Pernah Ada Larangan Politik Dinasti di Pilkada, tapi Gugur di MK
Tim Redaksi
KOMPAS.com
– Suami menjabat kepala daerah, istri duduk di bangku parlemen Senayan.
Anak menjadi wakil wali kota, ipar memerintah di daerah tetangga.
Penguasaan politik di daerah oleh satu garis keturunan atau keluarga tertentu semakin lazim ditemukan di khazanah politik Indonesia.
Mirisnya, pemandangan ini bukan hanya terjadi dalam satu atau dua periode kepemimpinan.
Namun, sudah muncul ketika rakyat diberikan kedaulatan untuk memilih pemimpinnya sendiri pasca Orde Baru tumbang pada tahun 1998.
Politik dinasti yang begitu kental di beberapa daerah membuat sejumlah pihak cemas dan gerah.
Indonesia pernah memiliki aturan untuk melarang merebaknya politik dinasti.
Namun, larangan ini tumbang sebelum bisa memberikan jalan bagi rakyat untuk berpolitik dengan lebih sehat.
Direktur Jenderal Otonomi Daerah (Dirjen Otda) Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) periode 2010–2014, Djohermansyah Djohan, merupakan salah satu tokoh yang menggagas larangan politik dinasti.
Prof Djo, panggilan akrabnya, menceritakan bahwa aturan ini berangkat dari kecemasan akan situasi di Indonesia pada tahun 2011.
Saat itu, Djo yang masih menjabat sebagai Dirjen Otda Kemendagri mendapatkan paparan data sebaran politik dinasti di Indonesia.
“Ketika pada tahun 2011, kita ingin menyusun UU Pilkada, maka kita menemukan data lapangan, 61 orang kepala daerah dari 524 kepala daerah atau sama dengan 11 persen itu terindikasi menerapkan politik dinasti yang tidak sehat,” kata Djo, saat dihubungi Kompas.com, Selasa (30/9/2025).
Berdasarkan data yang dimilikinya, Djo menemukan banyak daerah yang pemimpinnya berputar di satu keluarga.
Misalnya, setelah suami menjabat kepala daerah selama dua periode, istrinya naik untuk mengisi posisi kepala daerah.
Hal ini menjadi bermasalah ketika kepala daerah yang naik tidak memiliki latar belakang pendidikan dan kemampuan yang cukup.
Dalam contoh yang disebutkan Djo, istri mantan kepala daerah ini hanya lulusan SLTA dan tidak memiliki pengalaman berorganisasi atau berpolitik.
“Suaminya dua periode, kemudian (digantikan), istrinya itu cuma Ketua Tim Penggerak PKK, pendidikannya juga terbatas, cuma SLTA. Nah, banyak kasus itu banyak Ketua PKK jadi wali kota,” imbuh Djo.
Jika bukan sang istri, justru anak kepala daerah yang baru lulus kuliah yang diatur untuk maju pilkada dan menggantikan ayahnya.
Anak-anak ‘
fresh graduate
’ ini kebanyakan tidak memahami birokrasi dan tata kelola pemerintahan.
Akhirnya, ayahnya yang sudah menjabat dua periode ikut campur lagi dan menggerakkan roda kemudi di balik nama anaknya.
Djo mengatakan, politik dinasti ini menjadi ladang subur untuk praktik korupsi, kolusi, dan nepotisme (KKN).
Sebab, ketika tidak ada pergantian kekuasaan, pihak-pihak penyokong dan yang dekat dengan pemerintah juga tidak berubah.
“Semua pejabat itu yang diangkat bapaknya tetap bertahan, hubungan kontraktor bapaknya tetap bertahan. Jadi, anaknya itu hanya namanya saja sebagai kepala daerah, tapi yang menjalankan pemerintahan tetap bapaknya,” kata Djo.
Atas temuan yang ada, Djo dan sejumlah tokoh berusaha untuk menyusun pembatasan politik dinasti saat merancang undang-undang Pilkada.
RUU Pilkada ini melarang anggota keluarga aktif untuk estafet tongkat kepemimpinan.
Mereka boleh kembali mencalonkan diri, tetapi perlu ada jeda satu periode setelah kerabatnya aktif di pemerintahan.
“Larangan bahwa kalau mau maju pilkada, (kandidat) dari kerabat kepala daerah yang sedang menjabat itu harus dijeda dulu satu periode. Jadi, ketika bapaknya tidak lagi menjadi kepala daerah, boleh silakan maju,” kata Djo.
Ia menegaskan, jika ada kerabat yang maju Pilkada ketika saudaranya masih memerintah, dapat dipastikan akan terjadi keberpihakan.
“(Kalau) anaknya maju, bapaknya (yang masih menjabat) kan tolongin anaknya. Mana ada bapak yang enggak nolong anak sama istri di dunia, kecuali hari kiamat,” kata Djo.
Larangan ini sempat masuk dalam tatanan hukum Indonesia lewat Undang-Undang (UU) Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2015 tentang Penetapan Perpu Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota menjadi UU.
Disebutkan pada Pasal 7 huruf r, calon pemimpin daerah dapat mengikuti suatu pemilihan apabila tidak mempunyai konflik kepentingan dengan petahana.
Aturan yang sudah dirancang sejak Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menjabat presiden, akhirnya diteken oleh Joko Widodo (Jokowi) di periode pertamanya menduduki kursi RI 1, tepatnya tanggal 18 Maret 2015.
