosial terkait terdakwa yang dinilai dizalimi dalam penanganan kasus ASDP.
    “Itu hak mereka. Ini kan masalah hukum. KPK dan pihak terpidana sudah mengikuti alur penanganan perkaranya dan sudah ada keputusan majelis,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Asep menegaskan, tidak ada kesalahan penerapan aturan perundang-undangan dalam penanganan kasus korupsi tersebut.
    Dia mengatakan, seluruh proses hukum sudah diuji dalam persidangan.
    “Semua itu sudah diuji di sidang praperadilan dan KPK dinyatakan benar tidak melanggar undang-undang. Begitu pun uji materiilnya,” ucapnya.
    Sebelumnya, Presiden RI Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi.
    Selain Ira, dua terdakwa lain dalam kasus korupsi di ASDP yang menjerat Ira, Muhammad Yusuf Hadi dan Harry Muhammad Adhi Caksono, juga diberikan rehabilitasi.
    “Setelah DPR RI menerima berbagai aspirasi dari masyarakat, kelompok masyarakat, kami kemudian meminta ke komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap penyelidikan yang mulai dilakukan sejak Juli 2024,” ujar Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad di Istana, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    “Dari hasil komunikasi dengan pihak pemerintah, alhamdulillah pada hari ini Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap tiga nama tersebut,” imbuhnya.
    Sebelumnya, mantan Direktur Utama PT Angkutan Sungai, Danau, dan Penyeberangan (ASDP) Indonesia Ferry (Persero), Ira Puspadewi, dijatuhi vonis 4,5 tahun penjara.
    Ira Puspadewi dinyatakan bersalah dalam perkara korupsi terkait kerja sama usaha (KSU) dan proses akuisisi
    PT Jembatan Nusantara
    (PT JN) pada periode 2019–2022.
    “Mengadili, menjatuhkan pidana kepada terdakwa Ira Puspadewi dengan pidana penjara selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, dan denda Rp 500 juta subsider 3 bulan penjara,” kata Hakim Ketua Sunoto, saat membacakan amar putusan di Pengadilan Tipikor pada Pengadilan Negeri Jakarta Pusat, dikutip pada Selasa (25/11/2025).
    Vonis ini lebih ringan dari tuntutan jaksa penuntut umum Komisi Pemberantasan Korupsi, yakni 8,5 tahun penjara.
    Majelis hakim menilai, Ira terbukti memperkaya pemilik PT JN, Adjie, senilai Rp 1,25 triliun melalui proses akuisisi PT JN oleh PT ASDP.
    Meski terbukti memperkaya orang lain atau korporasi, Ira dinilai tidak menerima keuntungan pribadi sehingga tidak dikenakan pidana berupa uang pengganti.
    Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP, Ferry Muhammad Yusuf Hadi, dan mantan Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP, Ferry Harry Muhammad Adhi Caksono, juga divonis bersalah dalam perkara yang sama.
    Keduanya masing-masing dihukum 4 tahun penjara dengan denda Rp 250 juta subsider 3 bulan penjara.
    Perbuatan ketiga terdakwa ini diyakini telah melanggar dakwaan alternatif kedua, yaitu Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 Ayat (1) ke-1.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Ungkap Kapal yang Diakuisisi ASDP Berusia Tua dengan Harga Mahal

    KPK Ungkap Kapal yang Diakuisisi ASDP Berusia Tua dengan Harga Mahal

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkapkan harga dan usia kapal milik PT Jembatan Nusantara (PT JN) yang diakuisisi PT ASDP (Persero).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu memaparkan data yang dihimpun dari Internasional Maritime Organization (IMO) yang berisikan daftar kapal-kapal diakusisi ASDP.

    Asep menjelaskan, terdapat kapal yang diproduksi dari tahun 1959 yang masih beroperasi. Dia turut memaparkan foto-foto kondisi kapal yang sebagian besar dipenuhi karat.

    “Ada yang buatan tahun 59, ada yang tahun 66, ada yang tahun juga rata-rata di 64 ada. Jadi kapal yang digunakan untuk penyeberangan itu ada yang tahun 59,” ungkap Asep, dikutip Selasa (25/11/2025).

