Tag: Ari Fahrial Syam

  • Mengapa Sumbatan Usus Bisa Picu Fatal hingga Kematian? Dokter Bilang Gini

    Mengapa Sumbatan Usus Bisa Picu Fatal hingga Kematian? Dokter Bilang Gini

    Jakarta

    Belakangan ini ramai diberitakan mengenai meninggalnya ayah YouTuber Jerome Polin, yakni Marojahan Sintong Sijabat. Ia diketahui meninggal dunia akibat kondisi sumbatan usus yang dideritanya.

    Menurut sang istri, Chrissie, Marojahan sempat mengeluhkan nyeri perut hebat seperti melilit. Ia awalnya dibawa ke IGD rumah sakit terdekat, namun kemudian dirujuk ke National Hospital Surabaya untuk mendapatkan penanganan lebih lanjut. Hasil CT scan menunjukkan adanya sumbatan pada usus yang disebabkan oleh gumpalan darah beku.

    Di luar kasus tersebut, dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam mengungkapkan sumbatan usus ini termasuk kondisi yang darurat yang bisa berujung fatal. Kondisi ini dapat berpengaruh pada sistem pencernaan.

    “Sumbatan usus atau istilah medisnya ileus obstruksi yaitu suatu keadaan kedaruratan, di mana kondisi usus tersumbat sehingga anus tidak ada cairan dan kotoran yang keluar dari anus pasien tersebut,” jelas Prof Ari saat dihubungi detikcom, Minggu (2/11/2025).

    “Ini memang suatu kondisi emergensi, jadi harus segera ditangani. Kalau tidak, dia (usus) akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditangani,” sambungnya.

    Prof Ari menjelaskan bahwa sumbatan usus merupakan kondisi yang cukup umum terjadi. Namun, dengan diagnosis yang tepat dan penanganan medis yang cepat, pasien umumnya masih dapat diselamatkan.

    Kondisi ini juga biasanya disertai gejala seperti perut kembung, begah, mual, dan muntah hebat, dalam beberapa kasus, muntahan bahkan bisa menyerupai kotoran feses. Pasien juga biasanya mengalami nyeri perut yang sangat menyiksa.

    Menurut Prof Ari, kondisi ini dapat disebabkan oleh berbagai faktor, seperti kanker usus, tumor, perlengketan pascaoperasi, maupun penumpukan kotoran yang tidak bisa keluar dari saluran pencernaan.

    “Kemudian biasanya juga ini bahkan saya pernah ada satu kasus pasien sumbatan karena kotoran yang tidak keluar, terlalu keras, terlalu padat, yang terus menerus bertahan sehingga akhirnya menyumbat. Kebetulan pada yang biasanya ada pasien-pasien yang memang punya masalah mobilisasi, jadi dia tidak bisa bergerak, ketahui sehingga bisa tersumbat seperti itu,” terang Prof Ari.

    “Atau juga bisa karena adanya gangguan pembuluh darah, sumbatan misalnya pada pembuluh darah yang menuju ke usus tersebut sehingga ususnya tersebut relatif ini tidak bergerak. Begitu ya untuk waktu tentu dan sehingga terjadi sumbatan tersebut,” pungkasnya.

    Untuk menanganinya, jelas harus dioperasi. Dokter akan melakukan tindakan laparatomi untuk menghilangkan sumbatan tersebut.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video Data WHO: 3 Juta Orang Tewas dalam 10 Terakhir karena Tenggelam”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/suc)

  • Begini Gejala Keracunan Massal MBG Akibat Kontaminasi Bakteri di Bandung Barat

    Begini Gejala Keracunan Massal MBG Akibat Kontaminasi Bakteri di Bandung Barat

    Jakarta

    Sebanyak 1.333 orang lebih menjadi korban keracunan akibat Makan Bergizi Gratis (MBG) di Kabupaten Bandung Barat (KBB). Keracunan tersebut terungkap disebabkan oleh bakteri salmonella dan bacillus cereus.

    Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi menyampaikan bahwa bakteri ditemukan dari sampel makanan program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang diperiksa tim laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dikutip Antara, Minggu (28/9/2025).

    Dikutip dari Mayo Clinic, infeksi Salmonella (salmonellosis) adalah penyakit bakteri yang umum menyerang saluran pencernaan. Bakteri Salmonella biasanya hidup di usus hewan dan manusia, lalu dikeluarkan melalui tinja. Manusia paling sering terinfeksi melalui makanan atau air yang terkontaminasi.

