Tag: Arief Poyuono

  • Novelty Danantara dan Redesain Kekuasaan Ekonomi Negara

    Novelty Danantara dan Redesain Kekuasaan Ekonomi Negara

    Jakarta

    Sudah hampir satu tahun sejak Danantara dibentuk sebagai superholding BUMN yang mengonsolidasikan lebih dari 14.000 triliun rupiah aset strategis negara.

    Sejak awal, ia memantik perdebatan tajam: apakah ini terobosan besar menuju kemandirian ekonomi, atau langkah yang justru menimbulkan kecemasan baru tentang dominasi negara di pasar?

    Perdebatan itu wajar, terutama ketika sebuah institusi baru muncul dengan kekuatan modal yang sangat besar, mandat yang luas, dan implikasi jangka panjang yang belum sepenuhnya terbaca.

    Namun, inti pertanyaan sesungguhnya lebih dalam. Apa sebenarnya yang hendak dipecahkan oleh Danantara? Dan apa yang menjadikan kehadirannya berbeda dari kebijakan-kebijakan ekonomi negara sebelumnya?

    Bergerak dari Model Regulator ke Model Investor Negara

    Selama beberapa dekade, negara hadir terutama sebagai regulator dan fasilitator pasar. Peran itu berjalan berdampingan dengan kenyataan bahwa penguasaan aset strategis tersebar di puluhan BUMN yang beroperasi sendiri tanpa koordinasi yang kuat.

    Fragmentasi ini menciptakan berbagai persoalan klasik yang terus berulang, mulai dari lemahnya daya saing global, tumpang tindih program, hingga inefisiensi struktural yang menghambat industrialisasi.

    Di tengah lanskap ekonomi global yang hari ini semakin keras dengan fragmentasi rantai pasok, perebutan energi, persaingan teknologi antara Amerika Serikat dan Tiongkok, serta arus modal yang bergerak begitu cepat, Indonesia membutuhkan arsitektur baru agar tidak hanya menjadi pasar, tetapi juga aktor yang diperhitungkan.

    Di sinilah novelty pertama Danantara tampak dengan jelas. Untuk pertama kalinya Indonesia bergerak keluar dari pola lama negara sebagai regulator pasif menuju model baru negara sebagai investor aktif yang mengelola portofolio strategis secara terintegrasi.

    Langkah ini menempatkan Indonesia sejajar dengan negara yang lebih dahulu mengembangkan model serupa seperti Tiongkok, Singapura, Uni Emirat Arab, atau Norwegia.

    Danantara tidak hanya menyatukan kepemilikan negara atas bank besar, perusahaan energi, telekomunikasi, dan mineral strategis. Lebih dari itu, ia menciptakan satu entitas yang memiliki kemampuan merancang strategi investasi lintas sektor, mengambil risiko jangka panjang, dan menata ulang struktur ekonomi nasional dengan visi yang lebih menyeluruh.

    Kemampuan seperti ini tidak mungkin muncul dari kementerian atau BUMN yang bekerja sendiri. Setiap institusi punya batasan birokratis, orientasi jangka pendek, dan struktur keuangan yang tidak selalu mampu menanggung risiko besar.

    Danantara hadir untuk mengisi ruang itu, membawa cara kerja baru yang memungkinkan negara melakukan koordinasi investasi secara terpadu dan terarah.

    Transformasi ini menjadi lebih relevan ketika kita melihat keterbatasan instrumen pembangunan tradisional. APBN sudah berada pada batas kemampuan optimalnya dalam membiayai agenda transformasi besar seperti hilirisasi industri, digitalisasi ekonomi, dan ketahanan energi.

    Pada saat yang sama, jumlah uang beredar nasional telah mencapai hampir sepuluh ribu triliun rupiah, angka yang menunjukkan besarnya potensi modal domestik yang selama ini bekerja tanpa arah strategis negara.

    Dalam kondisi seperti itu, negara membutuhkan mekanisme untuk masuk ke pasar modal domestik maupun global tidak sebagai pemungut pajak atau pembuat regulasi semata, tetapi sebagai pemain yang mampu menggerakkan investasi.

    Danantara adalah mekanisme baru itu. Ia memberi negara kesempatan untuk membiayai agenda industrialisasi dan pembangunan jangka panjang tanpa membebani fiskal secara langsung.