    Bahkan, katanya, ada kapal yang berusia lebih dari 60 tahun. Padahal hal itu berbahaya bagi keselamatan pelanggan. Asep mengemukakan telah terjadi manipulasi data berupa perubahan tahun kapal oleh PT JN agar dinilai berusia muda.

    Namun, pengecekan usia kapal diabaikan oleh ASDP. Asep turut membandingkan harga kapal PT JN dengan PT ASDP. Salah satunya adalah kapal Portlink 5 milik ASDP tahun 2011 seharga sekitar Rp100 miliar.

    Sedangkan kapal Mabuhay Nusantara milik PT JN tahun 1990 seharga sekitar Rp108 miliar.

    “Satu lagi, kapal Farina Nusantara. Ini masih Jembatan Nusantara juga. Ini tahunnya 1994. Jauh, lebih tua. Tapi nilai akuisisinya Rp116,64 miliar. Dengan tahun yang lebih tua tetapi diakuisisi dengan harga yang lebih mahal,” ucap Asep.

    Lebih lanjut, Asep juga menjelaskan terkait perubahan surat Keputusan Direksi Nomor 35 menjadi Keputusan Direksi Nomor 86. Perubahan bertujuan untuk mempermudah pelaksanaan KSU antara PT ASDP dan PT JN (Jembatan Nusantara) dengan cara menambahkan ketentuan pengecualian.

    Secara garis besar, keputusan nomor 35 menyatakan KSU tidak bisa dilakukan, tetapi diubah melalui keputusan 85 sehingga KSU bisa dilaksanakan.

    Pada 11 Oktober 2019, Asep mengatakan Ira Puspadewi kembali mengesahkan Keputusan Direksi KD.237/HK.002/ASDP.2019 tentang Pedoman Kerja Sama di Lingkungan PT ASDP Indonesia Ferry (Persero), menggantikan Keputusan Direksi Nomor KD.86/HK.201/ASDP.2009.

    Keputusan tersebut menghapus ketentuan pengecualian persyaratan untuk kerja sama KSU yang muncul pada beberapa pasal pada pedoman kerja sama Nomor 86. Jadi hanya waktu Keputusan Direksi Nomor 86 ini, berlaku 7 bulan. Kemudian dirubah lagi dengan Keputusan Direksi Nomor 237.

    Kata Asep, keputusan Direksi Nomor 237 mengatur ketentuan awal yakni Keputusan Direksi Nomor 35, tetapi menambahkan penjelasan di pasal 25 yang berbunyi:

    “Terhadap proses kerja sama yang sudah dilaksanakan sebelum Keputusan Direksi ini berlaku, tetap menggunakan KD.35 Jo KD.86.”

  • Usai Kasus Kolaka Timur, KPK Usut Dugaan Korupsi di 31 RSUD

    Usai Kasus Kolaka Timur, KPK Usut Dugaan Korupsi di 31 RSUD

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi di 31 proyek Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD). Dugaan ini setelah KPK menetapkan 8 tersangka di kasus dugaan korupsi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pihaknya tengah mendalami proyek-proyek dari Kementerian Kesehatan.

    “Kita juga mendalami untuk yang 31 rumah sakit yang lainnya, karena kami menduga juga tidak hanya di perkara yang Kolaka Timur ini, ada peristiwa pidana seperti ini,” kata Asep, dikutip Selasa (25/11/2025).

    Termasuk, kata Asep, penyidik lembaga antirasuah akan memeriksa pihak-pihak di Kementerian Kesehatan mulai dari jajaran bawah ke jajaran atas atau dari pegawai hingga tingkat Dirjen. Hal ini sekaligus mengusut aliran dana yang diduga diterima oleh beberapa pihak.

    Namun, Asep tengah bekerja sama dengan Deputi Pencegahan untuk mencegah tindak pidana korupsi, khsusunya pada proyek pembangunan RSUD.

    “Nah ini kan kickback-nya tidak langsung ke top managernya, dan ini melalui orang-orang atau bawahannya,” ujar Asep.