    Sebagian orang dengan infeksi Salmonella tidak mengalami gejala apa pun. Namun, kebanyakan akan mengalami diare, demam, dan kram perut dalam waktu 8 hingga 72 jam setelah terpapar. Pada orang yang sehat, kondisi ini biasanya membaik dalam beberapa hari hingga satu minggu tanpa perlu pengobatan khusus.

    Dalam beberapa kasus, diare dapat menyebabkan dehidrasi berat dan membutuhkan penanganan medis segera. Komplikasi yang mengancam jiwa juga bisa muncul bila infeksi menyebar ke luar usus.

    Sementara bacillus cereus (B. cereus) adalah organisme mikroskopis yang melepaskan racun berbahaya. Bakteri ini dapat menyebabkan keracunan makanan (B. cereus usus) atau gangguan kesehatan yang lebih serius (B. cereus non-usus). Dikutip dari Cleveland Clinic, sebagian besar kasus keracunan makanan pulih dalam 24 jam. Namun, risiko komplikasi lebih tinggi pada individu dengan sistem kekebalan tubuh yang lemah atau terganggu.

    Bacillus cereus usus umumnya terjadi akibat konsumsi makanan yang dibiarkan pada suhu ruangan. Keracunan makanan tetap dapat terjadi meskipun makanan tersebut sudah dipanaskan kembali.

    B. cereus usus membentuk spora yang mampu melepaskan racun. Pada suhu ruangan, spora ini dapat berkembang biak. Ketika spora tersebut masuk ke dalam tubuh melalui makanan, racunnya dapat memicu muntah atau diare.

    Senada, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH juga mengatakan bakteri Salmonella sp memiliki masa inkubasi 12 hingga 24 jam atau kurang dari 48 jam.

    Bila tidak ditangani lebih lanjut, bakteri Salmonella sp bisa menyebabkan infeksi saluran cerna yang dikenal sebagai salmonellosis, dengan gejala diare, demam, mual, muntah, dan kram perut.

    Menurut Prof Ari, kontaminasi bisa terjadi sejak proses penanganan bahan baku, pengolahan, hingga distribusi makanan.

    Sementara bakteri bacillus cereus, umumnya ditemukan pada susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi satu hingga lima jam.

    “Pasien dengan keracunan kuman ini umumnya datang dengan muntah-muntah dan diare,” bebernya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/up)

    Gaduh Keracunan MBG

    18 Konten

    Ribuan anak sekolah dilaporkan mengalami keracunan usai menerima Makan Bergizi Gratis (MBG). Apa saja kemungkinan penyebabnya, dan bagaimana mencegahnya di kemudian hari?

    Konten Selanjutnya

    Lihat Koleksi Pilihan Selengkapnya

  • Kata Dekan FK UI soal Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Kata Dekan FK UI soal Bakteri ‘Biang Kerok’ Keracunan Massal MBG di Bandung Barat

    Jakarta

    Kasus keracunan massal makan bergizi gratis di Bandung Barat menjadi insiden yang paling disorot lantaran jumlahnya mencapai ribuan siswa dalam kurang dari sepekan.

    Berdasarkan investigasi awal, bakteri Salmonella sp diduga menjadi penyebab utama anak-anak jatuh sakit. Kepala Unit Pelaksana Teknis Daerah (UPTD) Labkesda Dinas Kesehatan Jawa Barat dr Ryan Bayusantika Ristandi mengungkap hasil pemeriksaan di laboratorium.

    “Hasil pemeriksaan kami menunjukkan adanya bakteri pembusuk, yakni Salmonella dan Bacillus cereus yang berasal dari komponen karbohidrat dalam makanan,” kata Ryan, dikutip dari Antara, Senin (29/9/2025).

    Menurutnya, salah satu penyebab utama kontaminasi, adalah rentang waktu penyiapan hingga penyajian makanan yang terlalu lama, sampai memungkinkan bakteri berkembang biak.

    “Jika makanan disimpan pada suhu ruang lebih dari enam jam, apalagi tanpa pengontrolan suhu yang tepat, risiko tumbuhnya bakteri sangat tinggi,” ujarnya.

    Dekan FK UI Soroti Bakteri

    Bakteri Salmonella sp termasuk salah satu dari sedikitnya tiga bakteri paling umum pemicu keracunan makanan, selain escherichia colo (E Coli), hingga campylobacter spp.

