Tag: Ari Fahrial Syam

  • Pilu Balita di Sukabumi Meninggal, Ini Bahaya Cacingan yang Kerap Dianggap Sepele

    Pilu Balita di Sukabumi Meninggal, Ini Bahaya Cacingan yang Kerap Dianggap Sepele

    Jakarta

    Raya, balita di Sukabumi, Jawa Barat meninggal dunia pasca dokter menemukan lebih dari 1 kilogram cacing di tubuhnya. Dilaporkan keluar dari hidung hingga anus.

    Meski pemicu kematiannya diyakini tidak hanya disebabkan infeksi cacing, kasus semacam ini bila tidak ditangani akan memicu gejala berat. Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menjelaskan bagaimana cacing terus berkembang biak dan hidup di tubuh.

    “Pada kasus ini cacing gelang, ascaris, kalau tidak diobati memang itu akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam tubuh, dalam usus seseorang,” sorotnya, saat dihubungi detikcom Rabu (20/8/2025).

    “Makanya sering kan ditemukan BAB-nya ada cacing, ini sebenarnya harus dilihat history-nya, sudah pernah demikian atau pernah muntah cacing. Itu harus segera diberikan obat,” kata dia.

    Sebagai catatan, penyebaran cacing saat berkembang biak memang bisa ‘bermigrasi’ ke organ lain, alias tidak hanya di usus.

    Larva cacing disebutnya memungkinkan mengalir ke paru-paru yang menyebabkan masalah di bagian tersebut. Dalam beberapa kasus, cacing juga ditemukan mampu naik ke saluran empedu.

    Bila hanya di usus halus, pasien umumnya kerap merasakan tidak nyaman di bagian perut, disertai kembung dan begah. Ciri-ciri yang bisa dikenali pada anak sebenarnya cukup mudah, yakni mendadak rewel.

    “Kalau anaknya rewel kita harus periksa jangan-jangan cacingan,” kata dia.

    Pemberian obat cacing bisa menekan kemungkinan berkembang biak bahkan mati di dalam tubuh.

    Komplikasi akibat kecacingan relatif beragam.

    “Dia bisa menyumbat atau makin banyak, bisa saja penyumbatan di usus saluran empedu atau larva-nya bisa masuk ke paru-paru, apalagi basic-nya ada TBC paru kondisinya agak lebih berat, kalau tidak ditangani dengan baik, tentu bisa memicu kematian,” sambung dia.

    Hal senada juga diutarakan Prof Tjandra Yoga Aditama. Ketua Majelis Kehormatan Perhimpunan Dokter Paru Indonesia itu menyebut dampak kecacingan bahkan bisa terasa hingga ke paru.

    Dalam kondisi tersebut, pasien mengeluhkan gejala batuk, sesak napas, hingga suara mengi. Bahkan, pada kasus lebih berat, kemungkinan besar mereka mengalami nyeri dada, batuk darah, hingga risiko lebih serius yakni batuk keluar cacing.

    “Walaupun jarang, maka memang dapat timbul penyakit yang lebih berat, antara lain dalam bentuk pneumonia, cairan di paru (efusi pleura), paru yang kolaps (pneumotoraks). Lebih jarang lagi dapat terjadi keadaan yang disebut sindrom “Loeffler”, hipertensi paru dan bahkan gagal napas dalam bentuk ARDS dan lain-lain,” wanti-wantinya saat dihubungi terpisah.

    Pemeriksaan untuk mengidentifikasi kondisi tersebut biasanya melalui tes dahak, bronkoskopi dengan tehnik bronchoalveolar Lavage (BAL) dan pemeriksaan radiologi dalam bentuk ronsen toraks dan atau pemerikaan CT scan.

    “Pengobatannya adalah dengan obat antihelmintik, seperti albendazole, mebendazole, dan atau ivermectin, tentu selain pengobatan simtomatik dan suportif lainnya,” kata dia.

    Dalam kesempatan berbeda, pendiri dan Ketua Health Collaborative Center Dr dr Ray Wagiu, MKK, FRSPH menggambarkan kejadian balita di Sukabumi meninggal pasca kecacingan adalah pengingat belum terpenuhinya kesehatan sebagai hak ideologis setiap warga negara tanpa terbatas syarat administratif.