    Dengan struktur yang lebih fleksibel dan kemampuan memobilisasi modal melalui skema investasi, Danantara menjembatani kebutuhan antara pembangunan yang semakin kompleks dan kapasitas fiskal yang tidak dapat terus diperluas tanpa batas.

    Dengan demikian, kehadiran Danantara bukan hanya soal konsolidasi kelembagaan, tetapi merupakan desain ulang peran negara dalam ekonomi. Ia menggeser paradigma pembangunan dari pembelanjaan berbasis anggaran menuju investasi berbasis kekuatan portofolio nasional.

    Dan inilah yang menjadi titik pembeda paling penting sekaligus keunikan dari Danantara dalam sejarah kebijakan ekonomi Indonesia.

    Menjawab Tantangan Klasik

    Studi-studi makroekonomi selama beberapa dekade terakhir menunjukkan satu pola yang berulang pada banyak negara berkembang. Modal domestik sebenarnya tersedia, kadang bahkan sangat besar, tetapi sulit diubah menjadi investasi yang benar-benar produktif.

    Situasi ini bukan disebabkan oleh kurangnya dana, melainkan oleh berbagai hambatan klasik yang terus membayangi. Kapasitas perencanaan proyek sering lemah, koordinasi antar kementerian berjalan lambat dan tidak sinkron, mekanisme pengadaan tidak seragam, dan proses politik kerap masuk terlalu jauh sehingga keputusan ekonomi tidak lagi rasional.

    Dari kombinasi persoalan itu lahirlah apa yang disebut banyak ahli sebagai public investment paradox, ketika anggaran pembangunan meningkat tetapi kualitas proyek justru stagnan atau bahkan menurun.

    Dalam konteks inilah novelty kedua Danantara menjadi relevan. Dengan struktur yang berorientasi pada prinsip investasi pasar dan bukan mekanisme birokrasi, Danantara mencoba keluar dari perangkap pengeluaran publik tradisional yang selama ini sulit dibenahi.

    Keputusan investasi dirancang berada di tangan dewan independen dan para profesional keuangan yang memiliki perspektif jangka panjang, bukan pejabat yang terikat siklus anggaran tahunan atau tekanan politik harian.

    Dengan kata lain, Danantara berusaha memutus mata rantai antara keputusan penanaman modal dan intervensi birokratis yang selama ini sering menjadi sumber pemborosan dan inefisiensi.

    Literatur internasional memang mencatat bahwa sovereign wealth fund domestik seringkali menghadapi risiko besar, terutama risiko elite capture dan campur tangan politik yang menyusup ke dalam keputusan investasi.

    Namun, desain Danantara mencoba menjawab tantangan tersebut melalui struktur tata kelola yang menggabungkan beberapa praktik terbaik internasional. Salah satunya adalah mekanisme investasi bersama dengan investor global untuk memastikan validasi pasar yang obyektif terhadap setiap keputusan.

    Porsi instrumen syariah yang masih di bawah lima persen dalam portofolio Danantara menunjukkan adanya ruang besar yang belum tergarap. Kondisi ini membuka peluang untuk memperluas peran instrumen syariah dalam mendukung pertumbuhan ekonomi.

    Dengan kemampuan menghimpun modal dan menyalurkannya ke sektor prioritas seperti pangan halal, energi hijau, logistik halal, kawasan industri syariah, serta pembiayaan UMKM produktif. Danantara berpotensi mengoreksi ketimpangan antara besarnya potensi pasar halal Indonesia dan kapasitas produksinya yang masih terbatas.

    Sinergi kedua agenda ini membuka ruang transformasi yang lebih terarah. Reindustrialisasi membutuhkan pembiayaan yang stabil dan jangka panjang, sementara ekonomi syariah membutuhkan institusi yang dapat mendorong investasi produktif dalam ekosistem halal.

    Jika Danantara mampu menyeimbangkan keduanya, Indonesia tidak hanya memperkuat posisi sebagai pusat ekonomi syariah global, tetapi juga membangun fondasi industri yang lebih kuat, berkelanjutan, dan inklusif.