    “Pasien dengan keracunan kuman ini umumnya datang dengan muntah-muntah dan diare,” beber Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI), Prof Dr dr Ari Fahrial Syam, SpPD-KGEH, dalam keterangannya, Minggu (28/9/2025).

    Menurutnya bakteri Salmonella sp memiliki masa inkubasi 12 hingga 24 jam atau kurang dari 48 jam.

    “Salmonella adalah bakteri yang umum ditemukan pada bahan pangan seperti telur dan daging unggas, terutama jika tidak dimasak dengan sempurna,” lanjut Prof Ari.

    Bila tidak ditangani lebih lanjut, bakteri Salmonella sp bisa menyebabkan infeksi saluran cerna yang dikenal sebagai salmonellosis, dengan gejala diare, demam, mual, muntah, dan kram perut.

    Menurut Prof Ari, kontaminasi bisa terjadi sejak proses penanganan bahan baku, pengolahan, hingga distribusi makanan.

    “Kalau telur atau ayam tidak dimasak sampai matang, maka bakterinya tidak mati. Ini sangat berisiko jika disajikan dalam jumlah besar,” jelasnya.

    Sementara bakteri bacillus cereus, umumnya ditemukan pada susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi satu hingga lima jam.

    Adapun bakteri lain yang perlu diwaspadai menurutnya terkait makanan adalah:

    Clostridium perfringens, biasa berada di daging sapi, unggas, kacang-kacangan, kuah daging, kepiting, kerang yang tidak dimasak atau dihangatkan kembali dengan benar.

    Clostridium botulinum umumnya ada pada makanan kaleng yang tidak diolah dan disimpan dengan benar.

    “Penyajian makanan yang seharusnya tetap dipertahankan di atas 65 derajat celcius, sementara untuk memanaskan makanan wajib berada di atas 85 derajat celcius,” pesan dia.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Terungkap Biang Kerok yang Bikin MBG Cepat Basi hingga Picu Keracunan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Dekan FKUI Minta Tak Remehkan Keracunan Makanan, Efeknya Bisa Fatal

    Dekan FKUI Minta Tak Remehkan Keracunan Makanan, Efeknya Bisa Fatal

    Jakarta

    Keracunan makanan bukan hal sepele, Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menekankan kemungkinan masalah pencernaan kronis di kemudian hari saat kasusnya berulang.

    Bila tidak segera ditangani, keracunan makanan juga bisa berujung fatal. Makanan sebagai suatu zat gizi disebutnya memiliki nilai kesehatan, tetapi bisa berimbas sebaliknya saat. ternyata mengandung racun.

    “Racun yang terdapat pada makanan bisa berasal dari makanan itu sendiri atau dari makanan yang tercemar oleh kuman yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya keracunan,” jelas Prof Ari dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Minggu (28/9/2025).

    Makanan yang dikonsumsi sehari-hari bisa tercemar bakteri, virus, maupun parasit. Sejumlah orang perlu mewaspadai keluhan gejala klinis yang umumnya muncul pasca keracunan seperti berikut:

    mualmuntahdiarerasa kolik pada perutdemam

    Pasalnya, bila hal ini terus berlanjut, ada risiko terjadinya dehidrasi dan masalah keseimbangan elektrolit. Terlebih, bila keracunan dilaporkan pada pasien dengan penyakit kronis, bisa berdampak fatal.

    Prof Ari merinci sejumlah bakteri pemicu keracunan yang berasal dari pengolahan makanan kurang baik.

    Staphylococcus aureus, menjadi bakteri yang memicu keracunan saat daging tidak didinginkan dengan baik, dengan masa inkubasi 2 hingga 6 jam.Bacillus cereus, umumnya ditemukan pada susu dan nasi goreng yang dibiarkan terlalu lama dalam suhu ruang, bakteri tersebut memiliki masa inkubasi satu hingga lima jam.Clostridium perfringens, biasa berada di daging sapi, unggas, kacang-kacangan, kuah daging, kepiting, kerang yang tidak dimasak atau dihangatkan kembali dengan benar.Salmonella sp berada di telur, unggas yang dimasak kurang matang.Clostridium botulinum umumnya ada pada makanan kaleng yang tidak diolah dan disimpan dengan benar.

