Tag: Asep Guntur

  • KPK Bisa Mengusut Kasus Whoosh dari Tiga Masalah Ini

    KPK Bisa Mengusut Kasus Whoosh dari Tiga Masalah Ini

    GELORA.CO -Langkah KPK mulai menyelidiki kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh menjadi angin segar di tengah polemik dugaan markup proyek era Presiden Joko Widodo.

    Aktivis dan akademisi Universitas Negeri Jakarta (UNJ) Ubedilah Badrun menyarankan KPK bisa memulai dari tiga masalah utama proyek Whoosh.

    “Yang perlu diselidiki (KPK) itu harga yang tidak wajar sampai tiga kali lipat dibanding di China,” kata Ubedilah dikutip dari podcast Abraham Samad Speak Up, Rabu, 29 Oktober 2025.

    Disebutkan, ongkos proyek kereta cepat di Indonesia lebih mahal tiga kali lipat dibandingkan proyek Whoosh di Indonesia. Di China, biaya pembangunan sekitar 17-21 juta Dolar AS per kilometer. Sementara Whoosh di Indonesia memakan biaya mencapai 52 Dolar AS per kilometer.

    “Kedua yang perlu diselidiki KPK adalah perubahan peraturan presiden (Perpres) dari Perpres 107/2015 menjadi Perpres 93/2021,” lanjut Ubedilah.

    Perbedaan paling mencolok dari kedua Perpres tersebut adalah soal penggunaan anggaran negara. Jika di Perpres 107/2015 tidak menggunakan APBN, maka di Perpres 93/2021 pemerintah mengizinkan penggunaan APBN untuk biaya Whoosh.

    “Kemudian ketiga, soal pembengkakan pembiayaan yang nambah sekitar Rp20 triliun dari rencana semula Rp86 triliun menjadi sekitar Rp118 triliun. Pembengkakan ini kenapa?” tandas Ubedilah.

    KPK sudah melakukan penyelidikan dugaan tindak pidana korupsi terkait proyek Whoosh era pemerintahan Joko Widodo alias Jokowi.

    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Plt Deputi Bidang Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, Senin, 27 Oktober 2025. 

  • KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif

    KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif

    KPK Selidiki Whoosh, KCIC Akan Kooperatif
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – PT Kereta Cepat Indonesia China (KCIC) akan bersikap kooperatif terhadap Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) yang sedang menyelidiki dugaan korupsi proyek Kereta Cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh.
    “Prinsipnya KCIC kooperatif dan sangat menghormati semua proses KPK,” kata Corporate Secretary PT KCIC, Eva Chairunisa, saat dihubungi
    Kompas.com
    , Senin (27/10/2025) malam.
    Eva juga menyatakan bahwa KCIC akan bekerja sama membantu KPK selama penyelidikan.
    “KCIC akan bekerja sama dengan KPK untuk proses penyelidikannya,” ujarnya.
    Sebelumnya, KPK melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau
    mark-up
    proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.
    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dihubungi wartawan, Senin (27/10/2025).
    Asep belum menjelaskan lebih lanjut kapan penyelidikan dilakukan karena KPK melakukan penyelidikan secara tertutup.
     
    Mantan Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam) era Presiden Jokowi, Mahfud MD, mengungkapkan adanya dugaan penggelembungan anggaran atau
    mark-up
    di proyek ini melalui kanal YouTube pribadinya.
    Mahfud menyebut biaya per kilometer kereta Whoosh di Indonesia mencapai 52 juta dollar AS, atau jauh lebih tinggi dari perhitungan di China yang hanya sekitar 17-18 juta dollar AS.
    “Naik tiga kali lipat, ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?” kata Mahfud dalam kanal YouTubenya pada 14 Oktober lalu. “Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh, KPK Bilang Begini Soal Peluang Panggil Luhut

    Selidiki Dugaan Korupsi Whoosh, KPK Bilang Begini Soal Peluang Panggil Luhut

    JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyebut akan mencari peristiwa pidana terkait proyek kereta cepat Jakarta-Bandung atau Whoosh lewat sejumlah pihak. Permintaan keterangan bakal dilakukan dalam tahap penyelidikan.

