Tag: Ariston Tjendra

  • Kurs USD Hari Ini 8 April 2025 di BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI – Page 3

    Kurs USD Hari Ini 8 April 2025 di BCA, BRI, Bank Mandiri, dan BNI – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta Nilai tukar rupiah dibuka melemah pada perdagangan Selasa pagi (8/4/2025) di Jakarta. Rupiah tercatat turun 24 poin atau 0,14 persen ke level 16.846 per dolar AS, dibandingkan kurs USD sebelumnya di 16.822 per dolar AS.

    Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, mengatakan pelemahan rupiah disebabkan respons negatif pasar terhadap sejumlah isu global yang mencuat selama libur Lebaran. Di antaranya adalah pengumuman tarif impor baru dari Amerika Serikat serta reaksi balasan dari negara seperti China dan Kanada.

    “Rupiah kemungkinan bergerak di kisaran 16.800 di awal perdagangan, namun berpotensi ditutup lebih kuat di level sekitar 16.700,” ujar Ariston, dikutip dari ANTARA.

    Dikutip Liputan6.com dari masing-masing laman resmi bank, Selasa (8/4/2025), berikut ini adalah daftar kurs usd hari ini untuk jual dan beli di bank-bank besar Indonesia:

    Kurs Dolar AS di BCA Hari Ini

    Bank Central Asia (BCA) menetapkan kurs e-rate pada pukul 09.21 WIB sebagai berikut:

    Harga beli: 16.845
    Harga jual: 16.875

    Untuk TT Counter per 08.30 WIB:

    Harga beli: 16.650
    Harga jual: 16.950

    Sementara berdasarkan Bank Notes per 08.33 WIB:

    Harga beli: 16.650
    Harga jual: 16.950

    Kurs Dolar AS di BRI Hari Ini

    Bank Rakyat Indonesia (BRI) per pukul 07.38 WIB menetapkan:

    E-rate beli: 16.678
    E-rate jual: 16.899

    TT Counter:

    Harga beli: 16.620
    Harga jual: 16.980

    Kurs Dolar AS di Bank Mandiri Hari Ini

    Bank Mandiri mencatat special rate per Kamis (27/3/2025) pukul 09.15 WIB:

    Harga beli: 16.580
    Harga jual: 16.610

    TT Counter (14.21 WIB):

    Harga beli: 16.300
    Harga jual: 16.650

    Bank Notes (09.20 WIB):

    Harga beli: 16.350
    Harga jual: 16.700

    Kurs Dolar AS di BNI Hari Ini

    Bank Negara Indonesia (BNI) per pukul 09.20 WIB menetapkan special rate:

    Harga beli: 16.497
    Harga jual: 16.800

    TT Counter dan Bank Notes pada jam yang sama mencatat angka yang sama:

    Harga beli dolar: 16.430
    Harga jual: 16.800

  • Rupiah Tertekan di Awal Perdagangan! Tapi Ada Harapan Menguat di Sore Hari?

    Rupiah Tertekan di Awal Perdagangan! Tapi Ada Harapan Menguat di Sore Hari?

    Jakarta: Nilai tukar rupiah membuka perdagangan hari ini dengan posisi melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). 
     
    Berdasarkan data Bloomberg, Selasa, 8 April 2025, rupiah dibuka melemah 34 poin atau 0,21 persen ke posisi Rp16.856 per USD, dibandingkan penutupan sebelumnya.
     
    Sementara menurut Yahoo Finance, pelemahan rupiah terlihat lebih dalam, yakni turun 295 poin atau 1,68 persen. Angka ini menunjukkan tekanan eksternal cukup kuat terhadap rupiah sejak awal pekan pasca libur Lebaran.

    Aksi “Buy on Dip” bisa jadi angin segar?
    Meski dibuka tertekan, melansir Antara, ada peluang rupiah untuk pulih dalam perdagangan hari ini. 

    Pengamat pasar uang dan Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, mengatakan bahwa pasar bisa mendapatkan sentimen positif dari aksi “buy on dip” yang mulai terlihat di sejumlah bursa saham Asia.
     