Di hari pengesahannya, pasal ini langsung digugat ke Mahkamah Konstitusi (MK) oleh Adnan Purictha Ishan, anak kandung dari Ichsan Yasin Limpo yang saat itu menjabat sebagai Bupati Gowa, Sulawesi Selatan.
Ketika mengajukan gugatan ke MK, Adnan tengah menjabat sebagai Anggota DPRD Sulawesi Selatan.
Adnan berdalih, Pasal 7 huruf r ini melanggar hak asasi manusia (HAM).
Pandangan ini pun diperkuat hakim MK yang mengabulkan permohonan Adnan.
Menurut Hakim MK Arief Hidayat, Pasal 7 huruf r bertentangan dengan Pasal 28 ayat (2) Undang-Undang Dasar (UUD) 1945.
Tak hanya itu, Arief juga menyebutkan, pasal tersebut menimbulkan rumusan norma baru yang tidak dapat digunakan karena tidak memiliki kepastian hukum.
“Pasal 7 huruf r soal syarat pencalonan bertentangan dengan Pasal 28 i ayat 2 yang bebas diskriminatif serta bertentangan dengan hak konstitusional dan hak untuk dipilih dalam pemerintahan,” ujar dia, dikutip dari laman resmi MK.
Hakim MK lainnya, Patrialis Akbar, berpendapat, pembatasan terhadap anggota keluarga untuk menggunakan hak konstitusionalnya untuk dipilih atau mencalonkan diri merupakan bentuk nyata untuk membatasi kelompok orang tertentu.
MK menyadari, dengan dilegalkannya calon kepala daerah maju dalam Pilkada tanpa adanya larangan memiliki hubungan darah atau perkawinan dengan petahana, berpotensi melahirkan dinasti politik.
Namun, hal ini dinilai tidak dapat digunakan sebagai alasan karena UUD mengatur agar tidak terjadi diskriminasi dan menjadi inkonstitusional bila dipaksakan.
Usai dikabulkannya gugatan Adnan, aturan larangan politik dinasti resmi tidak bisa digunakan.
Adnan selaku penggugat berhasil memenangkan Pilkada 2016 dan menggantikan ayahnya untuk menjadi Bupati Gowa.
Direktur Eksekutif Komite Pemantauan Pelaksanaan Otonomi Daerah (KPPOD) Armand Suparman mengatakan, politik dinasti marak terjadi karena lahir dari fenomena yang ada.
Ia menilai, orang yang mau maju dan eksis di dunia politik di Indonesia perlu dua modal, yaitu modal politik dan modal ekonomi.
“Kalau kita bicara dinasti, dia itu punya dua modalitas itu, modalitas politik dan juga modalitas ekonomi,” ujar Armand, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
Modal politik adalah relasi atau jaringan yang dimiliki seseorang agar bisa mulus masuk ke dunia politik.
Sementara, modal ekonomi merujuk pada kemampuan untuk membayar biaya politik.
“Yang maju sebagai calon kepala daerah atau wakil kepala daerah itu adalah kalau dia enggak punya relasi politik, pasti dia juga punya modal ekonomi yang cukup,” kata Armand.
Masih maraknya politik dinasti, menurut Armand, akan membatasi akses bagi orang di luar dinasti untuk masuk dan terlibat dalam penyelenggaraan pemerintahan.
Armand mengatakan, politik dinasti itu seperti membangun sebuah tembok dan hanya sebagian kalangan yang bisa masuk ke dalam.
“Dinasti politik kan sebetulnya itu dia membangun tembok ya. Membangun tembok terhadap partisipasi non-dinasti terhadap proses perencanaan, proses penganggaran, bahkan dalam proses penyusunan kebijakan di daerah gitu,” ujar dia.
Armand menegaskan, meski secara aturan politik dinasti sudah tidak dilarang, keberadaannya kontraproduktif dengan apa yang hendak dicapai Indonesia.
Terutama, dalam upaya penguatan demokrasi lokal dan upaya peningkatan efektivitas serta efisiensi pelayanan publik.
Keberadaan politik dinasti juga dinilai dapat menghilangkan fungsi pengawasan atau
check and balance
antar lembaga.
“(Misalnya), salah satu pasangan di (lembaga) eksekutif, pasangannya yang lainnya di DPRD. Itu akan menghambat
check and balance
di dalam proses penyelenggaraan pemerintahan itu,” kata dia.
Armand menilai, akan lebih efektif untuk meningkatkan literasi politik masyarakat demi meminimalkan dampak politik dinasti.
“Sekarang, dengan diberi peluangnya dinasti itu, sebetulnya yang jadi alat kontrol kita sekarang itu adalah literasi ke publik,” kata Armand.
Semakin masyarakat lebih mengenal calon pemimpinnya, peluang untuk memperbaiki kualitas politik juga akan meningkat.
Di sisi lain, Armand mendorong adanya reformasi di internal partai politik, yaitu melalui perbaikan sistem kaderisasi.
“Bagaimanapun, kalau misalnya sistem kaderisasi atau rekrutmen di politik itu juga berbasis pada kepentingan keluarga tertentu, itu juga kan menyuburkan politik dinasti,” ujar dia.
Armand menegaskan, jika orientasi partai masih sebatas mendorong sanak keluarga atau kerabatnya untuk terpilih, sebatas untuk melanjutkan kekuasaan, politik dinasti tak ayal akan terus ada.
Namun, jika yang diprioritaskan adalah kualitas individu, mau berasal dari dinasti atau tidak, semisal ia terpilih, tentu tidak dipersoalkan.
