Tag: Arief Prasetyo

  • Kemendag tegaskan pemerintah tak minta penarikan beras premium

    Kemendag tegaskan pemerintah tak minta penarikan beras premium

    Jakarta (ANTARA) – Kementerian Perdagangan (Kemendag) menegaskan bahwa pemerintah tidak pernah meminta peritel modern untuk menarik beras premium yang ada di toko masing-masing guna mencegah kelangkaan.

    Direktur Jenderal Perlindungan Konsumen dan Tertib Niaga (PKTN) Kemendag Moga Simatupang di Jakarta, Senin, mengatakan pemerintah hanya merekomendasikan peritel untuk menurunkan harga premium.

    “Nggak ada perintah menarik, tapi menyesuaikan harganya,” katanya.

    Ia mengatakan pemerintah meminta peritel modern untuk menyesuaikan harga beras yang tidak sesuai dengan standar mutu dan takaran.

    Menurut dia, hal tersebut dilakukan untuk mencegah kelangkaan apabila seluruh ritel menarik seluruh beras di gerainya.

    “Tarik kalau mereka mau, menyesuaikan juga nggak apa-apa. Tapi untuk mencegah kelangkaan kan pemerintah tidak merekomendasikan untuk ditarik, tapi menyesuaikan harganya,” kata Moga, menjelaskan.

    Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) telah mengeluarkan imbauan agar stok tetap disalurkan ke konsumen, namun harus dilakukan adjustment berupa penurunan harga. Itu berlaku terhadap beras yang terindikasi tidak memenuhi standar beras premium.

    “Langkah ini supaya tidak ‘shortage’ di lapangan. Beras-beras ini masih baik, hanya tidak sesuai antara isi dengan ‘packaging’-nya. Jadi harganya harus diturunkan sesuai dengan isi yang ada di dalamnya. Dari pengamatan kita bersama, cek di lapangan, harga itu diturunkan sekitar Rp 1.000,” kata Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi.

    Bapanas telah mengeluarkan surat imbauan melalui Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan kepada Asosiasi Pengusaha Ritel Indonesia (APRINDO). Dalam warkat bernomor 589/TS.02.02/B/07/2025 disampaikan agar peritel tetap menjalankan transaksi penjualan beras seperti biasa serta tetap menjual stok yang ada di gudang dan display penjualan.

    Selain itu, terhadap beras yang ada indikasi tidak memenuhi ketentuan standar mutu beras premium, agar dilakukan penurunan harga yang disesuaikan dengan standar mutu beras dalam kemasan.

    “Jadi beras yang sudah ‘on sale’, yang sudah ada di rak-rak, sudah ada di pasar, itu bukan ditarik kembali, karena kalau ditarik kembali, nanti malah ada kekosongan. Masyarakat mau beli jadi susah. Beras-beras ini kualitasnya masih baik, hanya ‘broken’-nya tinggi. Nah, itu kita minta untuk di ‘adjust’ harganya. Jadi ‘customer’ tetap bisa beli beras sesuai kualitas yang ada,” ujar Arief.

    Pewarta: Maria Cicilia Galuh Prayudhia
    Editor: Virna P Setyorini
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Aturan HET Beras Dirombak, Bapanas Kaji Penerapan Harga Berbasis Zonasi

    Aturan HET Beras Dirombak, Bapanas Kaji Penerapan Harga Berbasis Zonasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) tengah mematangkan regulasi terkait dengan klasifikasi mutu beras dan pengaturan Harga Eceran Tertinggi atau HET beras di sejumlah wilayah.

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa nantinya akan diterapkan periode transisi untuk penerapan aturan baru menyusul adanya revisi aturan terkait klasifikasi mutu beras dan HET beras.

    Revisi aturan yang dimaksud yakni Peraturan Bapanas No. 2/2023 tentang klasifikasi mutu beras dan Peraturan No. 5/2024 tentang HET.

    “Akan ada pembedaan harga di daerah sentra produksi dengan harga di Indonesia Tengah dan Timur. Itu juga kita harus atur, karena tidak mungkin Indonesia yang luas ini dengan satu harga tanpa ada zonasi,” kata Arief dalam keterangannya, dikutip pada Senin (4/8/2025).

    Lebih lanjut, mengenai mutu beras, dia mengungkapkan bahwa nantinya akan terdapat klasifikasi di antara beras premium dan beras medium.

    Arief lantas menjelaskan bahwa pihaknya terus melakukan evaluasi terhadap kebijakan harga dan klasifikasi mutu beras nasional.

    Menurutnya, pengawasan atas langkah tersebut dilakukan Bapanas bersama Satgas Pangan Polri baik di pusat maupun di daerah, selagi menantikan keputusan lebih lanjut mengenai keputusan final di meja Kementerian Koordinator (Kemenko) Bidang Pangan.