    “Aksi buy on dip pasar hari ini bisa memberikan sentimen positif ke aset berisiko, (kendati) pasar masih rentan tertekan pekan ini karena isu perang tarif masih bergulir dan pasar menunggu hasil negosiasi tarif beberapa negara,” ungkap Ariston.
     

    Waspada sentimen perang tarif masih Menghantui
    Namun, Ariston juga mengingatkan bahwa sentimen global belum sepenuhnya bersahabat. Isu perang tarif antara AS dan sejumlah negara, termasuk Tiongkok dan Kanada, masih menjadi momok yang membayangi pasar keuangan dunia.
     
    Menurut Ariston, pasar keuangan Indonesia yang baru buka pasca-Lebaran mungkin masih dalam fase menyesuaikan diri dengan perkembangan global. Hal itu bisa memicu tekanan sementara di awal perdagangan.
     
    “Jadi, mungkin saja rupiah akan bergerak di Rp16.800 di awal perdagangan dan bisa ditutup lebih kuat di akhir perdagangan hari ini di sekitar Rp16.700,” ucap dia.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (ANN)

  • 4 Alasan Rupiah Hari Ini Anjlok Mendekati Rp 17.000 Per Dolar AS

    4 Alasan Rupiah Hari Ini Anjlok Mendekati Rp 17.000 Per Dolar AS

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar atau kurs rupiah pada awal perdagangan hari ini di Jakarta melemah sebesar 251 poin atau 1,51% menjadi Rp 16.904 per dolar AS dari sebelumnya Rp 16.653 per dolar AS.

    Ada sejumlah faktor yang membuat rupiah hari ini mengalami pelemahan yang cukup signifikan.

    Pertama, pada hari ini, operasi moneter rupiah dan valas masih libur.

    Kedua, pengamat pasar uang Ariston Tjendra menganggap pelemahan nilai tukar rupiah dipengaruhi respons negatif negara-negara atas kebijakan tarif resiprokal Amerika Serikat (AS).

    “Sentimen negatif dari pengumuman kebijakan tarif Trump (Presiden AS Donald Trump) yang direspons negatif oleh negara-negara yang dinaikkan tarifnya menjadi pemicu utama pelemahan rupiah,” ucap Ariston yang juga merupakan presiden direktur PT Doo Financial Futures ini, dilansir dari Antara, Senin (7/4/2025).

    Pasar, kata dia, khawatir bahwa ekonomi global takkan baik-baik saja karena mengalami penurunan akibat perang dagang yang didorong kebijakan tarif resiprokal AS. Hal ini memicu pelaku pasar keluar dari aset berisiko dan masuk ke aset aman.

    Ketiga, pelemahan kurs rupiah juga dipengaruhi data tenaga kerja nonfarm payrolls AS yang lebih bagus dari proyeksi.

    Keempat, sentimen negatif untuk pergerakan aset berisiko datang pula dari perang yang masih berlangsung di sejumlah wilayah dengan tensi yang meningkat.

    “Perang di Timur Tengah dimana Israel meningkatkan serangan di jalur Gaza dan AS menyerang Yaman, serta perang di Ukraina dimana Rusia dan Ukraina saling meningkatkan serangan belakangan ini,” kata dia.

    “Kita masih nunggu respons pasar terhadap hasil negosiasi, bisa saja Trump melunak, dan positif lagi untuk harga aset berisiko,” tambah Ariston terkait pelemahan rupiah hari ini.
     

  • Dolar AS Diramal Makin Perkasa, Tembus Rp 17.000

    Dolar AS Diramal Makin Perkasa, Tembus Rp 17.000

    Jakarta

    Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) diproyeksikan semakin melemah. Dolar AS diperkirakan semakin menguat hingga mencapai level Rp 17.000.

    Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, Jumat (4/4/2025), dolar AS berada pada level Rp 16.745 atau naik 33 poin (0,20%) pada pukul 09.06 WIB. Dolar AS dibuka di level Rp 16.718.

    Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi mengatakan dolar AS bisa mencapai level Rp 17.000.

    Trump diketahui mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena kebijakan tersebut dengan tarif impor sebesar 32%. Menurut Ibrahim, kebijakan tersebut memang berdampak pada pelemahan nilai tukar mata uang dunia, tidak hanya di Indonesia.