    Seperti diberitakan sebelumnya, Raya sempat kesulitan berobat dan tidak langsung mendapatkan penanganan yang tercover BPJS Kesehatan lantaran nihil kartu tanda penduduk (KTP) sebagai syarat kepesertaan.

    Dr Ray menilai perlu adanya penguatan aspek keadilan, proteksi pembiayaan, dan semakin banyaknya solidaritas komunitas.

    “Artinya, negara dan masyarakat perlu terus bergerak agar sistem jaminan dan pelayanan kesehatan makin inklusif, terutama untuk kelompok yang rentan,” beber dia.

    Dalam kasus Raya, bantuan lebih banyak terjadi saat solidaritas dari komunitas berperan. Namun, lebih banyak di daerah, dan belum menyasar secara nasional.

    “Dimensi solidaritas dan komunitas juga diingatkan lewat kejadian ini, Artinya solidaritas nasional belum inklusif. Kesehatan sebagai gotong royong masih banyak yang parsial belum merangkul yang paling pinggiran,” tuturnya.

    Mencegah kejadian yang sama, Dr Ray uang juga tergabung dalam Indonesia Health Development Center (IHDC) bersama eks Menteri Kesehatan RI Prof Nila Moeloek menilai perlu adanya penguatan layanan primer seperti di posyandu. Hal ini tidak lain demi bisa mendeteksi kasus-kasus tersebut lebih dini, agar lagi-lagi tidak terlambat ditangani.

    “Atau juga puskesmas agar bisa memastikan kasus-kasus klinis sederhana segera ditangani,” pungkasnya.

    Halaman 2 dari 3

    (naf/avk)

  • Kesalahan Umum Saat Masak Daging yang Bikin Gagal Sehat

    Kesalahan Umum Saat Masak Daging yang Bikin Gagal Sehat

    Jakarta

    Meski kelihatannya sepele, memasak daging dengan cara yang tidak benar bisa berdampak besar bagi kesehatan. Proses masak yang keliru bukan hanya mengurangi nilai gizi, tapi memicu risiko penyakit tertentu.

    Oleh karena itu, penting untuk mengetahui metode masak atau berbagai bahan yang bisa ditambahkan dalam olahan daging.

    Kesalahan saat Masak Daging

    Cara mengolah daging berperan krusial dalam menjaga nutrisi dan manfaatnya. Jangan sampai, daging yang seharusnya sehat dan bergizi justru berdampak buruk bagi kesehatan. Berikut ini beberapa kesalahan yang jangan dilakukan:

    1. Memakai Santan

    Pakar kesehatan masyarakat Universitas Airlangga, Lailatul Muniroh menuturkan pengolahan daging dengan cara memakai santan adalah kesalahan yang paling sering dilakukan. Menambahkan santan pada hidangan daging, khususnya potongan yang tinggi lemak, dapat memicu lonjakan kadar kolesterol jahat dalam tubuh.

    “Orang-orang cenderung mengonsumsi daging dalam jumlah banyak, terutama jeroan yang tinggi dalam kandungan kolesterol. Mereka sering memasaknya dengan cara tidak sehat, seperti digoreng atau menggunakan santan,” kata Muniroh dikutip dari laman resmi Unair.

    Pengolahan makanan dengan cara ditambahkan santan dapat meningkatkan jumlah lemak, yang berkaitan erat dengan peningkatan kadar kolesterol tubuh.

    2. Digoreng

    Sama halnya dengan penambahan santan, daging yang diolah dengan cara digoreng atau menggunakan banyak minyak dapat meningkatkan kadar lemak trans.

    Konsumsi lemak trans dikaitkan dengan berbagai risiko kesehatan serius seperti penyakit jantung, stroke, obesitas, hingga kanker. Penggunaan minyak berulang juga dapat meningkatkan kadar lemak trans di dalam daging.

    3. Dibakar hingga Gosong

    Spesialis gizi Dr dr Nurul Ratna Mutu Manikam, MGizi, SpKG menuturkan pengolahan daging merah yang tidak tepat, seperti dibakar hingga gosong, dapat meningkatkan risiko kanker. Pengolahan daging dengan suhu yang terlalu tinggi dapat mengeluarkan senyawa karsinogenik seperti Heterocyclic amines dan Polycyclic aromatic hydrocarbons sehingga berbahaya dikonsumsi, khususnya jangka panjang.