    Novelty Danantara, dalam konteks ini, bukan hanya soal besarnya skala aset, tetapi tentang kemampuan menghubungkan dua mesin pertumbuhan yang selama ini tidak terintegrasi.

    Menuju Demokrasi Ekonomi yang Seimbang

    Di dalam kerangka novelty danantara dan redesain kekuasaan ekonomi negara, pertanyaan paling mendasarnya bukan lagi sekadar berapa besar aset yang dikelola negara atau seberapa luas mandat Danantara dijalankan.

    Tetapi sesuatu yang jauh lebih filosofis dan menentukan, yaitu apakah Indonesia siap memasuki fase baru demokrasi ekonomi, sebuah fase di mana negara membangun kekuatan tanpa melahirkan dominasi dan pasar bergerak dinamis tanpa menyingkirkan kepentingan publik?

    Novelty Danantara terletak pada reposisi radikal negara dalam arsitektur ekonomi. Untuk pertama kalinya sejak Reformasi, negara kembali memiliki ruang strategis untuk menjadi economic orchestrator tanpa harus jatuh pada pendekatan sentralistik ala masa lalu.

    Danantara menciptakan model baru relasi kekuasaan ekonomi di mana negara tidak lagi hanya regulator tetapi juga investor, katalis, dan arsitek jangka panjang pembangunan industri. Namun kemampuan ini hanya akan memperkuat Indonesia jika diiringi tata kelola yang kuat dan independen.

    Tanpa benteng itu, desain besar ini mudah tergerus oleh tarik menarik kepentingan politik jangka pendek yang kerap menghambat konsistensi pembangunan.

    Di sisi lain, Danantara membuka peluang yang sangat besar. Ia dapat menjadi sarana negara untuk memperkuat kedaulatan ekonomi, mengonfigurasi ulang rantai pasok industri strategis, serta memperluas ruang bagi modal jangka panjang masuk ke sektor manufaktur, digital, dan energi baru.

    Ia memungkinkan demokrasi ekonomi bergerak dari sekadar pembagian anggaran menuju konsolidasi kekuatan produktif nasional. Di sinilah makna novelty itu bekerja karena Danantara bukan pengulangan dari model BUMN lama, melainkan percobaan institusional baru yang menempatkan negara sebagai pemain utama dalam orbit kapitalisme global kontemporer.

    Namun keberhasilan novelty ini bergantung pada dua faktor penentu. Pertama, sejauh mana desain tata kelola Danantara dapat dijaga dari distorsi kepentingan politik jangka pendek yang selama ini sering merusak institusi pembangunan.

    Kedua, sejauh mana publik, akademisi, media, dan masyarakat sipil mampu mengawasi Danantara dengan cermat. Novelty tidak akan bermakna jika institusi ini gagal tumbuh menjadi entitas yang profesional, mandiri, dan berorientasi jangka panjang.

    Demokrasi ekonomi yang sehat tidak hanya menuntut negara yang kuat, tetapi juga masyarakat yang kritis dan waspada. Karena itu Danantara tidak boleh diperlakukan sebagai tujuan akhir pembangunan, melainkan sebagai instrumen.

    Kekuatan strategisnya bukan terletak pada ukuran aset yang dikuasai tetapi pada bagaimana aset itu digunakan untuk memperkuat kapasitas produksi nasional, memperluas kesempatan kerja yang berkualitas, mengurangi ketimpangan, dan menciptakan kedaulatan ekonomi yang lebih tahan terhadap tekanan eksternal.

    Dalam pengertian ini, novelty Danantara bukan hanya inovasi kelembagaan tetapi juga inovasi cara berpikir tentang masa depan pembangunan Indonesia.

    Jika keseimbangan ini mampu dijaga, maka Danantara dapat menjadi tonggak awal bagi babak baru pembangunan nasional. Sebuah babak ketika Indonesia tidak lagi sekadar mengikuti arus ekonomi global, tetapi mulai menentukan arah dan ritmenya sendiri.

    Novelty Danantara pada akhirnya adalah kesempatan sejarah yang sangat langka. Apakah ia akan menjadi lompatan peradaban atau justru berubah menjadi institusi besar yang terseret dinamika politik harian? Semua itu sangat bergantung pada keputusan yang kita buat hari ini sebagai bangsa.