    “Kemungkinan besar kalau standarnya Rp 16.900 tembus, kemungkinan di Rp 17.000. Ya itu syaratnya itu ya di Rp 16.900 kena dulu. Untuk saat ini pelemahan mata uang rupiah itu disebabkan oleh perang dagang. Harus diingat, jadi kalau dulu sebelum ada perang dagang, fluktuasi dolar ini sangat berpengaruh terhadap pelemahan penguatan maupun pelemahan mata uang rupiah, tetapi pas terjadi perang dagang, apalagi tanggal 2 April itu dimulainya itu biaya impor tambahan,” kata Ibrahim kepada detikcom, Jumat (4/4/2025).

    Ibrahim menyebut pemerintah seharusnya telah memiliki solusi untuk meredam pelemahan mata uang rupiah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa bulan terakhir di mana nilai tukar rupiah sempat menguat kemudian tak berlangsung lama kembali melemah.

    Ibrahim berharap agar nilai tukar rupiah tidak sampai di level Rp 16.900. Apabila mencapai angka tersebut, bukan tidak mungkin nilai Rupiah semakin melemah hingga Rp 17.000.

    “Pemerintah pun juga, ini tadi pemerintah Bank Indonesia harus terus di pasar, melakukan intervensi di pasar, bekerja dengan OJK, melakukan lelang obligasi, kemudian valuta asing di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF),” jelas dia.

    Selain itu, Ibrahim menyebut pemerintah harus mengelontorkan stimulus kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi-koperasi dalam negeri agar tetap menggeliat. Kemudian, stimulus itu juga diberikan ke masyarakat untuk meningkatkan daya beli, seperti bansos dan BLT.

    “Jadi pemerintah ini sudah harus bekerja sampai saat ini dan yang terakhir itu harus mencari eksportir terbaru di negara-negara anggota BRICS maupun di luar anggota BRICS. Supaya apa? Supaya bisa menyeimbangkan antara geopolitik yang terus memanas, kemudian tensi perang dagang yang juga terus berlanjut, cara-cara untuk membenahnya seperti itu,” tambah dia.

    Senada, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan kebijakan tarif impor oleh Trump memberikan tekanan nilai mata uang, termasuk rupiah. Meski begitu, Trump membuka ruang untuk negosiasi ulang. Hal ini ditanggapi positif oleh pasar sehingga penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya, termasuk rupiah bisa tertahan.

    “Tapi meskipun demikian, rupiah masih rawan melemah dengan sedikit saja isu negatif. Sementara rupiah masih bisa melemah ke arah Rp 16.800-17.000 dengan potensi menguat ke arah 16.300-16.200,” kata Ariston kepada detikcom.

    Untuk itu, Ariston berharap pemerintah dapat mengatasi isu ini dengan baik, seperti negosiasi. Menurut dia, hal tersebut dapat memberikan sentimen positif untuk rupiah setidaknya dalam jangka pendek.

    Selain itu, Ariston menilai pemerintah harus bisa mengelola isu internal seperti penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja (PHK), defisit anggaran agar tingkat keyakinan investor meningkat sehingga bisa mendukung penguatan rupiah.

    “BI tentu saja diharapkan bisa menahan pelemahan rupiah dengan intervensi-intervensinya dan untuk sementara tidak mengeluarkan kebijakan moneter yang longgar untuk menjaga nilai tukar rupiah,” imbuh dia.

    (acd/acd)

  • Naik Terus, Harga Emas Diprediksi Tembus Rp 2 Juta/Gram!

    Naik Terus, Harga Emas Diprediksi Tembus Rp 2 Juta/Gram!

    Jakarta

    Harga emas terus mengalami kenaikan, bahkan terus menembus rekor. Pada hari ini, harga emas berada di Rp 1,8 juta per gram.

    Sejumlah pengamat memprediksi harga emas masih bakal terus mengalami kenaikan. Pengamat pasar uang Ibrahim Assuaibi memprediksi harga emas bakal menembus Rp 2 juta/gram pada kuartal II tahun ini.

