Tag: Arief Prasetyo Adi

  • Mentan pastikan operasi pasar tekan harga beras dan lindungi konsumen

    Mentan pastikan operasi pasar tekan harga beras dan lindungi konsumen

    Arsip foto – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman. ANTARA/Harianto

    Mentan pastikan operasi pasar tekan harga beras dan lindungi konsumen
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 24 Agustus 2025 – 17:45 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memastikan operasi pasar beras bersama Perum Bulog di seluruh Indonesia sebagai upaya menekan harga sekaligus melindungi konsumen dari lonjakan harga beras.

    Mentan dalam pernyataan di Jakarta, Minggu menegaskan pemerintah tidak tinggal diam atas kenaikan harga beras, dengan melakukan operasi pasar bersama Bulog di seluruh Indonesia dengan menggelontorkan 1,3 juta ton beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) dengan harga terjangkau.

    Langkah operasi pasar beras dengan harga Rp12.000 hingga Rp12.500 per kilogram merupakan bentuk nyata kepedulian pemerintah kepada masyarakat sekaligus menindaklanjuti perintah Presiden Prabowo Subianto untuk menjaga stabilitas harga pangan nasional.

    “Kami sudah bekerja keras sejak awal melakukan operasi pasar besar-besaran bersama Bulog di seluruh Indonesia dengan jumlah yang cukup besar yaitu 1,3 juta ton (beras SPHP), dengan harga Rp12.500 per kg. Itu bentuk kepedulian dan itu atas perintah Bapak Presiden,” kata Mentan.

    Mentan menegaskan hasil operasi pasar sudah terlihat positif, dengan penurunan harga beras di 13 provinsi, dan diyakini harga akan terus turun seiring berlanjutnya operasi pasar secara berkesinambungan.

    Dia juga mengimbau agar masyarakat tidak mudah terprovokasi dengan framing yang menyebut pemerintah tidak peduli kenaikan harga beras. Ia menegaskan langkah nyata perlindungan petani serta konsumen melalui berbagai kebijakan strategis dan terukur telah dilakukan.

    Amran menambahkan, kepedulian pemerintah juga diwujudkan dengan menaikkan harga pembelian pemerintah (HPP) gabah menjadi Rp6.500 per kilogram untuk melindungi petani sesuai arahan Presiden. Menurutnya hasil dari kebijakan tersebut terlihat dengan meningkatnya Nilai Tukar Petani (NTP) yang menunjukkan tingkat kesejahteraan petani semakin baik dibandingkan periode sebelumnya yang sempat mengalami tekanan.

    Selain itu, stok cadangan beras pemerintah (CBP) secara nasional kini mencapai lebih dari 4 juta ton, sehingga ketahanan pangan semakin terjaga. Angka itu jauh meningkat dibanding tahun 2023–2024 yang hanya 1 juta ton lebih, dimana pada tahun sebelumnya Indonesia mengimpor beras.

    Pemerintah meminta masyarakat tidak mudah terprovokasi isu menyesatkan pihak tertentu yang terganggu bisnisnya, karena kebijakan ini sepenuhnya demi kepentingan konsumen, petani, dan rakyat Indonesia. Sebelumnya, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi menyebutkan realisasi distribusi beras SPHP mencapai 239,5 ribu ton hingga pekan ketiga Agustus 2025.

    “Total realisasi penyaluran beras SPHP sepanjang 2025 sampai saat ini sudah menyentuh 239,5 ribu ton,” kata Arief di Jakarta, Jumat (22/8).

    Program SPHP beras tahun 2025 semula dirancang berlangsung penuh sepanjang tahun dengan target mencapai 1,5 juta ton. Pada Januari-Februari 2025, realisasi distribusi mencapai 181,1 ribu ton. Lalu, pemerintah memutuskan menghentikan sementara distribusi SPHP saat panen raya agar harga gabah petani tetap sesuai arahan Presiden Prabowo Subianto, yaitu minimal Rp6.500 per kilogram, kecuali untuk daerah tertentu seperti Papua yang tetap disubsidi.

    Setelah panen raya selesai, pemerintah kembali membuka penyaluran SPHP sejak Juli dan ditargetkan hingga 1,3 juta ton pada Desember 2025. Saat ini realisasi distribusi beras pada tahap ketiga ini telah mencapai 58,4 ribu ton per 22 Agustus 2025.

    Beras SPHP dijual sesuai dengan harga eceran tertinggi (HET), yaitu Rp12.500 per kilogram untuk zona 1 (Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, NTB, Sulawesi); Rp13.100 per kilogram untuk zona 2 (Sumatra selain Lampung dan Sumsel, NTT, Kalimantan); dan Rp13.500 per kilogram untuk zona 3 (Maluku, Papua).

    Beras SPHP disalurkan Perum Bulog melalui berbagai kanal distribusi mulai pengecer di pasar, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih (KDKMP), Pemerintah Daerah melalui Kios binaan dan gerakan pangan murah (GPM), BUMN serta instansi pemerintah.

    Sumber : Antara

  • Urgensi perbaikan tata kelola beras di Indonesia

    Urgensi perbaikan tata kelola beras di Indonesia

    Direktur Utama Perum Bulog Achmad Rizal Ramdhani bersama Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kanan), dan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi (kedua kanan) meninjau harga beras SPHP di Pasar Induk Rau, Serang, Banten, Rabu (20/8/2025). ANTARA/Harianto

    Urgensi perbaikan tata kelola beras di Indonesia
    Dalam Negeri   
    Editor: Novelia Tri Ananda   
    Minggu, 24 Agustus 2025 – 08:21 WIB

    Elshinta.com – Situasi perberasan nasional tengah memasuki babak yang memerlukan perhatian serius. Meskipun pemerintah telah mengambil berbagai langkah untuk menjaga ketersediaan dan stabilitas harga beras, kondisi di lapangan menunjukkan paradoks yang sulit diabaikan.

    Data terkini menunjukkan, pada pekan kedua Agustus 2025, harga rata-rata beras medium mencapai Rp14.012 per kilogram, sedangkan beras premium berada di Rp15.435 per kilogram. Keduanya melampaui Harga Eceran Tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah, bahkan ketika cadangan beras nasional tercatat melimpah.

    Ironi ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas tata kelola perberasan di Indonesia. Padahal, stok beras nasional per awal Agustus 2025 mencapai 4,2 juta ton, jauh lebih tinggi dari kebutuhan konsumsi bulanan rata-rata 2,5 juta ton/bulan. Namun, harga beras tetap tinggi dan sulit dikendalikan.