    “Jadi risiko kanker payudaranya naik, kanker lambung naik, kanker usus besar naik, kanker rektum juga naik. Itu nanti melalui saluran cerna sehingga dapat menyebabkan kanker di area yang terpajan. Misalnya tenggorokan, lambung, sampai usus besar,” kata dr Nurul ketika ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

    4. Diolah Terlalu Pedas

    Bagi pengidap GERD, daging yang diolah dengan santan dan pedas bisa menjadi pemicu kambuhnya gejala. Beberapa gejala yang mungkin muncul seperti heartburn, regurgitasi, nyeri ulu hati, kembung, sendawa, hingga sesak napas.

    Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menambahkan, tidur setelah makan daging bersantan dan pedas dapat memperparah gejalanya.

    “Kebiasaan langsung rebahan setelah makan daging akan memperparah gejala GERD. Ini bisa memicu heartburn pada 4 dari 5 pasien GERD,” ujarnya.

    Tips Makan Daging Agar Tetap Sehat

    Agar tetap aman, dr Nurul mengimbau konsumsi daging sebaiknya dilakukan secara moderat atau tidak berlebihan. Ia menyarankan konsumsi daging merah sekitar 350-500 gram setiap minggu.

    Sedangkan untuk pengolahan daging merah, ia lebih menganjurkan metode tumis, kukus, atau rebus. Menurutnya, metode tersebut relatif lebih aman dan sehat untuk daging merah.

    “Kalau misalnya masak sup, sup daging, sup merah, dengan kacang merah itu nggakpapa ya. Bikin empal asem, empal gentong nggakpapa. Tapi begitu dibakar di atas api langsung, itu menyebabkan risiko kankernya naik,” kata dr Nurul.

    Memadukan daging dengan sayur dan buah juga bisa dilakukan. Serat dalam buah dan sayur dapat meningkatkan kesehatan pencernaan dan mengurangi risiko gangguan metabolisme.

    Departemen pertanian Amerika Serikat, United States Department of Agriculture (USDA) telah menetapkan panduan resmi suhu internal minimal yang harus dicapai saat memasak daging. Panduan ini dibuat agar daging yang dimasak terhindar dari bakteri berbahaya seperti Salmonella, E.Coli, dan Listeria.

    Daging sapi, kambing, atau domba harus dimasak hingga suhu internal minimal mencapai 63 derajat celsius. Lalu diamkan selama 3 menit sebelum dimakan agar panas menyebar ke seluruh bagian daging dan membunuh sisa bakteri yang mungkin masih ada.

    Sedangkan untuk daging giling, suhu internal minimal yang harus dicapai adalah 71 derajat celsius.

    (avk/tgm)

  • Kemenkes Tunggu Undangan Dialog dengan Guru Besar, Dekan FK UI Bilang Gini

    Kemenkes Tunggu Undangan Dialog dengan Guru Besar, Dekan FK UI Bilang Gini

    Jakarta – Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyuarakan kekecewaannya terkait nihil dampak dari pertemuan berulang dengan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pernyataan ini disampaikannya menanggapi rencana Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) untuk hadir dalam dialog terbuka bila diundang para guru besar.

    Seperti diberitakan sebelumnya, aksi yang berlangsung Kamis (12/6/2025) di sejumlah fakultas kedokteran melibatkan lebih dari 300 guru besar. Protes soal melemahnya independensi kolegium hingga framing citra buruk dokter kembali mencuat.

    Para Guru Besar mengaku hilang kepercayaan kepada Menkes.

    “Rasanya kalau ke Pak Menkes, sudah bolak‑balik kita ketemu, tapi ya nihil hasilnya,” ungkap Prof Ari saat dikonfirmasi Sabtu (14/6).

    Prof Ari juga menyoroti pernyataan Menkes sebelumnya yang dinilai mendiskreditkan peran dokter, khususnya spesialis penyakit dalam yang semula dinilai tidak bisa seluruhnya memberikan layanan hemodialisis.