    “Logam mulia kemungkinan akan tembus ke level Rp 2 jutaan/gram kuartal kedua itu mungkin terjadi ya,” kata Ibrahim kepada detikcom, Jumat (4/4/2025).

    Ibrahim mengatakan, kenaikan harga emas dipacu oleh ketidakpastian ekonomi global terutama akibat perang dagang yang bergejolak. Apalagi, Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump menetapkan kebijakan tarif impor baru ke berbagai negara.

    Ia mengatakan kondisi tersebut mendorong masyarakat beralih ke jenis investasi yang dianggap aman dan stabil nilainya.

    “Ya, karena kondisi perang dagang yang tak menentu ini yang sebenarnya membuat masyarakat itu berpindah,” katanya.

    Pengamat pasar keuangan Ariston Tjendra juga mengatakan peluang harga emas tembus Rp 2 juta/gram masih sangat terbuka. “Peluang harga emas Rp 2 juta pada tahun ini mungkin terjadi,” katanya.

    Ariston mengatakan, naiknya harga emas dipicu oleh berbagai isu yang meresahkan pelaku pasar, seperti kebijakan tarif impor AS.

    “Tren harga emas internasional sedang naik karena berbagai isu yang meresahkan pelaku pasar seperti kebijakan kenaikan tarif impor AS yang bisa memicu perang dagang dan melambatkan pertumbuhan ekonomi dunia serta konflik perang yang tidak berkesudahan. Selain itu kalau dari sisi suplai demand, emas memang suplainya terbatas dan demand ya setiap tahun naik untuk berbagai kebutuhan,” katanya.

    (acd/acd)

  • Dolar AS Diramal Tembus Rp 17.000, Ini Biang Keroknya

    Dolar AS Diramal Tembus Rp 17.000, Ini Biang Keroknya

    Jakarta

    Pengamat memprediksi nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) semakin melemah dan bisa mencapai angka Rp 17.000. Pelemahan rupiah ini tidak lepas dari dampak perang dagang yang diinisiasi oleh Presiden AS Donald Trump.

    Sebagai informasi, berdasarkan data Bloomberg, Jumat (4/4/2025), dolar AS berada pada level Rp 16.745 atau naik 33 poin (0,20%) pada pukul 09.06 WIB. Pada perdagangan pagi ini, dolar AS dibuka di level Rp 16.718.

    Pengamat mata uang Ibrahim Assuabi mengatakan dolar AS bisa mencapai level Rp 17.000. Dengan catatan, dolar harus mencapai Rp 16.900 terlebih dahulu.

    Trump diketahui mengumumkan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara. Indonesia menjadi salah satu negara yang terkena kebijakan tersebut dengan tarif impor sebesar 32%. Menurut Ibrahim, kebijakan tersebut memang berdampak pada pelemahan nilai tukar mata uang dunia, tidak hanya di Indonesia.

    “Kemungkinan besar kalau standarnya Rp 16.900 tembus, kemungkinan di Rp 17.000. Ya itu syaratnya itu ya di Rp 16.900 kena dulu. Untuk saat ini pelemahan mata uang rupiah itu disebabkan oleh perang dagang. Harus diingat, jadi kalau dulu sebelum ada perang dagang, fluktuasi dolar ini sangat berpengaruh terhadap pelemahan penguatan maupun pelemahan mata uang rupiah, tetapi pas terjadi perang dagang, apalagi tanggal 2 April itu dimulainya itu biaya impor tambahan,” kata Ibrahim kepada detikcom, Jumat (4/4/2025).

    Ibrahim menyebut pemerintah seharusnya telah memiliki solusi untuk meredam pelemahan mata uang rupiah. Hal ini dapat dilihat dari beberapa bulan terakhir di mana nilai tukar rupiah sempat menguat kemudian tak berlangsung lama kembali melemah.

    Ibrahim berharap agar nilai tukar rupiah tidak sampai di level Rp 16.900. Apabila mencapai angka tersebut, bukan tidak mungkin nilai Rupiah semakin melemah hingga Rp 17.000.

    “Pemerintah pun juga, ini tadi pemerintah Bank Indonesia harus terus di pasar, melakukan intervensi di pasar, bekerja dengan OJK, melakukan lelang obligasi, kemudian valuta asing di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF),” jelas dia.