    “Kami pastikan, ya, KPK terus menelusuri melalui pihak-pihak yang diduga mengetahui, memiliki informasi, dan keterangan yang dibutuhkan untuk mengurai, untuk memperjelas, dan membuat terang dari perkara ini,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan di gedung Merah Putih KPK, Kuningan Persada, Jakarta Selatan, Senin, 27 Oktober.

    Sementara saat disinggung peluang memanggil Luhut Binsar Pandjaitan dalam penyelidikan ini, Budi tak banyak bicara. Dia hanya mengatakan proses penyelidikan berbeda dengan penyidikan.

    Penyelidikan, sambung Budi, biasanya akan dilakukan secara tertutup. “Jadi memang secara detil substansinya, pihak-pihak yang dimintai keterangan siapa saja, materinya apa, memang belum bisa kami sampaikan secara rinci,” tegasnya.

    Luhut diketahui menjadi Ketua Komite Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung ketika menjabat sebagai Menko Bidang Maritim dan Investasi di era Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi).

    Hal ini sesuai dengan Permenko Marves Nomor 7 Tahun 2022 menindaklanjuti Peraturan Presiden Nomor 93 Tahun 2021 tentang Perubahan atas Peraturan Presiden Nomor 107 Tahun 2015 tentang Percepatan Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Kereta Cepat antara Jakarta dan Bandung.

    Adapun ketika dugaan mark-up Whoosh ramai dibicarakan, Luhut juga sempat menyebut proyek kerja sama dengan China itu bermasalah.

    “Jadi memang saya menerima proyek (Whoosh) sudah busuk itu barang,” kata Luhut di Jakarta beberapa waktu lalu dikutip dari berbagai media.

    Sebagai informasi, Whoosh melayani rute Jakarta-Bandung dengan panjang rute 142,3 kilometer dengan waktu tempuh sekitar 30–45 menit dan beroperasi sejak Oktober 2023 setelah diresmikan Presiden ke-7 RI Joko Widodo (Jokowi). Proyek ini merupakan kerja sama antara pemerintah Indonesia dengan Tiongkok.

    Nilai proyeknya saat itu hanya ditargetkan 5,13 miliar dolar Amerika Serikat atau sekitar Rp82,08 triliun. Namun, angka ini membengkak sebesar 1,2 miliar dolar Amerika Serikat menjadi 7,27 miliar dolar Amerika atau setara Rp115 triliun dengan asumsi kurs dolar Amerika Serikat Rp16 ribu.

    Diberitakan sebelumnya, informasi penyelidikan penggelembungan anggaran atau mark up dalam proyek kereta cepat Jakarta–Bandung, Whoosh awalnya disampaikan pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur.

    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Asep saat dikonfirmasi VOI, Senin, 27 Oktober.

    Asep tidak menjelaskan lebih rinci sejak kapan penyelidikan dimulai. Ia hanya menyebut proses tersebut dilakukan secara tertutup sebagaimana lazimnya tahap penyelidikan di KPK.

  • Politikus Nasdem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Politikus Nasdem Rajiv Mangkir dari Panggilan KPK Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Politikus Partai Nasdem sekaligus Anggota DPR Komisi IV, Rajiv mangkir dari panggilan KPK sebagai saksi kasus dugaan korupsi Corporate Social Responsibility (CSR) BI-OJK.

    Pasalnya, pada hari ini lembaga antirasuah menjadwalkan pemeriksaan terhadap Rajiv dengan kapasitas sebagai pihak swasta.

    “Hari ini tadi kami cek yang bersangkutan tidak hadir,” kata juru bicara KPK, Budi Prasetyo, kepada wartawan, Senin (27/10).

    Budi belum dapat menjelaskan secara rinci alasan Rajiv absen, dia akan mengecek kepada penyidik. Namun penyidik akan menjadwalkan ulang pemeriksaan.

    “Penyidik akan berkoordinasi untuk agenda penjadwalan pemeriksaan berikutnya,” ucap dia.