    Contoh Menkes mendiskreditkan spesialis konsultas ginjal hipertensi. Faktanya dari dulu KGH sudah mengajari internist untuk membantu HD dan masih berlangsung sampai sekarang para internist plus ini yg membantu HD di RSUD/RS tipe B/C,” tuturnya.

    Juru bicara Kemenkes RI, drg Widyawati, MKM, sebelumnya menegaskan kesiapan Kemenkes untuk hadir jika menerima undangan resmi dari pihak FKUI maupun guru besar lain.

    “Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang‑Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” tandas wanita yang akrab disapa Wiwid itu sebelumnya.

    Meski begitu, para guru besar memutuskan ingin langsung melakukan audiensi dengan Presiden RI Prabowo Subianto, alih-alih kembali membuka komunikasi dengan Menkes Budi.

    (naf/naf)

  • Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Dekan FKUI Bicara ‘Biang Kerok’ Bullying, Singgung soal Nihil Insentif

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH membenarkan bahwa bullying atau perundungan dalam pendidikan kedokteran nyata adanya. Menurutnya, ini terjadi karena kurangnya ‘apresiasi’ yang diberikan kepada para dokter.

    “Kenapa senior melakukan suatu tindakan (bullying) karena mereka itu merasa beban kerja berat. Itu terkait pelayanan rumah sakit, dan yang terpenting adalah tidak adanya insentif,” kata Prof Ari dalam sesi konferensi pers di FKUI Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Prof Ari menambahkan terkait insentif mahasiswa kedokteran yang bertugas di rumah sakit sebenarnya telah diatur dalam Undang-Undang No 20 Tahun 2013 tentang Pendidikan Kedokteran serta Undang-Undang 17 tahun 2023.

    “Disebutkan bahwa peserta didik spesialis dan sub-spesialis mendapatkan insentif oleh rumah sakit di mana mereka bekerja, tapi sampai saat ini itu masih wacana,” tegas Prof Ari.

    “Kalau itu saja bisa diatasi oleh pemerintah, rasanya tingkat bullying itu bisa semakin turun,” sambungnya.

    Untuk FKUI sendiri, Prof Ari menegaskan bahwa pihaknya tidak menoleransi segala bentuk perundungan yang dilakukan oleh mahasiswanya.

    “Sejak tahun 2018 kami sudah menyampaikan bahwa kami zero tolerance terhadap bullying. Kami tidak mentolerir siapapun pelakunya, apakah itu tenaga pendidikan, staf pengajar, atau senior misalnya dalam jenjang pendidikan,” kata Prof Ari.

    “Kami akan melakukan tindakan tegas terhadap para pelaku bullying,” tutupnya.

    (dpy/naf)

  • Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) terang-terangan menyatakan hilangnya kepercayaan pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Dekan FKUI, Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, merinci sejumlah kekecewaan dan alasan di balik kepercayaan kepada Menkes memudar.

    Suara mereka sebagai Guru Besar disebut tak lagi diindahkan. Tidak seperti masa-masa RUU Kesehatan Omnibus Law.

    “Kami tidak lagi diberi ruang berdialog secara konstruktif. Banyak kebijakan besar dikeluarkan tanpa melibatkan institusi akademik dan profesi kedokteran. Padahal kami sudah menyampaikan masukan sejak awal,” ujar Prof Ari saat ditemui di FK UI Salemba, Kamis (12/6/2025).

    Dulu Diundang, Kini Dikesampingkan

    Prof Ari mengungkapkan, di awal pembahasan RUU Kesehatan, para dekan fakultas kedokteran sempat diundang langsung oleh Menkes.

    “Awal-awal sebelum RUU itu, para dekan dua kali diundang langsung ke rumah beliau. Kami juga beberapa kali undang beliau di kegiatan asosiasi pendidikan kedokteran, baik online di Jakarta maupun langsung ke Surabaya,” tuturnya.

    Namun menurutnya, sejumlah masukan yang sudah disampaikan kala itu tidak pernah direspons secara serius. Salah satu contohnya adalah soal narasi bullying yang menurutnya terlalu dibesar-besarkan oleh Menkes.

    “Kita sudah kerja keras atasi bullying, dan kenyataannya tidak se-horor itu. Tapi framing beliau tetap begitu. Kami sudah ingatkan, tapi tetap dijadikan narasi,” tegasnya.