    Kondisi ini menunjukkan adanya masalah fundamental pada rantai pasok dan distribusi beras, yang selama ini belum dikelola secara optimal. Persoalan distribusi menjadi salah satu titik lemah utama. Meskipun produksi cukup untuk memenuhi kebutuhan, distribusi yang tidak efisien menyebabkan disparitas harga antarwilayah semakin lebar.

    Pemerintah telah melakukan operasi pasar melalui Perum BULOG untuk menyalurkan beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP), namun dampaknya terhadap harga pasar masih sangat terbatas. Volume penyaluran yang relatif masih kecil membuat keberadaan program ini sulit dirasakan masyarakat luas secara signifikan.

    Lebih jauh, kebijakan BULOG dalam penyerapan gabah dan beras petani juga memunculkan polemik tersendiri. Di satu sisi, kebijakan ini dimaksudkan untuk melindungi harga gabah petani. Namun di sisi lain, penyerapan dalam jumlah besar memicu persaingan harga di tingkat hulu, mendorong harga gabah meningkat signifikan dan secara berantai ikut mempengaruhi harga beras di pasar.

    Situasi ini diperburuk dengan surplus produksi yang semakin tipis akibat pola tanam yang musiman dan belum optimalnya inovasi teknologi pertanian yang bisa menjaga ketersediaan sepanjang tahun. Beberapa pekan terakhir, polemik perberasan kembali memanas setelah merebaknya isu pengoplosan beras oleh sejumlah perusahaan.

    Dugaan praktik pengoplosan beras ini memunculkan keresahan publik dan memicu pertanyaan tentang sejauh mana pengawasan pemerintah berjalan efektif. Banyak pihak menilai, di tengah cadangan beras pemerintah yang melimpah, lonjakan harga dan kasus-kasus seperti ini adalah indikator mendesaknya tata kelola perberasan nasional untuk diperbaiki.

    Paradoks antara cadangan beras tinggi dan harga yang terus merangkak naik membuat sebagian kalangan menyebut situasi ini sebagai anomali. Namun, lebih tepat bila fenomena ini dikaitkan dengan masih lemahnya manajemen perberasan nasional yang belum digarap secara profesional dan terintegrasi.

    Keterbatasan pasokan

    Ironi perberasan semakin terasa ketika Indonesia, yang merupakan negara produsen beras terbesar ketiga di dunia, masih bergulat dengan ketidakstabilan harga dan pasokan di tingkat domestik.

    Ironi ini tampak jelas dalam beberapa aspek utama. Pertama, keterbatasan pasokan di tingkat daerah. Meskipun secara nasional produksi beras meningkat, distribusi yang tidak merata menyebabkan beberapa wilayah mengalami kekurangan, sehingga harga menjadi tidak stabil.

    Kedua, inkonsistensi kebijakan impor. Pemerintah sempat menghentikan impor beras menjelang awal 2025, namun pada tahun-tahun sebelumnya tingkat ketergantungan pada impor masih tinggi. Padahal, potensi produksi dalam negeri sangat besar bila dikelola dengan optimal.

    Ketiga, volatilitas harga yang tinggi. Harga beras kerap berfluktuasi drastis, mempersulit masyarakat untuk mendapatkan beras dengan harga yang terjangkau, sementara peran Badan Pangan Nasional dan BULOG sebagai regulator sekaligus operator pangan dinilai masih belum maksimal.

    Berdasarkan pengamatan berbagai pihak, terdapat beberapa penyebab mendasar yang membuat ironi perberasan nasional ini terus berulang. Salah satunya adalah kebijakan perberasan nasional yang belum efektif. Kebijakan sering kali bersifat jangka pendek dan tidak menyentuh akar permasalahan, sehingga hanya memberikan dampak sementara tanpa membenahi sistem secara menyeluruh.

    Selain itu, masalah infrastruktur menjadi faktor kunci. Keterbatasan fasilitas penyimpanan, gudang, akses jalan, serta pusat pengolahan beras menyebabkan biaya logistik meningkat dan distribusi menjadi tidak efisien. Pemerintah telah menggulirkan rencana pembangunan 25 ribu gudang alternatif di berbagai sentra produksi sebagai upaya memperkuat rantai pasok, namun implementasinya membutuhkan konsistensi, pengawasan, dan kolaborasi lintas sektor agar benar-benar efektif.

    Faktor lain yang tak kalah penting adalah ketergantungan tinggi pada kondisi alam. Produksi beras Indonesia masih sangat dipengaruhi oleh cuaca, serangan hama, dan fenomena iklim ekstrem seperti El Niño maupun La Niña. Ketiadaan sistem mitigasi yang matang membuat produktivitas padi rawan terganggu, sementara permintaan terus meningkat seiring pertumbuhan penduduk.

    Inovasi teknologi

    Situasi ini membutuhkan inovasi teknologi pertanian, riset varietas unggul, dan modernisasi sistem irigasi agar ketersediaan beras dapat lebih terjamin. Dalam konteks ini, pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan perlu melakukan langkah korektif yang lebih terintegrasi.

    Pertama, diperlukan tata kelola perberasan nasional yang profesional berbasis data akurat, mulai dari produksi, distribusi, hingga konsumsi. Kedua, optimalisasi peran lembaga seperti BULOG dan Badan Pangan Nasional untuk menjalankan fungsi regulator dan operator secara seimbang, bukan hanya fokus pada penyerapan, tetapi juga memastikan distribusi tepat sasaran dan merata.

    Ketiga, penguatan koordinasi lintas kementerian dan lembaga, termasuk sektor swasta, untuk mengembangkan ekosistem pangan yang berorientasi pada keberlanjutan dan efisiensi. Lebih jauh, edukasi publik dan transparansi kebijakan juga menjadi kunci dalam membangun kepercayaan masyarakat.

    Tanpa komunikasi yang jelas, polemik perberasan akan selalu menimbulkan kegaduhan, memperlemah kepercayaan publik terhadap pemerintah, dan memperburuk persepsi pasar. Dalam konteks ini, dibutuhkan sinergi nyata antara pemerintah pusat, daerah, dan para pelaku usaha untuk memastikan keberpihakan terhadap konsumen sekaligus perlindungan terhadap petani.

