Tag: Ariel NOAH

  • Wamen Eddy Sampaikan Tata Kelola Royalti Musik Melalui Permenkum 27/2025 di DPR

    Wamen Eddy Sampaikan Tata Kelola Royalti Musik Melalui Permenkum 27/2025 di DPR

    Lebih lanjut, Marcel juga menegaskan bahwa LMKN akan terus bekerja untuk mensosialisasikan dan mengedukasi sistem royalti di Indonesia. Secara geografis dan kultur, Marcel mengakui adanya tantangan di Indonesia.

    Direktorat Jenderal Kekayaan Intelektual (DJKI) Kementerian Hukum memastikan pengawasan terhadap Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) akan berjalan ketat, termasuk melalui evaluasi tahunan kinerja dan laporan keuangan. Selain itu, DJKI juga mendukung pelaksanaan revisi Undang-Undang Hak Cipta atas inisiatif DPR dengan melibatkan para musisi, penulis, seniman, dan kreator beserta seluruh pemangku kepentingan.

    Selain jajaran Kementerian Hukum, rapat di ruang DPR ini juga dihadiri perwakilan seluruh LMK, sejumlah musisi Indonesia seperti Ariel Noah, Piyu Padi, Indra Lesmana, Vina Panduwinata, hingga anggota DPR yang juga musisi seperti Melly Goeslaw, Ahmad Dhani, serta Once Mekel.

    Kakanwil Kemenkum Sulsel, Andi Basmal, dalam keterangannya, Sabtu (23/8/2025) mendukung penuh langkah Kemenkum (pusat) menyampaikan tata kelola royalti di hadapan DPR RI melalui Wamenkum, Edward Omar Sharif Hiariej. Andi Basmal menyebut bahwa transparansi terhadap tata kelola royalti yang disampaikan di DPR merupakan bentuk transparansi pemerintah untuk menjawab keresahan para hak pencipta dan pemegang hak cipta yang telah diatur dalam Permenkum baru ini.

    “Kami di Sulsel menyampaikan apresiasi dan mendukung langkah Pusat atas transparansi pengelolaan royalti di hadapan DPR yang tertuang dalam Permenkum Nomor 27/2025. Kanwil Sulsel siap mengawal aturan pelaksana ini agar dapat diimplementasikan dengan baik dalam rangka memberikan kepastian terhadap hak pencipta dan pemegang ciptaan,” ujarnya. (*)

  • Akhiri Polemik Royalti Musik LMKN, DPR Targetkan Revisi UU Hak Cipta Rampung 2 Bulan

    Akhiri Polemik Royalti Musik LMKN, DPR Targetkan Revisi UU Hak Cipta Rampung 2 Bulan

    Bisnis.com, JAKARTA – DPR RI menargetkan revisi Undang-Undang (UU) Hak Cipta dapat rampung dalam 2 bulan. Perubahan aturan ini diprioritaskan untuk menyelesaikan persoalan royalti yang selama ini menimbulkan polemik di kalangan musisi dan pelaku industri musik dengan Lembaga Manajemen Kolektif (LMK).

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad menyatakan revisi UU Hak Cipta sebenarnya sudah masuk pembahasan sejak tahun lalu, namun belum juga tuntas karena adanya tarik-menarik kepentingan. Menurutnya, seluruh pihak kini memiliki komitmen untuk mempercepat penyelesaian.

    “Saya yakin bahwa dengan pertemuan pada hari ini, dengan niat baik dari semua, dan semua akan masuk ke dalam tim perumus, insyaallah dalam waktu kurang lebih dua bulan saya pikir bisa selesai dengan baik,” ujar Dasco dikutip dari Antara, Sabtu (23/8/2025).

    Dasco menjelaskan, pihak-pihak yang berkepentingan seperti artis, pencipta lagu, penyanyi, hingga Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) akan dilibatkan dalam tim perumus revisi UU Hak Cipta. Dengan begitu, musisi dan penyelenggara pertunjukan dapat langsung menyampaikan aspirasi mereka.

    “Artis, pencipta lagu, maupun penyanyi, maupun dari Lembaga Manajemen Kolektif, kita akan masukkan sebagai tim perumus dalam merumuskan Undang-Undang Hak Cipta yang khusus berkaitan dengan masalah royalti,” kata Dasco.

    Dalam rapat konsultasi bersama DPR RI, sejumlah musisi seperti Ariel Noah dan Vina Panduwinata juga hadir menyampaikan pandangan mereka. Salah satunya, Plt Ketua Umum Federasi Serikat Musisi Indonesia (FESMI) Cholil Mahmud menekankan pentingnya audit terhadap LMK yang berjumlah 15 lembaga. Ia menilai transparansi pengelolaan royalti masih lemah sehingga membuat musisi kehilangan kepercayaan.

    “Bisa kita lihat di webnya LMKN itu sudah ada audit, kalau belum ada, harus dipenuhi segera. LMK yang sudah ada, 15 itu, harus segera diaudit,” kata Cholil yang juga vokalis grup band Efek Rumah Kaca.