    Diketahui proyek pembangunan RSUD masuk program Quick Wins di bidang kesehatan dirancang meningkatkan akselerasi implementasi Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2025-2029, di mana salah satu poinnya adalah menyelenggarakan pemeriksaan kesehatan gratis, menuntaskan kasus TBC, dan membangun rumah sakit lengkap berkualitas di kabupaten.

    Adapun dana alokasi Kemenkes tahun 2025 untuk program peningkatan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) dari tipe D menjadi tipe C mencapai Rp4,5 triliun, diantaranya untuk proyek peningkatan kualitas pada 12 RSUD dengan menggunakan dana Kemenkes dan 20 RSUD yang menggunakan dana alokasi khusus (DAK) bidang kesehatan.

    Pada Kabupaten Kolaka Timur mendapatkan DAK Rp126,3 miliar. Namun terjadi kasus dugaan suap penerimaan yang melibatkan Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis karena telah mengatur penentuan perusahan yang akan menggarap proyek tersebut, sehingga dirinya menjadi tersangka.

  • Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi Pertanda Potret Buram Peradilan RI?

    Prabowo Rehabilitasi Ira Puspadewi Pertanda Potret Buram Peradilan RI?

    Bisnis.com, JAKARTA – Pemerintah baru saja membebaskan Ira Puspadewi, karena adanya tuduhan merugikan negara saat ASDP mengakuisi PT Jembatan Nusantara.

    Ira dituduh karena dianggap merugikan negara hingga Rp1,25 triliun. Namun, dia tidak terima telah dituduh merugikan negara, sebab dia mengklaim tidak ada uang sepeserpun masuk ke pribadinya.

    Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara. Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.

    Kasus Ira mendapatkan banyak perhatian masyarakat di Indonesia dan menjadi viral. Kasus ini dianggap mirip kasus Tom Lembong dalam kasus gula. Saat di pengadilan, Tom juga mengaku bahwa tidak ada mengantongi dana sepeserpun dan tidak ditemukan mens rea.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019–2022.

    Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT JN bernama Adjie.

    Lalu, pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

    Walaupun demikian, Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi.

    Pada 25 November 2025, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa kasus tersebut.

    Rehabilitasi dari Presiden Prabowo

    Presiden Prabowo Subianto memberikan rehabilitasi kepada mantan Direktur Utama PT ASDP Ferry Indonesia (Persero) Ira Puspadewi setelah divonis 4,5 tahun penjara oleh majelis hakim Pengadilan Negeri Jakarta Pusat beberapa hari lalu. 

    Rehabilitasi dari Prabowo diumumkan oleh Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad yang didampingi oleh Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya di Istana, Selasa (25/11/2025). 

    Dasco mengungkapkan permasalahan yang terjadi di PT ASDP yang terjadi pada periode Juli 2024, berbagai pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI. 

    “Kami kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian kami sampaikan kepada pemerintah. Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco.

    Alur Pembebasan Ira Puspadewi

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP yang sebelumnya terseret kasus korupsi akusisi kapal milik PT Jembatan Nusantara (PT JN).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pemberian rehabilitasi merupakan hak prerogatif presiden dan menghormati putusan tersebut.

    “Terkait dengan rehabilitasi tentunya KPK menghormati ya keputusan rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden sebagai hak preoregatif dari Presiden ya kepada tiga direksi PT ASDP tersebut,” kata Asep kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    KPK menjelaskan alur pembebasan ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022, termasuk Ira Puspadewi, usai pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan lembaga antirasuah harus menerima terlebih dahulu surat keputusan pemberian rehabilitasi dari pemerintah, yakni Kementerian Hukum.

    “Setelah itu, kami segera melakukan proses terhadap surat tersebut,” ujar Asep dikutip dari Antara, Rabu (26/11/2025).

    Dia kemudian menjelaskan bahwa pimpinan KPK akan mengeluarkan surat keputusan untuk membebaskan ketiga terdakwa tersebut setelah seluruh proses telah selesai dilakukan.

    “Jadi, ada proses. Kita tunggu saja petugas dari Kementerian Hukum mengantarkan surat keputusan tersebut,” katanya.

    Kendati demikian, pihaknya masih menunggu surat dari Kementerian Hukum untuk nantinya ditindak lanjuti. Asep menjelaskan, wewenang jaksa lembaga antirasuah adalah saat proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan.