    “Badan Pangan Nasional sedang ditugaskan oleh Kemenko Pangan untuk memformulasi ulang, melihat lagi bagaimana kelas-kelas mutu dan juga harga batas atas beras, sehingga kami menunggu bagaimana nanti keputusannya,” tuturnya.

    Adapun, data Panel Harga Pangan Bapanas menunjukkan bahwa per 1 Agustus, rata-rata harga beras premium secara nasional masih berada di atas HET, kendati mulai menunjukkan tren penurunan.

    Harga beras premium di zona 1 tercatat turun dari Rp15.497 menjadi Rp15.486 per kg, zona 2 relatif stagnan dari Rp16.591 menjadi Rp16.590, sedangkan harga di zona 3 melandai dari Rp18.390 menjadi Rp18.298 per kg.

    Berdasarkan catatan Bisnis, rapat koordinasi terbatas yang dipimpin oleh Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan pada 25 Juli lalu menyepakati perombakan sejumlah regulasi mengenai beras.

    Zulkifli mengungkapkan bahwa kelas mutu beras dari premium dan medium akan disederhanakan menjadi beras reguler dan beras khusus.

    Sementara itu, pengaturan HET disebut hanya akan berlaku untuk beras reguler sebagai batas atas di pasaran, sedangkan regulasi anyar beras khusus mengharuskan pelaku usaha untuk memegang sertifikat terhadap merek terkait.

  • Bos Bapanas Minta Pengusaha Ritel Tak Tarik Beras Pecah secara Sepihak

    Bos Bapanas Minta Pengusaha Ritel Tak Tarik Beras Pecah secara Sepihak

    JAKARTA – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas), Arief Prasetyo Adi meminta pengusaha ritel modern untuk tidak menarik produk beras keadaan pecah (broken) secara sepihak.

    Langkah ini penting untuk menjaga ketersediaan beras di pasaran dan menghindari kekosongan stok yang dapat memicu keresahan masyarakat.

    Pernyataan tersebut disampaikan Arief Prasetyo Adi saat mendampingi Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, dalam kunjungan kerja ke Desa Kekeri, Lombok Barat, Nusa Tenggara Barat (NTB), pada Sabtu, 2 Agustus.

    “Pemerintah itu mau memastikan bahwa kualitas beras harus sesuai dengan apa yang tertera di kemasan. Jika kemasannya premium, maka isinya harus premium. Untuk beras yang kualitas baik tetap harus dijual ke masyarakat. Namun harganya diturunkan sesuai dengan broken-nya,” kata Arief dalam keterangan resminya.

    Menurut dia, beras pecah bukan berarti berkualitas buruk.

    Semua pelaku usaha diimbau untuk tetap mengedarkan produk yang layak konsumsi dan tidak mengosongkan rak hanya karena alasan tampilan fisik butiran beras.

    “Tolong harganya disesuaikan, sehingga Badan Pangan Nasional mengimbau, tidak perlu mengosongkan rak. Ini berasnya bagus, cuma broken-nya saja. Bukan kualitasnya yang jelek, hanya pecahnya saja yang lebih, sehingga harganya bisa diturunkan. Semua penggiling padi, semua ritel, semua pasar, tidak boleh kekurangan berasnya,” ucap Arief.

    Arief memastikan bahwa stok beras nasional dalam kondisi sangat mencukupi.

    Per 1 Agustus 2025, stok beras di gudang Perum Bulog tercatat mencapai 3,97 juta ton, yang terdiri dari 3,95 juta ton cadangan beras pemerintah (CBP) dan 11.900 ton beras komersial.

    “Hari ini total stok beras di Bulog ada sekitar 3,97 juta ton. Jadi tidak usah khawatir, karena stok beras pemerintah besar,” katanya.

    Selain itu, realisasi penyerapan beras dari produksi dalam negeri telah mencapai 2,78 juta ton, atau sekitar 92,79 persen dari target penyerapan nasional tahun ini yang ditetapkan sebesar 3 juta ton.

    Menanggapi isu kualitas dan distribusi beras, Arief menegaskan bahwa pemerintah akan terus melakukan pengawasan ketat terhadap mutu beras yang beredar di pasar.

    Kata Arief, pelabelan mutu yang akurat dan kepatuhan ritel terhadap ketentuan distribusi merupakan bagian dari komitmen pemerintah untuk melindungi konsumen sekaligus menjaga keseimbangan pasar.

  • Bapanas memastikan beras SPHP tersedia hingga timur Indonesia

    Bapanas memastikan beras SPHP tersedia hingga timur Indonesia

    Kami bersama Bapak Menko Pangan memastikan beras SPHP tersedia hingga sampai Indonesia timur.