    Prof Ari juga menyesalkan pernyataan Menkes yang menyebut hanya orang kaya yang bisa sekolah kedokteran, dan spesialis hanya bisa ditempuh dengan ‘izin’ Menteri.

    “Itu tidak benar. Saya punya bukti. Ada anak petani di Bengkulu, namanya Iqbal, bisa masuk FKUI. Anak-anak Papua juga ada, 28 orang dikirim belajar spesialis di FKUI, 5 di antaranya sudah lulus. Mereka bukan anak pejabat,” ungkapnya.

    Kekecewaan Lain: Soal Kolegium dan Rumah Sakit Pendidikan

    Dekan FKUI juga menyinggung kebijakan Kemenkes yang menurutnya inkonsisten dalam implementasi. Salah satunya menyangkut keberadaan kolegium dan penunjukan Rumah Sakit Pendidikan sebagai Penyelenggara Utama (RSPPU) atau hospital based.

    “Katanya akan disebar, nyatanya tetap ditentukan Menkes. Bahkan satu kolegium bisa diisi 78 orang. RSPPU juga katanya tidak akan di tempat yang punya university based, tapi kenyataannya seperti RS Jantung Harapan Kita dan Cijendo tetap dipilih. Ini inkonsistensi,” beber Prof. Ari.

    Lebih lanjut, ia juga menyoroti narasi-narasi publik yang disampaikan Menkes, termasuk soal ukuran celana yang dianggap menyudutkan pasien dengan obesitas.

    “Pernyataan soal ‘celana ukuran 30’ itu bikin stres pasien saya. Kalau yang bilang netizen mungkin bisa dimaklumi, tapi ini Menteri Kesehatan. Narasi-narasi seperti itu kontraproduktif,” ucapnya.

    NEXT: Puncak kekecewaan Guru Besar kepada Menkes

    Puncak kekecewaan juga datang saat Kementerian Kesehatan tetap menutup akses pendidikan spesialis anestesi di RS Hasan Sadikin, Bandung.

    “Kami sudah bilang sejak dua bulan lalu, tolong buka akses itu. Tapi sampai sekarang tetap tidak berubah. Ini yang bikin kami makin kecewa,” tutup Prof. Ari.

    Menkes Budi Gunadi Sadikin belum berkomentar lebih lanjut hingga berita ini diturunkan. Namun dalam sejumlah forum sebelumnya, Menkes menegaskan bahwa reformasi sistem kesehatan, termasuk pendidikan kedokteran, dilakukan untuk meningkatkan akses dan pemerataan layanan di seluruh Indonesia.

    Sementara juru bicara Kemenkes RI drg Widyawati menyebut pihaknya terbuka bila para guru besar menginginkan diskusi atau forum terbuka yang dibuat secara transparan.

    “Perlu kami sampaikan bahwa Kemenkes telah mengundang forum tersebut untuk berdialog secara langsung, namun undangan tersebut tidak direspons secara positif,” ucapnya saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6).

    “Apabila forum guru besar berinisiatif mengundang, kami menyatakan kesiapan untuk hadir dan berdialog secara terbuka demi kepentingan bersama,” lanjutnya.

  • Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Respons Guru Besar FKUI soal Usulan Pencopotan Menkes

    Jakarta

    Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) sekaligus jubir Presiden Prabowo Subianto, Prasetyo Hadi, merespons munculnya usulan pencopotan Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Prasetyo mengatakan pihaknya telah mendengar aspirasi tersebut.

    “Nah itu bagian dari evaluasi-evaluasi kita tentu mendengarkan aspirasi dari masyarakat, terutama masyarakat kedokteran, teman-teman dokter kan adalah individu-individu atau insan-insan pilihan,” kata Prasetyo di kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat (23/5/2025).

    Menanggapi hal ini, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan reshuffle kabinet merupakan hak prerogatif Presiden Prabowo Subianto.

    Saat ditanya jika ke depannya benar-benar ada pergantian di kursi Menteri Kesehatan, Prof Ari menegaskan sosok baru yang mengisi tak harus berlatar belakang dokter.