    Belum ada keterangan dari Rajiv terkait panggilan pemeriksaan ini.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • KPK Tetap Imbau Masyarakat Sampaikan Informasi Terkait Kereta Cepat Whoosh

    KPK Tetap Imbau Masyarakat Sampaikan Informasi Terkait Kereta Cepat Whoosh

    KPK Tetap Imbau Masyarakat Sampaikan Informasi Terkait Kereta Cepat Whoosh
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap mengimbau masyarakat untuk menyampaikan informasi atau data terkait dugaan kasus korupsi di proyek Kereta Cepat Indonesia-China (KCIC) Jakarta-Bandung, Whoosh.
    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo mengatakan, penyidik mulai melakukan penyelidikan terkait perkara tersebut sejak awal tahun 2025.
    “KPK juga terus mengimbau kepada masyarakat siapa pun yang memiliki informasi ataupun data yang terkait dengan hal tersebut, bisa menyampaikan kepada KPK,” kata Budi di Gedung Merah Putih, Jakarta, Senin (27/10/2025).
    Budi mengatakan, informasi atau data tersebut akan menjadi pengayaan tim penyelidik untuk menelusuri dan mengungkap dugaan korupsi.
    Selain itu, KPK juga akan meminta keterangan kepada pihak-pihak yang mengetahui perkara tersebut.
    “Jadi, memang ini masih terus berprogres dalam proses penyelidikan. Secara umum tentu tim terus melakukan pencarian, keterangan-keterangan yang dibutuhkan untuk membantu dalam mengungkap perkara ini,” ujarnya.
    Sebelumnya, KPK melakukan penyelidikan terhadap dugaan penggelembungan anggaran atau mark up proyek kereta cepat Jakarta-Bandung, Whoosh.
    “Saat ini sudah pada tahap penyelidikan,” kata Pelaksana Tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu saat dihubungi wartawan, Senin (27/10/2025).
    Asep belum menjelaskan lebih lanjut kapan penyelidikan dilakukan.
    Sebab, KPK melakukan proses penyelidikan secara tertutup.
    Awalnya, Mahfud MD mengungkapkan adanya dugaan penggelembungan anggaran atau mark up di proyek ini melalui kanal YouTube pribadinya.
    Mahfud menyebut, biaya per kilometer kereta Whoosh di Indonesia mencapai 52 juta dollar AS, atau jauh lebih tinggi dari perhitungan di China yang hanya sekitar 17-18 juta dollar AS.
    “Naik tiga kali lipat, ini siapa yang menaikkan? Uangnya ke mana?” kata Mahfud dalam kanal YouTubenya pada 14 Oktober lalu.
    “Harus diteliti siapa yang dulu melakukan ini,” ujarnya.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus Proyek RSUD Kolaka Timur, KPK Limpahkan Berkas ke PN Kendari

    Kasus Proyek RSUD Kolaka Timur, KPK Limpahkan Berkas ke PN Kendari

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melimpahkan surat dakwaan dan berkas perkara ke Pengadilan Tipikor pada PN Kendari, terkait kasus suap proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur (Koltim)

    Pelimpahan berkas menandakan perkara siap disidangkan. Dua orang yang disidang adalah Arif Rahman dan Deddy Karnady yang telah dipindahkan ke Rutan Kelas IIA Kendari. Mereka diduga memberikan suap kepada Bupati Kolaka Timur, Abdul Azis.

    “Karena proses pelimpahan surat dakwaan dan berkas perkara Terdakwa Arif Rahman dkk ke Pengadilan Tipikor pada PN Kendari rampung, hari ini (27/10), telah selesai dilaksanakan proses pemindahan tempat penahanan dari kedua Terdakwa tersebut ke Rutan Kelas IIA Kendari,” kata Jaksa KPK Muhammad Albar Hanafi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Albar menyampaikan, berdasarkan informasi SIPP PN Kendari, sidang perdana pembacaan surat dakwaan dilakukan pada Rabu (29/10/2025) di Pengadilan Tipikor pada PN Kendari pukul 09.00 Wita dan para Terdakwa akan dihadirkan langsung di ruang sidang. 

    Selama proses pemindahan dari Jakarta ke Kendari, terdakwa dikawal ketat oleh Tim Jaksa dan pengawal internal KPK. Setibanya di Kendari, terdakwa dijemput menggunakan mobil tahanan milik Kejaksaan Negeri Kendari sekaligus pengawalan dari personil Kejari dan Brimob Polda Sulawesi Tenggara. 