    Jakarta (ANTARA) – Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi memastikan beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) tetap tersedia hingga wilayah timur Indonesia demi menjaga stabilitas harga serta ketahanan pangan nasional.

    “Kami bersama Bapak Menko Pangan memastikan beras SPHP tersedia hingga sampai Indonesia timur,” kata Arief seusai mendampingi Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan meninjau Koperasi Desa Merah Putih Penfui Timur, Kupang, Nusa Tenggara Timur (NTT), sebagaimana keterangan di Jakarta, Sabtu.

    Arief menyebutkan realisasi pelaksanaan beras SPHP hingga 1 Agustus 2025 telah berada di angka 188,4 ribu ton atau 12,56 persen dari total target 1,5 juta ton penyaluran di tahun ini.

    “Untuk penyaluran beras SPHP melalui Koperasi Desa Merah Putih tercatat ada 53,72 ton,” ujar Arief.

    Terhadap realisasi program beras subsidi ini, pemerintah bersama Perum Bulog terus memacu penyaluran dengan memperlebar kanal-kanal distribusi. Tak hanya melalui Koperasi Desa Merah Putih, beras SPHP disalurkan melalui ritel modern, termasuk minimarket. Namun tidak termasuk ritel grosir.

    Bapanas mendorong Perum Bulog di wilayah seluruh Indonesia untuk mempercepat distribusi beras SPHP namun tidak ke grosir, karena terdapat limitasi yakni maksimal 2 karung setiap pembelian.

    “Kalau akses ke modern market itu sebenarnya tidak hanya untuk masyarakat yang menengah ke atas saja, apalagi untuk minimarket berjejaring. Menurut kami dapat diakses oleh semua kalangan. Jaringan outletnya pun sangat luas,” ujar Arief.

    Selain SPHP, Arief menyebutkan masyarakat juga bisa mengambil bantuan pangan beras melalui Kopdes Merah Putih.

    “Dengan begitu, kopdes diharapkan bisa jadi pusat program pro-rakyat yang kemudian dapat meningkatkan ekonomi rakyat pula sebagaimana arahan Bapak Menko Pangan,” kata Arief lagi.

    Dia menyebutkan pula realisasi penyaluran bantuan pangan beras hingga 1 Agustus telah disalurkan kepada 12.502.201 Penerima Bantuan Pangan (PBP) di seluruh Indonesia atau mencapai 68,4 persen dari total target 18.277.083 PBP.

    Menko Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) menegaskan visi Presiden Prabowo Subianto yakni tidak boleh ada rakyat yang susah dan ekonomi harus mampu dimulai dari desa.

    Zulhas menekankan pemerintah ingin ada katalisator ekonomi rakyat melalui Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih.

    “Jadi memang NTT ini menjadi prioritas utama. Kunjungan pertama setelah pengumuman seluruh kopdes terbentuk, kami ke NTT. Ada salam dari Bapak Presiden. Bapak Presiden ingin rakyatnya tidak boleh ada yang susah,” kata Zulhas.

    Oleh karena itu, ujar Zulhas pula, kekuatan ekonomi, pemberdayaan harus dimulai dari desa. Keberadaan Kopdes Merah Putih juga ditujukan untuk memberantas tengkulak-tengkulak yang merugikan petani di desa.

    “Kemudian ada gerai sembako, minyak goreng. Ada beras, ada gula, dan lain-lain. Jadi, kalau Bulog nanti tidak kasih beras, tidak kasih minyak, lapor sama Bupati,” ujar Zulhas pula.

    Pewarta: Muhammad Harianto
    Editor: Budisantoso Budiman
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • NFA Percepat Penyaluran Beras SPHP

    NFA Percepat Penyaluran Beras SPHP

    Jakarta: Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mengoptimalkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui berbagai jalur distribusi. Hal itu untuk memperkuat upaya menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pangan, khususnya komoditas beras.

    Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, seusai menghadiri  konferensi pers terkait temuan beras tidak sesuai mutu, bersama sejumlah instansi terkait di Gedung Mabes Polri, Jakarta.

    “Kami sudah menugaskan Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai jalur Mitra Perum Bulog. Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis Kementerian Pertanian, kita dorong untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan serta menjamin akses masyarakat terhadap pangan pokok strategis,” kata Ketut.

    Menurut Ketut, NFA terus memantau kondisi lapangan secara intensif dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dengan harga yang wajar. 

    Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir, pemerintah telah mengantisipasi dan memastikan kecukupan pangan bagi masyarakat di tengah kondisi ini. 

    “Kami sudah memastikan kepada Aprindo, ritel modern, pasar tradisional, serta Satgas Pangan Daerah maupun Pusat, minta agar mereka tetap mengisi, dengan catatan perbaikan produksi dilakukan,” kata Helfi.

    Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan pasokan beras di pasaran. Arief menegaskan, stok beras di Bulog aman dan cukup, distribusi beras SPHP menjadi instrumen stabilisasi yang terus dipercepat.

    Arief juga mengimbau pelaku usaha mematuhi standar mutu dan melakukan perbaikan terhadap praktik produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.

    “Kami imbau kepada para pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga dengan kualitas aktual produknya, serta memperbaiki proses produksinya. Tidak ada larangan untuk menjual beras tersebut, asalkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Arief dalam kunjungan kerja di Kota Kupang, NTT.

    Jakarta: Badan Pangan Nasional/National Food Agency (NFA) mengoptimalkan penyaluran beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) melalui berbagai jalur distribusi. Hal itu untuk memperkuat upaya menjaga ketersediaan dan keterjangkauan pangan, khususnya komoditas beras.
     
    Hal itu diungkapkan Deputi Bidang Ketersediaan dan Stabilisasi Pangan NFA, I Gusti Ketut Astawa, seusai menghadiri  konferensi pers terkait temuan beras tidak sesuai mutu, bersama sejumlah instansi terkait di Gedung Mabes Polri, Jakarta.
     
    “Kami sudah menugaskan Bulog untuk mempercepat penyaluran beras SPHP ke berbagai jalur Mitra Perum Bulog. Pemerintah Daerah, unit pelaksana teknis Kementerian Pertanian, kita dorong untuk menjaga stabilitas pasokan dan harga pangan serta menjamin akses masyarakat terhadap pangan pokok strategis,” kata Ketut.

    Menurut Ketut, NFA terus memantau kondisi lapangan secara intensif dan berkoordinasi dengan para pemangku kepentingan untuk memastikan kebutuhan pangan masyarakat terpenuhi dengan harga yang wajar. 
     
    Direktur Tindak Pidana Ekonomi dan Khusus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf mengatakan, masyarakat tak perlu khawatir, pemerintah telah mengantisipasi dan memastikan kecukupan pangan bagi masyarakat di tengah kondisi ini. 
     
    “Kami sudah memastikan kepada Aprindo, ritel modern, pasar tradisional, serta Satgas Pangan Daerah maupun Pusat, minta agar mereka tetap mengisi, dengan catatan perbaikan produksi dilakukan,” kata Helfi.
     
    Kepala NFA Arief Prasetyo Adi mengimbau masyarakat tidak khawatir dengan pasokan beras di pasaran. Arief menegaskan, stok beras di Bulog aman dan cukup, distribusi beras SPHP menjadi instrumen stabilisasi yang terus dipercepat.
     
    Arief juga mengimbau pelaku usaha mematuhi standar mutu dan melakukan perbaikan terhadap praktik produksi yang tidak sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan pemerintah.
     
    “Kami imbau kepada para pelaku usaha untuk melakukan penyesuaian harga dengan kualitas aktual produknya, serta memperbaiki proses produksinya. Tidak ada larangan untuk menjual beras tersebut, asalkan sesuai aturan yang berlaku,” ujar Arief dalam kunjungan kerja di Kota Kupang, NTT.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (FZN)

  • Bapanas Ungkap Alasan Harga Beras Mahal Meski Stok Melimpah

    Bapanas Ungkap Alasan Harga Beras Mahal Meski Stok Melimpah

    Bisnis.com, JAKARTA — Badan Pangan Nasional (Bapanas) ungkap alasan harga beras lampaui harga eceran tertinggi (HET), di tengah stok yang diklaim melimpah.

    Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan, meningkatnya harga beras di tingkat masyarakat disebabkan oleh produksi gabah setara beras yang mengalami penurunan pada Juni-Juli 2025.

    “Pada saat produksi turun, maka harga akan naik. Kalau harga gabah naik, maka harga beras akan naik. Itu jawabannya,” kata Arief ketika ditemui di Kantor Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Selasa (29/7/2025).

    Menyitir data Panel Harga Bapanas, Selasa (29/7/2025), pukul 16.29 WIB, rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mencapai Rp6.813 per kilogram (kg). Nominal itu meningkat 0,21% dibanding hari sebelumnya.

    Sementara itu, harga beras premium di tingkat konsumen secara rata-rata berada di level Rp16.140 per kg, atau melampaui harga eceran tertinggi (HET) yang dipatok pemerintah yakni di kisaran Rp14.900 per kg – Rp15.800 per kg.

    Kondisi serupa juga terjadi pada komoditas beras medium. Bapanas merekam, harga beras medium di tingkat konsumen berada di level Rp14.410 per kg, atau berada di atas HET untuk beras medium di kisaran Rp12.500 per kg – Rp13.500 per kg.

    Untuk beras SPHP, Bapanas mencatat harga komoditas ini berada di level Rp12.586 per kg, atau berada dalam rentang HET yang ditetapkan pemerintah yakni Rp12.500 per kg – Rp13.500 per kg. 