    Sementara itu, Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya menyebut revisi UU Hak Cipta merupakan bentuk komitmen sekaligus respons cepat DPR dan pemerintah terhadap permasalahan royalti. Ia juga menegaskan perlunya keadilan dalam penerapan aturan agar tidak menimbulkan beban berlebihan bagi masyarakat maupun pelaku usaha kecil.

  • Dasco Tunjuk Ariel dan Piyu Masuk Dalam Tim Perumus Revisi UU Hak Cipta

    Dasco Tunjuk Ariel dan Piyu Masuk Dalam Tim Perumus Revisi UU Hak Cipta

    Bisnis.com, JAKARTA – Penyanyi Nazril Irham atau Ariel dan musisi Satriyo Yudi Wahono atau Piyu ditunjuk untuk tergabung dalam tim perumus Revisi Undang-Undang Hak Cipta.

    Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR), Sufmi Dasco Ahmad mengatakan penunjukkan tersebut telah disepakati dalam rapat yang digelar pada Kamis (21/8/2025).  

    “Semua yang ada hadir diundang pada hari ini baik artis, pencipta lagu, maupun penyanyi, maupun LMKN, kita akan masukkan sebagai tim perumus dalam merumuskan UU Hak Cipta yang khusus berkaitan dengan masalah royalti,” ujarnya.

    Dasco menargetkan Revisi UU Hak Cipta dapat diselesaikan dalam waktu 2 bulan ke depan untuk menyelesaikan dinamika penarikan royalti antara pencipta lagu dan penyanyi.

    Dasco menyebut menegaskan bahwa DPR bersama seluruh pemangku kepentingan sepakat menjaga iklim dunia musik tetap kondusif sekaligus mempercepat penyelesaian revisi Undang-Undang Hak Cipta. 

    “Semua pihak sepakat dalam 2 bulan ini berkonsentrasi untuk menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta. Dan tadi telah disepakati bahwa delegasi penarikan royalti akan dipusatkan di LMKN sambil menyelesaikan Undang-Undang Hak Cipta dan dilakukan audit untuk transparasi kegiatan-kegiatan penarikan royalty yang ada selama ini,” jelasnya.

    Rapat konsultasi tersebut mempertemukan DPR RI dengan Kementerian Hukum dan HAM RI, Dirjen Kekayaan Intelektual, Direktur Hak Cipta, Komisioner LMKN, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK), serta perwakilan organisasi profesi dan pelaku musik seperti Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).

    Turut hadir Wakil Ketua DPR Koordinator Bidang Ekonomi dan Keuangan Adies Kadir serta Ketua Komisi XIII DPR RI Willy Aditya.

    Lebih lanjut, Dasco menjelaskan bahwa revisi UU Hak Cipta sebenarnya telah direncanakan sejak tahun lalu di Badan Legislasi dan Badan Keahlian DPR, namun sempat terkendala tarik-menarik kepentingan. Namun dengan niat baik dari semua pihak yang telah duduk bersama, Dasco menyakini dalam waktu sekitar dua bulan revisi UU Hak Cipta bisa selesai dengan baik.

    “Revisi Undang-Undang Hak Cipta ini sebenarnya sudah dilakukan sejak tahun yang lalu sudah direncanakan di Badan Legislasi dan di Badan Keahlian DPR memang gak kunjung selesai karena tarik-menarik dari kepentingan-kepentingan yang ada. Tapi saya yakin bahwa dengan pertemuan pada hari ini dengan niat baik dari semua dan semua akan masuk ke dalam tim perumus Insya Allah dalam waktu kurang lebih 2 bulan saya pikir bisa selesai dengan baik,” pungkas Dasco.

  • Usai Rapat di DPR, Dasco Sebut Ariel, Piyu, dan LMKN Sepakat Akhiri Konflik Royalti
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Agustus 2025

    Usai Rapat di DPR, Dasco Sebut Ariel, Piyu, dan LMKN Sepakat Akhiri Konflik Royalti Nasional 21 Agustus 2025