    Indonesia memiliki potensi besar untuk mencapai swasembada pangan secara berkelanjutan, namun potensi ini tidak akan terwujud tanpa pembenahan menyeluruh pada tata kelola perberasan. Situasi harga beras saat ini menjadi pengingat bahwa kebijakan sektoral tidak boleh lagi bersifat parsial, melainkan harus berbasis integrasi antar-pemangku kepentingan dan mengedepankan keseimbangan antara ketersediaan, keterjangkauan, dan kesejahteraan petani.

    Beras bukan sekadar komoditas pangan, melainkan bagian dari identitas sosial, budaya, dan ekonomi bangsa. Karena itu, menjaga stabilitas harga dan ketersediaannya bukan hanya persoalan teknis, tetapi juga menyangkut ketahanan pangan dan kesejahteraan rakyat.

    Polemik perberasan nasional ini seharusnya menjadi momentum bersama untuk membangun kebijakan pangan yang berpihak pada kepentingan publik dan menempatkan petani serta konsumen sebagai pusat dari seluruh strategi. Dengan pengelolaan yang lebih profesional, kolaborasi antar-lembaga, dan kebijakan berbasis bukti, Indonesia tidak hanya mampu menstabilkan harga beras, tetapi juga memperkuat fondasi ketahanan pangan jangka panjang.

    Saatnya melihat perberasan nasional bukan sekadar dari sisi produksi, melainkan sebagai ekosistem kompleks yang memerlukan tata kelola modern, transparan, dan berkeadilan.

    Sumber : Antara

  • Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ini Alasannya – Page 3

    Indonesia Tak Impor Beras pada 2025, Ini Alasannya – Page 3

    Ini mengacu pada data proyeksi Badan Pusat Statistik (BPS) Januari-September ditambah rata-rata produksi Oktober-Desember dalam 3 tahun terakhir.

    “Khusus untuk beras, ini tergantung produksi nasional dalam 3-4 bulan terakhir ke depan. Tapi kalau dari proyeksi dan dibuat rata-rata memang angkanya bisa 33,52 juta ton setara beras. Itu kalau kita 3 sampai 4 bulan terakhir menggunakan rata-rata produksi 3 tahun terakhir. Jadi kita tidak perlu impor beras,” beber dia.

    Harga Beras Stabil

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Muhammad Tito Karnavian, bersama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, meninjau langsung penyaluran beras Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) di Kota Serang, Rabu (20/8/2025).

    Tinjauan dilakukan di Pasar Induk Rau dan salah satu minimarket di Kota Serang. Untuk memonitor langsung pelaksanaan distribusi beras SPHP di lapangan, khususnya melalui pedagang eceran di pasar dan melalui ritel modern.

    “Harga beras tadi relatif stabil, dan salah satu faktor utamanya adalah intervensi beras SPHP dari Bulog, yang dijual Rp 12.000 per kg atau Rp 60.000 per paket 5 kg. Itu membuat harga di bawah HET (harga eceran tertinggi) dan lebih terjangkau masyarakat,” ungkapnya.

     

  • Strategi menghadapi jebakan harga beras

    Strategi menghadapi jebakan harga beras

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian (kiri) bersama Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi (tengah) dan Gubernur Banten Andra Soni (kanan) menunjukkan beras Stabilitas Pasokan Harga Pangan (SPHP) saat mengunjungi salah satu ritel modern di Kota Serang, Banten, Rabu (20/8/2025). Kunjungan Mendagri Tito Karnavian tersebut dalam rangka memastikan distribusi beras SPHP berjalan lancar untuk menjaga stabilitas pangan nasional serta menjaga harga beras tetap terkendali di pasar tradisional maupun modern. ANTARA FOTO/Angga Budhiyanto/bar

    Strategi menghadapi jebakan harga beras
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Jumat, 22 Agustus 2025 – 11:29 WIB

    Elshinta.com – Situasi perberasan di Indonesia kembali menjadi sorotan publik ketika harga beras melonjak tajam belum lama ini di tengah produksi yang justru dilaporkan melimpah.

    Secara teori, hukum ekonomi sederhana menyatakan bahwa ketika pasokan meningkat, harga akan turun. Namun, kondisi di lapangan menunjukkan fenomena yang berlawanan.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyoroti keberadaan para pedagang perantara atau middleman yang dianggap memainkan peran signifikan dalam menentukan harga.

    Praktik ini membuat pasar beras rentan terhadap manipulasi dan menimbulkan keresahan publik. Pemerintah dihadapkan pada tantangan besar untuk menyeimbangkan antara ketersediaan beras, harga yang stabil, dan perlindungan terhadap petani.

    Dalam upaya meredam gejolak harga, pemerintah mengambil langkah dengan menggelontorkan bantuan sosial beras sebesar 360 ribu ton bagi 18,3 juta keluarga penerima manfaat melalui anggaran Rp4,9 triliun pada tengah tahun ini.

    Kebijakan ini diharapkan dapat menjaga daya beli masyarakat di tengah fluktuasi harga, sekaligus memastikan ketersediaan pangan bagi kelompok rentan.

    Namun, kebijakan bansos ini memiliki hubungan yang kompleks dengan kebijakan ekspor beras yang dilakukan secara paralel.

    Pemerintah merencanakan ekspor 2.000 ton beras per bulan ke Malaysia, atau sekitar 24.000 ton per tahun melalui skema bisnis antarbisnis (B-to-B). Tujuan ekspor ini berasal dari Pasokan Beras Pemerintah dan ditekankan bahwa kebutuhan domestik tetap menjadi prioritas utama.

    Hal ini menjadi tantangan tersendiri karena setiap kebijakan terkait ekspor harus diiringi dengan perhitungan cermat agar tidak menimbulkan kelangkaan dan inflasi pangan.

    Data Badan Pusat Statistik menunjukkan bahwa pada Juli 2025 produksi beras meningkat sekitar 14 persen dibandingkan periode yang sama tahun lalu, membuat stok nasional mencapai 4,2 juta ton, tertinggi dalam beberapa tahun terakhir.

    Pemerintah optimistis stok ini cukup aman untuk kebutuhan dalam negeri sekaligus menopang kebijakan bansos.

    Direktur Utama Perum Bulog, Ahmad Rizal Ramdhani, bahkan memproyeksikan panen raya pada Agustus 2025 bisa menambah stok nasional hingga satu juta ton.

    Dengan kondisi produksi yang melimpah, pemerintah memanfaatkan momentum ini untuk menjaga stabilitas harga melalui sejumlah kebijakan strategis, seperti menyiapkan 1,3 juta ton beras untuk operasi pasar di bawah skema Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) serta 365 ribu ton untuk program bansos.