    Namun, Arief memastikan pemerintah tidak tinggal diam dalam menyikapi kondisi ini. Dia mengatakan, pemerintah telah meluncurkan dua program untuk mengendalikan harga beras di tingkat konsumen, melalui penyaluran bantuan pangan beras dan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP).

    Adapun, penyaluran bantuan pangan beras sebanyak 360.000 ton menyasar 18,2 juta penerima bantuan pangan (PBP) yang dilakukan sepanjang Juni-Juli 2025. Merujuk data Bapanas, realisasi penyaluran bantuan pangan beras telah mencapai 88.632 ton hingga 24 Juli 2025 atau 4,43 juta penerima dari total 18,2 juta PBP.

    Sementara, penyaluran beras SPHP 1,3 juta ton yang berasal dari cadangan beras pemerintah (CBP) digelontorkan hingga akhir tahun ini.

    Arief mengatakan, Bapanas telah meminta Perum Bulog untuk mempercepat proses penyaluran bantuan pangan beras dan beras SPHP.

    “Dua ini saya sudah minta Bulog untuk mempercepat,” ungkapnya.

  • 4 Pilihan Disiapkan Terkait Perubahan Harga Eceran Tertinggi Beras – Page 3

    4 Pilihan Disiapkan Terkait Perubahan Harga Eceran Tertinggi Beras – Page 3

    Sebelumnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) kini tengah menggodok aturan baru terkait penghapusan klasifikasi beras medium dan premium, menyusul rencana pemerintah untuk menghilangkan kedua kategori tersebut.

    Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi, menuturkan bahwa timnya langsung menindaklanjuti hasil rapat koordinasi terbatas (rakortas) dengan Menteri Koordinator Bidang Pangan, Zulkifli Hasan, yang digelar Jumat, 25 Juli 2025, kemarin. Sederet ketentuan berkaitan dengan penghapusan kelas beras premium dan medium itu akan disesuaikan.

    “Ya nanti Perbadan-nya ya ngerubah, ikut. Sudah perintah Rakortas,” kata Arief, di Kantor Kemenko Pangan, Jakarta, pada Sabtu (26/7/2025).

    Ia berharap proses ini bisa segera selesai. Namun, detail perubahan dan ketentuan barunya akan dibahas lebih lanjut. Seperti diketahui, ada aturan mutu dan harga eceran tertinggi (HET) yang melekat pada beras medium dan premium saat ini.

    “Makanya ini mau di-meeting-in dulu, baru diputusin,” katanya.

    Sebagai informasi, saat ini ada dua aturan utama terkait beras medium dan premium. Pertama adalah Peraturan Bapanas Nomor 2 Tahun 2023 tentang Persyaratan Mutu dan Label Beras. Sementara itu, ketentuan HET-nya diatur dalam Peraturan Bapanas Nomor 5 Tahun 2024.

  • Bapanas Laporkan 4 Skenario Beras Satu Harga ke Menko Zulhas

    Bapanas Laporkan 4 Skenario Beras Satu Harga ke Menko Zulhas

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah terus mematangkan rencana penyederhanaan harga beras nasional dengan menghapus klasifikasi premium dan medium. Dalam prosesnya, Badan Pangan Nasional (Bapanas) menyiapkan sedikitnya empat skenario sebagai alternatif penyeragaman harga.

    “Saya mengusulkan beberapa alternatif sesuai masukan dari kementerian/lembaga dan juga dari pelaku usaha, alternatif 1, 2, 3, 4,” ujar Kepala Bapanas, Arief Prasetyo Adi saat ditemui di kantor Kemenko Pangan, Jakarta, Selasa (29/7/2025).

    Adapun seluruh opsi tersebut, katanya, sudah diserahkan kepada Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan. Menurut Arief, karena menyangkut komoditas sensitif seperti beras, proses pengambilan keputusan tetap memerlukan pertimbangan matang di tingkat atas.

    “Pak Menko mungkin perlu mendalami sebentar, mungkin juga ada yang perlu didiskusikan karena kalau beras biasanya kan sangat sensitif. Mungkin beliau juga akan lapor ke Pak Presiden. Tapi kalau hitungan saya sudah selesai,” ungkapnya.

    Arief menjelaskan, dari masing-masing skenario yang ia sampaikan, itu bisa saling dikombinasikan untuk mencari formula terbaik yang adil bagi masyarakat dan pelaku usaha.

    “Karena kalau harga terlalu tinggi ya kasihan masyarakatnya, kalau harga terlalu rendah kasihan penggiling padinya. Nanti nggak ada yang giling padi,” jelas Arief.