    Usai Rapat di DPR, Dasco Sebut Ariel, Piyu, dan LMKN Sepakat Akhiri Konflik Royalti
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua Komisi III DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad menyebut, musisi tanah air seperti Nazril Irham alias Ariel hingga Satriyo Yudi Wahono alias Piyu, dan Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sepakat mengakhiri konflik royalti.
    Pernyataan ini Dasco sampaikan setelah pihaknya menggelar rapat konsultasi royalti lagu bersama Komisi III DPR RI, Kementerian Hukum, LMKN, LMK, dan sejumlah musisi.
    “Dinamika yang terjadi sudah disepakati untuk sama-sama diakhiri, dan kita akan jaga suasana supaya tetap kondusif,” kata Dasco di Ruang Kerja Komisi III, Gedung DPR, Jakarta, Kamis (21/8/2025).
    Dasco mengatakan, para pihak yang selama ini bersitegang terkait masalah pembayaran royalti telah bersepakat untuk menjaga iklim dunia musik bisa sejuk dan damai.
    Forum itu juga menyepakati, dalam dua bulan ke depan, para pihak terkait itu fokus menyelesaikan Revisi Undang-Undang Hak Cipta.
    Selama proses tersebut, dilakukan pula audit terhadap sejumlah LMK yang menarik royalti lagu.
    “Untuk itu kepada masyarakat luas, diharapkan untuk tetap tenang, untuk dapat kembali seperti sediakala, memutar lagu tanpa takut, untuk kemudian menyanyi juga tanpa takut,” ujar Dasco.
    Pada kesempatan yang sama, Ketua Komisi XIII DPR RI, Willy Aditya mengatakan, rapat tersebut menjadi komitmen pemerintah dan DPR menangani keributan agar cepat selesai.
    “Biar kemudian kekisruhan-kekisruhan ini cepat diselesaikan, yang ditandaskan Pak Sufmi Dasco tadi, ini bukan barang baru, ini sudah lama sudah masuk prolegnas juga tapi mencuat hari ini,” kata Willy.
    Adapun rapat dihadiri sejumlah LSM dan organisasi musisi seperti, Vibrasi Suara Indonesia (VISI) yang diwakili Nazril Irham alias Ariel, Federasi Serikat Musisi Indonesia (Fesmi) diwakili Cholil Mahmud, hingga Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Piyu Padi Ungkap Sistem Tak Adil, LMK Masih Tarik Royalti meski Musisi Sudah Bebaskan
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Agustus 2025

    Piyu Padi Ungkap Sistem Tak Adil, LMK Masih Tarik Royalti meski Musisi Sudah Bebaskan Nasional 21 Agustus 2025

    Piyu Padi Ungkap Sistem Tak Adil, LMK Masih Tarik Royalti meski Musisi Sudah Bebaskan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Musisi Satriyo Yudi Wahono, atau lebih dikenal sebagai Piyu Padi Reborn, mempermasalahkan sistem penarikan royalti yang berlaku di Indonesia, yakni
    Extended Collective License.
    Ia menilai sistem itu tidak adil bagi para musisi dan pencipta lagu.
    Pasalnya, lewat sistem itu, Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) tetap menarik royalti, meski pencipta lagu sudah membebaskan lagunya untuk dimainkan.
    Hal ini dikatakannya dalam rapat konsultasi soal royalti hak cipta bersama pimpinan DPR RI, para musisi, serta LMK dan LMKN di ruang Komisi XIII DPR RI, Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
    “Tadi saudara Marcell (Siahaan) menyampaikan bahwa Indonesia menganut sistem
    Extended Collective License
    , sehingga mengakibatkan pemungutan royalti bisa dilakukan walaupun pencipta lagu sudah menarik haknya, sudah menarik kuasanya,” kata Piyu, Kamis.
    Piyu lantas mencontohkan kasus ketika Wahana Musik Indonesia (WAMI) tetap menarik royalti atas lagu-lagu Ari Lasso.
    Padahal, Ari Lasso sudah mencabut haknya atas royalti tersebut.
    Dia juga mempertanyakan ke mana royalti itu diberikan.
    “WAMI tetap pungut royalti meskipun Ari Lasso bebaskan lagunya untuk dinyanyikan oleh penyanyi lain. Saya rasa hal ini sangat tidak adil, tidak
    fair
    . Ketika seorang pencipta lagu mencabut kuasanya, tapi tetap dipungut,” ucap Piyu.
    “Nah, pungutan itu nanti akan diberikan kepada siapa? Itu pertanyaannya,” imbuhnya.
    Selain itu, Piyu juga mempermasalahkan royalti yang dibayar usai musisi menyelesaikan konser maupun pertunjukannya.
    Menurut Piyu, royalti seharusnya dibayarkan kepada pencipta lagu sebelum penyanyi naik ke atas panggung.
    Pembayaran royalti harus selesai bersamaan dengan pembayaran komponen lain, meliputi artis yang membawakan lagu, vendor, sound engineer, hingga sewa alat.
    Hal ini, kata dia, sudah lama diterapkan di luar negeri.
    Dia juga bertanya-tanya mengapa Indonesia tidak bisa menerapkan hal serupa.
    “Sama seperti yang dilakukan ketika seorang artis atau penyanyi akan naik panggung, harus sudah beres dulu.
    Fee
    -nya harus beres dulu. Dari DP, dari pemenuhan sebelum naik panggung, harus sudah beres. Termasuk dengan
    riders-riders
    nya,” beber dia.
    Lebih lanjut, ia menilai akar dari dua masalah itu sejatinya adalah Surat Keputusan (SK) Menteri Hukum dan HAM (Menkumham) tahun 2016 yang tidak pernah direvisi hingga kini.
    Keputusan tersebut menyebutkan bahwa royalti akan dipungut sebesar 2 persen dari tiket penjualan yang dilaksanakan setelah konser.
    “Sehingga artinya apa? Pencipta lagu ikut menanggung risiko bersama dengan penyelenggara. Walaupun menurut kami, walaupun persentasenya dinaikkan 5-10 persen, jika itu tetap diambil atau dipungut setelah konser, tidak akan mengubah apa-apa,” tandas Piyu.
    Sebelumnya diberitakan, masalah royalti mencuat setelah terjadi serangkaian kasus hukum yang menjerat artis hingga restoran.
     