    Namun, persoalan stabilitas harga tidak semata-mata bergantung pada ketersediaan stok. Pemerintah juga menemukan adanya masalah kualitas beras di pasaran.

    Siaran resmi Kementan menyatakan bahwa pemeriksaan dilakukan terhadap 268 sampel beras dari 212 merek, menyimpulkan temuan standar mutu, berat, hingga HET yang tidak sesuai, dan potensi kerugian konsumen mencapai Rp 99 triliun/tahun

    Tindakan tegas oleh aparat hukum telah diperintahkan atas arahan Presiden seperti dilaporkan Menteri Pertanian. Sebagian merek yang sebelumnya bermasalah juga telah memperbaiki produk dan menjual sesuai standar.

    Keberlanjutan produksi

    Di sisi lain, pemerintah juga mengalokasikan anggaran hampir Rp13 triliun pada 2025 untuk perbaikan sistem irigasi dan peningkatan teknologi pertanian.

    Langkah ini diharapkan dapat menjaga keberlanjutan produksi beras sekaligus meningkatkan efisiensi pengelolaan lahan.

    Teknologi modern, benih unggul, dan penerapan sistem irigasi presisi menjadi bagian dari strategi besar menuju swasembada pangan dan perlindungan kesejahteraan petani.

    Meski produksi meningkat dan kebijakan penyaluran bansos berjalan, tantangan nyata tetap besar. Fluktuasi harga pupuk, dampak perubahan iklim, alih fungsi lahan, dan ketergantungan pada impor masih menjadi faktor yang dapat mengguncang ketahanan pangan.

    Perubahan cuaca ekstrem, termasuk ancaman kekeringan dan banjir, berpotensi mengganggu produktivitas sawah.

    Pemerintah merespons dengan melakukan prediksi iklim jangka menengah melalui BMKG, yang memproyeksikan musim kemarau 2025 cenderung terlambat dan dipengaruhi hujan yang berlanjut hingga Oktober.

    Kondisi ini diperkirakan membantu mempertahankan stabilitas produksi padi, meskipun kerentanan akibat degradasi kualitas lahan dan serangan hama masih perlu diantisipasi melalui pengelolaan lahan berkelanjutan dan penggunaan teknologi pengendalian hama terpadu.

    Kesejahteraan petani menjadi titik penting dalam dinamika perberasan. Jika harga gabah tidak dikelola dengan adil, maka tingginya produksi tidak akan meningkatkan pendapatan petani, melainkan justru memperlebar jurang ketimpangan.

    Kebijakan tata niaga beras perlu dikendalikan negara agar rantai pasok berjalan transparan dan petani mendapat harga yang layak.

    Pemerintah juga perlu memperketat pengawasan ekspor untuk memastikan tidak terjadi penyerapan berlebih yang dapat mengganggu ketersediaan beras dalam negeri.

    Pengendalian ini bukan hanya soal menjaga stok, tetapi juga menjaga psikologi pasar agar spekulasi harga tidak berkembang liar dan merugikan konsumen maupun petani.

    Pendekatan terencana

    Selain itu, pemerintah tengah mendorong kerja sama multipihak dengan perguruan tinggi, perusahaan swasta, dan komunitas petani untuk mengoptimalkan lahan serta mempercepat transfer teknologi pertanian modern.

    Pelatihan kepada petani mengenai pengelolaan lahan, manajemen risiko, dan pemanfaatan teknologi presisi diperlukan untuk meningkatkan produktivitas dan kualitas beras.

    Pendidikan petani menjadi langkah strategis untuk menciptakan ketahanan pangan yang berkelanjutan, di mana petani tidak hanya bergantung pada kebijakan pemerintah, tetapi juga memiliki kapasitas adaptasi terhadap dinamika pasar dan iklim.

    Pendekatan integratif menjadi kunci penyelesaian persoalan perberasan. Pemerintah perlu memprioritaskan kebutuhan nasional sebelum melangkah pada kebijakan ekspor.

    Cadangan pangan strategis harus disiapkan dengan perhitungan yang matang agar stok aman dan harga stabil.

    Dengan demikian, bansos dapat tepat sasaran, operasi pasar berjalan efektif, dan masyarakat terlindungi dari gejolak harga. Keberhasilan menjaga stabilitas beras juga sangat bergantung pada kualitas tata kelola, bukan hanya pada angka produksi semata.

    Dalam konteks ini, transparansi distribusi, keberanian menindak praktik kartel, dan penguatan data pasokan menjadi fondasi yang tak bisa diabaikan.

    Kebijakan perberasan tidak dapat dikelola secara parsial, melainkan membutuhkan sinergi antara pemerintah pusat, daerah, sektor swasta, hingga komunitas petani.

    Dengan stok nasional yang relatif aman dan proyeksi panen raya di depan mata, peluang mewujudkan swasembada pangan semakin terbuka lebar.

    Namun, peluang ini hanya dapat diwujudkan jika pemerintah mampu mengendalikan tata niaga dengan ketat, melindungi kepentingan petani, serta mengedepankan keberlanjutan produksi.

    Dengan pendekatan yang terencana, berbasis data, dan berpihak pada kesejahteraan rakyat, Indonesia memiliki potensi besar untuk keluar dari jebakan manipulasi harga dan menjaga ketahanan pangan nasional secara berkelanjutan.

    *) Penulis adalah Ketua Dewan Pakar DPD HKTI Jawa Barat.

    Sumber : Antara

  • Mentan Tegaskan Penerapatan Beras Satu Harga Tak Bisa Buru-buru

    Mentan Tegaskan Penerapatan Beras Satu Harga Tak Bisa Buru-buru

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) menyatakan pihaknya masih menggodok rencana penerapan beras satu harga antara kategori premium dan medium.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman mengatakan pihaknya telah mengadakan rapat koordinasi terbatas (rakortas) sebanyak empat kali. Bahkan, dia juga mengungkap pangan subsidi yang digelontorkan senilai Rp150 triliun. 

    “Pertimbangan kami dalam pembahasan, memang kita sudah bahas di Rakortas, ini sudah tiga kali, empat kali kita bahas. Pertimbangan kami, maaf, ini seluruh beras itu subsidi, pangan subsidi Rp150 triliun,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Namun, dia memastikan pemerintah akan mengambil kebijakan dengan memperhatikan konsumen dan kesejahteraan petani.