    Sebelumnya, pemerintah sudah memutuskan untuk menyederhanakan skema Harga Eceran Tertinggi (HET) beras. Sistem dua kategori yang sebelumnya ditetapkan beras medium dan premium, akan dihapus dan diganti dengan satu jenis harga, yaitu harga batas atas.

    “Kemarin kan ada (harga eceran tertinggi) HET medium, HET premium. Tadi Pak Menko sudah putuskan, nanti maksimum berapa,” ujar Arief saat ditemui di tempat yang sama, Jumat (25/7/2025) lalu.

    Dengan keputusan tersebut, Peraturan Badan Pangan Nasional (Perbadan) yang mengatur HET akan direvisi. Perubahan ini diharapkan membuat harga beras nasional lebih transparan dan lebih terjangkau.

    Menurut Arief, penyatuan kategori HET juga dapat berdampak pada penurunan harga beras, karena label premium-medium yang selama ini membingungkan konsumen akan dihapus. Sebagai gantinya, pemerintah akan memperketat kontrol kualitas.

    “Kadar air kan 14% semua sama, mau premium atau medium sama. Cuma broken-nya saja. Ini akan dirapatin dulu,” jelasnya, merujuk pada patahan butir beras yang segera akan ditetapkan batas maksimalnya.

    Meski belum merinci batas nilai kualitas secara pasti, Arief memastikan mutu tetap jadi prioritas. Ke depan, konsumen akan memilih berdasarkan merek dagang dan pengalaman terhadap kualitas, bukan lagi dari label kategori.

    “Kualitasnya harus bagus lah. Nanti kan kalau brand itu berarti orang akan preferensi brand. Itu ya berdasarkan dia sudah pengalaman beli beras apa,” tutur dia.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • YLKI Tanggapi Rencana Beras Medium dan Premium Dihapus, Setuju?

    YLKI Tanggapi Rencana Beras Medium dan Premium Dihapus, Setuju?

    Bisnis.com, JAKARTA – Rencana pemerintah untuk menghapus klasifikasi beras premium dan medium mendapat tanggapan positif dari Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI). Kendati begitu, rencana ini perlu diikuti dengan kajian matang dan pengawasan yang ketat.

    Staff Public Relations and Business Development YLKI Andjani Widya Hemasita menyampaikan, secara prinsip, perubahan ini dapat menyederhanakan pemahaman konsumen yang selama ini sering dibuat bingung dengan klaim label yang tidak selalu mencerminkan kualitas sebenarnya.

    “Ini dapat menyederhanakan pemahaman konsumen yang selama ini sering dibuat bingung dengan klaim label seperti premium, super, atau medium, yang tidak selalu merepresentasikan kualitas sebenarnya,” kata Andjani kepada Bisnis, dikutip Senin (28/7/2025).

    Dari sisi perlindungan konsumen, Andjani menyebut, kategori beras yang terlalu banyak dan tidak jelas standarnya membuka celah praktik pengoplosan, karena secara kasat mata, mutu beras sulit dibedakan. 

    Menurutnya, inilah yang membuat konsumen sangat rentan menjadi korban produk yang tampak berkualitas, tetapi ternyata tidak sesuai isi dan label.

    Namun, penyederhanaan kategori saja tidak cukup. Dia menilai, jika hanya berganti label tanpa pembenahan sistem mutu dan pengawasan, maka risiko pengoplosan dan manipulasi kualitas tetap besar. 

    Oleh karena itu, YLKI menilai tetap perlu ada standar mutu yang jelas dan dapat diuji secara objektif, baik untuk beras umum maupun khusus.

    Selain itu, lanjut dia, harus ada mekanisme verifikasi mutu secara berkala yang melibatkan pemerintah, pelaku usaha, dan lembaga independen.

    Andjani menilai bahwa konsumen juga harus dilibatkan melalui edukasi publik, agar para konsumen memahami arti dari tiap kategori dan tidak sekadar percaya pada label atau kemasan.

    “Intinya, perubahan istilah harus disertai perubahan sistem agar tidak sekadar perubahan istilah atau penyebutan saja, tapi benar-benar membawa perbaikan bagi konsumen, baik dari sisi mutu, harga yang adil, maupun kepercayaan terhadap produk pangan,” tuturnya.

    Pemerintah dalam rapat koordinasi terbatas (rakortas) sebelumnya sepakat untuk menghapus kelas mutu beras medium dan premium. Sebagai gantinya, hanya ada dua jenis beras saja yakni beras umum dan beras khusus.

    Menteri Koordinator Bidang Pangan Zulkifli Hasan mengatakan, keputusan itu diambil seiring adanya temuan terkait beras oplosan yang dinilai merugikan masyarakat.

    “Melihat pengalaman itu, maka beras nanti kita akan buat hanya dua, beras [umum] dan beras khusus,” kata Zulhas di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Pangan, Jakarta Pusat, Jumat (25/7/2025).