    Agnez Mo misalnya, diminta membayar ganti rugi sebesar Rp 1,5 miliar kepada Ari Bias karena membawakan lagu “Bilang Saja” dalam tiga konser tanpa izin.
    Namun akhirnya, Mahkamah Agung (MA) mengabulkan kasasi yang diajukan Agnez pada Senin (11/8/2025) sehingga tidak perlu lagi membayar ganti rugi.
    Selain Agnez Mo, masalah ini juga menjerat salah satu petinggi Mie Gacoan yang menjadi tersangka atas dugaan pelanggaran hak cipta musik.
    Masalah ini kemudian melebar hingga terjadi konflik di internal musisi.
    Nazril Irham, atau yang lebih dikenal sebagai Ariel Noah, menyampaikan bahwa royalti seharusnya dibayarkan oleh penyelenggara, bukan penyanyi yang membawakan lagu.
    Sejumlah musisi pun menggugat sengkarut royalti dan tuntutan pencipta lagu kepada para musisi yang marak terjadi belakangan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) melalui uji materi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014.
    Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Saldi Isra lalu meminta pemerintah menegaskan kembali terkait pihak yang wajib membayarkan royalti dalam pertunjukan seni musik, agar tidak ada lagi musisi yang saling tuntut.
    Saldi Isra mengatakan hal ini penting dipertegas agar selain menghentikan pertengkaran, juga menghilangkan rasa ketakutan bagi penyanyi yang pendapatannya tak seberapa, seperti penyanyi di kafe.
    “Boleh enggak dilakukan seperti itu agar nanti urusan bukan antar penyanyi. Jadi seniman ini jangan dibiarkan berkelahi, biar nanti problemnya itu antara orang yang merasa dirugikan, pemilik hak cipta dengan penyelenggara,” ucapnya.
    “Nah itu poin paling penting, kalau ini ada jawaban atau jalan keluar, mungkin sebagian soal ini bisa diselesaikan,” kata Saldi lagi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR "Digeruduk" Musisi soal Polemik Royalti, Siapa Saja?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        21 Agustus 2025

    DPR "Digeruduk" Musisi soal Polemik Royalti, Siapa Saja? Nasional 21 Agustus 2025

    DPR “Digeruduk” Musisi soal Polemik Royalti, Siapa Saja?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sejumlah musisi Tanah Air menggelar rapat konsultasi bersama Komisi XIII DPR untuk membahas polemik soal royalti yang tengah terjadi.
    Tampak sejumlah musisi yang merupakan anggota DPR hadir dalam forum tersebut, seperti Ahmad Dhani yang merupakan pentolan Dewa 19 sekaligus anggota Komisi X DPR.
    Terdapat pula eks vokalis Dewa 19, Ellfonda Mekel atau Once Mekel yang merupakan anggota Komisi X Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDI-P).
    Tampak di Ruang Rapat Komisi XIII, yakni Melly Goeslaw yang merupakan anggota Komisi X Fraksi Partai Gerindra.
    Selain tiga nama yang merupakan anggota DPR, tampak musisi lain yang tidak berafiliasi dengan politik seperti vokalis band Efek Rumah Kaca (ERK) Cholil Mahmud dan Nazril Irham atau Ariel yang merupakan pentolan Noah.
    Penyanyi solo seperti Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, Vina Panduwinata, dan Katon Bagaskara juga hadir dalam rapat dengan Komisi XIII itu.
    Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) dan sejumlah Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) juga ikut dihadirkan untuk membahas polemik royalti.
    Sebelumnya, anggota Komisi XIII DPR Iman Sukri mendukung langkah pemerintah yang akan mengaudit LMKN dan LMK dalam merespon polemik pembayaran royalti terhadap musisi.
    Menurutnya, audit ini penting untuk memastikan tata kelola pengumpulan dan penyaluran royalti berjalan transparan dan akuntabel.
    Ia menekankan, hak para pencipta, pemilik, dan pelaku musik harus dilindungi secara penuh tanpa adanya penyimpangan dari lembaga bersangkutan.
    “Saya mendukung langkah pemerintah untuk mengaudit LMKN dan LMK. Pembayaran royalti kepada pemilik dan pencipta karya musik harus dilakukan secara transparan. Tidak boleh ada penyimpangan, karena ini menyangkut hak hidup para seniman,” tegas Sukri dalam keterangannya, Selasa (19/8/2025).
    KOMPAS.com/FIKA NURUL ULYA Nazril Irham atau Ariel Noah bersama Satriyo Yudi Wahono atau Piyu Padi dan sejumlah musisi lain menghadiri rapat konsultasi yang digelar pimpinan DPR RI bersama Komisi XIII DPR RI di Kompleks DPR/MPR RI, Senayan, Jakarta Pusat, Kamis (21/8/2025).
    Jelasnya, musik merupakan salah satu industri kreatif di Indonesia yang memiliki sumbangsih dalam perekonomian nasional.
    Oleh karena itu, prinsip keadilan, keterbukaan, dan profesionalisme harus dikedepankan dalam pengelolaan royalti.
    Jika dalam audit yang dilakukan pemerintah ditemukan penyimpangan, ia mendukung adanya hukuman tegas bagi LMK dan LMKN.
    “Negara hadir untuk memastikan bahwa setiap rupiah royalti sampai kepada pihak yang berhak. Audit ini harus menjadi momentum untuk perbaikan tata kelola LMKN dan LMK ke depan,” ujar Sukri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Dasco Minta Piyu hingga Ariel cs Masuk Tim Perumus RUU Hak Cipta