  • KPK Beberkan Alur Pembebasan Ira Puspadewi Usai Terima Rehabilitasi Prabowo

    KPK Beberkan Alur Pembebasan Ira Puspadewi Usai Terima Rehabilitasi Prabowo

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menjelaskan alur pembebasan ketiga terdakwa kasus dugaan korupsi dalam proses kerja sama usaha dan akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP Indonesia Ferry (Persero) tahun 2019-2022, termasuk Ira Puspadewi, usai pemberian rehabilitasi oleh Presiden Prabowo Subianto.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan lembaga antirasuah harus menerima terlebih dahulu surat keputusan pemberian rehabilitasi dari pemerintah, yakni Kementerian Hukum.

    “Setelah itu, kami segera melakukan proses terhadap surat tersebut,” ujar Asep dikutip dari Antara, Rabu (26/11/2025).

    Ia kemudian menjelaskan bahwa pimpinan KPK akan mengeluarkan surat keputusan untuk membebaskan ketiga terdakwa tersebut setelah seluruh proses telah selesai dilakukan.

    “Jadi, ada proses. Kita tunggu saja petugas dari Kementerian Hukum mengantarkan surat keputusan tersebut,” katanya.

    Sebelumnya, KPK telah menetapkan empat orang sebagai tersangka dalam penyidikan kasus dugaan korupsi dalam akuisisi PT Jembatan Nusantara oleh PT ASDP tahun 2019–2022.

    Empat tersangka tersebut adalah Direktur Utama PT ASDP periode 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayanan PT ASDP periode 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, Direktur Perencanaan dan Pengembangan PT ASDP periode 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono, dan pemilik PT JN bernama Adjie.

    Sementara itu, KPK telah melimpahkan berkas perkara untuk tiga tersangka dari PT ASDP ke jaksa penuntut umum.

    Pada 6 November 2025, terdakwa Ira Puspadewi dalam persidangan mengatakan tidak terima disebut merugikan negara.

    Ira meyakini akuisisi tersebut tidak merugikan negara, tetapi menguntungkan karena mendapatkan 53 kapal dengan izin operasi.

    Pada 20 November 2025, majelis hakim memvonis Ira selama 4 tahun dan 6 bulan penjara, sementara Yusuf dan Harry dijatuhi pidana 4 tahun penjara. Mereka divonis merugikan keuangan negara senilai Rp1,25 triliun.

    Walaupun demikian, Hakim Ketua Sunoto sempat menyatakan perbedaan pendapat atau dissenting opinion dengan memandang perbuatan ketiga terdakwa bukan tindak pidana korupsi.

    Pada 25 November 2025, Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, dan Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya mengumumkan Presiden Prabowo memberikan rehabilitasi kepada Ira Puspadewi dan dua terdakwa kasus tersebut.

  • KPK soal Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP: Itu Hak Prerogatif Presiden

    KPK soal Rehabilitasi Tiga Eks Direksi ASDP: Itu Hak Prerogatif Presiden

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merespons pemberian rehabilitasi kepada tiga mantan Direksi PT ASDP yang sebelumnya terseret kasus korupsi akusisi kapal milik PT Jembatan Nusantara (PT JN).

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pemberian rehabilitasi merupakan hak prerogatif presiden dan menghormati putusan tersebut.

    “Terkait dengan rehabilitasi tentunya KPK menghormati ya keputusan rehabilitasi yang diberikan oleh Presiden sebagai hak preoregatif dari Presiden ya kepada tiga direksi PT ASDP tersebut,” kata Asep kepada jurnalis di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta Selatan, Selasa (25/11/2025).

    Kendati demikian, pihaknya masih menunggu surat dari Kementerian Hukum untuk nantinya ditindak lanjuti. Asep menjelaskan, wewenang jaksa lembaga antirasuah adalah saat proses penyelidikan, penyidikan, hingga persidangan.

    Setelah diputuskan oleh pengadilan, merupakan hak dari majelis persidangan, begitupun terbitnya surat keputusan rehabilitasi. Menurutnya, pemberian rehabilitasi di luar kewenangan KPK.