    “Apabila Menteri tersebut bisa berkomunikasi dengan baik, bisa ngobrol dengan baik. Apa yang menjadi saran dari kami, itu diterima dan dilaksanakan, dan yang terpenting kita punya semangat yang sama,” kata Prof Ari di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Pada hari ini, Kamis (12/6/2025) sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) menggelar aksi ‘Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2’ di Aula FKUI di Gedung IMERI FKUI, Salemba, Jakarta Pusat.

    “Ketika seruan ini tidak memberikan perubahan, kami akan menyampaikan seruan berikutnya,” kata Prof Ari.

    “Sampai saat ini tidak ada pemikiran para guru besar ini untuk mogok. Sejatinya justru kami ingin anak-anak ini tetap sekolah. Kami tidak akan mogok kerja, mogok segala macam, kami cinta mahasiswa kami,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Awal Mula Protes Guru Besar FK UI hingga Sebut Tak Lagi Percaya Menkes

    Protes Kebijakan Menkes, Sejumlah Guru Besar FKUI Ingin Temui Prabowo

    Jakarta

    Sekitar 100 Guru Besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) kembali menyuarakan keresahan mereka terkait tata kelola kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin. Para guru besar menegaskan telah kehilangan rasa percaya ke Menkes, sehingga ingin berdialog dengan Presiden Prabowo Subianto.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti serta kebijaksanaan kolektif bangsa dalam mencapai tujuan program Asta Cita,” tulis pernyataan Guru Besar Indonesia Berseru Jilid 2 yang diterima detikcom.

    Salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH mengatakan pihaknya membuka pintu lebar-lebar jika Presiden Prabowo ingin berdiskusi dengan para akademisi.

    “Kami sangat berterima kasih kalau bapak Presiden mau bertemu dengan 372 guru besar. Kami mengidam-idamkan bertemu dengan pak Presiden langsung,” kata Prof Ari kepada awak media di FKUI, Salemba, Jakarta Pusat, Kamis (12/6/2025).

    Senada, Guru Besar FKUI Prof Dr dr Siti Setiati, SpPD-KGer, M.Epid, FINASIM mengatakan bahwa pihaknya sebelumnya telah mengirim surat langsung ke Presiden Prabowo.

    “Saya kira surat kami sudah sampai ya, karena sudah ada respons dari Istana, ‘Akan diperhatikan suara-suara dari guru besar itu sangat penting, akan kami perhatikan’,” kata Prof Siti.

    “Tapi baru sampai situ, belum ada lanjutannya. Itu yang kami tunggu sebetulnya, apakah kami dipanggil. Kalau bisa kita ngobrol deh dari hati ke hati, kami juga bisa memberikan penjelasan ke beliau (Prabowo) kenapa kami melakukan aksi seperti ini,” tutupnya.

    Terkait aksi protes para guru besar FKUI terkait tata kelola pelayanan kesehatan oleh Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin, Juru Bicara (Jubir) Kemenkes drg Widyawati mengatakan pihaknya bersedia jika pihak akademisi mengundang untuk berdialog.

    “Kemenkes sudah mengundang untuk dialog, namun menyayangkan tidak hadir. Kemenkes siap hadir kalau diundang oleh oleh mereka. Tata kelola kolegium merupakan amanat Undang-Undang Kesehatan. Mari kita semua mematuhi UU yang ada,” kata drg Widyawati saat dihubungi detikcom, Kamis (12/6/2025).

    (dpy/up)

  • Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Guru Besar FKUI Ramai-ramai Protes Menkes, Dekan Beberkan Posisi Wamenkes di Kampus

    Jakarta – Menyusul maraknya gelombang protes para guru besar Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) kepada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin, komunikasi dengan Wakil Menteri Kesehatan Dante Saksono jadi sorotan. Mengingat, Dante juga menjadi Guru Besar FKUI sejak Oktober 2022.

    Hal yang kemudian dipersoalkan adalah nihilnya komunikasi para Guru Besar FKUI dengan Wamenkes, sampai muncul seruan berjilid. Meski begitu, salah satu guru besar FKUI Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH menyebut komunikasi dengan Dante sebenarnya masih berjalan.