    Dasco Minta Piyu hingga Ariel cs Masuk Tim Perumus RUU Hak Cipta

    Jakarta

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad meminta agar Vibrasi Suara Indonesia (VISI) dan Ketua Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI) masuk ke tim perumus revisi UU Hak Cipta. Dasco menilai kedua elemen ini lebih memahami terkait dunia musik.

    Hal itu disampaikan Dasco dalam rapat konsultasi DPR bersama Kemenkum dan LMKN, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025). Dasco mengatakan VISI maupun AKSI merupakan pihak yang berkepentingan.

    “Ini sebenernya kan UU Hak Cipta ini yang berkepentingan ini kan kita sudah jelas, penyanyi, pencipta lagu, kemudian nanti ada penyelenggara, dan tentunya yang ini kan lembaga ini kan yang akan menjalankan regulasi. Kalau sudah kemudian segala kepentingan dari para pencipta lagu, artis, produser itu kita penuhi haknya di dalam UU Hak Cipta,” kata Dasco.

    Dia pun mengusulkan agar VISI dan AKSI turut dimasukkan dalam ke tim perumus revisi UU Hak Cipta. Diketahui, dalam rapat tersebut hadir Nazril Irham atau Ariel ‘Noah’ sebagai perwakilan dari VISI, dan Piyu Padi perwakilan dari AKSI.

    “Jadi saya usul ini, ini temen-teman AKSI, teman-teman VISI ini untuk segera dimasukkan ke dalam tim perumus UU Hak Cipta,” ujarnya.

    Selanjutnya, kata dia, urusan regulasi pun dapat dirundingkan bersama VISI dan AKSI. Termasuk, lanjut Dasco, perihal syarat royalti.

    “Setuju,” jawab peserta rapat.

    (amw/gbr)

  • DPR rapat royalti hak cipta bersama Ariel Noah hingga Vina Panduwinata

    DPR rapat royalti hak cipta bersama Ariel Noah hingga Vina Panduwinata

    “Oleh karena itu untuk kemudian biar semua bersuara dan juga kemudian menyampaikan aspirasinya supaya kita juga mendapatkan satu keputusan pada hari ini tentang bagaimana memecahkan dinamika yang pada saat ini terjadi,”

    Jakarta (ANTARA) – DPR RI menggelar rapat konsultasi untuk membahas manajemen royalti dan permasalahannya dalam perlindungan karya cipta dan hak cipta bersama sejumlah musisi, mulai dari Ariel Noah hingga Vina Panduwinata di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.

    Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad memimpin rapat tersebut yang digelar di ruangan Komisi XIII DPR RI. Rapat itu pun mengundang Wakil Menteri Hukum Eddy Hiariej berserta jajarannya.

    “Oleh karena itu untuk kemudian biar semua bersuara dan juga kemudian menyampaikan aspirasinya supaya kita juga mendapatkan satu keputusan pada hari ini tentang bagaimana memecahkan dinamika yang pada saat ini terjadi,” kata Dasco saat membuka rapat tersebut.

    Selain Ariel dan Vina Panduwinata, sejumlah musisi atau figur publik yang hadir yakni Sammy Simorangkir, Marcell Siahaan, Satrio Yudi Wahono (Piyu Padi), hingga Cholil Mahmud (Efek Rumah Kaca).

    Kemudian ada juga sejumlah musisi yang kini menjadi Anggota DPR RI, di antaranya Ahmad Dhani, Once Mekel, dan Melly Goeslaw.

    Dasco mengatakan bahwa saat ini ada beberapa hal yang perlu disesuaikan dengan Undang-Undang Hak Cipta. Menurut dia, Kementerian Hukum pun sudah berkoordinasi dengan DPR RI mengenai penyesuaian itu.