    Arief Poyuono, Komisaris Pelindo

    (akd/ega)

  • Rombak Direksi Pelindo, Arief Poyuono Jadi Komisaris

    Rombak Direksi Pelindo, Arief Poyuono Jadi Komisaris

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo) Persero mengalami perombakan direksi dan komisaris dengan mengangkat pejabat yang baru.

    Dari perombakan ini, Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono ditunjuk menjadi komisaris.

    Perombakan direksi dan komisaris Pelindo tertuang dalam Keputusan Menteri BUMN dan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danantara Asset Management Selaku Para Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia, Nomor: SK-264/MBU/09/2025 dan SK.059/DIDAM/DO/2025 Tanggal 19 September 2025.

    Surat Keputusan itu tentang Pemberhentian, Perubahan Nomenklatur Jabatan, Pengalihan Tugas, dan Pengangkatan Anggota-anggota Direksi Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia.

    Kemudian salinan Keputusan Menteri BUMN dan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danantara Asset Management Selaku Para Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia Nomor: SK-265/MBU/09/2025 dan SK.060/DIDAM/DO/2025 Tanggal 19 September 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelindo.

    “Bahwa terhitung tanggal 19 September 2025, masa jabatan atas nama Hambra sebagai Wakil Direktur Utama dan Andus Winarno sebagai Dewan Komisaris telah berakhir,” tulis Pelindo dalam keterbukaan informasi perseroan, dikutip pada Senin (22/9/2025). (fajar)

    Berikut Susunan Direksi dan Komisaris PT Pelindo terbaru:

    Dewan Direksi

    Direktur Utama : Arief Suhartono

    Direktur Operasi: Putut Sri Muljianto

    Direktur Komersial: Dradjat Sulistyo

    Direktur Manajemen Resiko : Boy Robyanto

    Direktur Pengembangan Usaha: Hosadi A. Putra

    Direktur Teknik: Suriawan Wakan

    Direktur Keuangan: Bachtiar Soeria Atmadja

    Direktur SDM dan Umum: Dwi Fatan Lilyana

    Dewan Komisaris

    Komisaris Utama : Agus Suhartono

    Wakil Komisaris Utama : Suntana

    Komisaris : Jodi Mahardi

    Komisaris : Elwi Danil

    Komisaris Independen : Rakhman Fiadhy Kurniawan

    Komisaris Independen : Maximus Puguh Djiwanto

    Komisaris : Arief Poyuono

    Komisaris Independen : Ilhamsyah

  • Sepak Terjang Arief Poyuono yang Jadi Komisaris Pelindo

    Sepak Terjang Arief Poyuono yang Jadi Komisaris Pelindo

    Jakarta

    Politisi Arief Poyuono ditunjuk menjadi salah satu komisaris di PT Pelabuhan Indonesia (Pelindo). Arief merupakan politisi Partai Gerindra yang sempat menjadi Wakil Ketua Umum.

    Pengangkatan Arief itu tercantum dalam Salinan Keputusan Menteri Badan Usaha Milik Negara Nomor: SK-265/MBU/09/2025 dan Keputusan Direktur Utama Perusahaan Perseroan (Persero) PT Danantara Asset Management Selaku Para Pemegang Saham Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia SK.060/DI-DAM/DO/2025 Tanggal 19 September 2025 tentang Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota-anggota Dewan Komisaris Perusahaan Perseroan (Persero) PT Pelabuhan Indonesia.

    Arief bukan sosok baru di BUMN, dari penelusuran detikcom, pria kelahiran 4 Februari 1971 itu cukup lama berkecimpung di serikat pekerja BUMN. Dia merupakan Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu.

    Namanya beken sebagai politisi di Partai Gerindra. Dia dikenal cukup sering mengeluarkan pernyataan dan manuver politik yang kontroversial.

    Dia pernah mengeluarkan pernyataan mengusir Partai Demokrat pada Koalisi Indonesia Adil Makmur yang mengusung capres dan cawapres Prabowo Subianto-Sandiaga Uno pada 2018 jelang Pemilu 2019. Paling parah pada 2020, saat dia menuai kontroversi pada sebuah wawancara yang ditayangkan di YouTube dan menyinggung isu ‘PKI dimainkan kadrun’.