    Sayangnya, menurut Prof Ari beberapa hal yang diutarakan tidak lantas ditindak lebih lanjut. Terlebih, menurutnya posisi Dante sebagai Wamenkes tidak bisa memiliki wewenang lebih banyak.

    “Jadi betul memang Wamenkes guru besar, tapi terus terang ketika jadi Wamenkes itu freeze jabatan sebagai dosennya di-freeze. Beliau saat ini jabatan struktural sebagai Wamenkes,” terang Prof Ari dalam konferensi pers, Kamis (12/6/2025).

    “Apakah kami ada komunikasi dengan yang bersangkutan? Sering, tetapi pada kenyataannya kan narasi-narasi itu masih muncul, muncul dari Menkes. Jadi saya rasa saat Menkes-nya masih aktif, Wamenkes tidak banyak hal yang bisa dikerjakan,” lanjutnya.

    Seruan jilid II para Guru Besar FKUI menyoroti hilangnya kepercayaan mereka pada Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin. Pasalnya, hingga kini, mereka menilai tidak ada perbaikan yang dilakukan Menkes.

    “Kami tidak lagi dapat mengembalikan kepercayaan kami kepada Menteri Kesehatan untuk memimpin reformasi dan tata kelola kesehatan yang inklusif, adil, dan berlandaskan bukti,” demikian seruan jilid II di Salemba, yang dihadiri sekitar 100 guru besar FKUI.

    (naf/up)

  • Pakar UI Wanti-wanti Kebiasaan Makan Daging Seperti Ini Perburuk Gejala GERD

    Pakar UI Wanti-wanti Kebiasaan Makan Daging Seperti Ini Perburuk Gejala GERD

    Jakarta

    Berbagi daging kurban di momen Hari Raya Idul Adha menjadi momen istimewa, terutama bagi masyarakat yang jarang mengonsumsi daging. Namun, tetap perlu diingat, konsumsi berlebihan di balik kenikmatan tersebut, jelas berisiko. Salah satunya gangguan pencernaan yang patut diwaspadai, seperti GERD (Gastroesophageal Reflux Disease).

    Guru Besar Fakultas Kedokteran Indonesia (FK UI) yang juga spesialis penyakit dalam dari Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, mengingatkan konsumsi daging secara berlebihan, terutama dalam waktu singkat, bisa memicu timbulnya GERD. Gangguan ini muncul akibat aliran balik isi lambung ke kerongkongan yang menimbulkan sensasi panas di dada (heartburn), regurgitasi, hingga rasa pahit di mulut.

    “Lemak yang berlebihan dapat memperlambat pengosongan lambung dan melemahkan katup lambung-kerongkongan, sehingga isi lambung naik kembali,” jelas Prof Ari, dalam keterangannya, Minggu (8/6/2025).

    GERD kini semakin sering ditemukan di masyarakat, seiring perubahan gaya hidup. Berdasarkan pengamatan di rumah sakit, sekitar 20 persen pasien yang datang dengan keluhan maag ternyata mengalami GERD, terlihat dari hasil endoskopi saluran cerna atas.

    Selain heartburn dan regurgitasi, mereka dengan kondisi GERD bisa mengalami gejala lain seperti nyeri ulu hati, kembung, sering sendawa, hingga keluhan yang menyerupai penyakit jantung. Bahkan, asam lambung yang naik juga dapat menyebabkan batuk kronis, sesak napas, radang tenggorokan, dan keluhan pada gigi.

    Lebih lanjut, Prof Ari menyoroti kebiasaan yang memperburuk risiko GERD saat Idul Adha. Misalnya, menyantap daging berlemak yang dimasak dengan santan atau bumbu pedas, serta langsung tidur setelah makan.

    “Kebiasaan langsung rebahan setelah makan daging akan memperparah gejala GERD. Ini bisa memicu heartburn pada 4 dari 5 pasien GERD,” ujarnya.

    Agar tetap bisa menikmati daging kurban tanpa risiko GERD, Prof Ari membagikan beberapa tips penting:

    Konsumsi daging secukupnya, tidak berlebihan dalam satu waktuSertakan sayur dan buah dalam menu makanHindari konsumsi bersamaan antara daging dan jeroan (usus, otak, hati, paru, limpa).Jangan tidur minimal dua jam setelah makanHindari makanan dan minuman pemicu GERD lainnya termasuk makanan asam, pedas, kopi, soda, alkohol, cokelat, dan keju.