“Kemudian, yang ketiga (yang perlu diperbaiki) ya terkait dengan pembiayaan politik,” kata Armand.
Ia menilai, salah satu alasan politik dinasti muncul karena mahalnya biaya politik di Indonesia.
Jika politik dinasti ingin dikurangi, biaya politik ini juga harus turun.
Mahalanya biaya politik di Indonesia juga menjadi sorotan dari Direktur Democracy and Election Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia, Neni Nur Hayati.
Neni menilai, tingginya biaya politik membuat aksesibilitas politik menjadi sangat terbatas.
“Politik mahal hanya dapat diakses oleh mereka yang sedang berkuasa. Ini sangat bertentangan dengan nilai demokrasi yang sejatinya mendorong aspek inklusivitas,” ujar Neni, saat dihubungi, Selasa (30/9/2025).
Selain memperkuat literasi publik hingga menurunkan biaya politik, Neni berharap aturan untuk membatasi politik dinasti bisa dibahas lagi oleh pemerintah.
“Sebetulnya, saya punya harapan besar RUU Partai Politik masuk juga di prolegnas 2026 bersama dengan RUU Pemilu dan Pilkada,” kata dia.
Ia menilai, politik dinasti bisa dikurangi jika ada syarat dan ketentuan pencalonan yang diperketat.
Misalnya, seseorang baru bisa maju setelah tiga tahun menjalani kaderisasi dalam sebuah partai politik.
Menurut dia, butuh pembekalan yang cukup agar kepala daerah memiliki kapasitas yang baik agar tidak dipertanyakan di muka publik.
Lebih lanjut, pembatasan masa jabatan di lembaga legislatif juga perlu diatur.
Terlebih, karena jabatan di lembaga eksekutif juga telah dibatasi hanya bisa dua periode.
Pembatasan masa jabatan ini dinilai dapat mendorong regenerasi di tubuh partai.
Sebab, selama ini, tokoh yang masuk ke DPR atau DPRD bisa menjabat hingga 20-30 tahun.
“Selama ini, batasan periodisasi itu tidak ada sehingga partai menjadi institusi bisnis yang menumbuhsuburkan lahirnya politisi, tapi defisit negarawan,” tegas Neni.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Arief Hidayat
-
/data/photo/2023/07/06/64a6479ae1e61.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Kolom Agama KTP Kembali Digugat ke MK, Usai Dianggap Mengancam Nyawa Nasional 4 September 2025
Kolom Agama KTP Kembali Digugat ke MK, Usai Dianggap Mengancam Nyawa
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Polemik identitas keagamaan dalam Kartu Tanda Penduduk (KTP) kembali bergulir di Mahkamah Konstitusi (MK).
Kali ini, pemohon datang dari dua orang penyintas konflik SARA yang terjadi di Poso, Sulawesi Tengah pada 2000 silam, yakni Taufik Umar dan Timbul G. Simarmata.
Mereka berdua mendalilkan peristiwa yang pernah mereka alami untuk meminta MK menghapus kolom agama dalam KTP.
Kuasa hukum para pemohon, Teguh Sugiharto mengatakan, dalil utama gugatan uji materi Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan ini adalah peristiwa
sweeping
KTP yang pernah terjadi saat kerusuhan di Poso.
Konflik agama di Poso yang saat itu terjadi antara pemeluk agama Islam dan Kristen menyebabkan ancaman nyawa serius, terutama saat aksi sweeping berlangsung.
“Oleh karena itu, saudara pemohon untuk mengajukan peninjauan, yaitu agar pasal yang dimaksud (Pasal 61 dan 64 UU Administrasi Kependudukan) dinyatakan sebagai pertentangan secara bersyarat, yaitu sepanjang kolom agama dianggap tidak ada,” kata Teguh dalam sidang perkara 155/PUU-XXIII/2025 yang digelar Rabu (3/9/2025).
Dalam dalilnya, pemohon menyebut pernah beberapa kali menemukan aksi sweeping yang terjadi saat melakukan perjalanan dari Poso ke Kota Palu.
Sweeping yang dilakukan spesifik meminta bukti KTP orang-orang yang melintas.
Beruntung saat itu pemohon Taufik hanya mendapat sweeping dari kelompok agama yang sama dengan yang ia peluk, sehingga lolos dari ancaman kekerasan.
Selain dari pengalaman pribadi, para pemohon juga mendalilkan posita mereka dengan buku yang ditulis mantan Kapolri Jenderal Polisi (Purn) Tito Karnavian.
Berdasarkan penelusuran
Kompas.com
dalam dokumen permohonan, yang dimaksud buku tulisan Tito Karnavian tersebut berjudul
Indonesia Top Secret: Membongkar Konflik Poso Operasi Investigasi dan Penindakan Pelaku Kekerasan di Sulawesi Tengah
yang diterbitkan Gramedia Pustaka Utama pada 2008.
Dalam halaman 59, disebutkan ada aksi sweeping kepada dua orang beragama Kristen yang terkena sweeping KTP, kemudian mereka dibunuh karena adanya keterangan kolom agama di identitas mereka.
Pada halaman 61 juga disebutkan secara detail, pada 19 Mei 2000, massa Kristen yang ada di Taripa melakukan sweeping terhadap mobil yang melintas di kawasan itu.
Peristiwanya sama yakni pembunuhan dan kekerasan, meskipun tidak ada jumlah korban tewas yang disebutkan dalam buku tersebut.