    Namun, kata dia, penyesuaian itu saja belum cukup, karena perkembangan zaman menuntut agar UU Hak Cipta itu direvisi. Selain itu, terdapat juga banyak aspirasi dari masyarakat mengenai perkembangan teknologi yang berkaitan dengan UU Hak Cipta.

    “Ketika UU Hak Cipta itu nanti akan selesai, bagaimana bentuk, apakah LMK atau LMKN itu bentuknya seperti yang direncanakan sekarang atau berubah sesuai kesepakatan, itu akan kita sesuaikan,” kata Dasco.

    Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • 6
                    
                        Unggahan MK tentang Gugatan Ariel dll Diserbu Akun Komentari Nikita Mirzani
                        Nasional

    6 Unggahan MK tentang Gugatan Ariel dll Diserbu Akun Komentari Nikita Mirzani Nasional

    Unggahan MK tentang Gugatan Ariel dll Diserbu Akun Komentari Nikita Mirzani
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Akun Instagram Mahkamah Konstitusi (MK) diserbu oleh warganet atau netizen yang salah alamat mengomentari kasus Nikita Mirzani ke pengadilan konstitusi tersebut.
    Diakses
    Kompas.com
    di akun Instagram resmi MK, @mahkamahkonstitusi, Senin (4/8/2025), unggahan MK tiga hari lalu itu terlihat berisi penjelasan soal uji materi Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 yang sedang bergulir.
    Unggahan informasi perkara yang dimohonkan Nazril Irham dan 28 Musisi untuk Perkara 28, dan Band T’Koes untuk perkara 37 itu diserbu komentar tidak
    nyambung
    mengenai Nikita Mirzani, selebritas nasional.
    Pasalnya, kasus Nikita Mirzani adalah kasus tindak pidana, sedangkan unggahan MK adalah perkara uji materi UU Hak Cipta terhadap Undang-Undang Dasar 1945.
    Penelusuran
    Kompas.com
    , isi komentar bernada menyerang para hakim merujuk pada persidangan Nikita Mirzani yang berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Jumat (1/8/2025).
    “Mari kita tunggu tindakan apa yang akan dilakukan MK atas kasus NM, sangat menarik dan bikin geregetan sekali #savenikitamirzani,” tulis seorang netizen.
    Netizen lainnya berkomentar agar hakim yang menangani kasus Nikita Mirzani bisa diusut.
    “Usut hakim yang menangani kasus nikita mirzani … saya bukan buzer,, catat .!! Saya bukan buzer dan fans nm… ini suara dari rakyat biasa.!!” tulis seorang netizen.
    A post shared by Mahkamah Konstitusi (@mahkamahkonstitusi)
     
    Ternyata, komentar-komentar mengenai kasus Nikita Mirzani juga ada di unggahan MK lainnya, tidak terbatas di unggahan soal uji materiil UU Hak Cipta.
    Contohnya, ada unggahan MK soal agenda webinar “Prinsip Checks and Balances dan Independensi Mahkamah Konstitusi”. Di kolom komentar, terlihat banyak komentar soal Nikita Mirzani.
    Setali tiga uang, komentar soal Nikita Mirzani juga ada di unggahan MK mengenai kamus hukum yang menjelaskan adagium “Audi et Alteram Partem”.
    Untuk diketahui, Nikita Mirzani diadili di PN Jaksel atas dakwaan pemerasan dan tindak pidana pencucian uang (TPPU) terhadap pemilik produk kecantikan bernama dokter Reza Gladys.
    Perbuatan itu dilakukan Nikita bersama asistennya, Ismail Marzuki.
    Dakwaan ini dibacakan jaksa penuntut umum (JPU) dalam persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Selasa (24/6/2025).
    “Melakukan tindak pidana mereka yang melakukan, yang menyuruh melakukan, dan yang turut serta melakukan perbuatan dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan/atau mentransmisikan informasi elektronik dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum dengan ancaman pencemaran atau dengan ancaman akan membuka rahasia,” kata jaksa.
    Nikita disebut melakukan siaran langsung TikTok melalui akun @nikihuruhara di mana ia menjelek-jelekkan Reza dan produknya berulang kali.
    Nikita menuding, kandungan produk kecantikan Reza berpotensi menyebabkan kanker kulit.
    “Kalian tahu enggak, kalian pake bahan-bahan yang lama-lama, kalian bisa kena kanker kulit. Udah kalian enggak punya uang, kena kanker kulit, aduh repot,” tutur jaksa Refina menirukan pernyataan Nikita saat siaran langsung.
    Nikita juga mengajak warganet tidak lagi menggunakan produk apa pun dari Glafidsya.
    “Atas perbuatan terdakwa Nikita Mirzani tersebut, membuat saksi Reza menjadi terancam kredibilitasnya sebagai pemilik dari produk Glafidsya dan akan mengakibatkan penurunan penjualan dari produk Glafidsya,” tutur Refina.
    Satu minggu setelahnya, rekan sesama dokter bernama Oky Pratama memprovokasi Reza untuk memberikan uang ke Nikita supaya tidak lagi menjelek-jelekkan produknya.
    Reza pun merencanakan pertemuan mediasi dengan Nikita melalui asistennya, Ismail Marzuki.
    Melalui Ismail, Nikita justru mengancam Reza dengan mengatakan bahwa ia bisa dengan mudah menghancurkan bisnis Reza.
    Oleh karenanya, Nikita meminta uang tutup mulut sebesar Rp 5 miliar. Lantaran merasa terancam, Reza akhirnya bersedia memberikan uang, namun
    “hanya” Rp 4 miliar. Atas kejadian tersebut, Reza merasa diperas sehingga melaporkan kasus ini ke kepolisian.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 3
                    