    Selain itu, Ibrahim menyebut pemerintah harus mengelontorkan stimulus kepada usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan koperasi-koperasi dalam negeri agar tetap menggeliat. Kemudian, stimulus itu juga diberikan ke masyarakat untuk meningkatkan daya beli, seperti bansos dan BLT.

    “Jadi pemerintah ini sudah harus bekerja sampai saat ini dan yang terakhir itu harus mencari eksporter terbaru di negara-negara anggota BRICS maupun di luar anggota BRICS. Supaya apa? Supaya bisa menyeimbangkan antara geopolitik yang terus memanas, kemudian tensi perang dagang yang juga terus berlanjut, cara-cara untuk membenahnya seperti itu,” tambah dia.

    Senada, Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra mengatakan kebijakan tarif impor oleh Trump memberikan tekanan nilai mata uang, termasuk rupiah. Meski begitu, Trump membuka ruang untuk negosiasi ulang. Hal ini ditanggapi positif oleh pasar sehingga penguatan dolar AS terhadap nilai tukar lainnya, termasuk rupiah bisa tertahan.

    “Tapi meskipun demikian, rupiah masih rawan melemah dengan sedikit saja isu negatif. Sementara rupiah masih bisa melemah ke arah Rp 16.800-17.000 dengan potensi menguat ke arah 16.300-16.200,” kata Ariston kepada detikcom.

    Untuk itu, Ariston berharap pemerintah dapat mengatasi isu ini dengan baik, seperti negosiasi. Menurut dia, hal tersebut dapat memberikan sentimen positif untuk rupiah setidaknya dalam jangka pendek.

    Selain itu, Ariston menilai pemerintah harus bisa mengelola isu internal seperti penurunan daya beli, pemutusan hubungan kerja (PHK), defisit anggaran agar tingkat keyakinan investor meningkat sehingga bisa mendukung penguatan rupiah.

    “BI tentu saja diharapkan bisa menahan pelemahan rupiah dengan intervensi-intervensinya dan untuk sementara tidak mengeluarkan kebijakan moneter yang longgar untuk menjaga nilai tukar rupiah,” imbuh dia.

    (acd/acd)

  • Rupiah Anjlok, Airlangga Yakin Fundamental Ekonomi RI Kuat

    Rupiah Anjlok, Airlangga Yakin Fundamental Ekonomi RI Kuat

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah tetap meyakini fundamental ekonomi Indonesia kuat usai nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) sempat menyentuh level terendah sejak krisis 1998 dan pandemi Covid-19.

    Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebut fluktuasi nilai tukar rupiah merupakan hal yang biasa.

    Dia menekankan perlunya melihat fundamental ekonomi RI yang dinilainya kuat. 

    “Kemudian juga kita liat nanti secara jangka menengah dan panjang kita punya ekspor juga bagus, kita punya cadangan devisa juga kuat, neraca perdagangan bagus. Jadi dengan demikian fundamental kita bagus,” ujarnya kepada wartawan seusai menggelar rapat terbatas dengan Presiden Prabowo Subianto di Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (26/3/2025). 

    Di sisi lain, Airlangga menyebut kebijakan baru Indonesia terkait dengan Devisa Hasil Ekspor Sumber Daya Alam atau DHE SDA akan membuat Indonesia tidak terpojokkan ke depan lantaran pergerakan nilai tukar rupiah. 

    Sebagaimana diketahui, Presiden Prabowo telah menandatangani Peraturan Pemerintah (PP) No.8/2025 terkait dengan penempatan DHE SDA di dalam negeri. 

    Dengan aturan tersebut, pemerintah mewajibkan eksportir untuk menempatkan DHE untuk sektor pertambangan (kecuali minyak dan gas bumi), perkebunan, kehutanan, dan perikanan akan meningkat menjadi 100% dengan jangka waktu 12 bulan sejak penempatan. Aturan ini berlaku mulai 1 Maret 2025. 

    “Dengan demikian fundamental daripada Devisa Hasil Ekspor juga akan memperkuat posisi rupiah,” paparnya. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, data Bloomberg menunjukkan rupiah berada pada level Rp16.611 per dolar Amerika Serikat (AS) pada penutupan perdagangan, Selasa (25/3/2025).