    Sejalan dengan hal itu, pemerintah dalam hal ini Badan Pangan Nasional (Bapanas) akan merombak sejumlah aturan terkait. Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi mengharapkan, perubahan regulasi itu bisa dapat dilakukan secepatnya. 

    “Kita ingin cepat lah. Tadi udah lihat kan, nyatanya berasnya premium, isinya nggak premium,” ujar Arief.

    Meski belum dapat menjelaskan lebih rinci terkait perubahan-perubahan yang bakal tercantum dalam regulasi baru, Arief memastikan bahwa nantinya, pemerintah akan menetapkan harga eceran tertinggi (HET). Kemudian, kata dia, kadar air beras tetap dipertahankan maksimal 14% agar tidak rentan patah.

    “Nanti akan dirapatkan, [termasuk] harganya nanti [disampaikan] setelah dirapatkan,” tegasnya.

  • Pangan kuat, negara berdaulat

    Pangan kuat, negara berdaulat

    Petani memilah jerami hasil giling padi saat panen di kawasan Baki, Sukoharjo, Jawa Tengah, Selasa (24/6/2025). Menurut data Kantor Perwakilan Bank Indonesia Jawa Tengah pertumbuhan ekonomi Jateng tercatat pada triwulan satu 2025 sebesar 4,96 persen year on year (yoy) lebih tinggi dari pertumbuhan nasional sebesar 4,87 persen (yoy). Pertumbuhan tersebut didorong panen raya padi pada bulan Maret dan April. ANTARA FOTO/Mohammad Ayudha/nz.

    Pangan kuat, negara berdaulat
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 28 Juli 2025 – 07:28 WIB

    Elshinta.com – Ketika Kepala Badan Pangan Nasional Arief Prasetyo menutup sambutannya dalam acara penganugerahan inovasi benih dan bibit beberapa waktu lalu, satu kalimat sederhana namun menggugah dilontarkannya bahwa “Pangan kuat, negara berdaulat.”

    Pernyataan ini bukan sekadar slogan. Namun mencerminkan visi besar tentang betapa pentingnya kemandirian pangan dalam menjamin kedaulatan dan stabilitas sebuah negara.

    Pangan yang kuat berarti kemampuan bangsa untuk memproduksi dan memenuhi kebutuhan pangan rakyatnya sendiri, tanpa ketergantungan berlebih terhadap impor.

    Ketika ketahanan ini dibangun secara sistematis dan berkelanjutan, negara tidak hanya mampu menjaga kestabilan harga, tetapi juga mampu mengantisipasi krisis global dan meningkatkan kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh.

    Kemandirian pangan memungkinkan negara menjaga kendali atas kebijakan pangannya sekaligus menjadi fondasi bagi tercapainya kedaulatan pangan.

    Ini sebuah kondisi ketika negara mampu secara mandiri mengatur sistem pangannya, menjamin hak rakyat atas pangan, serta memberi ruang bagi masyarakat untuk mengembangkan sistem pangan berbasis kearifan lokal.

    Peringatan ini sesungguhnya telah disuarakan jauh sebelumnya oleh Bung Karno. Sang Proklamator pernah menyatakan bahwa urusan pangan adalah soal hidup dan matinya sebuah bangsa. Hari ini, bangsa ini melihat betapa relevan dan visionernya peringatan itu.

    Organisasi Pangan dan Pertanian Dunia (FAO) bahkan telah berulang kali mengingatkan dunia akan ancaman krisis pangan global, terutama pascapandemi COVID-19 yang mengguncang sistem produksi dan distribusi pangan dunia.

    Faktor-faktor seperti perubahan iklim ekstrem, ledakan jumlah penduduk, hingga konflik sosial dan bencana kemanusiaan semakin memperkuat urgensi kita untuk bersiap dan berbenah.

    Sebagai negara dengan jumlah penduduk keempat terbanyak di dunia, Indonesia tidak boleh lengah. Ambisi untuk menjadi Lumbung Pangan Dunia 2045 tidak akan tercapai bila cadangan pangan nasional tidak diperkuat.

    Salah satu strategi krusial adalah memastikan cadangan pangan pemerintah tetap aman dan dikelola secara profesional.

    Indonesia patut belajar dari pengalaman dua tahun lalu, ketika cadangan beras pemerintah menipis drastis. Situasi itu menunjukkan ada yang tidak beres dalam tata kelola cadangan pangan.

    Perum Bulog sebagai operator pun dipertanyakan kapasitasnya dalam merespons kebutuhan negara akan cadangan pangan strategis.

    Apakah persoalannya hanya soal manajemen? Ataukah ada beban keuangan yang mengganggu fokus institusi ini dalam menjalankan fungsinya?