                        Ketika MK Jadi Panggung Musisi, Marcell Siahaan dan Piyu Padi Adu Argumen di Sidang Sengketa UU Hak Cipta
                        Nasional

    3 Ketika MK Jadi Panggung Musisi, Marcell Siahaan dan Piyu Padi Adu Argumen di Sidang Sengketa UU Hak Cipta Nasional

    Ketika MK Jadi Panggung Musisi, Marcell Siahaan dan Piyu Padi Adu Argumen di Sidang Sengketa UU Hak Cipta
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Sidang lanjutan perkara nomor 28/PUU-XXIII/2025 terkait uji materi Undang-Undang
    Hak Cipta
    yang dilayangkan Nazril Irham (Ariel Noah) bersama 28 musisi menyulap ruang sidang jadi panggung bagi para musisi.
    Setidaknya ada dua musisi yang tampil dalam sidang lanjutan yang digelar pada Kamis (10/7/2025) kemarin, yaitu
    Marcell Siahaan
    dan Satriyo Yudi Wahono alias
    Piyu Padi
    .
    Mereka hadir sebagai pihak terkait dalam sidang tersebut, di mana Marcell mewakili Persatuan Artis Penyanyi Pencipta Lagu dan Pemusik Republik Indonesia (Pappri), sedangkan Piyu Padi menjadi representasi dari Pengurus Asosiasi Komposer Seluruh Indonesia (AKSI).
    Keduanya tidak bernyanyi, melainkan memberikan keterangan di hadapan sembilan hakim MK terkait polemik
    hak cipta
    yang ramai diperbincangkan di dunia industri musik Indonesia.
    Meski sama-sama bergelut di industri musik, nada kedua musisi ini tidak sama.
    Marcell membawa nada pro terhadap gugatan Ariel Cs, sedangkan Piyu Padi memilih nada kontra.
    Dalam polemik hak cipta ini, Marcell berdiri sebagai pihak terkait yang memberikan argumen bahwa sebuah karya yang dilepas ke publik sudah tidak lagi milik pribadi pencipta.
    Kata dia, publik juga memiliki hak atas karya yang telah dipublikasikan secara luas, sehingga para pencipta tidak bisa secara sepihak mendapatkan hak ekonomi atas karyanya.
    Di sinilah peran negara, menurut Marcell.
    Negara telah memberikan aturan yang harus dipertegas bahwa ada fungsi sosial, etik, hingga perizinan kepada sebuah karya.
    Karena menurut dia, sebuah karya bukan hanya soal hak ekonomi penciptanya, tetapi ada peran strategis dalam kehidupan bermasyarakat.
     