    “Koordinasi intensif dengan pihak Kejari Kendari maupun Polda Sulawesi Tenggara turut dilaksanakan untuk mendukung kelancaran selama proses persidangan,” ucapnya. 

    Kasus Suap di Kolaka Timur

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi, Asep Guntur Rahayu menjelaskan Kolaka Timur mendapatkan nilai proyek sebesar Rp126,3 miliar dari total anggaran alokasi Kemenkes atau Dana Alokasi Khusus (DAK) 2025 senilai Rp4,5 triliun untuk program peningkatan kualitas Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) tipe D menjadi tipe C.

    KPK mendeteksi adanya tindak pidana korupsi dan menggelar OTT di tiga wilayah yaitu Sulawesi Tenggara, Sulawesi Selatan, dan Jakarta.

    Di Sulawesi Tenggara tepatnya di Kendari menangkap 4 orang yaitu Ageng Dermanto selaku PPK Proyek Pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Harry Ilmar pejabat PPTK proyek pembangunan RSUD di Kolaka Timur, Nova Ashtreea pihak swasta dari staf PT PCP, dan Danny Adirekson Kasubbag TU Pemkab Kolaka Timur.

    Sedangkan di Jakarta, KPK menangkap Andi Lukman Hakim PIC Kemenkes untuk pembangunan RSUD, Deddy Karnady pihak PT PCP, Nugoroho Budiharto pihak swasta PT PA, Arif Rahman-Aswin-Cahyana selaku KSO PT PCP.

    “Saudara ABZ [Abdul Azis] bersama GPA [Gusti Putu Artana] selaku Kepala Bagian PBJ Pemkab Koltim, DA, dan selaku Kepala Dinas Kesehatan Koltim, menuju ke Jakarta, diduga untuk melakukan pengkondisian agar PT. PCP memenangkan lelang Pembangunan RSUD Kelas C Kab. Koltim, yang telah diumumkan pada website LPSE Koltim,” kata Asep saat konferensi pers, Sabtu (9/8/2025).

    Asep menceritakan pada bulan Maret 2025, Ageng Dermanto menandatangani kontrak kerja pembangunan RSUD dengan PT PCP sebesar Rp126,3 miliar.

    Di bulan April 2025, Ageng Dermanto memberikan Rp30 juta kepada Andi Lukman di Bogor. Di sisi lain, sepanjang bulan Mei-Juni, Dedy Karnady menarik sekitar Rp2,09 miliar yang kemudian menyerahkan Rp500 juta kepada Ageng Demanto di lokasi pembangunan RSUD Kolaka Timur.

    Asep menjelaskan pada pertemuan itu, Deddy menyampaikan permintaan Ageng kepada PT PCP terkait komitmen fee sebesar 8%.

    Lalu, Deddy menarik cek Rp1,6 miliar pada bulan Agustus untuk diserahkan kepada Ageng dan Ageng menyerahkan kepada Yasin selaku staf dari Abdul AzAzis.

    Tak hanya itu, Deddy kembali memberikan Rp200 juta kepada Ageng. Sedangkan PT PCP juga melakukan pencarian cek Rp3,3 miliar.

    “Tim KPK kemudian menangkap Sdr. AGD [Ageng Dermanto] dengan barang bukti uang tunai sejumlah Rp200 juta, yang diterimanya sebagai kompensasi atau bagian dari komitmen fee sebesar 8% atau sekitar Rp9 miliar, dari nilai proyek pembangunan RSUD Kab. Koltim sebesar Rp126,3 miliar,” terang Asep.

    Setelah melakukan pemeriksaan dan mengumpulkan dua alat bukti yang cukup, KPK menetapkan Abdul Azis, Andi Lukman, Ageng Dermanto, Deddy Karnady, dan Arif Rahman.

  • KPK Panggil Politikus Nasdem Rajiv Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    KPK Panggil Politikus Nasdem Rajiv Terkait Kasus Korupsi CSR BI-OJK

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil politikus Partai Nasdem, Rajiv sebagai saksi kasus dugaan korupsi pada Corporate Social Responsibility (CSR) Bank Indonesia dan Otoritas Jasa Keuangan (OJK).

    Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menyampaikan kapasitas Rajiv diperiksa sebagai pihak swasta, bukan politikus Nasdem. 

    “Hari ini Senin (27/10), KPK menjadwalkan pemeriksaan saksi dalam dugaan TPK terkait program sosial atau CSR di Bank Indonesia dan OJK. Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK atas nama Rajiv, swasta,” jelas Budi dalam keterangan tertulis, Senin (27/10/2025).

    Materi pemeriksaan belum dapat disampaikan oleh Budi hingga saksi menjalani periksa.

    Sekadar informasi, dalam perkara ini KPK telah menetapkan Heri Gunawan dan Satori, anggota Komisi XI DPR RI tahun 2019-2023 sebagai tersangka.

    Berdasarkan hasil pemeriksaan, Heri Gunawan menerima total Rp15,86 miliar dengan rincian; Rp6,26 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia; Rp7,64 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan; serta Rp1,94 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Plt. Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan Heri Gunawan diduga melakukan dugaan tindak pidana pencucian uang, dengan memindahkan seluruh uang yang diterima melalui yayasan yang dikelolanya, ke rekening pribadi melalui metode transfer. 

    Heri Gunawan kemudian meminta anak buahnya untuk membuka rekening baru, yang akan digunakan menampung dana pencairan tersebut melalui metode setor tunai.

    “HG menggunakan dana dari rekening penampung untuk kepentingan pribadi, di antaranya; pembangunan rumah makan; pengelolaan outlet minuman; pembelian tanah dan bangunan, hingga pembelian kendaraan roda empat,” jelasnya, Kamis (7/8/2025).

    Lalu, Satori menerima total Rp12,52 miliar yang meliputi Rp6,30 miliar dari BI melalui kegiatan Program Bantuan Sosial Bank Indonesia, Rp5,14 miliar dari OJK melalui kegiatan Penyuluhan Keuangan, dan Rp1,04 miliar dari Mitra Kerja Komisi XI DPR RI lainnya.

    Sama seperti Heri Gunawan, Satori menggunakan uang tersebut untuk kebutuhan pribadi seperti deposito, pembelian tanah pembangunan showroom, pembelian kendaraan roda dua, dan aset lainnya.

    Satori melakukan rekayasa perbankan dengan cara meminta salah satu bank menyamarkan penempatan deposito sehingga pencairan tidak teridentifikasi di rekening koran.

  • Kasus Kuota Haji, KPK Sita Mata Uang Asing Usai Periksa 3 PIHK di Jogja

    Kasus Kuota Haji, KPK Sita Mata Uang Asing Usai Periksa 3 PIHK di Jogja

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memeriksa 3 pihak Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) sebagai saksi yang dilakukan di Polres Yogyakarta, pada Kamis  (23/10/2025).

    Mereka adalah Lili Widojani Sugihwiharno (LWS), Muhammad Muchtar (MM), dan Ahmad Bahiej (AB). Setelah pemeriksaan, KPK menyita sejumlah mata uang asing

    “Pemeriksaan terkait jual-beli kuota kepada para jamaah, serta penyitaan sejumlah uang dalam mata uang asing,” kata juru bicara KPK Budi Prasetyo kepada wartawan, Jumat (24/10/2025).

    Namun, Budi belum dapat merincikan berapa jumlah pasti yang disita oleh penyidik lembaga antirasuah itu. Dia mengungkapkan saat ini KPK tengah menyisir biro travel haji di wilayah Yogyakarta setelah dari Jawa Timur.

    Budi menyebut, penyidik KPK sudah memeriksa 300 PIHK yang diduga mengetahui perkara era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. Perkara ini, kata Budi, melibatkan sekitar 400 PIHK, artinya sudah 70 persen PIHK yang dimintai keterangan oleh penyidik KPK. 

    Dia mengatakan pemeriksaan telah menunjukan hasil yang progresif. Selama proses pemeriksaan, lembaga antirasuah melibatkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) agar perhitungan kerugian negara berjalan optimal.

    Perkara Kuota Haji

    Secara garis besar kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementrian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyeledikan, KPK menaikan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025.

    Menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penyidik mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar.

    “informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 M per kuotanya, per orang,” kata Asep, Senin (25/8/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kemeterian Agama mencapai USD2.600 sampai USD7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke Oknum di Kementerian Agama,” jelasnya. 

    Namun, tarif penjualan kuota haji disesuaikan dengan kemampuan jemaah yang berminat.

  • KPK Kasih Sinyal Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

    KPK Kasih Sinyal Tetapkan Tersangka Kasus Dugaan Korupsi Kuota Haji

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memberikan kisi-kisi pihak yang akan menjadi tersangka dalam kasus dugaan korupsi kuota haji tambahan 2024.

    Pasalnya, setelah memeriksa sejumlah pihak dari level asosiasi sampai biro travel haji, KPK belum juga menetapkan tersangka pada perkara era Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas.

    “Semuanya nanti kami akan update, akan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti termasuk kepada pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Artinya adalah pihak-oihak yang berperan dalam proses diskresi ini yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Juru Bicara KPK Budi Prasetyo, dikutip Jumat (24/10/2025).

    Budi mengatakan, penyidik KPK telah memeriksa 300 Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) yang tersebar di berbagai daerah. Menurutnya, hal ini menunjukkan penyidikan yang progresif karena pemeriksaan kepada PIHK sudah mencapai 70% dari total sekitar 400 PIHK.

    Selain mencari sosok tersangka, maraton pemeriksaan juga bertujuan menghitung kerugian negara sehingga KPK bekerja sama dengan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). 

    “PIHK-PIHK yang sudah dimintai keterangan diantaranya ada di beberapa wilayah seperti di Jawa Timur, kemudian Yogyakarta, Jakarta, Jawa Barat, Banten, kemudian ada juga PIHK di wilayah Sumatera Selatan, kemudian dari Kalimantan juga ada beberapa PIHK yang sudah dimintai keterangan,” ujar Budi.

    Perkara Kuota Haji

    Secara garis besar kasus ini merupakan dugaan penyelewengan pembagian kuota haji era Presiden ke-7 Joko Widodo. Pada 2023, dia bertemu dengan pemerintah Arab Saudi agar Indonesia memperoleh kuota haji tambahan. Alhasil pemerintah Arab Saudi memberikan 20 ribu kuota haji tambahan.

    Pembagian kuota berdasarkan aturan sebesar 92% kuota haji reguler dan 8% kuota haji khusus. KPK menduga para asosiasi dan travel yang mengetahui informasi itu menghubungi Kementrian Agama untuk mengatur pembagian kuota.

    Pembagian berubah menjadi 50% kuota haji reguler dan 50% kuota haji khusus. Aturan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 130 tahun 2024 yang diteken oleh Yaqut.

    Pada 7 Agustus dan 1 September 2025, KPK memanggil Yaqut untuk dimintai keterangan terkait perkara kuota haji, mulai dari proses pembagian kuota dan aliran dana.

    Setelah melakukan serangkaian penyeledikan, KPK menaikan status perkara menjadi penyidikan pada 9 Agustus 2025.

    Menurut Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK, Asep Guntur Rahayu, penyidik mengendus adanya transaksi jual-beli kuota haji, di mana kuota haji khusus dijual hingga Rp300 juta dan haji furoda mencapai Rp1 miliar..

    “informasi yang kami terima itu, yang [kuota haji] khusus itu di atas Rp100 jutaan, bahkan Rp200-Rp300 gitu ya. Bahkan ada yang furoda itu hampir menyentuh angka Rp1 M per kuotanya, per orang,” kata Asep, Senin (25/8/2025).

    Asep mengatakan selisih dari tarif tersebut kemudian disetorkan travel untuk oknum di Kemeterian Agama mencapai US$2.600 sampai US$7.000 per kuota atau sekitar Rp40,3 juta sampai Rp108 juta.

    “Jadi kalau yang besaran US$2.600 sampai US$7.000 itu untuk kelebihannya yang disetorkan ke Oknum di Kementerian Agama,” jelasnya. 

    Namun, tarif penjualan kuota haji disesuaikan dengan kemampuan jemaah yang berminat.

  • Yang Punya Hak Diskresi akan Tersangka Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun, Siapakah Dia?