    Masalah seperti ini tidak boleh dianggap remeh. Ketika tata kelola cadangan beras saja belum optimal, belum lagi tantangan produksi dalam negeri yang mulai melemah, serta daya beli petani yang belum sepenuhnya pulih pascapandemi, maka sudah saatnya semua pihak bersinergi mencari solusi sistemik, bukan sekadar tambal sulam.

    Di sinilah peran Badan Pangan Nasional menjadi sangat strategis. Sesuai amanat Perpres Nomor 66 Tahun 2021, lembaga ini mengemban tanggung jawab besar dalam urusan pangan nasional.

    Sukses pelaksanaan

    Badan Pangan Nasional harus menjadi penggerak utama, merancang Grand Desain Pencapaian Kedaulatan Pangan yang dilengkapi roadmap dan tahapan teknokratik partisipatif.

    Namun desain yang baik tidak cukup tanpa pelaksanaan yang kuat. Karena itu, prinsip “Sukses Perencanaan sama dengan Sukses Pelaksanaan” harus menjadi mantra dalam setiap tahapan kerja.

    Untuk itu, dibutuhkan kepemimpinan dengan komitmen tinggi dan kompetensi mumpuni, bukan sekadar mengulang retorika lama yang belum menyentuh akar persoalan.

    Menariknya, saat ini juga sedang berkembang wacana strategis dari Presiden Prabowo mengenai transformasi kelembagaan Perum Bulog, dari Badan Usaha Milik Negara menjadi lembaga otonom pemerintah.

    Gagasan ini menunjukkan keseriusan pemerintah untuk mengembalikan Bulog ke marwah aslinya: sebagai alat negara dalam menjaga stabilitas pangan, bukan sekadar entitas bisnis.

    Selama 36 tahun, Bulog pernah berfungsi sebagai lembaga pemerintah non-departemen. Ketika status itu hendak dikembalikan, artinya negara tengah merajut kembali kepercayaan pada mekanisme negara dalam urusan pangan.

    Namun, perubahan ini harus segera dirumuskan secara tepat melalui regulasi yang jelas agar Bulog dapat langsung melaksanakan fungsi-fungsi strategisnya di lapangan.

    Jika ditelisik lebih dalam, kedaulatan pangan sebagaimana tertuang dalam Undang-Undang Nomor 18 Tahun 2012 memiliki tiga elemen penting mencakup hak negara dalam menentukan kebijakan pangan secara mandiri, jaminan hak rakyat atas pangan, serta hak masyarakat menentukan sistem pangan sesuai potensi lokal. Ketiganya adalah satu kesatuan. Tidak bisa dipisahkan.

    Sayangnya, hingga kini Indonesia belum mampu mewujudkan swasembada pangan secara utuh. Yang ada baru swasembada beras, itu pun fluktuatif, tergantung pada musim dan cuaca.

    Jagung, kedelai, gula, bawang putih, hingga daging sapi masih kita impor. Sementara pengertian pangan menurut UU sangat luas mencakup seluruh produk pertanian, kehutanan, perikanan, peternakan, baik olahan maupun segar, termasuk air dan bahan tambahan pangan.

    Ketahanan pangan di negeri ini juga sedang diuji. Ketersediaan mengalami penurunan, sementara harga di pasar melonjak tanpa kendali. Pemerintah tampak kesulitan menstabilkan harga.

    Padahal, ketahanan pangan adalah kondisi terpenuhinya pangan dalam jumlah, mutu, dan akses yang aman, bergizi, terjangkau, serta tidak bertentangan dengan budaya dan agama masyarakat. Ini bukan perkara sederhana.

    Begitu pula dengan kemandirian pangan, yang diartikan sebagai kemampuan negara memproduksi pangan dari dalam negeri dengan memanfaatkan potensi sumber daya secara bermartabat.

    Sayangnya, hingga kini, kemandirian pangan masih terasa sebagai wacana yang lebih sering menjadi hiasan pidato, ketimbang realitas yang bisa dibuktikan di lapangan.

    Jika swasembada, ketahanan, dan kemandirian pangan masih belum dicapai, tentu terlalu jauh membicarakan kedaulatan pangan sebagai tujuan akhir.

    Maka langkah terbaik adalah menjadikan ketiga fondasi tersebut sebagai pijakan menuju cita-cita besar itu.

    Dengan memperkuat sinergi antarinstansi, merombak sistem kelembagaan seperti Bulog, dan menyusun kebijakan pangan berbasis data dan kearifan lokal, bukan tidak mungkin Indonesia akan berdiri tegak sebagai negara yang benar-benar berdaulat secara pangan.

    Kedaulatan pangan bukan sekadar target pembangunan, tetapi hak hidup seluruh rakyat Indonesia. Dan dalam semangat itulah, kita perlu bergerak bersama. Karena pangan kuat, berarti negara berdaulat.

    Sumber : Antara