Pada halaman 140 tertulis “Menjelang Maghrib, sebuah mobil dihentikan dan setelah diperiksa KTP dan diinterview penumpangnya ternyata Pendeta Tentena bernama Oranye Tadjoja dan keponakannya Yohanes Tadjoja. Keduanya bermaksud ke desa Tangkura untuk melakukan Misa. Kedua korban langsung diseret keluar mobil dan dikeroyok hingga meninggal dunia.”
Pemohon menyebut, fakta yang sangat penting diungkap dalam buku yang ditulis tersebut menyatakan secara eksplisit kolom agama di KTP menjadi pemicu langsung pembunuhan saat konflik di Poso.
“Oleh karena negara tidak bisa dipastikan menjamin keselamatan dalam situasi serupa yang mungkin terjadi lagi, oleh karena itu kami memohon agar tidak mengurangi risiko hilangnya hidup, tercabutnya hak hidup, dan juga penghinaan hanya karena dengan mudah mengidentifikasi agama kita,” kata kuasa hukum pemohon.
Perkara serupa, yakni terkait kolom agama di identitas kependudukan pernah diputus MK dua kali.
Pada 2017 lalu, MK pernah memutuskan penghayat kepercayaan boleh dicantumkan dalam kolom agama di KTP dan Kartu Keluarga.
Dalam putusan 97/PUU-XIV/2016, MK berpendapat perbedaan pengaturan antarwarga negara dalam hal pencantuman elemen data penduduk tidak didasarkan pada alasan konstitusional.
Tetapi lebih pada tertib administrasi dan mengakomodasi jumlah penghayat kepercayaan dalam masyarakat Indonesia yang sangat banyak dan beragam.
“Pencantuman elemen data kependudukan tentang agama bagi penghayat kepercayaan hanya dengan mencatatkan yang bersangkutan sebagai ‘penghayat kepercayaan’ tanpa merinci kepercayaan yang dianut di KK ataupun KTP-el, begitu juga dengan penganut agama lain,” kata Hakim MK Saldi Isra, Selasa (7/11/2017).
Dalam gugatan lainnya, MK secara tegas menolak penghapusan kolom agama dalam pencatatan kependudukan dalam putusan 146/PUU-XXII/2024.
Dalam pertimbangan hukumnya, MK menyebut pembatasan kebebasan bagi warga negara Indonesia, di mana setiap warga negara harus menyatakan memeluk agama atau kepercayaan terhadap Tuhan Yang Maha Esa merupakan keniscayaan sebagaimana diharapkan oleh Pancasila dan diamanatkan oleh Konstitusi.
“Pembatasan yang demikian merupakan pembatasan yang proporsional dan tidak diterapkan secara opresif dan sewenang-wenang,” ujar Hakim Konstitusi Arief Hidayat, Jumat (3/1/2025).
Arief mengatakan, setiap warga negara hanya diwajibkan menyebut agama dan kepercayaannya untuk kemudian dicatat dan dibubuhkan dalam data kependudukan tanpa adanya kewajiban hukum lain yang dibebankan oleh negara dalam kaitannya dengan agama atau kepercayaan yang dipilih, selain kewajiban untuk menghormati pembatasan sebagaimana dinyatakan dalam UUD NRI Tahun 1945.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved. -

DPP PA GMNI: Tegakkan keadilan, dengar suara rakyat
Jakarta (ANTARA) – Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Alumni (PA) Gerakan Mahasiswa Nasional (GMNI) menyerukan agar pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan menegakkan keadilan seraya mendengarkan suara rakyat untuk merespons meluasnya aksi unjuk rasa.
“Menyerukan agar pemerintah dan seluruh pemangku kepentingan menegakkan keadilan secara cepat, transparan, dan tidak tebang pilih atas tuntutan masyarakat dan mahasiswa,” kata Ketua Umum DPP PA GMNI Arief Hidayat, sebagaimana keterangan diterima di Jakarta, Minggu.
PA GMNI menyatakan aspirasi publik wajib didengar dan ditindaklanjuti melalui mekanisme partisipasi yang bermakna, termasuk rapat dengar pendapat terbuka, publikasi data kebijakan, dan kajian dampak sosial-ekonomi yang dapat diakses publik.
Presiden Prabowo Subianto dinilai perlu menggelar musyawarah nasional untuk mendengar aspirasi rakyat dengan mengundang tokoh agama, tokoh adat, akademisi, perwakilan mahasiswa, serikat pekerja, organisasi masyarakat sipil, tokoh pers, pelaku dunia usaha, serta pimpinan lembaga negara.
“Musyawarah Nasional perlu diagendakan dengan jelas, berbasis data, dan menghasilkan peta jalan kebijakan yang responsif agar terwujudnya keadilan sosial dan mengikis kesenjangan warga masyarakat secara cepat dan berkelanjutan,” ujar Arief.
Di sisi lain, PA GMNI mengimbau para pejabat publik, eksekutif, legislatif, dan yudikatif untuk senantiasa menunjukkan pola hidup sederhana, berempati kepada rakyat, serta mengutamakan efisiensi anggaran.
Ditekankan, kebijakan dan perilaku pejabat harus mencerminkan solidaritas terhadap beban ekonomi rakyat dan memprioritaskan belanja publik pada kebutuhan dasar, antara lain, pangan, kesehatan, pendidikan, dan perlindungan sosial.
“Jangan membuat kebijakan dan tindakan yang membebani rakyat,” seru DPP PA GMNI.
Lebih lanjut, PA GMNI mengajak seluruh elemen bangsa untuk menahan diri, tidak terprovokasi oleh kejadian di lapangan maupun informasi yang belum terverifikasi. Gotong royong sesama anak bangsa perlu diperkuat, sembari menjaga ketertiban umum.