    Rupiah sempat anjlok ke level Rp16.640 per dolar AS pada pembukaan perdagangan, atau mencapai level terparah sejak 1998. Bahkan, level itu melewati titik tertinggi sebelumnya saat Covid-19 pada 23 Maret 2020.

    Adapun, titik tertinggi nilai tukar rupiah terhadap dolar AS pada 1998 sempat menyentuh ke level Rp16.800 per dolar AS.

    Pengamat Pasar Uang Ariston Tjendra menjelaskan rupiah terus-menerus melemah karena kekhawatiran pasar soal perang dagang yang dipicu oleh kebijakan kenaikan tarif Trump.

    “Perang dagang ini bisa memicu penurunan perdagangan global sehingga perekonomian global menurun,” katanya saat ditanyai Bisnis, Selasa (25/3/2025).

    Selain itu, dia mengatakan bahwa konflik perang di Timur Tengah dengan tensi yang masih tinggi, ditambah perang Ukraina dan Rusia yang juga belum bisa didamaikan.

    Selanjutnya, dia menjelaskan bahwa dari dalam negeri, pasar juga sudah pesimis terhadap pertumbuhan ekonomi Indonesia. Hal ini menambah tekanan terhadap rupiah.

    “Pelemahan rupiah yang cepat tentu bisa menurunkan kepercayaan pelaku pasar terhadap rupiah dan juga terhadap kemampuan pemerintah dan Bank Indonesia (BI) untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah,” ujarnya.

    Adapun dia menjelaskan apabila pelemahan rupiah bertahan lama, maka akan menambah beban utang pemerintah dan perusahaan yang berutang dalam dolar AS, sehingga memicu risiko gagal bayar apabila tidak dikelola dengan baik.

    “Untuk sementara, intervensi [Bank Indonesia] memang diperlukan untuk menurunkan laju pelemahan rupiah,” ucapnya.

    Dia menegaskan bahwa pemerintah harus memperkuat perekonomian Indonesia, memperbesar ekspor, meningkatkan arus modal asing ke dalam negeri, dan memperkecil impor, sehingga rupiah bisa kembali stabil dan kuat.

  • Nilai Tukar Rupiah Anjlok ke Rp 16.590 Per Dolar AS, Ada Apa?

    Nilai Tukar Rupiah Anjlok ke Rp 16.590 Per Dolar AS, Ada Apa?

    Jakarta, Beritasatu.com – Nilai tukar rupiah kembali mengalami pelemahan akibat rendahnya kepercayaan investor terhadap pasar saham domestik.

    Rupiah terjungkal ke posisi terendahnya menjadi Rp 16.590 per dolar AS. Ini merupakan level terendah sejak krisis 1998.

    Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, Ariston Tjendra, menyebut faktor ini menjadi salah satu penyebab tekanan terhadap rupiah pada awal perdagangan Selasa (25/3/2025) pagi.

    Menurut data Bloomberg, rupiah turun 42,5 poin atau 0,26% ke level Rp 16.610 per dolar AS.

    Sementara data Yahoofinance menunjukan rupiah melemah ke posisi Rp 16.590 per dolar AS pada Selasa (25/3/2025) sore.

    “Sentimen negatif investor terhadap pasar saham dalam negeri turut membebani rupiah. Pesimisme terhadap prospek pertumbuhan ekonomi nasional tercermin dari pergerakan indeks BEI,” ujarnya dalam keterangannya pada Selasa (25/3/2025).

    Sejak awal tahun 2025, indeks harga saham gabungan (IHSG) telah terkoreksi 931,21 poin atau 13,13% secara year to date (YTD), dari 7.164 pada 2 Januari 2025 menjadi 6.161,22 pada 24 Maret 2025.

    Di sisi lain, indeks dolar AS juga mengalami kenaikan ke kisaran 104,30 dibandingkan posisi sebelumnya di 104,10.