    Kala itu Arief Poyuono mengatakan rekan-rekan separtainya gagal paham menilai video tersebut, karena dia tak membawa nama partai. Tagar #TenggelamkanGerindra sempat menjadi trending topic di Twitter gara-gara Arief Poyuono.

    “Mereka itu semua politisi gagal paham, sok tahu, dan otaknya kayak kadrun-kadrun menilai video wawancara YouTube saya di kanal Bangsa. Saya dalam wawancara di kanal Bangsa jelas-jelas menyatakan diri saya sebagai Ketua Umum Serikat Pekerja BUMN. Kedua, saya membuat rekaman di kantor FSP BUMN Bersatu dan berlatar belakang Bendera Serikat Pekerja,” kata Poyuono, Sabtu (20/6/2020) silam.

    Atas hal ini Arief Poyuono harus disidang. Gerindra menyebut dirinya harus bertanggung jawab atas pernyataannya itu.

    Pada akhirnya, akhir 2020 Arief Poyuono terpental dari posisi Waketum Gerindra usai kepengurusan partai periode 2020-2025 diumumkan pada September 2020. Saat itu, namanya tak ada lagi pada struktur inti partai.

    (hal/ara)

  • Ramalan Jayabaya 08 dan Warisan Goro Jokowi ke Gibran

    Ramalan Jayabaya 08 dan Warisan Goro Jokowi ke Gibran

    GELORA.CO -Ramalan politik di Indonesia selalu menyimpan daya tarik tersendiri. Salah satunya adalah ramalan Jayabaya, pujangga Jawa kuno, yang hingga kini masih sering dijadikan bahan perbincangan serius maupun guyonan politik.

    Dalam ramalan itu disebutkan, pemimpin Nusantara akan memiliki nama dengan akhiran No-To-No-Go-Ro. Frasa ini dimaknai sebagai noto nogoro, yang berarti “menata negara”. Meski sekilas terdengar simbolis, pola tersebut diyakini sebagian kalangan tetap relevan hingga hari ini.

    Jika ditelusuri, benang merah itu memang tampak pada sejumlah presiden RI. Soekarno, presiden pertama, menutup namanya dengan “No”. Soeharto, presiden kedua, berakhir dengan “To”. Lalu Susilo Bambang Yudhoyono kembali menghadirkan akhiran “No” pada era kepemimpinannya. 

    Bahkan Joko Widodo pun kerap dimasukkan dalam pola tersebut. Alasannya, nama asli Jokowi saat lahir adalah Mulyono sebelum kemudian diganti menjadi Joko Widodo.

    “No lagi; Mulyono. Kenapa Mulyono? Jokowi itu saat lahir nama aslinya Mulyono, karena berulang kali sakit-sakitan ibunya lalu mengganti nama jadi Joko Widodo. Jadi Jokowi masuknya di No; Mulyono,” terang mantan politikus Gerindra Arief Poyuono saat berbincang dengan RMOL, seperti dikutip kembali pada Minggu, 21 September 2025.

    Namun, pola ini kerap menimbulkan pertanyaan ketika menyentuh nama Presiden Habibie, Gus Dur, dan Megawati. Ketiganya tidak dimasukkan ke dalam rangkaian karena dianggap memimpin dalam periode singkat, kurang dari lima tahun.

    Kini publik kembali berspekulasi apakah Presiden ke-8, Prabowo Subianto, masuk dalam kerangka ramalan Jayabaya? Dari sisi nama memang tidak persis cocok. Tapi namanya juga ramalan?”kadang pas, kadang harus dipas-paskan agar sesuai kenyataan.

    Lebih jauh, sebagian penafsir menyebut bahwa suku kata “Goro” dalam ramalan bukanlah tanda akhiran nama, melainkan gambaran situasi ketika seorang pemimpin berkuasa. Dalam bahasa Jawa, goro berarti dusta atau kebohongan. 

    Sementara goro-goro kerap dimaknai sebagai huru-hara atau kekacauan. Dua tafsir ini saling berkaitan yaitu kebohongan bisa menjadi pemantik utama munculnya kegaduhan sosial maupun politik.

    Lalu, di manakah posisi Joko Widodo dalam konteks ramalan ini?