    Prof Ari juga menyoroti titik kritis penyajian makanan yang seharusnya tetap dipertahankan di atas 65 derajat celcius, sementara untuk memanaskan makanan wajib berada di atas 85 derajat celcius.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/naf)

  • Banyak Pria Dewasa di RI Dihantui Kanker Usus, Kemenkes Buka Data

    Banyak Pria Dewasa di RI Dihantui Kanker Usus, Kemenkes Buka Data

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) mengatakan per 17 September 2025 sudah ada 32 juta masyarakat yang telah mendaftar cek kesehatan gratis (CKG). Salah satu penyakit yang paling banyak ditemukan di program ini adalah kanker usus.

    Direktur Jenderal Kesehatan Primer dan Komunitas Kemenkes Maria Endang Sumiwi mengatakan sekitar 24 persen dari dewasa berusia 45 tahun ke atas yang telah mengikuti CKG berisiko terkena kanker usus.

    “Kanker usus risikonya cukup tinggi, 24,2 persen pada populasi tertentu yaitu di atas 45 tahun laki-laki ya yang kami periksa,” kata Maria Endang di Kantor Badan Komunikasi Pemerintahan, Jakarta Pusat, Kamis (18/9/2025).

    Apa Pemicu Kanker Usus?

    Kanker usus atau kanker kolorektal adalah kanker yang berkembang di usus besar (kolon) atau rektum. Penyakit ini menjadi salah satu penyumbang angka kematian tertinggi di Indonesia.

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof dr Ari Fahrial Syam, SpPD mengatakan gaya hidup yang kurang baik menjadi faktor penyebab munculnya kondisi ini.

    “Orang kan sekarang sering pegang gadget, jadi malas bergerak, pola makan steak, daging, beef steak kan ada di mana-mana, terlebih juga kurang makan sayur. Sekarang bukan hanya 60 tahun ke atas, tetapi usia 20 mulai ada yang terkena kanker kolorektal, dan usia 30, 40 tahun, sudah umum,” tutur Prof Ari saat ditemui detikcom beberapa waktu lalu.

    “Dan faktor risiko lainnya, di kita masih banyak yang merokok, satu dari tiga orang dewasa merokok, obesitas tinggi, menyebabkan kanker kolorektal (usus besar) cenderung semakin muda,” lanjutnya.

    Menurut Prof Ari, kanker usus besar memang seringkali tidak menimbulkan gejala di awal. Hal ini membuat tenaga medis banyak menemukan kasus kanker usus yang sudah stadium lanjut.

    “Biasanya kalau sudah muncul gejala itu sudah stadium lanjut. Proporsi usia muda kena kanker sekarang sudah hampir 50:50,” beber Prof Ari.

    Gejala yang kerap tidak disadari adalah sulitnya buang air besar, perdarahan saat BAB, hingga muncul benjolan tumor.

    “Itu makanya pentingnya skrining. Makanya kita minta pemerintah segera melakukan skrining massal yang juga berkaitan dengan kolorektal skrining,” pungkas dia.

    (dpy/naf)

  • Lagi! Balita Keluarkan Cacing dari Mulut dan Hidung di Bengkulu

    Lagi! Balita Keluarkan Cacing dari Mulut dan Hidung di Bengkulu

    Jakarta

    Balita di Seluma, Bengkulu, bernama Khaira Nur Sabrina, baru-baru ini disorot setelah mengeluarkan cacing gelang dari mulut dan hidung. Balita tersebut akhirnya dirujuk ke RSUD M Yunus dan kini tengah mendapatkan perawatan intensif.

    Kepala Dinas Kesehatan Kabupaten Seluma, Rudi Syawaludin mengatakan, kondisi pasien Khaira Nur Sabrina (1,8) cukup memprihatinkan. Selain bobot tubuhnya kecil dan tidak normal, balita ini juga didiagnosa mengalami penyakit paru-paru.

    “Pasien Khaira kita rujuk ke Rumah Sakit Umum Daerah Bengkulu agar mendapat perawatan medis yang lengkap dan bisa mengembalikan kondisi pasien menjadi cepat pulih,” kata Rudi, Rabu (16/9/2025), dikutip dari detiksumbagsel.

    Rudi menjelaskan, pihak Rumah Sakit Daerah Tais telah melakukan berbagai pemeriksaan pada pasien. Dari hasil pemeriksaan tubuh pasien, pasien mengalami anemia, leukosit tinggi, dan gula darah mencapai 270. Selain itu, dari hasil rontgen juga ditemukan larva di paru-paru pasien.