PA GMNI juga menyerukan agar seluruh elemen bangsa menjaga dan merawat proses demokrasi untuk rakyat dan keadilan sosial.
“Menyerukan kepada semua komponen bangsa untuk menahan diri dan menjaga dan merawat fasilitas publik karena itu dibangun dengan pajak rakyat. Kita ketahui bersama perusakan fasilitas publik hanya akan merugikan rakyat juga,” imbuh Arief.
Di samping itu, PA GMNI menuntut dan mendesak penegak hukum untuk mengusut insiden dalam penanganan massa aksi di Jakarta, Kamis (28/8), yang menyebabkan pengemudi ojek daring Affan Kurniawan tewas, dengan cara independen, transparan, dan akuntabel.
“Kami mendorong pembentukan tim investigasi yang kredibel, perlindungan saksi/korban, keterbukaan informasi kepada publik, serta sanksi tegas apabila adanya pelanggaran prosedur dan HAM sekaligus menjamin due process of law bagi semua pihak,” demikian seruan DPP PA GMNI.
Pewarta: Fath Putra Mulya
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Intip Garasi Inosentius Samsul yang Disetujui Jadi Hakim MK
Jakarta –
DPR RI menyetujui Inosentius Samsul sebagai hakim Mahkamah Konstitusi (MK) untuk menggantikan Arief Hidayat. Menilik sisi otomotif Inosentius Samsul, berikut ini garasinya.
Dicuplik dari Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN), Inosentius memiliki kekayaan sebesar 6.922.412.740 (Rp 6,9 miliaran). Harta itu disampaikan pada 17 Maret 2025.
Sebagian besar harta Inosentius Samsul merupakan aset tanah dan bangunan senilai Rp 6,2 miliar, harta bergerak lain Rp 131,5 juta, kas dan setara kas Rp 190 juta, harta lainnya Rp 20 juta, alat transportasi dan mesin Rp 522 juta, dikurangi hutang Rp 141 juta, maka totalnya jadi Rp 6,9 miliaran.
Nah khusus garasinya, Inosentius tercatat punya empat kendaraan bermotor, antara lain:
1. Honda Jazz tahun 2005 senilai Rp 60 juta
2. Motor Honda matic tahun 2011 senilai Rp 2 juta
3. Mobil Mitsubishi Pajero Sport tahun 2014 senilai Rp 280 juta
4. Mobil Honda CR-V tahun 2015 senilai Rp 180 jutaInosentius Samsul Disetujui Jadi Hakim MK
Inosentius Samsul telah dinyatakan lolos fit and proper test oleh Komisi III DPR. Pengesahan itu diambil dalam rapat paripurna ke-3 masa persidangan I tahun sidang 2025-2026 di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis (21/8/2025). Rapat dipimpin oleh Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal.
Inosentius menggantikan Arief Hidayat yang akan segera pensiun. Hakim Arief Hidayat akan purnatugas pada 3 Februari 2026. Pada waktu tersebut, usia Arief genap menjadi 70 tahun.
Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman melaporkan hasil fit and proper test terhadap Inosentius Samsul yang digelar Komisi III pada Rabu (20/8).
“Komisi III DPR RI telah melaksanakan uji kelayakan terhadap calon hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi usulan DPR RI pada tanggal 20 Agustus 2025,” kata Habiburokhman.
Cucun menanyakan persetujuan para anggota Dewan yang hadir. Para anggota pun kompak menyetujuinya.
“Apakah laporan Komisi III DPR RI terhadap hasil pembahasan pergantian hakim konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI usulan lembaga DPR tersebut, apakah dapat disetujui?” tanya Cucun yang dijawab setuju oleh para anggota.
(riar/rgr)
-

Komisi III DPR harap Hakim MK baru dapat beri pemahaman penyusunan UU
“Nah, kalau Pak Sensi yang ada di sini 35 tahun dia tahu kalau mau dikejar kemana pun dia kan ditanya soal apa namanya persoalan di undang-undang, Pak Sensi ini tahu, Pak Inosentius Samsul ini tahu,”
Jakarta (ANTARA) – Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman berharap Inosentius Samsul yang telah disetujui DPR RI menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) baru dapat memberikan warna sekaligus pemahaman terhadap proses penyusunan undang-undang (UU) yang menjadi objek uji materi pada lembaga negara tersebut.
Dia menyebut pria yang akrab disapa Sensi itu menguasai pemahaman soal penyusunan produk legislasi sebab telah berpengalaman selama lebih dari tiga dekade di DPR RI sebagai perumus hingga peneliti yang terlibat dalam proses penyusunan undang-undang.
“Nah, kalau Pak Sensi yang ada di sini 35 tahun dia tahu kalau mau dikejar kemana pun dia kan ditanya soal apa namanya persoalan di undang-undang, Pak Sensi ini tahu, Pak Inosentius Samsul ini tahu,” kata Habibirokhman di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Kamis.
Dia lantas berkata, “Karena itu saya pikir Pak Inosentius Samsul bisa mewarnai Mahkamah Konstitusi, ya bisa juga memberikan pemahaman ke rekan-rekan hakim konstitusi lainnya (soal penyusunan undang-undang).”
Sebab, menurut dia, hakim konstitusi saat ini kerap tak mendalami berbagai aspek persoalan dalam suatu penyusunan undang-undang yang telah melalui sejumlah proses dan tahapan untuk mengambil pertimbangan putusan atas suatu perkara uji materi.