    “insya Allah kami tindak lanjuti nanti, tetapi arahnya adalah kita ingin konsumen menikmati, tetapi petani kesejahteraan harus terjaga,” ujarnya.

    Terlebih, dia menyampaikan bahwa Komisi IV DPR juga mengimbau agar penerapan beras satu harga diperhitungkan secara matang, mengingat komoditas ini menyangkut hajat hidup orang banyak

    “Ibu Ketua [Titiek Soeharto] sudah perintahkan tadi, kita tidak boleh buru-buru. Ini persoalan hajat hidup orang banyak. Nggak boleh langsung gegabah mengambil keputusan. Kita sudah tiga kali rakortas,” tuturnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan pihaknya bersama dengan kementerian/lembaga terkait telah melakukan rapat maraton untuk mencari alternatif dalam menentukan harga beras.

    “Misalnya alternatif satu, misalnya itu satu harga, tetapi harganya itu adalah harga yang mewakili misalnya broken 25%. Harganya berapa,” kata Arief dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Adapula alternatif lainnya adalah masih merujuk pada ketentuan beras patah (broken rice). Namun yang membedakan adalah adanya tambahan ongkos kirim (ongkir) untuk wilayah di zona 2 dan zona 3.

    “Alternatif dua, tetap seperti hari ini, tapi misalnya ada broken 25%, broken 15%. Broken 15% saya rasa di Rp14.900, misalnya masih oke. Nanti daerah Timur atau zona 2 dan 3 tinggal ada tambahan ongkos kirim,” ujarnya.

    Untuk itu, dia menerangkan bahwa simulasi harga beras ini sejatinya telah dikerjakan bersama, namun masih menunggu persetujuan.

    “Jadi simulasi-simulasi ini sudah dikerjakan. Tinggal sepertinya memang harus menunggu persetujuan,” terangnya.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto meminta agar pemerintah tak gegabah dalam memutuskan beras satu harga.

    “Jangan terburu-buru lah [terkait beras satu harga], gitu ya. Nanti diterapkan satu harga, nggak taunya ini nggak cocok gitu buat kita. Nanti Pak Presiden harus mencabut lagi. Jadi harus benar-benar lah gitu,” ujar Titiek.

    Pasalnya, menurut Titiek, jika penerapan beras satu harga ini dilakukan tanpa perhitungan yang matang maka Kepala Negara RI akan kembali turun tangan menangani beras.

    “Jangan cepat-cepat kasih pernyataan ini itu, halnya nggak cocok buat kita. Presiden lagi harus turun tangan di hari berikutnya peraturan ini dicabut itu jangan sampai terjadi di perberasan ini,” pungkasnya.

  • Mentan tegaskan beras satu harga untuk lindungi subsidi

    Mentan tegaskan beras satu harga untuk lindungi subsidi

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mentan tegaskan beras satu harga untuk lindungi subsidi
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Kamis, 21 Agustus 2025 – 22:10 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Amran Sulaiman menegaskan bahwa beras satu harga bertujuan untuk mengunci harga dari seluruh beras yang disubsidi oleh pemerintah agar tidak disalahgunakan oleh swasta.

    “Kami ingin mengunci seluruh beras yang disubsidi negara. Itu harus dikontrol, diintervensi,” ucap Amran dalam Rapat Kerja dengan Komisi IV yang membidangi pertanian di Senayan, Jakarta, Kamis.

    Ia menyampaikan bahwa pemerintah sudah melaksanakan rapat koordinasi terbatas terkait dengan beras satu harga sekitar 3–4 kali.

    Adapun yang menjadi pertimbangan dari pemberlakuan beras satu harga adalah tingginya subsidi pangan yang berada di angka Rp164,4 triliun.

    Amran tidak ingin subsidi tersebut digunakan oleh pengusaha swasta untuk meraup keuntungan setinggi-tingginya.

    Apabila pengusaha swasta ingin menuai untung dari penjualan berasnya dengan menetapkan harga yang lebih tinggi, Amran mempersilakan dengan syarat beras tersebut berasal dari lahan sawahnya sendiri, bukan yang disubsidi oleh pemerintah.

    “Kalau swasta nanti mau membangun, korporasi-korporasinya mau membangun atau cetak sawah sendiri, kami tidak ikut campur (harga). Tapi tidak boleh menggunakan subsidi pemerintah, baik traktor, benih, dan pupuk,” ucap Amran.

    Meskipun demikian, Ketua Komisi IV DPR RI Titiek Soeharto meminta kepada Amran untuk tidak terburu-buru dalam menerapkan kebijakan beras satu harga.

    Ia memperingatkan bahwa kebijakan tersebut akan memengaruhi hajat hidup orang banyak, sehingga harus dilakukan dengan hati-hati dan pertimbangan yang matang.

    “Nanti kalau diterapkan (beras) satu harga, tahunya tidak cocok, nanti Presiden harus mencabut (aturan) lagi,” ucap Titiek.

    Sebelumnya, Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi menyampaikan untuk beras biasa hanya akan ada satu harga eceran tertinggi (HET), tak lagi ada HET medium atau HET premium.

    ‎‎”Akan satu harga aja, maksudnya maksimum aja. Kalau kemarin kan ada HET medium, HET premium,” ujarnya.

    Hal itu selaras dengan Menteri Koordinator (Menko) Bidang Pangan Zulkifli Hasan (Zulhas) yang menyatakan pemerintah mengubah klasifikasi penjualan beras, dari yang semula berdasarkan kualitas medium dan premium, menjadi beras biasa dan khusus yang berdasarkan jenis.

    Sumber : Antara

  • Mentan Soroti soal Anomali Harga Beras Mahal Lampaui HET

    Mentan Soroti soal Anomali Harga Beras Mahal Lampaui HET

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) memastikan pihaknya tidak memusuhi pengusaha penggilingan padi besar. Hal tersebut disampaikan menanggapi mahalnya harga beras hingga melampaui harga eceran tertinggi (HET).

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengatakan bahwa hukum pasar yang terjadi di pasar saat ini tidak berlaku, lantaran harga gabah di penggilingan turun, tapi harga di konsumen naik.

    Amran menuturkan bahwa kondisi yang terjadi di pasar adalah di saat produksi beras melimpah dan harga gabah di tingkat petani turun. Namun, justru harga beras di konsumen melambung dan melampaui harga eceran tertinggi (HET).