    “Dari hasil pemeriksaan kesehatan itulah akhirnya pasien kita rujuk ke RSUD M Yunus Bengkulu,” jelas Rudi.

    Tak hanya itu, kakak pasien yakni Aprillia (4) ternyata juga didiagnosa mengidap penyakit cacingan. Kakaknya tersebut juga mendapat perawatan intensif di rumah sakit.

    “Kakak pasien yakni Aprillia juga akan kita rujuk ke RSUD Bengkulu karena memiliki penyakit yang sama,” ucap Rizal.

    Diberitakan sebelumnya, dinas terkait sudah melakukan pengecekan ke rumah pasien di Desa Sungai Petai. Mereka menemukan kondisi rumah yang tidak layak huni.

    “Rumah hanya beralas tanah dan dinding papan sudah dalam kondisi rusak. Bahkan banyak kotoran ayam di sekitar rumah,” kata dia.

    Bagaimana Cacing Bisa Terus Berkembang Biak dalam Tubuh?

    Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam beberapa waktu lalu menjelaskan pada kasus cacing gelang atau Ascaris, bila tidak segera diobati, cacing tersebut akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam usus seseorang. Tak jarang, kondisi ini membuat cacing ikut keluar bersama feses saat buang air besar, bahkan bisa muncul lewat muntahan.

    “Pada kasus ini cacing gelang, ascaris, kalau tidak diobati memang itu akan bertelur dan memperbanyak diri di dalam tubuh, dalam usus seseorang,” sorotnya, saat dihubungi detikcom Rabu (20/8/2025).

    Sebagai catatan, penyebaran cacing saat berkembang biak memang bisa ‘bermigrasi’ ke organ lain, alias tidak hanya di usus.

    Larva cacing disebutnya memungkinkan mengalir ke paru-paru yang menyebabkan masalah di bagian tersebut. Dalam beberapa kasus, cacing juga ditemukan mampu naik ke atas ke saluran empedu.

    Bila hanya di usus halus, pasien umumnya kerap merasakan tidak nyaman di bagian perut, disertai kembung dan begah. Ciri-ciri yang mudah dikenali pada anak sebenarnya cukup mudah, yakni perilaku rewel.

    “Kalau anaknya rewel kita harus periksa jangan-jangan cacingan,” kata dia.

    Pemberian obat cacing bisa menekan kemungkinan berkembang biak bahkan mati di dalam tubuh.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Kemensos Ambil Pelajaran dari Kasus Meninggalnya Balita Raya”
    [Gambas:Video 20detik]
    (suc/up)

  • Dekan FK UI Minta Mahasiswa-Alumni Bijak Bermedsos: Jaga Sikap, Jangan Terprovokasi

    Dekan FK UI Minta Mahasiswa-Alumni Bijak Bermedsos: Jaga Sikap, Jangan Terprovokasi

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia Prof Dr dr Ari Fahrial Syam SpPD, KGEH, MMB mengimbau seluruh mahasiswa, dosen, tenaga pendidikan, hingga alumni FK UI untuk menjaga suasana tetap kondusif pasca penjarahan dilaporkan terjadi di sejumlah titik. Prof Ari juga meminta untuk tidak mudah terprovokasi dengan informasi yang belum diketahui jelas kebenarannya.

    Seluruh warga FK UI juga alumni disarankan untuk menyaring informasi terlebih dahulu sebelum membagikan kabar tersebut.

    “Pastikan kebenarannya dan hindari penyebaran hoaks, provokasi, atau ujaran kebencian yang dapat memecah belah,” saran Prof Ari dalam imbauan resminya, yang diterima detikcom Senin (1/9/2025).

    Ia mengingatkan agar menggunakan media sosial sebagai alat untuk menyebar informasi positif dan membangun. Di sisi lain, ia menilai penting untuk saling menguatkan satu sama lain.

    Dalam hal ini, menjaga moral dan mendengarkan dengan empati.

    “Mengingat situasi saat ini, kami mengajak seluruh warga dan alumni untuk tetap menjaga suasana yang kondusif, harmonis, dan penuh persaudaraan. Menjaga sikap, perilaku, ucapan, serta bijak bermedia sosial,” tuturnya.