    “Pasar masih mencermati dampak negatif dari kebijakan kenaikan tarif yang akan diberlakukan Presiden AS Donald Trump pada 2 April mendatang. Selain itu, meningkatnya ketegangan di Timur Tengah juga menambah kekhawatiran pelaku pasar,” tambah Ariston.

    Dengan berbagai faktor yang memengaruhi, nilai tukar rupiah diperkirakan masih berpotensi bergerak di kisaran Rp 16.590-16.600 per dolar AS, dengan level support di sekitar Rp 16.500 per dolar AS.

  • Ini Biang Kerok Rupiah Makin Ambrol – Page 3

    Ini Biang Kerok Rupiah Makin Ambrol – Page 3

    Sebelumnya, nilai tukar dolar Amerika Serikat (USD) terhadap rupiah Indonesia (IDR) pada 25 Maret 2025 menunjukkan fluktuasi yang cukup dinamis. Fliktuasi rupiah terhadap dolar AS ini mencerminkan sifat volatilitas pasar mata uang.

    Nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi di Jakarta melemah sebesar 42 poin atau 0,26 persen menjadi 16.610 per dolar AS dari sebelumnya 16.568 per dolar AS.

    Pengamat pasar uang yang juga Presiden Direktur PT Doo Financial Futures Ariston Tjendra menilai kepercayaan investor terhadap bursa saham yang melemah memberikan tekanan terhadap nilai tukar rupiah pada pembukaan perdagangan Selasa pagi.

     “Kepercayaan investor terhadap bursa saham dalam negeri, turut memberikan tekanan ke rupiah. Pesimisme pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri, terefleksi di pergerakan indeks saham BEI (Bursa Efek Indonesia),” ujarnya dikutip dari Antara.

    Berdasarkan laman konversi mata uang Wise mencatat rata-rata nilai tukar USD/IDR dalam 30 hari terakhir sekitar Rp 16.418,25 dan rata-rata 90 hari terakhir sekitar Rp 16.311,03. Namun, pada 25 Maret 2025, Wise mencatat nilai tukar USD/IDR sekitar Rp 16.625.

    Perlu diingat bahwa nilai tukar ini bersifat indikatif dan dapat berubah sewaktu-waktu. Untuk mendapatkan informasi terkini dan akurat, selalu periksa situs web penyedia layanan keuangan terpercaya atau aplikasi konverter mata uang real-time.

    Jangan mengandalkan hanya satu sumber informasi, karena perbedaan angka bisa terjadi karena berbagai faktor, termasuk perbedaan waktu dan metode perhitungan.

  • Rupiah Terperosok ke Level Terlemah Sejak 1998, Mungkinkah Tembus Rp17.000?

    Rupiah Terperosok ke Level Terlemah Sejak 1998, Mungkinkah Tembus Rp17.000?

    PIKIRAN RAKYAT – Nilai tukar rupiah kembali tertekan. Pada pembukaan perdagangan Selasa pagi, rupiah melemah sebesar 42 poin atau 0,26 persen menjadi Rp16.610 per dolar AS dari sebelumnya Rp16.568 per dolar AS. Pelemahan ini mencatatkan level terlemah sejak krisis moneter 1998.

    Penyebab Rupiah Melemah

    Menurut Direktur Laba Forexindo Berjangka, Ibrahim Assuabi, pelemahan rupiah dipicu oleh sikap hati-hati investor terhadap potensi risiko dari tarif perdagangan Amerika Serikat (AS).

    “Pelaku pasar menilai potensi risiko dari tarif perdagangan AS yang akan datang. Sentimen pasar bersikap hati-hati menyusul laporan bahwa Presiden Donald Trump berencana untuk menerapkan pendekatan yang lebih selektif terhadap tarif timbal balik mulai 2 April,” tuturnya.

    Donald Trump mengulangi ancamannya pada Minggu 16 Maret 2025 terkait tarif timbal balik, yang diperkirakan memperparah ketegangan perdagangan global. Akibatnya, pasar global diliputi ketidakpastian.

    Selain faktor eksternal, kondisi ekonomi dalam negeri juga menambah tekanan pada rupiah. Banyak perusahaan yang mengalami kebangkrutan dan gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran berdampak pada daya beli masyarakat, yang masih belum pulih sejak akhir tahun lalu.