    “Lemak dan protein tetap penting untuk tubuh, tetapi perlu dikonsumsi dengan bijak. Jangan sampai kenikmatan sesaat justru berujung keluhan kesehatan,” pungkas Prof Ari.

    (naf/up)

  • Ini yang Terjadi pada Tubuh saat Makan Ayam Tiren

    Ini yang Terjadi pada Tubuh saat Makan Ayam Tiren

    Jakarta

    Di balik tubuh kekar dan otot-otot berurat para atlet binaraga Malang, tersimpan kisah pilu tentang perjuangan bertahan di tengah anggaran minim.

    Demi memenuhi asupan protein untuk meningkatkan massa otot jelang Pekan Olahraga Provinsi (Porprov) Jatim, mereka terpaksa mengonsumsi ayam mati kemarin (tiren). Padahal mengonsumsi ayam yang sudah ‘rusak’ sangat berisiko untuk kesehatan.

    Apa yang Terjadi Pada Tubuh Jika Makan Ayam Tiren?

    Spesialis penyakit dalam dari Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, menjelaskan, mengonsumsi makanan yang sudah rusak, termasuk ayam tiren, sangat berisiko bagi kesehatan. Pasalnya, makanan tersebut berpotensi tercemar mikroorganisme, seperti bakteri, parasit, maupun jamur.

    Menurut Prof Ari, konsumsi makanan yang telah terkontaminasi dapat memicu berbagai gangguan kesehatan serius, terutama infeksi pada saluran pencernaan atau infeksi usus.

    “Infeksi usus itu bisa macam-macam, bisa dalam bentuk gejala muntah dan mencret BAB,” ungkapnya saat dihubungi detikcom, Selasa (6/5/2025).

    “Bisa juga infeksi usus dalam bentuk demam tifus, demam tifus itu juga bisa,” katanya lagi.

    Tak hanya itu, dokter yang menjabat sebagai dekan FKUI tersebut juga turut menyoroti bahaya lain yang mengintai dari makanan rusak, terutama jika makanan tersebut mengandung bahan kimia berbahaya seperti formalin atau pengawet.

    Ia mengatakan, penggunaan zat-zat ini kadang masih dilakukan demi mempertahankan tampilan segar pada produk makanan, padahal sangat berisiko bagi kesehatan.

    Spesialis penyakit dalam, dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH, juga mengingatkan bahaya di balik konsumsi ayam tiren. Ia menegaskan ayam tiren atau ayam yang mati bukan karena disembelih secara layak, berisiko membawa berbagai penyakit yang dapat membahayakan kesehatan.

    Berbeda dengan ayam potong yang berasal dari ayam sehat dan diproses sesuai prosedur, ayam tiren kerap tidak jelas penyebab kematiannya. Bisa saja ayam tersebut mati karena sakit, stres, atau bahkan terinfeksi penyakit menular yang berbahaya.

    “Sebaiknya ayam tiren dilarang dikonsumsi,” ujarnya dalam kesempatan berbeda, Rabu (7/5).

    NEXT: Bagaimana Nutrisi Ayam Tiren?

    Apakah Nutrisi Ayam Tiren Masih Ada?

    Di sisi lain, pakar gizi komunitas Dr dr Tan Shot Yen, M.Hum, mengatakan nutrisi pada ayam bangkai ini sudah tidak ada. Alih-alih nutrisi, justru ayam bangkai tersebut mengandung banyak bakteri.

    Menurut dr Tan, daripada memaksakan mengonsumsi ayam bangkai demi nutrisi yang justru tidak ada, dirinya menyarankan kepada para atlet untuk mencoba makan telur.

    “Ayam busuk sering terkontaminasi oleh bakteri seperti Salmonella, Campylobacter, dan E. coli, yang dapat menyebabkan keracunan makanan dengan gejala seperti mual, muntah, diare, kram perut, dan demam,” kata dr Tan kepada detikcom, Rabu (7/5).

    “Telur jauh lebih murah, mengandung protein lebih banyak dengan harga yang sama, dibanding semua jenis protein hewan lain,” tutupnya.