    “Sehingga kami cek kenapa [harga beras di konsumen] naik, yang kami di sini jelasin adalah bukan persoalan kita musuh [penggilingan] yang besar. Kita butuh investor. Ini kalau investor lari, kita kesulitan,” kata Amran dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    Kendati begitu, Amran menyatakan pemerintah tidak menentang keberadaan penggilingan padi berskala besar.

    “Kami ingin jelaskan di sini, bukan kami anti pengusaha. Bukan kami anti penggilingan besar. [Penggilingan padi] yang tidak bermasalah, tidak boleh diganggu. Yang kami selesaikan di sini karena ada anomali,” ujarnya.

    Di sisi lain, Amran menyampaikan bahwa ada segelintir penggilingan padi besar telah merugikan konsumen hingga Rp10 triliun. “Rp10 triliun korbannya petani, yang di-bully adalah pemerintah. Padahal yang melakukan hanya 10-20 orang. Apakah kita harus biarkan? Jadi, kami bukan anti ya,” imbuhnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan bahwa ke depan pemerintah akan membesarkan penggilingan padi kecil. Hal ini sejalan dengan rapat yang telah dilakukan bersama Presiden Prabowo Subianto.

    “Kalau dari rapat-rapat bersama Pak Presiden, kemudian Rakortas, kita semua sepakat memang mau membesarkan penggilingan padi kecil,” kata Arief.

    Adapun, Arief menyampaikan Perum Bulog akan menggandeng penggilingan padi kecil ke depan untuk menggiling gabah petani. “Jadi nanti ke depan, sebaiknya Bulog itu memang dengan penggiling padi yang kecil, jangan yang besar. Ini seiring sama berjalannya waktu,” pungkasnya.

  • Mentan Akui Harga Beras Masih di Atas HET Meski Gabah Turun

    Mentan Akui Harga Beras Masih di Atas HET Meski Gabah Turun

    Bisnis.com, JAKARTA — Kementerian Pertanian (Kementan) mengakui harga rata-rata beras di tingkat konsumen masih melampaui harga eceran tertinggi (HET), meski harganya berangsur mengalami penurunan.

    Hal itu disampaikan Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam Rapat Kerja dengan Menteri Pertanian, Rapat Dengar Pendapat (RDP) dengan Badan Pangan Nasional (Bapanas) dan Dirut Bulog di Komisi IV, Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025).

    “Mengenai beras oplos dan HET. Betul yang disampaikan Bu Ketua [Titiek Soeharto] bahwa harga [beras] di atas HET,” kata Amran.

    Namun, Amran menyatakan bahwa rata-rata harga beras di tingkat konsumen berangsur mengalami tren penurunan pada Agustus 2025.

    Berdasarkan data yang dipaparkan, Kementan mengungkap rata-rata harga beras premium dan beras medium di tingkat konsumen mengalami penurunan di zona 1. Adapun, zona 1 mencakup wilayah Jawa, Lampung, Sumatra Selatan, Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi.

    Data menunjukkan, rata-rata harga beras premium dan medium di zona 1 masing-masing dibanderol Rp15.552 per kilogram dan Rp13.974 per kilogram. Untuk diketahui, HET beras premium dan medium di zona 1 ditetapkan sebesar Rp14.900 per kilogram dan Rp12.500 per kilogram.

    “Harga ini sudah terjadi penurunan dan harga yang kami terima terakhir tadi pagi itu rata-rata average seluruh Indonesia posisi Rp6.900 untuk seluruh Indonesia. Ini harga di tingkat gabah,” ujarnya.

    Lebih lanjut, Amran mengungkap bahwa produksi beras nasional tetap terjaga dengan harga gabah mengalami penurunan. Namun, kondisi ini berbeda dengan harga beras yang diterima konsumen.

    “Kami ingin menyampaikan hal penting tentang tata kelola perberasan Indonesia, mulai dari produksi aman, bahkan data tadi itu gabah produksi, harga gabah turun, tetapi [beras] harga di konsumen naik. Ini anomali juga terjadi,” ujarnya.

    Sementara itu, Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi mengatakan harga rata-rata beras mengalami tren penurunan, namun harganya masih melampaui HET.

    Data Bapanas menunjukkan, harga beras premium hanya turun tipis 0,94% atau sebesar Rp153 per kilogram dibandingkan pekan lalu.

    Dari sana, harga beras premium masih mahal di semua zonasi, yakni zona 1, zona 2, dan zona 3 masing-masing sebesar Rp15.436 per kilogram atau naik 3,6%, Rp16.565 per kilogram atau naik 7,56%, dan Rp18.373 per kilogram atau naik 16,28%.

    Setali tiga uang, harga beras medium di zonasi naik di atas HET meski mengalami penurunan sebesar Rp134 per kilogram atau 0,93% dibandingkan pekan sebelumnya.

    Perinciannya, harga beras medium di zona 1 mencapai Rp13.873 per kilogram atau naik 10,98% dan zona 2 dibanderol Rp14.553 per kilogram atau naik 11,09%. Serta, harga beras medium di zona 3 terpantau melonjak 21,71% dari HET menjadi Rp16.431 per kilogram.

    “Harga beras premium tadi seperti disampaikan Pak Mentan di atas HET, tetapi juga terjadi penurunan. Harga medium di semua zona di atas HET, namun memang ada penurunan sebesar Rp134 per kilogram,” ujar Arief.

    Dalam kesempatan yang sama, Ketua Komisi IV DPR Siti Hediati Soeharto atau Titiek Soeharto menyoroti harga beras yang masih melambung tinggi di atas HET.

    Titiek menyebut, masyarakat kembali dihadapkan pada tantangan serius di sektor pangan dalam satu bulan terakhir, mulai dari harga beras, bawang merah, hingga minyak goreng.

    “Harga beberapa komoditas utama seperti beras, bawang merah, hingga minyak goreng mengalami kenaikan, masih berada di level tinggi, bahkan untuk komoditas beras melampaui harga eceran tertinggi yang ditentukan,” ujar Titiek.

    Menurut Titiek, kondisi harga beras yang mahal ini semakin menekan daya beli masyarakat, terutama masyarakat rumah tangga berpendapatan rendah.

    Dia juga menyoroti adanya kasus praktik beras oplosan yang dijual tak sesuai mutu dan kualitas beras. Berdasarkan hasil pemeriksaan, beber Titiek, sebagian merek yang dipasarkan ke dalam kategori beras premium tidak memenuhi kriteria mutu dan tidak sesuai antara isi dengan yang tertulis pada kemasan.