    “Di 2024, data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan Indonesia mengalami deflasi selama lima bulan berturut-turut dari Mei hingga September 2024, yang ternyata berlanjut di dua bulan pertama 2025 ini,” ujar Ibrahim Assuabi.

    Lebaran yang biasanya menjadi momentum pemulihan konsumsi pun diprediksi tidak akan berjalan optimal.

    “Perputaran uang selama periode lebaran biasanya cenderung meningkat. Tapi kali ini, daya beli yang lemah bisa meredam dampak positif itu bagi sektor ritel, pariwisata, makanan dan minuman, serta transportasi,” ucap Ibrahim Assuabi.

    Kepercayaan Investor di Bursa Saham Tergerus

    Ariston Tjendra, Presiden Direktur PT Doo Financial Futures, menyoroti bahwa pelemahan rupiah juga dipicu oleh menurunnya kepercayaan investor terhadap pasar modal dalam negeri.

    “Kepercayaan investor terhadap bursa saham dalam negeri turut memberikan tekanan ke rupiah. Pesimisme pelaku pasar terhadap pertumbuhan ekonomi dalam negeri, terefleksi di pergerakan indeks saham BEI (Bursa Efek Indonesia),” katanya.

    Sejak awal tahun, IHSG tercatat melemah 931,21 poin atau 13,13 persen year-to-date (ytd), dari posisi 7.164 pada 2 Januari 2025 ke 6.161,22 per 24 Maret 2025. Ditambah lagi, indeks dolar AS juga naik ke kisaran 104,30 dari sebelumnya 104,10. Ini makin menekan posisi rupiah.

    “Pasar masih mengantisipasi dampak negatif dari kebijakan tarif Presiden AS Donald Trump yang akan segera diberlakukan tanggal 2 April, serta kekhawatiran baru dari konflik di Timur Tengah,” tutur Ariston Tjendra.

    Terlemah Sejak 1998

    Pada pukul 09.10 WIB, rupiah menembus Rp16.620 per dolar AS atau melemah 0,39 persen, menjadikannya level terlemah sejak krisis moneter 1998.

    Pada saat pandemi lima tahun lalu, rupiah sempat menyentuh Rp16.575 per dolar AS. Sementara saat krisis moneter 1998, rupiah terpuruk hingga Rp16.650 per dolar AS pada 17 Juni 1998.

    Di pasar Non-Deliverable Forward (NDF), rupiah diperdagangkan di level Rp16.667 per dolar AS untuk kontrak satu bulan. Mayoritas mata uang Asia pun ikut melemah, dengan baht Thailand memimpin pelemahan 0,52 persen.

    Akankah Tembus Rp17.000?

    Managing Director PEPS (Political Economy and Policy Studies), Anthony Budiawan, memperingatkan bahwa tren ini berpotensi membawa rupiah ke level Rp17.000 per dolar AS — atau bahkan lebih buruk.

    “Kalau melihat tren seperti ini, kemungkinan kurs rupiah akan tembus Rp17.000 sangat besar, bahkan bisa lebih buruk dari itu,” ucapnya.

    Menurut Anthony Budiawan, stabilisasi rupiah menjadi tanggung jawab Bank Indonesia yang seharusnya independen dari pemerintah.

    Selama periode Gubernur Bank Indonesia di bawah Perry Warjiyo sejak Mei 2018, rupiah sudah terdepresiasi dari sekitar Rp14.000 per dolar AS menjadi lebih dari Rp16.500 saat ini. Bank Indonesia nampaknya tidak berdaya menjaga rupiah agar tidak terus melemah.

    Padahal, dia mengatakan fundamental ekonomi Indonesia sangat bagus. Jadi, seharusnya tidak ada alasan nilai tukar rupiah melemah. Namun, faktanya nilai tukar rupiah terus melemah.

    “Kenapa? Apakah berarti ada salah kebijakan? Hanya Bank Indonesia yang dapat menjelaskannya,” ujar Anthony Budiawan.

    Pasar kini menanti respons dan kebijakan yang akan diambil Bank Indonesia untuk memperkuat rupiah dan menahan agar kurs tidak semakin terperosok.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News