    Yang Punya Hak Diskresi akan Tersangka Korupsi Kuota Haji Rp 1 Triliun, Siapakah Dia?

    GELORA.CO – Kabar baru, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sudah memberikan isyarat oknum yang bertanggung jawab dalam kasus dugaan korupsi penentuan kuota dan penyelenggaraan ibadah haji pada Kementerian Agama (Kemenag) tahun 2023–2024.

    Adalah pihak yang berperan dalam proses diskresi pembagian kuota haji khusus dari kuota tambahan. Lantas siapakah dia?

    Jelas bahwa, berdasarkan Surat Keputusan (SK) Menteri Agama tertanggal 15 Januari 2024 yang mempunyai hak diskresi adalah Yaqut Cholil Quomas saat masih menjabat Menteri Agama.

    Dalam SK itu, kuota tambahan haji dibagi secara merata, yakni 50 persen atau 10.000 untuk haji reguler dan 50 persen atau 10.000 untuk haji khusus. 

    Keputusan ini dinilai bertentangan dengan Pasal 64 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, yang mengatur komposisi kuota 92 persen untuk haji reguler dan 8 persen untuk haji khusus.

    “Semuanya akan kami update dan sampaikan kepada publik pada saatnya nanti, termasuk pihak-pihak siapa saja yang bertanggung jawab yang kemudian ditetapkan sebagai tersangka. Artinya adalah pihak-pihak yang berperan dalam proses diskresi ini yang kemudian mengakibatkan kerugian keuangan negara,” kata Juru Bicara KPK, Budi Prasetyo di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Kamis (23/10/2024).

    Selain itu, pihak yang akan ditetapkan sebagai tersangka diduga mendistribusikan kuota kepada Penyelenggara Ibadah Haji Khusus (PIHK) dan menerima komitmen fee dari biro travel untuk mendapatkan kuota tambahan tersebut.

    “Lanjutannya dalam proses jual-beli kuotanya di lapangan yang dilakukan oleh para PIHK baik kepada calon jamaah secara langsung maupun antar PIHK termasuk juga bagaimana aliran-aliran uang dari PIHK ini kepada oknum-oknum di Kementerian Agama,” tegas Budi.

    Adapun KPK memang tengah menyidik kasus dugaan korupsi terkait penentuan kuota haji tahun 2023-2024 di Kemenag, yang terjadi pada masa Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas. 

    Dalam perkara ini, KPK menduga terdapat penyelewengan dalam pembagian 20.000 kuota haji tambahan yang diberikan pemerintah Arab Saudi. Pelaksana tugas (Plt) Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, berdasarkan Pasal 64 Ayat 2 Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Ibadah Haji dan Umrah, diatur bahwa kuota haji khusus ditetapkan sebesar delapan persen, sedangkan kuota haji reguler ditetapkan sebesar 92 persen.

     Dengan demikian, 20.000 kuota tambahan haji itu harusnya dibagi menjadi 18.400 atau setara 92 persen untuk haji reguler dan 1.600 atau setara delapan persen untuk haji khusus. 

    Namun, Asep mengatakan, aturan pembagian kuota tersebut tidak dilakukan oleh Kemenag. “Tetapi kemudian, ini tidak sesuai, itu yang menjadi perbuatan melawan hukumnya, itu tidak sesuai aturan itu, tapi dibagi dua (yaitu) 10.000 untuk reguler, 10.000 lagi untuk kuota khusus. Jadi kan berbeda, harusnya 92 persen dengan delapan persen, ini menjadi 50 persen, 50 persen. Itu menyalahi aturan yang ada,” bebernya.

    KPK menaksir kerugian negara dalam perkara ini mencapai Rp 1 triliun. Namun, Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) masih menghitung kerugian negara dari penyelewengan kuota haji tersebut. 

    Meski belum menetapkan tersangka, KPK sudah mencegah tiga orang berpergian ke luar negeri demi kepentingan penyidikan, yakni eks Menteri Agama Yaqut Cholil Qoumas; eks staf khusus Yaqut, Ishfah Abidal Aziz; dan pengusaha biro perjalanan haji dan umrah, Fuad Hasan Masyhur.