    “Praktik seperti ini [beras oplosan tak sesuai mutu dan kualitas] tentu saja merugikan masyarakat, merusak kepercayaan konsumen, mengganggu stabilitas pasar dan berpotensi menimbulkan keresahan sosial,” ujarnya.

    Titiek menyatakan bahwa pemerintah bersama aparat penegak hukum telah melakukan tindakan terhadap pelaku yang melakukan praktik beras oplosan.

    Kendati demikian, menurutnya, adanya praktik beras oplosan menandakan bahwa masalah ini menyentuh aspek mendasar dari tata kelola pangan, mulai dari produksi, distribusi, hingga pengawasan.

    Di sisi lain, Titiek juga menyoroti rata-rata harga gabah kering panen (GKP) di tingkat petani mengalami kenaikan mencapai Rp7.000–Rp7.500 per kilogram. Harganya melampaui harga pembelian pemerintah (HPP) sebesar Rp6.500 per kilogram di tingkat petani.

    “Akibatnya, penggilingan kesulitan memproduksi beras dengan harga sesuai HET. Hal ini menandakan adanya ketidakseimbangan serius antara regulasi harga, biaya produksi, dan tata niaga pangan kita,” tandasnya.

  • Pemerintah salurkan 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir tahun

    Pemerintah salurkan 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir tahun

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    PCO: Pemerintah salurkan 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir tahun
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Rabu, 20 Agustus 2025 – 22:32 WIB

    Elshinta.com – Pemerintah memasok beras Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) untuk menjaga ketersediaan beras di pasar, dengan target penyaluran stok cadangan beras pemerintah (CBP) sejak Juli hingga akhir tahun ini mencapai 1,3 juta ton.

    Demikian disampaikan Tenaga Ahli Utama Kantor Komunikasi Kepresidenan (PCO) Prita Laura, saat menjumpai sejumlah pedagang beras di Pasar Induk Rau, Kota Serang, Rabu.

    “Ini adalah bagian dari proses bagaimana Presiden membenahi sistem dari hulu sampai hilir. Intinya bagaimana beras ada tersedia bagi masyarakat, karena itu bagian terpenting dari ketahanan pangan,” kata Prita dalam keterangan PCO di Jakarta.

    Ia menyatakan Pemerintah selalu berupaya merapikan sistem distribusi beras, seperti penggunaan aplikasi SPHP bagi pedagang untuk mendapatkan jatah beras CBP.

    Pemerintah juga terus melakukan pengawasan di lapangan agar jangan sampai ada yang mengganggu distribusi beras yang dapat berdampak pada kelangkaan.

    “Ada yang nakal-nakal pasti akan dibereskan. Aplikasi SPHP ini juga bagian untuk memudahkan pengawasan,” katanya.

    Lebih lanjut, ia meyakinkan selama ini tidak ada kelangkaan beras. Apabila terjadi gejolak harga di pasar, itu lebih dikarenakan pengaruh perapian sistem, termasuk mekanisme suplai beras SPHP yang diusahakan sepenuhnya menggunakan aplikasi.

    Dalam kesempatan yang sama, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menjelaskan bukan hanya ketersediaan, harga beras pun relatif stabil.

    “Harga beras relatif stabil. Tapi tadi mereka (pedagang, red) menyampaikan salah satu yang membuat stabil, adanya intervensi beras SPHP yang berasal dari Bulog,” katanya.

    Ia menjelaskan harga beras SPHP, baik di pasar maupun minimarket, dijual Rp12.000 per kilogram atau Rp60.000 per paket 5 kilogram. Itu di bawah harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah untuk wilayah Banten, yakni Rp12.500 per kilogram.

    Mendagri juga mengapresiasi Bapanas dan Bulog yang bergerak cepat dalam menjaga pasokan.

    Ia mengungkapkan arahan Presiden Prabowo Subianto agar ketersediaan beras di masyarakat harus benar-benar terjamin.

    Untuk itulah, Pemerintah menyiapkan pasokan sekitar empat juta ton beras, dengan 1,3 juta ton di antaranya yang dikirim secara bertahap ke pasar untuk menjaga pasokan.

    Hal senada diungkapkan Kepala Bapanas Arief Prasetyo Adi, yang mengatakan penurunan harga beras merupakan sinyal positif dari masifnya intervensi SPHP.

    “Intervensi beras SPHP di pasaran terbukti efektif menjaga stabilitas. Sinergi pemerintah pusat, daerah, hingga jaringan distribusi, harga beras mulai turun di berbagai wilayah,” ujarnya.

    Ia menyampaikan penyaluran harian beras SPHP terus mengalami peningkatan.

    Hingga Selasa (19/8), realisasi penyaluran harian SPHP secara nasional lebih dari 6.000 ton. Sejak awal pendistribusian Juli 2025, beras SPHP telah tersalurkan 45 ribu ton di seluruh Indonesia.

    Sementara itu, sebagai ujung tombak penyaluran beras SPHP, Perum Bulog berkomitmen mendukung program stabilisasi pangan nasional ini.

    “Kami berterima kasih atas support luar biasa dari berbagai pihak, terutama para pedagang, yang terus masif menyalurkan beras,” kata Arief.

    Sumber : Antara

  • Beras SPHP Dinilai Jadi Solusi Terjangkau di Tengah Lonjakan Harga

    Beras SPHP Dinilai Jadi Solusi Terjangkau di Tengah Lonjakan Harga

    Banten: Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dikelola Perum Bulog dinilai berhasil menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen. Beras SPHP dinilai jadi solusi terjangkau di tengah lonjakan harga.

    “Harga beras relatif stabil. Salah satu faktor penentunya adalah intervensi beras SPHP yang berasal dari Bulog. Dengan harga Rp12.500 per kilogram, atau Rp65.000 per kemasan 5 kilogram, konsumen dapat membeli beras dengan kualitas baik dan harga terjangkau,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengunjungi Pasar Induk Rau, Serang, Rabu 20 Agustus 2025.

    Kunjungan ini dilakukan bersama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani. Ketiganya memantau langsung harga dan ketersediaan beras di tengah lonjakan harga beras premium yang mencapai 33% dalam beberapa waktu terakhir.

    Target 1,3 Juta Ton Beras SPHP

    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan penyaluran 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir tahun 2025.

    “Tanggung jawab kami adalah menyalurkan 1,3 juta ton beras. Stok masih sangat mencukupi, dan masyarakat tidak perlu khawatir. Kami akan menyalurkan maksimal demi kemaslahatan masyarakat,” ujarnya.