    “Jadikan FK UI sebagai Rumah Kita yang teduh. Kami percaya, dengan semangat kebersamaan dan kedewasaan, kita dapat melewati kesulitan dengan baik dan memberikan kontribusi positif bagi kemajuan bangsa,” tandasnya.

    Sebagai penutup, Prof Ari meminta seluruh warga UI fokus pada tanggung jawab masing-masing, baik dalam menuntut ilmu, mengajar, juga melayani.

    (naf/kna)

  • Dekan FK UI Minta Mahasiswa-Alumni Bijak Bermedsos: Jaga Sikap, Jangan Terprovokasi

    Kata Dekan FK UI soal Menkes Sebut Kematian Balita Sukabumi Bukan karena Cacingan

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam SpPD-KGEH, MMB buka suara soal pernyataan Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin terkait kasus cacingan yang menimpa Raya, balita di Sukabumi.

    Menkes sebelumnya menegaskan pemicu utama kematian Raya tidak terkait cacingan, melainkan kemungkinan infeksi lain seperti meningitis, atau tuberkulosis (TBC). Mengingat, Raya juga memiliki riwayat batuk berdahak selama tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

    Menurut Prof Ari yang juga dokter spesialis penyakit dalam, cacingan sebetulnya juga termasuk infeksi, yakni infeksi parasit. Bila dilihat dari riwayat perjalanan klinis Raya, tenaga medis saat itu sempat mengeluarkan cacing dari hidungnya yang menandakan ada kemungkinan penyumbatan sudah sampai ke saluran napas.

    “Apalagi dikeluarkan sampai 1 kllogram, itu artinya sudah menyumbat saluran ususnya, pencernaannya, sehingga terjadi suatu penyumbatan yang menimbulkan infeksi pada anak tersebut yang bertambah berat, infeksi parasit menyumbat menjadi infeksi sekunder dan bisa saja menyebabkan pasien sepsis, pasien tidak sadar,” tutur dia.

    “Atau bisa juga larvanya menyebar ke otak yang membuat pasien tidak sadar,” lanjutnya.

    Berbeda halnya dengan TBC, menurut Prof Ari, kasus TBC murni jarang sekali yang bisa memicu sepsis. Jenis batuknya juga tidak selalu berdahak.

    “Ascariasis atau cacing gelang bisa menyebabkan meningoensefalitis dan gangguan kesadaran karena larva cacing bisa masuk ke sistem saraf pusat,” sorot Prof Ari.

    Sebelumnya diberitakan, Menkes Budi menegaskan kematian Raya tidak disebabkan langsung oleh cacingan. Meski dari tubuh bocah tersebut ditemukan lebih dari satu kilogram cacing gelang, penyebab kematian utama adalah infeksi lain.

    “Yang bersangkutan meninggal bukan karena cacingan. Kematian disebabkan oleh infeksi,” beber Budi saat ditemui di Kampus Unpad Dipatiukur, Bandung, Jumat (22/8/2025).

    Budi menjelaskan, infeksi yang dialami Raya diduga berkaitan dengan penyakit yang sudah diidapnya cukup lama. Salah satunya, batuk berdahak selama sekitar tiga bulan yang tidak kunjung sembuh.

    “Infeksinya bisa karena meningitis, masih dugaan. Bisa juga karena TBC. Karena selama tiga bulan dia terus-menerus batuk berdahak, tubuhnya melemah, dan kemudian bakterinya menyebar ke seluruh tubuh. Dalam istilah medis disebut sepsis,” jelasnya.

    (naf/kna)

  • Sorotan Para Guru Besar soal Independensi Kolegium Kedokteran di Balik Deklarasi MGBKI

    Sorotan Para Guru Besar soal Independensi Kolegium Kedokteran di Balik Deklarasi MGBKI

    Jakarta

    Para guru besar ilmu kedokteran dari berbagai universitas di Indonesia resmi mendeklarasikan berdirinya Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI). Deklarasi digelar di Aula IMERI Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Salemba, Jakarta, Jumat (22/8/2025), dihadiri sekitar 100 guru besar. Secara keseluruhan, lebih dari 300 guru besar kedokteran telah tergabung dalam wadah ini.

    Ketua MGBKI, Prof Budi Iman Santoso, menyebut lahirnya majelis bak tonggak sejarah. MGBKI dimaksudkan menjadi forum komunikasi resmi antar-guru besar kedokteran di seluruh Indonesia, sekaligus wadah untuk memberi masukan kebijakan berbasis data ilmiah kepada pemerintah dan para pemangku kepentingan.