    Beberapa penafsir meyakini Jokowi berada di fase goro. Mereka menilai, sejak awal kepemimpinannya sudah tampak bayangan potensi kekacauan, berupa kekecewaan, pengkhianatan, hingga kemarahan publik. Kondisi inilah yang oleh sebagian kalangan disebut sebagai goro-goro, sebuah masa penuh gejolak yang mengiringi kepemimpinan.

    Meski Jokowi kini telah lengser, sebagian kalangan percaya bahwa “warisan goro” itu tidak berhenti begitu saja. Aura itu diyakini berpindah ke putra sulungnya, Gibran Rakabuming Raka, yang kini menjabat sebagai Wakil Presiden.

    Apakah tafsir ini benar adanya atau sekadar ramalan yang dipaksakan agar selaras dengan realitas politik, hanya waktu yang bisa menjawab. 

    Namun satu hal pasti ramalan Jayabaya akan terus hidup di ruang obrolan politik Indonesia, dari warung kopi hingga ruang seminar, sebagai jalinan antara mitos, sejarah, dan drama kekuasaan.

  • Rombak Direksi Pelindo, Arief Poyuono Jadi Komisaris

    Arief Poyuono Desak Presiden Prabowo Audit Kinerja Menteri, Khawatir Ditipu Laporan Menyenangkan

    “Menciptakan ketidakpercayaan pada SWF Danantara nantinya, yang akhir Danantara bisa gagal mendukung pertumbuhan ekonomi hingga 8 persen,” kata Arief kepada awak media, Selasa (12/8).

    Eks Waketum Gerindra itu juga menilai aksi Joao mundur dari posisi Dirut PT Agrinas bisa diikuti direksi BUMN lain yang tak menerima dukungan anggaran. “Mungkin juga akan diikuti oleh para direksi di BUMN lainnya,” kata Arief.

    Sebelumnya, Dirut PT Agrinas Pangan Nusantara Joao Angelo De Sousa Mota mengundurkan diri dari jabatannya, meski baru enam bulan menjabat.

    Adapun, Joao telah menyerahkan surat pengunduran diri kepada Danantara Indonesia, yang sudah diterima oleh staf di tingkat manajer.

    Joao mengaku belum bisa memberikan kontribusi terhadap perekonomian negara dan petani, sehingga mengundurkan diri.

    “Dengan sangat menyesal, saya memohon maaf kepada seluruh warga negara, khususnya kepada petani, kepada negara dan Presiden yang sudah menunjuk kami untuk mengemban jabatan ini. Jadi perkenankan saya menyampaikan pengunduran diri saya, dan izinkan saya untuk meminta maaf,” ujar Joao.

    Joao menyampaikan masalah pangan adalah suatu permasalahan yang begitu serius, sehingga harus melakukan langkah-langkah percepatan, serta melakukan aksi nyata untuk membangun kondisi pertanian yang sudah tertinggal.

    “Untuk mewujudkan kedaulatan pangan ini tidak didukung sepenuhnya oleh stakeholder atau para pembantu-pembantunya, sehingga kami sampai hari ini tidak mendapatkan dukungan maksimal untuk bisa membuat langkah-langkah nyata yang sudah kami siapkan, termasuk dukungan anggaran,” ucapnya. (fajar)

  • Rombak Direksi Pelindo, Arief Poyuono Jadi Komisaris

    Arief Puyouno ke Prof Sofian Effendi: Terbelakang Sekali Ngomongnya sebagai Profesor

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Salah satu aktivis seniorr, Arief Poyuono memberi respons terkait pernyataan dari mantan Rektor UGM, Prof. Sofian Effendi.

    Pernyataan dari Prof. Sofian Effendi membahas terkait isu ijazah palsu Joko Widodo yang memang sedang panas-panasnya.

    Namun, dalam selang waktu sehari usai menyampaikan pernyataannya itu, mantan rektor UGM itu justru menarik pernyataannya.

    Hal inilah yang coba direspons oleh aktivis senior senior, Arief Poyuono.

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, ia menyebut isu ijazah palsu ini tidak ada bosan-bosannya dibahas.

    Apalagi menurut Arief, ini merupakan fitnah untuk mantan Presiden Jokowi Widodo.