    Rizal menambahkan, saat ini Bulog memiliki stok beras mencapai 4,2 juta ton. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta ton dialokasikan untuk program SPHP dan 0,3 juta ton untuk bantuan pangan lainnya.

    Program SPHP telah didistribusikan melalui berbagai jalur, mulai dari pedagang pasar tradisional, koperasi desa, TNI-Polri, hingga retail modern seperti Alfamart, Indomaret, dan Hypermart. Proses distribusi dipantau melalui aplikasi Klik SPHP sehingga penyaluran di tingkat pengecer lebih transparan dan terkontrol.

    Sinergi Lintas Instansi Jaga Stabilitas Harga

    Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa stabilitas harga beras terjaga berkat sinergi antara Bulog, Bapanas, Pemerintah Kota Serang, dan Pemerintah Provinsi Banten dalam mendistribusikan beras SPHP.

    “Saya ucapkan terima kasih kepada Bulog dan semua pihak yang terlibat dalam menjaga stabilitas harga beras di Banten,” ujarnya.

    Tito menambahkan, berdasarkan data BPS, inflasi tahunan (year-on-year) pada Juli 2025 mencapai 2,37%. Angka ini masih dalam rentang target inflasi 1,5%-3,5% yang ditetapkan pemerintah.

    “Meskipun beberapa komoditas seperti bawang merah, bawang putih, cabai, dan beras berkontribusi terhadap inflasi Juli, namun secara keseluruhan masih terkendali,” jelasnya.

    Pemantauan Komoditas Lainnya

    Tito yang didampingi Wali Kota Serang Budi Rustandi dan Gubernur Banten Andra Soni juga meninjau harga kebutuhan pokok lainnya, seperti daging ayam, bawang, tomat, dan minyak goreng. Hasil tinjauan menunjukkan sebagian besar komoditas pangan masih relatif stabil dengan angka inflasi nasional masih dalam rentang aman di angka 2,37%.

    “Saya mempersilahkan masyarakat untuk membeli beras SPHP. Kualitasnya baik, harganya terjangkau, dan tersedia di banyak titik distribusi,” kata Tito.

    Kemendagri bersama Bapanas dan Bulog akan terus memantau perkembangan harga pangan di seluruh Indonesia melalui sistem monitoring yang terintegrasi. Program SPHP akan terus dievaluasi untuk memastikan efektivitasnya dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan bagi masyarakat.

    Banten: Program Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) yang dikelola Perum Bulog dinilai berhasil menjaga stabilitas harga beras di tingkat konsumen. Beras SPHP dinilai jadi solusi terjangkau di tengah lonjakan harga.
     
    “Harga beras relatif stabil. Salah satu faktor penentunya adalah intervensi beras SPHP yang berasal dari Bulog. Dengan harga Rp12.500 per kilogram, atau Rp65.000 per kemasan 5 kilogram, konsumen dapat membeli beras dengan kualitas baik dan harga terjangkau,” kata Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian saat mengunjungi Pasar Induk Rau, Serang, Rabu 20 Agustus 2025.
     
    Kunjungan ini dilakukan bersama Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi dan Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani. Ketiganya memantau langsung harga dan ketersediaan beras di tengah lonjakan harga beras premium yang mencapai 33% dalam beberapa waktu terakhir.

    Target 1,3 Juta Ton Beras SPHP
     
    Direktur Utama Perum Bulog Ahmad Rizal Ramdhani mengungkapkan bahwa pihaknya menargetkan penyaluran 1,3 juta ton beras SPHP hingga akhir tahun 2025.
     
    “Tanggung jawab kami adalah menyalurkan 1,3 juta ton beras. Stok masih sangat mencukupi, dan masyarakat tidak perlu khawatir. Kami akan menyalurkan maksimal demi kemaslahatan masyarakat,” ujarnya.
     
    Rizal menambahkan, saat ini Bulog memiliki stok beras mencapai 4,2 juta ton. Dari jumlah tersebut, 1,3 juta ton dialokasikan untuk program SPHP dan 0,3 juta ton untuk bantuan pangan lainnya.
     
    Program SPHP telah didistribusikan melalui berbagai jalur, mulai dari pedagang pasar tradisional, koperasi desa, TNI-Polri, hingga retail modern seperti Alfamart, Indomaret, dan Hypermart. Proses distribusi dipantau melalui aplikasi Klik SPHP sehingga penyaluran di tingkat pengecer lebih transparan dan terkontrol.
     
    Sinergi Lintas Instansi Jaga Stabilitas Harga
     
    Mendagri Tito Karnavian menjelaskan bahwa stabilitas harga beras terjaga berkat sinergi antara Bulog, Bapanas, Pemerintah Kota Serang, dan Pemerintah Provinsi Banten dalam mendistribusikan beras SPHP.
     
    “Saya ucapkan terima kasih kepada Bulog dan semua pihak yang terlibat dalam menjaga stabilitas harga beras di Banten,” ujarnya.
     
    Tito menambahkan, berdasarkan data BPS, inflasi tahunan (year-on-year) pada Juli 2025 mencapai 2,37%. Angka ini masih dalam rentang target inflasi 1,5%-3,5% yang ditetapkan pemerintah.
     
    “Meskipun beberapa komoditas seperti bawang merah, bawang putih, cabai, dan beras berkontribusi terhadap inflasi Juli, namun secara keseluruhan masih terkendali,” jelasnya.
     
    Pemantauan Komoditas Lainnya
     
    Tito yang didampingi Wali Kota Serang Budi Rustandi dan Gubernur Banten Andra Soni juga meninjau harga kebutuhan pokok lainnya, seperti daging ayam, bawang, tomat, dan minyak goreng. Hasil tinjauan menunjukkan sebagian besar komoditas pangan masih relatif stabil dengan angka inflasi nasional masih dalam rentang aman di angka 2,37%.
     
    “Saya mempersilahkan masyarakat untuk membeli beras SPHP. Kualitasnya baik, harganya terjangkau, dan tersedia di banyak titik distribusi,” kata Tito.
     
    Kemendagri bersama Bapanas dan Bulog akan terus memantau perkembangan harga pangan di seluruh Indonesia melalui sistem monitoring yang terintegrasi. Program SPHP akan terus dievaluasi untuk memastikan efektivitasnya dalam menjaga stabilitas harga dan ketersediaan pangan bagi masyarakat.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

    (FZN)