    “Sebagai pemegang amanah yang ditunjuk sebagai ketua MGBKI, izinkan saya menegaskan tiga pesan utama. Wadah ini lahir bukan karena fasilitas, tapi karena panggilan hati dan tanggung jawab moral para guru besar sekalian,” ucap Prof. Budi.

    Menurutnya, independensi akan menjadi prinsip utama MGBKI. “Keputusan yang kita hasilkan tentu tercatat dalam sejarah. Kita akan membuat AD/ART yang menjadi acuan, dan tentu saja kita harus patuh pada ketentuan itu,” sambungnya.

    Soroti Independensi Kolegium Kedokteran

    Salah satu isu yang langsung disoroti MGBKI adalah independensi kolegium kedokteran. Menurut para guru besar, kolegium seharusnya tidak tunduk pada kepentingan politik atau kelompok tertentu, melainkan berorientasi pada kepentingan bangsa serta mutu pendidikan kedokteran.

    “MGBKI mendorong adanya payung hukum yang jelas dan kuat bagi kolegium, sehingga keberadaannya diakui secara formal sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab menjaga kualitas pendidikan dan profesi kedokteran Indonesia sesuai standar global,” tegasnya.

    Polemik mengenai kolegium sebelumnya mencuat setelah pemerintah membentuk beberapa kolegium tanpa melibatkan guru besar secara penuh. Dekan FK UI, Prof Ari Fahrial Syam, sempat mempertanyakan transparansi mekanisme pemilihan yang dinilai sarat intervensi.

    “Wajar kalau kami menanyakan, ini benar nggak nih kolegium yang sekarang?” ucap Prof. Ari.

    Tantangan Kebijakan: 300 Fakultas Kedokteran Baru

    MGBKI juga memberi catatan kritis terhadap rencana pemerintah mendirikan 300 fakultas kedokteran (FK) baru untuk menjawab masalah kekurangan jumlah dokter. Prof Budi menilai, kebijakan ini menyimpan tantangan besar, terutama terkait kebutuhan tenaga pendidik dan standar kualitas lulusan.

    “Seperti membangun rumah, itu harus ada fondasinya. Pertama, standar input harus dipenuhi. Kedua, proses pendidikannya harus benar. Baru hasilnya bisa sesuai. Kalau 300 FK mau dibangun, bukan hanya soal fasilitas dan regulasi, tapi juga SDM yang puluhan tahun kita bangun,” jelasnya.

    Menurutnya, persoalan utama bukan hanya jumlah dokter, melainkan distribusi tenaga medis yang masih timpang di beberapa daerah utamanya wilayah terpencil. “Misalnya, spesialis obgyn sudah ada 6.500, jumlah itu sebenarnya cukup. Problemnya adalah distribusi, bukan jumlah,” tegas Prof Budi.

    Tiga Jaminan untuk Dokter

    Dalam kesempatan yang sama, Prof Menaldi Rasmin yang juga tergabung dalam MGBKI menilai niat pemerintah memperbanyak dokter spesialis sebetulnya baik. Namun, ia mengingatkan bahwa peningkatan jumlah harus diimbangi dengan tiga jaminan mendasar, keamanan, kenyamanan, dan kesejahteraan bagi tenaga medis.

    Dokter di daerah konflik atau terpencil sering menghadapi ancaman, seperti dari kelompok kriminal bersenjata. “Kalau dokter tidak merasa aman, bagaimana kita bisa berharap distribusinya merata?” ujarnya.

    Fasilitas kesehatan di daerah masih minim. Ia mencontohkan kasus di NTT, saat pasien kusta kesulitan mengakses obat karena keterbatasan logistik. “Kalau sarana tidak ada, dokter pun tidak bisa bekerja maksimal,” katanya.

    Dokter juga disebutnya perlu penghasilan layak agar bisa fokus pada pelayanan, bukan mencari tambahan dari pasien.

    “Nggak usah jadi miliarder, tapi pastikan dia hidup tenang, keluarganya tercukupi, bisa menyekolahkan anaknya,” tandas Prof Menaldi.

    Ia mengingatkan, tanpa jaminan itu, pembukaan 300 FK justru bisa menghasilkan ribuan dokter tanpa kepastian kerja. “Jangan menyelesaikan masalah dengan masalah baru,” pungkasnya.