    “Aduh kok bosan2 sih bahas fitnah Ijasah Palsu bung Joko Widodo sih Prof,” tulisnya dikutip Jumat (18/7/2025).

    Terkait pernyataan dari Prof. Sofian Effendi, ia menyebut pernyataan tersebut terbelakang.

    Dari pernyataan inilah yang menurut Arief membuat mutu dari kampus UGM itu sendiri menurun.

    “Terbelakang banget sih omongannya sbg profesor,” tuturnya.

    “Ini yg buat UGM jd kaga ada mutunya deh. Untung aja aku lulusan prof dari Univ Praja Muda Karangan ( Pramuka) @jokowi @jhonsitorus_19 @BosPurwa @Dennysiregar7,” terangnya. (Erfyansyah/fajar)

  • Arief Poyuono Prediksi PSI Menang Pemilu 2029, Gibran Jadi Presiden

    Arief Poyuono Prediksi PSI Menang Pemilu 2029, Gibran Jadi Presiden

    FAJAR.CO.ID,JAKARTA — Mantan Politikus Partai Gerindra, Arief Poyuono punya prediksi terkait PSI dan Pemilu 2029 mendatang.

    Hal ini berkaitan dengan ketenaran yang sampai saat ini masih dimiliki oleh mantan Presiden Jokowi Widodo.

    Melalui cuitan di media sosial X pribadinya, Arief Poyuono menyebut Jokowi masih tetap dicintai dan didambakan oleh rakyat.

    “Nah liat tuh kawan joko Widodo @jokowi tetap di cintai & didambakan oleh rakyat,” tulisnya dikutip Senin (19/5/2025).

    Dari sinilah yang menjadi tolak ukura baginya tentang bagaimana pandanga ke depan.

    Arif menyebut suara PSI bisa saja naik signifikan hingga 25 persen dan jadi pemenangan Pemilu 2029.

    Selain itu, menurutnya ada kesempatan dari putra Jokowi, Gibra Rakabuming Raka menang dan menjadi Presiden.

    “Jadi kalau dia jadi ketum @psi_id maka suara PSI akan naik hingga 25% & jd pemenang di pemilu & pilpres 2029 & @gibran_tweet jd presiden RI ke 9,” terangnya.

    (Erfyansyah/fajar)

  • 98 Persen Potensi Gibran akan Menjadi Presiden ke-9 Indonesia

    98 Persen Potensi Gibran akan Menjadi Presiden ke-9 Indonesia

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Posisi Gibran Rakabuming Raka sebagai wakil presiden tengah dalam sorotan. Para purnawirawan jenderal TNI mengusulkan ke MPR untuk mencopot putra sulung Joko Widodo itu.

    Namun pandangan berbeda justru datang dari Mantan Wakil Ketua Umum Partai Gerindra Arief Poyuono. Ia menilai peluang Gibran menjadi presiden pada 2029 sangat besar.

    Bahkan kata Arief, kesempatan menjadi kepala negara lebih dari 90 persen.

    “(Sebesar, red) 98 persen potensi Gibran akan menjadi presiden kesembilan Indonesia,” tulis Arief Poyuono di X pada dilansir pada Rabu (7/5/2025).

    Arief Poyuono bahkan menyebut kesempatan Gibran Rakabuming Raka menjadi presiden hanya tinggal menunggu waktu.

    “Cuma waktu saja nanti yang menentukan semua ini,” imbuh Arief Poyuono.

    Di sisi lain, Arief Poyuono juga angkat bicara tentang isu pemakzulan terhadap Gibran.

    Menurut Arief Poyuono, belum pernah ada wakil presiden Indonesia yang dimakzulkan.

    “Dalam sejarah Indonesia, belum ada wapres dipaksa turun atau di-impeach,” sebut Arief.

    Arief Poyuono menilai presiden dan wakil presiden mengalami nasib berbeda terkait pemakzulan.

    “Sudah empat presiden RI dipaksa turun dan di-impeach. Ada dua wapres yang menggantikan Presiden RI,” tegasnya. (Pram/fajar)

  • Eks Anak Buah Prabowo Soal Forum Purnawirawan TNI-POLRI Usul Pencopotan Wapres Gibran: Belum Ada Sejarahnya

    Eks Anak Buah Prabowo Soal Forum Purnawirawan TNI-POLRI Usul Pencopotan Wapres Gibran: Belum Ada Sejarahnya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Usul pencopotan Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI oleh sejumlah purnawirawan TNI, menuai sorotan sejumlah pihak.