    “Jadi secara formil maupun material sudah diuji dan sudah selesai. Artinya selesai itu pekerjaan kami sudah lulus dari uji formil dengan memenangkan praperadilan dan kemudian juga sudah diuji secara material dengan terbitnya putusan atau vonis Majelis Hakim pada tanggal 20 November,” ujarnya.

    Sebelumnya, Presiden Prabowo Subianto resmi menandatangani surat rehabilitasi bagi tiga mantan direksi PT ASDP Indonesia Ferry yang sebelumnya terseret kasus hukum sejak Juli 2024.

    Mereka adalah Direktur Utama PT ASDP Indonesia Ferry tahun 2017–2024 Ira Puspadewi, Direktur Komersial dan Pelayaran tahun 2019–2024 Muhammad Yusuf Hadi, dan Direktur Perencanaan dan Pengembangan tahun 2020–2024 Harry Muhammad Adhi Caksono.

    Keputusan presiden untuk memberikan rehabilitasi disampaikan Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad. Dasco mengatakan pemberian rehabilitasi berdasarkan pengaduan dan aspirasi kepada DPR RI.

    DPR RI kemudian meminta kepada komisi hukum untuk melakukan kajian terhadap perkara untuk mulai dilakukan penyelidikan sejak bulan Juli 2024. Hasil kajian hukum kemudian disampaikan kepada pemerintah.

    “Terhadap perkara 68 Pidsus/ TPK/2025/PN/Jakarta Pusat atas nama Ira Puspadewi, Muhammad Yusuf Hadi, dan Harry Muhammad Adhi Caksono, dengan komunikasi dengan pihak pemerintah Alhamdulillah pada hari ini, Presiden RI Prabowo Subianto telah menandatangani surat rehabilitasi terhadap ketiga nama tersebut,” ujar Dasco

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan 
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan Nasional 25 November 2025

    KPK Tetapkan 2 Tersangka Kasus Proyek Fiktif PT PP, Langsung Ditahan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan dua tersangka terkait kasus dugaan korupsi proyek fiktif di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (PT PP) pada Selasa (25/11/2025).
    Kedua tersangka adalah
    Didik Mardiyanto
    selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT PP dan
    Herry Nurdy
    selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.
    “Setelah dilakukan serangkaian kegiatan penyelidikan dan penyidikan, berdasarkan kecukupan alat bukti, KPK kemudian menetapkan 2 tersangka yaitu DM selaku Kadiv EPC PT PP, dan HNN selaku senior manager Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih, Jakarta, Selasa (25/11/2025).
    Asep mengatakan, para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK.
    Asep mengatakan, kasus ini bermula selama periode 2022-2023, saat Divisi EPC PT PP memiliki beberapa proyek pekerjaan baik yang dikerjakan sendiri ataupun yang bersifat konsorsium atau
    joint operation
    .
    Dia mengatakan, Didik Mardiyanto memerintahkan Herry Nurdy menyediakan dana sebesar Rp 25 miliar yang diklaim untuk keperluan Proyek Cisem dari tender yang dimenangkan oleh Divisi EPC PT PP.
    Kemudian untuk membuat pengeluaran terlihat wajar, terjadi pengaturan penggunaan vendor atas nama PT AW dengan menggunakan nama
    office boy
    , untuk dibuatkan dokumen
    purchase order
    beserta tagihan fiktifnya dan validasi atas dokumen pembayaran tersebut.
    “Setelah dana dibayarkan kepada masing-masing vendor fiktif, DM (Didik) dan HNN (Herry) menerima dana pencairan dari vendor fiktif tersebut, melalui stafnya dalam bentuk valas,” ujarnya.
    Asep mengatakan, selain menggunakan vendor fiktif atas nama korporasi dan perseorangan, terdapat vendor fiktif lainnya pada beberapa proyek pekerjaan lain dengan nilai proyek Rp 10,8 miliar.
    Asep mengatakan, perbuatan melawan hukum dengan modus penggunaan vendor fiktif ini, kembali dilakukan Didik dan Herry secara berulang kali.
    “Dalam kurun Juni 2022 sampai dengan Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp 46,8 miliar,” ujarnya.
    Asep mengatakan, perbuatan tersebut mengakibatkan kerugian keuangan negara setidaknya senilai Rp 46,8 miliar.
    “Akibat adanya pengeluaran dari kas perusahaan untuk pembayaran vendor fiktif yang tidak menghasilkan manfaat apa pun bagi perusahaan,” tuturnya.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    KPK Tetapkan 2 Tersangka dalam Kasus Proyek Fiktif PTPP Senilai Rp46,8 Miliar