    Ikrar Guru Besar Kedokteran

    Sebagai bagian dari deklarasi, para guru besar naik ke panggung dan mengucapkan ikrar MGBKI seperti berikut:

    Menjunjung tinggi martabat dan integritas profesi kedokteran.Memelihara dan mengembangkan ilmu kedokteran yang rasional, benar, otonom, dan beretika.Mengawal mutu pendidikan kedokteran demi lahirnya tenaga medis kompeten dan berjiwa pengabdian.Membela kesehatan rakyat Indonesia dengan kebenaran ilmiah dan keberanian moral.Mendorong pemerataan pelayanan kesehatan serta perlindungan bagi dokter di seluruh pelosok negeri.

    Ikrar ini diikrarkan di Jakarta, 22 Agustus 2025, sebagai komitmen resmi pendirian MGBKI.

    Dengan terbentuknya MGBKI, para guru besar kedokteran berkomitmen menjaga marwah profesi, memperkuat mutu pendidikan, serta memastikan kebijakan kesehatan Indonesia tetap berpijak pada bukti ilmiah.

    Deklarasi ini menandai peran aktif para akademisi senior dalam mengawal arah kebijakan kesehatan nasional, mulai dari pendidikan dokter, distribusi tenaga medis, hingga jaminan kesehatan rakyat.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: Guru Besar FKUI Ingin Bertemu Prabowo Bahas Pendidikan-Kesehatan”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Sorotan Para Guru Besar soal Independensi Kolegium Kedokteran di Balik Deklarasi MGBKI

    Soroti Independensi Kolegium, Ratusan Guru Besar Kedokteran Deklarasikan MGBKI

    Jakarta

    Para guru besar ilmu kedokteran di Indonesia mendeklarasikan berdirinya Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI). Sekitar 100 guru besar hadir dalam deklarasi yang digelar di Aula Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Salemba, Jakarta.

    Ketua MGBKI Prof Budi Iman Santoso menyebut lahirnya majelis tersebut menjadi tonggak sejarah untuk sama-sama menjadi forum komunikasi ke depan antar guru besar kedokteran di seluruh Indonesia. Pihaknya disebut siap untuk nantinya ikut andil dalam memberikan masukan kebijakan berbasis data ilmiah pada pemerintah dan para pemangku kepentingan.

    “Sebagai pemegang amanah di sini ditunjuk sebagai ketua MGBKI, izinkan saya menegaskan tiga pesan utama, wadah ini lahir bukan karena fasilitas tapi karena panggilan hati dan juga tanggung jawab moral para guru besar sekalian,” tuturnya di Aula IMERI FK UI, Jumat (22/8/2025).

    “Keputusan yang kita hasilkan tentu saja ini merupakan tercatat dalam sejarah, dan tentu saja kita akan membuat AD-ART (Anggaran Dasar-Anggaran Rumah Tangga) yang menjadi acuan dan patuh dalam ketentuan tersebut,” sambung dia.

    Independensi dari MGBKI disebut akan menjadi prinsip agar menjaga martabat profesi.

    Salah satu yang juga disoroti MGBKI adalah independensi kolegium kedokteran. Kolegium dinilai tidak boleh tunduk pada kepentingan politik dan kelompok tertentu, tetapi berorientasi pada kepentingan bangsa, dan mutu dokter Indonesia.

    “MGBKI mendorong adanya payung hukum yang jelas dan kuat bagi kolegium, sehingga keberadaannya diakui secara formal sebagai lembaga independen yang bertanggung jawab menjaga kualitas pendidikan dan profesi kedokteran Indonesia sesuai standar global,” sorot MBGKI.

    Sebelumnya diberitakan, polemik terkait isu tersebut ramai pasca beberapa kolegium yang kini dibentuk pemerintah tidak seluruhnya melibatkan Guru Besar. Padahal, keterlibatan Guru Besar penting untuk memastikan kompetensi PPDS (Program Pendidikan Dokter Spesialis), sesuai kepakaran.

    Proses voting atau pemilihan kolegium juga sebelumnya disebut tidak transparan dan kurang lebih banyak ‘dititipkan’ oleh Kementerian Kesehatan RI.

    “Sehingga wajar kalau kami menanyakan ini benar nggak nih kolegium yang sekarang?” tutur Dekan FK UI Prof Ari Fahrial Syam, beberapa waktu lalu.

    Halaman 2 dari 2

    (naf/up)