“Mereka itu (hakim konstitusi) sebetulnya nggak bisa paham apa persoalan teknis, apa persoalan substansi, apa persoalan politis di DPR RI ini dalam penyusunan undang-undang. Sehingga semua hal-hal teknis dan lain sebagainya dikejar-kejar, digebyah-uyah sebagai sebuah kesalahan yang akhirnya dijadikan dasar untuk membatalkan produk perundang-undangan,” katanya.
Menurut dia, undang-undang yang disusun dengan melibatkan begitu banyak aspirasi rakyat perlu dikawal agar tak serta merta dibatalkan oleh MK, misalnya karena tuduhan ketidaksempurnaan dalam pelaksanaan perumusan undang-undang tersebut.
“Aspirasi rakyat ini kan harus dikawal ketika berwujud undang-undang harus dikawal, jangan sampai berubah ya. Hal-hal yang substansi yang berpihak kepada rakyat, mengakomodir kepentingan-kepentingan rakyat, jangan sampai diubah karena karena tuduhan ketidaksempurnaan pelaksanaan perumusan undang-undang ini secara teknis,” tuturnya.
Dia pun memastikan bahwa Inosentius Samsul sebagai calon tunggal Hakim Mahkamah Konstitusi bukan calon titipan, tetapi merupakan satu-satunya sosok yang diusulkan.
“Ini bukan persoalan titip menitip atau bukan, kami di sini kan wakil rakyat, kami mewakili rakyat dalam merumuskan undang-undang,” ucapnya
Sebaliknya, dia menyebut bahwa Inosentius Samsul dipilih sebagai calon tunggal hakim konstitusi melalui mekanisme penjaringan aktif hingga akhirnya disetujui secara aklamasi dalam proses uji kelayakan dan kepatutan yang digelar Komisi III DPR RI, Rabu (20/8).
“Pilihan yang bulat Pak Inosensius Samsul, bahkan teman-teman ini kan semacam penjaringan aktif, bukan kita buka pendaftaran sekian ratus orang daftar dan lain sebagainya, tapi kawan-kawan yang punya hak memilih sejak awal, sudah kita cari (calon hakim MK) yang jago, yang pintar, yang cerdas yang berintegritas,” paparnya.
Untuk itu, dia memandang persetujuan DPR RI terhadap Inosentius Samsul sebagai hakim konstitusi sudah sangat tepat sebab memiliki kemampuan serta kapasitas hingga integritas.
Sebelumnya, Rapat Paripurna ke-3 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 menyetujui Inosentius Samsul menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan oleh Komisi III DPR RI.
“Apakah laporan Komisi III DPR RI terhadap hasil pembahasan pergantian Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI usulan lembaga DPR tersebut, apakah dapat disetujui?” kata Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal yang dijawab setuju oleh seluruh anggota DPR RI pada rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Adapun Inosentius diusulkan oleh Komisi III DPR RI untuk menjadi Hakim MK karena Mahkamah Konstitusi sebelumnya telah memberitahukan bahwa Hakim MK Arief Hidayat akan memasuki masa pensiun.
Pewarta: Melalusa Susthira Khalida
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Sah! DPR Setujui Inosentius Samsul Jadi Hakim MK Gantikan Arief Hidayat
Bisnis.com, JAKARTA – Komisi III DPR RI mengesahkan Inosentius Samsul menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi usulan DPR untuk menggantikan hakim Arief Hidayat yang akan purnatugas pada bulan Februari 2026.
Pernyataan itu disampaikan oleh Ketua Komisi III Habiburokhman dalam Rapat Paripurna ke-3 Masa Persidangan I Tahun 2025-2026, di Gedung Nusantara II, Kamis (21/8/2025).
“Berdasarkan pandangan seluruh fraksi secara bulat disampaikan dalam rapat Komisi III DPR RI, Komisi III DPR RI memutuskan menyetujui saudara Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum., sebagai hakim konstitusi,” katanya.
Dia menyampaikan keputusan itu sesuai hasil rapat konsultasi pengganti rapat badan musyawarah tanggal 19 Agustus 2025 yang salah satu agendanya membahas surat masuk dari pimpinan Mahkamah Konstitusi nomor 3093.1/KP/07.00/08/2025 tanggal 5 Agustus 2025, terkait pemberitahuan berakhirnya masa jabatan hakim konstitusi Profesor Arief Hidayat.
Usulan Inosentius dinilai telah memenuhi syarat administrasi dan lolos fit and proper test. Habiburokhman mengatakan usulan itu merupakan bagian dari perekrutan aktif dari anggota DPR untuk mengajukan calon hakim MK yang berkompeten.
Menurutnya usulan tersebut bagian dari kepentingan rakyat karena DPR merupakan wakil rakyat. Adapun terkait pengangkatan Inosentius diserahkan kepada pemerintah sehingga Habiburokhman belum dapat mengkonfirmasi jadwal pelantikan Inosentius.
Setelah memberikan pidato persetujuan pergantian hakim MK, Wakil Ketua DPR Cucun Ahmad Syamsurijal selaku pimpinan sidang mengetok palu sebagai tanda Inosentius sah menjadi calon hakim MK usulan DPR.
“Apakah laporan Komisi III DPR RI terhadap hasil pembahasan pergantian hakim konstitusi kepada MK usulan DPR tersebut apakah dapat disetujui?” katanya.
“Sah,” jawab para tamu undangan.