    Dia memberikan contoh, ada hak pelestarian budaya, identitas nasional, hingga akses pendidikan dan penelitian yang harus dijaga dalam sebuah karya yang telah dilepas ke publik.
    Di sini negara berperan untuk membatasi, agar pencipta karya tidak semena-mena menarik uang dari karya yang digunakan untuk aktivitas-aktivitas sosial, pendidikan, dan kebudayaan tersebut.
    “Dengan memperhatikan fungsi sosial tersebut, menjadi kewajaran dan keniscayaan apabila hak ekonomi dari kita dibatasi dan netral oleh negara, khususnya dalam hal pemungutan royalti melalui sistem kolektif sebagai perwujudan nyata asas keadilan dan sistem hukum nasional,” kata dia.
    Berangkat dari pembatasan hak ekonomi tersebut, Marcell mengatakan pemerintah selayaknya mengatur sebuah sistem agar musisi yang telah memenuhi hak ekonomi para pencipta lagu tidak dikriminalisasi.
    “Kami juga perlu menegaskan bahwa saat ini telah terjadi kegagalan dalam penerapan norma hukum hak cipta, khususnya terhadap pelaku pertunjukan akibat keberadaan sejumlah ketentuan yang multitafsir dan diterapkan secara represif,” kata Marcell.
    Dia menjelaskan, sejumlah pasal dalam undang-undang hak cipta, khususnya yang mengatur penggunaan ciptaan dalam pertunjukan dan mekanisme pembayaran royalti, telah gagal memenuhi unsur kepastian, kemanfaatan, dan keadilan.
    “Lalu berikutnya, membuka ruang kriminalisasi meskipun royalti telah dibayar melalui sistem yang resmi,” kata Marcell.
    Dia juga menyebut, pasal-pasal multitafsir di UU Hak Cipta mengaburkan tanggung jawab hukum antara pelaku pertunjukan dan penyelenggara acara.
    UU Hak Cipta yang multitafsir, kata Marcell, juga melemahkan otoritas Lembaga Manajemen Kolektif (LMK) yang dibentuk dan diakui oleh negara.
    Namun, Argumen Marcell tersebut ditentang Piyu Padi.
    Karena menurut Piyu, norma yang saat ini ada dalam UU Hak Cipta secara jelas telah melindungi pencipta karya dari ketidakadilan pembayaran royalti.
    Dalam sidang tersebut, kuasa hukum Piyu Padi, Singgih Tomi Gumilang, menegaskan bahwa dalil Ariel Cs mengabaikan struktur sistemik UU Hak Cipta yang disusun secara bertingkat dan saling terkait.
    “Pasal-pasal yang diuji bukanlah pasal-pasal yang terpisah dari sistem hukum, melainkan satu kesatuan utuh yang membentuk ekosistem perlindungan hak cipta di negara Republik Indonesia,” ucap Singgih.
    Oleh sebab itu, dia meminta secara tegas agar MK menerima seluruh keterangan Piyu Padi dan menyatakan pasal-pasal yang digugat Ariel Cs telah sesuai dengan konstitusi negara.
    Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) sebagai titik temu antara hak ekonomi pencipta dan hak penggunaan karya cipta pun angkat bicara dalam sidang tersebut.
    Ketua Komisioner Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) Dharma Oeratmangun, yang juga seorang musisi, membangun argumen kontra gugatan Ariel Cs.
    Dia menilai konflik ini disebabkan oleh
    event organizer
    (EO) nakal yang tidak mau membayar royalti, bukan soal UU Hak Cipta yang memiliki multitafsir.
    “Di sidang yang mulia ini, saya ingin menyampaikan bahwa akar dari segala masalah dalam tata kelola royalti di Indonesia adalah pengguna yang tidak patuh hukum. Sekali lagi, pengguna yang tidak patuh hukum,” kata Dharma.
    Menurut Dharma, para EO ini menciptakan kerugian miliaran rupiah kepada publik dan juga kepada para musisi dan pencipta lagu.
    “Pencipta lagu dan pelaku pertunjukan hanya mendapatkan tetesan dari haknya, sehingga jauh dari sejahtera dan akhirnya saling bertikai,” tutur dia.
    Oleh sebab itu, dia meminta agar EO patuh terhadap hukum dan membayar royalti sesuai dengan kewajiban yang telah ditetapkan pada Undang-Undang Hak Cipta.
    “Kami punya data, ada lebih dari 100
    event organizer
    yang sampai saat ini disomasi tetapi tidak mau bayar. Belum lagi pengusaha-pengusaha lainnya yang sama sekali tidak mau bayar,” imbuh dia.
    Melihat perdebatan tersebut, Hakim MK Saldi Isra berpandangan kasus yang menjadi latar belakang
    gugatan UU Hak Cipta
    masih gelap.
    Masing-masing masih membawa argumen norma, tanpa menjabarkan apa yang menjadi pemicu UU tersebut diuji ke MK setelah berlaku lebih dari 10 tahun.
    “Terus terang, kami ini masih gelap wilayah ini. Kenapa dikatakan gelap? Belum ada di antara yang hadir (baik pemohon, pembentuk undang-undang, maupun pihak terkait) yang memberikan potret sesungguhnya apa sih yang terjadi di dunia belantara ini,” kata Saldi.
    Saldi mengatakan, MK untuk memutuskan perkara penafsiran norma harus dibantu dengan apa yang sebenarnya sedang terjadi, termasuk dari LMKN yang dihadirkan sebagai pihak terkait dalam perkara ini.
    Saldi sebenarnya mengharapkan agar LMKN menjelaskan latar belakang mengapa masalah dalam dunia permusikan ini terjadi sehingga Ariel Cs melakukan uji materi.
    “Nah, tolong kami dibantu, dari LMKN ini, dijelaskan potretnya itu, baru kami bisa menilai (misalnya) oh, kalau begini enggak perlu dimaknai normanya,” kata Saldi.
    Latar belakang masalah ini penting untuk dijabarkan dari masing-masing pihak, karena MK memutuskan sesuai dengan materi persidangan yang telah digelar.
    “Kita kan baru tahu ribut-ribut kemarin kan antara ini, ini, dan segala macam. Itu urusan perorangan, biarkan. Kita ini berkepentingan menata hukum yang terkait dengan kepentingan pihak-pihak yang ada di sini,” kata dia.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.