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menetapkan tersangka sekaligus menahan 2 orang terkait dugaan korupsi proyek fiktif senilai total Rp46,8 miliar di lingkungan PT Pembangunan Perumahan (Persero) Tbk. (PTPP).

    Plt. Deputi Eksekusi dan Penindakan KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan penetapan setelah penyidik menghimpun barang bukti yang cukup.

    Keduanya adalah Didik Mardiyanto (DM) selaku Kepala Divisi (Kadiv) Engineering, Procurement, and Construction (EPC) PT Pembangunan Perumahan (PT PP) dan Herry Nurdy Nasution (HNN) selaku Senior Manager, Head of Finance & Human Capital Department Divisi EPC PT PP.

    “Para tersangka ditahan untuk 20 hari pertama terhitung sejak tanggal 25 November sampai dengan 14 Desember 2025, di Rutan Cabang Gedung Merah Putih KPK,” ujar Asep saat konferensi pers, Selasa (25/11/2025).

    Divisi EPC memiliki sejumlah proyek baik bersifat konsorsium atau joint operation periode 2022-2023. Pada Juni 2022, Didik memerintahkan Herry menyediakan Rp25 miliar yang diklaim untuk keperluan proyek Cisem dan tender yang dimenangkan Divisi EPC.

    Terjadi pengkondisian penunjukan vendor atas nama PT Adipati Wijaya dengan menggunakan nama Eris Pristiawan dan Fachrul Rozi selaku office boy. Mereka diminta membuatkan purchase order beserta tagihan fiktif dan validasi atas dokumen pembayaran.

    Setelah dana dicairkan dan dibayar ke masing-masing vendor fiktif, Didik dan Herry menerima dana tersebut melalui stafnya dalam bentuk valas.

    Selain itu, terdapat proyek fiktif lainnya atas nama Karyadi selaku driver, Apriyandi selaku office boy, Kurniawan selaku Staff Keuangan Divisi EPC PT PP dengan nilai proyek Rp10,8 miliar.

    Asep menyebutkan dalam kurun waktu Juni 2022 – Maret 2023 terdapat 9 proyek fiktif dengan total mencapai Rp46,8 miliar untuk dikerjakan Divisi EPC PT PP.

    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan Pasal 2 Ayat (1) atau Pasal 3Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo. Pasal 55 Ayat (1) ke-1 KUHP jo. Pasal 64 Ayat (1) KUHP.

  • Menkes Respons Kemungkinan Dipanggil KPK soal Pembangunan RSUD

    Menkes Respons Kemungkinan Dipanggil KPK soal Pembangunan RSUD

    Jakarta

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) membuka peluang untuk meminta keterangan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin dalam penyidikan kasus dugaan korupsi terkait pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Kolaka Timur, Sulawesi Tenggara.

    Hal itu disampaikan Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu dalam konferensi pers penetapan tiga orang tersangka baru dan penahanan pada Senin (24/11) malam.

    Asep mengatakan penyidikan kasus ini akan dilakukan dengan metode bottom up atau menelusuri dari bawah ke atas.

    Selain RSUD Koltim, belakangan 31 pembangunan RSUD yang lain juga tengah didalami.

    Menyoal laporan tersebut, Menkes menyebut pihaknya akan menghormati dan mengikuti seluruh proses hukum yang berjalan. Ia menegaskan bahwa setiap pejabat publik wajib kooperatif apabila dimintai keterangan oleh penegak hukum.

    ” Itu prosesnya tentu akan kita ikuti,” ujarnya kepada detikcom Senin (25/11/2025).

    Budi juga menambahkan kementeriannya berkomitmen untuk mendukung upaya pemberantasan korupsi, termasuk dalam proyek-proyek pembangunan fasilitas kesehatan di daerah.