-

DPR terima Surpres untuk bahas RUU Haji dan Umrah
Jakarta (ANTARA) – Rapat Paripurna ke-3 DPR RI Masa Persidangan I Tahun Sidang 2025-2026 mengumumkan telah menerima Surat dari Presiden (Surpres) tentang penunjukan wakil pemerintah untuk membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2019 tentang Penyelenggaraan Haji dan Umrah.
Wakil Ketua DPR RI Cucun Ahmad Syamsurizal mengatakan surat yang diterima itu yakni bernomor R47/Pres/08/2025 dan R/50/Pres/08/2025.
“Surat-surat tersebut telah ditindaklanjuti sesuai dengan Peraturan DPR RI Nomor 1 Tahun 2020 tentang Tata Tertib DPR RI dan mekanisme yang berlaku,” kata Cucun saat memimpin rapat paripurna di kompleks parlemen, Jakarta, Kamis.
Selain Surat dari Presiden tersebut, menurut dia, DPR RI juga telah menerima surat dari Ketua Mahkamah Konstitusi dengan Nomor 3093.1/kp.07.00/08-2025 pada tanggal 3 Agustus 2025, tentang pemberitahuan berhentinya masa jabatan Hakim Konstitusi Arief Hidayat.
Adapun rapat paripurna tersebut juga beragendakan laporan Komisi III DPR RI terhadap hasil pembahasan penggantian Hakim Konstitusi pada Mahkamah Konstitusi RI, dilanjutkan dengan pengambilan keputusan.
Kemudian pembicaraan Tingkat II/Pengambilan Keputusan terhadap RUU tentang Pertanggungjawaban atas Pelaksanaan APBN Tahun Anggaran 2024.
Dan agenda terakhir yakni tanggapan Pemerintah terhadap Pemandangan Umum Fraksi-Fraksi atas RUU tentang APBN Tahun Anggaran 2026 beserta Nota Keuangannya.
Sebelumnya, Pemerintah menyerahkan Daftar Inventarisasi Masalah (DIM) Rancangan Undang-Undang (RUU) Haji dan Umrah kepada Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) di Jakarta, Senin (18/8).
Menteri Hukum (Menkum) Supratman Andi Agtas menyebutkan penyerahan DIM dilakukan agar DPR bisa membentuk panitia kerja (panja) untuk membahas RUU tersebut.
“Kami serahkan DIM-nya. Ada usul inisiatif DPR terkait dengan hal tersebut,” kata Supratman di Kompleks Parlemen, Jakarta, Senin (18/8) malam.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Hisar Sitanggang
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-

Habiburokhman Ungkap Alasan Inosentius jadi Calon Tunggal Hakim MK Pengganti Arief Hidayat
Bisnis.com, JAKARTA – Inosentius Samsul merupakan calon hakim Mahkamah Konstitusi (MK) yang diusul oleh DPR, menggantikan hakim Arief Hidayat. Dia satu-satunya calon yang menjalani fit and proper test, Rabu (20/8/2025).
Ketua Komisi III Habiburokhman mengungkapkan DPR memiliki wewenang untuk mengajukan calon hakim MK. Menurutnya ini merupakan hak konstitusional DPR.
Pernyataan itu bukan tanpa sebab, karena pengujian Inosentius dinilai terlalu terburu-buru dan diduga ‘titipan’ dari DPR.
“Ini calon yang diusulkan oleh DPR, bukan titipan. Memang usulan kami, usulan DPR. Apakah calonnya satu atau dua, kami kan melaksanakan hak konstitusional kami,” katanya kepada wartawan di Gedung Nusantara II DPR, Rabu (20/8/2025).
Dia mengatakan mekanisme perekrutan ini lazim digunakan dan dapat dilakukan oleh siapapun. Dia mencontohkan ketika mengadakan Pansel (panita seleksi) bersama KPK atau KY, mendorong melakukan perekrutan aktif serta merekomendasikan calon-calon yang berkompeten.
Habiburokhman juga menilai usulan tersebut merupakan keinginan rakyat karena DPR adalah wakil rakyat.
“Kami wakil rakyat, kami dipilih oleh rakyat. Jadi kalau kami bersuara memilih ya itulah juga pilihan rakyat,” sebutnya.
Artinya, kata dia, DPR membawa kepentingan rakyat dalam mengusulkan Inosentius.
Diketahui, Inosentius telah disetujui sebagai hakim MK atas usulan Komisi III DPR RI. Persetujuan ini setelah Inosentius memenuhi syarat administrasi dan lolos fit and proper test.
“Komisi III DPR RI menyetujui Saudara Dr. Inosentius Samsul, S.H., M.Hum., sebagai hakim konstitusi usulan DPR dan untuk selanjutnya dapat diproses sesuai ketentuan perundangan-undangan yang berlaku,” tulis kesimpulan Rapat Komisi III DPR terkait Uji Kelayakan (Fit and Proper Test) Calon Hakim Konstitusi di Mahkamah Konstitusi Masa Persidangan I tahun Sidang 2025-2025.
-

DPR putuskan hasil uji kelayakan Hakim MK di rapat paripurna besok
“Kita masih menunggu surat. Ini kan Komisi III DPR masih rapat-rapat. Kalau memang itu, ada surat dari Komisi III untuk bisa disahkan di besok, ya kemungkinan kita sahkan besok,”
Jakarta (ANTARA) – Wakil Ketua DPR RI Adies Kadir mengatakan DPR RI akan mengambil keputusan terkait persetujuan hasil uji kelayakan dan kepatutan calon tunggal Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) pada rapat paripurna yang digelar Kamis (21/) besok
Menurut dia, Komisi III DPR RI telah selesai menggelar uji kelayakan dan kepatutan terhadap calon tunggal yakni Inosentius Samsul. Rencananya, kata dia, rapat paripurna akan digelar pada siang hari pukul 13.00 WIB.