    Salah satunya, sorotan datang dari Eks Wakil Ketua Umum Partai Gerindra, Arief Poyuono menilai bahwa dalam sejarah belum ada Wapres yang dipaksa turun (Impeach).

    “Dalam sejarah Indonesia belum ada Wapres di paksa turun atau di Impeach tapi sudah 4 Presiden RI di paksa turun dan di Impeach. Dan yang ada 2 Wapres yang mengantikan Presiden RI,” kata Arief Poyuono, X @bumbusatu Senin, (28/4/2025).

    Sorotan Arief Poyuono mendapatkan ragam respons dari masyarakat, khususnya yang aktif di X.

    “Makanya jadi politik konstitusi serba salah, partai partai diluar pemerintah jadi harus dukung prabowo sampai 2029, daripada diganti wapresnya si Fufufafa,” komentar warganet.

    “Baru kali ini ada Wapres diturunkan karena tidak cukup kemampuan dan kualitasnya,” ujar warganet.

    “Akankah jadi sejarah baru? Sudah sejak awal bermasalah tapi tetap dipaksakan, bahkan mengangkangi aturan kan? 😂,” imbuh lainnya.

    Sebelumnya, diketahui sejumlah purnawirawan yang tergabung dalam Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara terbuka mengeluarkan delapan tuntutan.

    Salah satunya adalah mengusulkan kepada MPR untuk mengganti Wapres Gibran Rakabuming Raka karena proses pemilihannya dianggap melanggar hukum.

    Mantan Wapres Try Sutrisno, termasuk dalam penandatangan delapan tuntutan tersebut.

    Ada pula nama sejumlah purnawirawan lain seperti Fachrul Razi, Tyasno Soedarto, Slamet Soebijanto, dan Hanafie Asnan.

  • Komentari Usul Pencopotan Gibran dari Kursi Wapres, Arief Poyuono Bilang Perlu Alasan Kuat

    Komentari Usul Pencopotan Gibran dari Kursi Wapres, Arief Poyuono Bilang Perlu Alasan Kuat

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Usulan Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mendesak agar Gibran Rakabuming Raka dicopot dari jabatan wakil presiden RI, turut dikomentari politikus Partai Gerindra, Arief Poyuono.

    Menurut Arief, secara politik tidak ada yang salah dari tuntutan para purnawirawan TNI tersebut. “Di negara demokrasi, penyampaian aspirasi sah-sah saja,” kata Arief dikutip dari keterangan tertulisnya, Minggu (27/4/2025).

    Dia menilai aspirasi dari purnawirawan TNI itu juga masih dalam koridor konstitusi. “Masih batas-batas wajar, tidak keluar dari UUD 1945 dan Pancasila,” lanjutnya.

    Menurut Arief, dalam politik juga sah-sah saja bila Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyampaikan aspirasinya.

    “Namun, ya, salah kamar kalau disampaikan kepada Prabowo, karena Prabowo sebagai presiden tidak punya hak konstitusi untuk mencopot (Wapres) Gibran. Mereka berdua setara kok,” tutur Arief.

    Dia menilai pemakzulan Gibran sebagai wakil presiden harus dilakukan dengan alasan yang kuat secara konstitusi.

    “Harus ada alasan yang memiliki kekuatan konstitusional untuk menggulingkan Gibran sebagai wapres,” ucapnya.

    Bila alasan mencopot Gibran dari jabatan orang nomor dua adalah tuduhan melanggar etika dan konstitusi saat pilpres, Arief menilai itu tidak kuat.

    “Kalau alasannya melanggar etika dan konstitusi ketika pilpres, ya tidak ada dong. Sebab, jika melanggar etika dan konstitusi, ya, Prabowo juga bagian dari itu juga,” tuturnya.

    Terlepas dari dinamika politik tersebut, Arief berharap semua pihak bersama-sama menjaga stabilitas nasional. “Harapan saya, selalu kita menjaga stabilitas nasional,” kata Arief Poyuono.