    Setiap program pembangunan yang melibatkan kementeriannya harus dapat dipertanggungjawabkan, baik secara administratif maupun hukum.

    Kemenkes disebut telah menyerahkan sejumlah dokumen yang relevan kepada KPK. Proses verifikasi internal pun tengah dilakukan sembari menunggu perkembangan penyidikan.

    (naf/naf)

  • Babak Baru KPK vs Paulus Tannos, Praperadilan Bakal Dikabulkan?

    Babak Baru KPK vs Paulus Tannos, Praperadilan Bakal Dikabulkan?

    Bisnis.com, JAKARTA – Proses hukum buronan kasus korupsi e-KTP, Thian Po Tjhin alias Paulus Tannos masih bergulir. Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sedang menghadapi praperadilan yang diajukan oleh pihak Paulus.

    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu mengatakan pengajuan praperadilan adalah hak dari pihak Paulus. Biro hukum lembaga antirasuah juga siap menghadapi gugatan tersebut.

    Asep menjelaskan hal serupa pernah dilakukan oleh mantan Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan, Mardani Maning terkait suap Izin Usaha Pertambangan (IUP).

    Pasalnya, Mardani masuk dalam DPO, tetapi mengajukan praperadilan. Hanya saja praperadilannya ditolak oleh majelis hakim.

    Asep menegaskan pihaknya akan menelaah materi praperadilan secara komprehensif. Mengacu pada aturan, seorang yang masuk Daftar Pencarian Orang (DPO) seharusnya tidak bisa mengajukan praperadilan

    Asep menjelaskan saat ini tim biro hukum tengah berupaya meyakinkan di persidangan bahwa nama Paulus masuk dalam DPO.

    “Artinya sidang praperadilan dilaksanakan, nanti dari kami akan menunjukkan bahwa yang bersangkutan adalah DPO, nah seperti itu,” kata Asep, dikutip Selasa (25/11/2025).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan pengajuan praperadilan Paulus Tannos seharusnya tidak bisa dilakukan karena status DPO.

    Hal itu berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (Sema) Nomor 1 tahun 2018 tentang Larangan Pengajuan Praperadilan bagi Tersangka yang Melarikan Diri atau Sedang Dalam Status Daftar Pencarian Orang (DPO).

    Dalam surat tersebut disampaikan, tersangka yang melarikan diri atau dalam status Daftar Pencarian Orang (DPO), maka tidak dapat diajukan permohonan praperadilan.

    “Jika permohonan praperadilan tersebut tetap dilaksanakan oleh penasihat hukum atau keluarganya, maka hakim menjatuhkan putusan yang menyatakan permohonan praperadilan tidak dapat diterima,” bunyi isi surat tersebut.

    Budi menuturkan pihaknya akan menguji keabsahan saat seorang yang berstatus DPO mengajukan praperadilan.

    Sampai saat ini, Paulus masih menjalani sidang ekstradisi di Singapura agar dapat dipulangkan dan diadili di Indonesia.

    Hanya saja, pihak Paulus terus menempuh berbagai upaya hukum untuk tidak diekstradisi.

    Kuasa Hukum Paulus Tannos menyatakan Perjanjian Ekstradisi antara Indonesia dan Singapura bertentangan dengan undang-undang (UU) setempat sehingga terus mencari cara agar Paulus tidak diterbangkan ke Indonesia.

    Paulus pernah memalsukan identitasnya dengan mengubah nama menjadi Tjihin Thian Po dan memiliki paspor negara Guinea-Bissau.

    Sebelumnya, pada 13 Agustus 2019, KPK menetapkan Paulus Tannos sebagai tersangka dalam pengembangan penyidikan kasus KTP-el yang diduga merugikan keuangan negara hingga Rp2,3 triliun.

    Namun, Paulus Tannos melarikan diri ke luar negeri dan mengganti identitasnya. Dia lantas dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO) atau buron komisi antirasuah sejak 19 Oktober 2021.

    Pada 31 Oktober 2025, Paulus Tannos mengajukan gugatan praperadilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan dengan nomor 143/Pid.Pra/2025/PN JKT.SEL.