“Kita masih menunggu surat. Ini kan Komisi III DPR masih rapat-rapat. Kalau memang itu, ada surat dari Komisi III untuk bisa disahkan di besok, ya kemungkinan kita sahkan besok,” kata Adies di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Dia menjelaskan uji kelayakan bagi calon Hakim MK itu digelar karena DPR RI menerima surat dari Mahkamah Konstitusi bahwa akan ada Hakim MK yang bakal segera pensiun, yakni Arief Hidayat.
Maka, kata dia, pengganti Hakim MK tersebut bakal merupakan sosok usulan dari DPR RI.
Sebelumnya, Komisi III DPR menyetujui Inosentius Samsul menjadi Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) usulan DPR RI setelah menjalani uji kelayakan dan kepatutan. Hal itu menjadi kesimpulan Rapat Komisi III DPR RI usai uji kelayakan dan kepatutan (fit and proper test).
“Apakah disetujui?” tanya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman yang dijawab setujui oleh seluruh Anggota Komisi III DPR RI di kompleks parlemen, Jakarta, Rabu.
Setelah mengetuk palu, Habiburokhman mengatakan bahwa penyetujuan itu selanjutnya akan diproses sesuai ketentuan dan perundang-undangan yang berlaku.
Pewarta: Bagus Ahmad Rizaldi
Editor: Agus Setiawan
Copyright © ANTARA 2025Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.
-
/data/photo/2019/08/30/5d688f8e9023f.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Mau Buat MK Bebas Intervensi, Ini 3 Misi Calon Hakim Konstitusi Inosentius Nasional 20 Agustus 2025
Mau Buat MK Bebas Intervensi, Ini 3 Misi Calon Hakim Konstitusi Inosentius
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Inosentius Samsul, calon hakim konstitusi pengganti Arief Hidayat mengaku ingin menjadi Mahkamah Konstitusi (MK) sebagai lembaga yang bebas dari intervensi.
Hal tersebut disampaikannya dalam uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test oleh Komisi III DPR, Rabu (20/8/2025).
“Harapan saya, poinnya adalah menjaga Mahkamah Konstitusi sebagai lembaga peradilan, menjadi bagian kekuasaan kehakiman yang merdeka, akuntabel, dan terpercaya. Merdeka yang saya maksud, bebas dari pengaruh atau intervensi pihak atau kelompok tertentu,” ujar Inosentius dalam fit and proper test, Rabu (20/8/2025).
“Bebas dari asumsi bahwa pendapat kalangan tertentu selalu benar dan DPR selalu menghasilkan UU yang tidak berkualitas. Ini refleksi saya, kebetulan juga tugas saya sebagai kepala badan (di Sekretariat Jenderal DPR RI),” sambungnya.
Diketahui, Inosentius menjadi satu-satunya nama yang menjalani fit and proper test calon hakim MK yang akan menggantikan Arief Hidayat. Arief sendiri akan pensiun pada Februari 2026.
Untuk mewujudkan hal tersebut, Inosentius memaparkan tiga misinya jika disepakati menjadi hakim konstitusi.
Pertama, menjaga integritas hakim MK dengan taat pada aturan, memberikan sanksi kepada pihak yang melanggar, dan siap menerima sanksi jika melakukan pelanggaran. Kedua, memperkuat kemandirian hakim MK.
“Ketiga, meningkatkan kualitas putusan MK agar mudah dipahami, dapat dilaksanakan, menjadi solusi, dan tidak menimbulkan kontroversi. Keempat, menciptakan peradilan yang transparan,” ujar Inosentius.
Inosentius Samsul saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Keahlian DPR, yang terlibat dalam proses pembentukan undang-undang dari perencanaan, penyusunan, pembahasan, pengesahan, hingga pengundangan.
Ia merupakan pria yang lahir di Manggarai, Nusa Tenggara Timur (NTT), pada 10 Juli 1965. Selama SD hingga SMA ia mengenyam pendidikan di NTT.
Lalu, Inosentius Samsul mengambil S1 Jurusan Hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) dan lulus pada 1989.
Setelah itu, ia mengambil gelar S2 Jurusan Hukum Universitas Tarumanegara dan lulus pada 1997. Sedangkan pada 2003, Inosentius Samsul lulus S3 Jurusan Hukum dari Universitas Indonesia (UI).
Inosentius Samsul sendiri merupakan nama yang sejak 1990 menjadi bagian dari Sekretariat Jenderal DPR. Ia mengawali kariernya di DPR sebagai Penata Muda pada 1990.
Singkat cerita, kariernya selama ini berkutat di lingkungan parlemen dan saat ini menjabat sebagai Kepala Badan Keahlian DPR.
Namanya selalu terlibat dalam banyak penyusunan dan pembahasan undang-undang di DPR, seperti revisi Undang-Undang tentang MPR, DPR, DPD, DPRD (MD3), revisi UU MK, hingga RUU Cipta Kerja.
Ia juga merupakan Komisaris Utama di PT Semen Baturaja Tbk berdasarkan keputusan Rapat Umum Pemegang Saham Tahunan (RUPST) Tahun Buku 2024 yang diselenggarakan pada tanggal 27 Mei 2025.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2023/09/25/6511215cc8dd7.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)