Tag: Ari Fahrial Syam

  • Poin Lengkap Aksi Guru Besar yang Disesalkan Kemenkes di Tengah Bencana Sumatera

    Poin Lengkap Aksi Guru Besar yang Disesalkan Kemenkes di Tengah Bencana Sumatera

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan buka suara terkait seruan dan orasi sejumlah guru besar di UI Salemba, Jakarta Pusat, Selasa (2/12/2025). Salah satu hal yang disesalkan adalah momen seruan dinilai tidak tepat lantaran digelar di tengah bencana Sumatera.

    “Di tengah bencana seperti ini, prioritas kita satu, membantu warga yang terdampak. Sangat disayangkan jika ada pihak yang justru membangun polemik di ruang publik,” beber Kepala Biro Komunikasi dan Pelayanan Publik Kemenkes RI Aji Muhawarman, dalam keterangan tertulis yang diterima detikcom Selasa (5/12/2025).

    Aji menilai kapasitas intelektual dan pengalaman para guru besar mestinya bisa menjadi motor penguatan respons bencana, bukan menambah kegaduhan.

    “Keilmuan para guru besar itu sangat berharga. Akan jauh lebih bermakna jika diarahkan untuk memperkuat kapasitas daerah dalam penyelamatan nyawa, evakuasi, hingga pelayanan medis,” lanjutnya.

    Berikut poin lengkap yang diserukan para guru besar dalam orasinya:

    Majelis Guru Besar Kedokteran Indonesia (MGBKI) menyampaikan lima poin seruan terkait tata kelola pendidikan kedokteran dan mutu layanan kesehatan. Berikut rangkuman tiap poinnya:

    1. Dukungan soal Pemerataan Layanan Kesehatan

    MGBKI menyatakan mendukung langkah pemerintah memperluas akses layanan kesehatan, termasuk pemerataan dokter spesialis. Namun perluasan ini dinilai harus dijalankan tanpa menurunkan mutu pendidikan kedokteran dan keselamatan pasien.

    Prof Yudhi Maulana Hidayat, Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) yang juga Dekan FK Universitas Padjajaran (Unpad) mengungkap 80,7 persen dokter spesialis terkonsentrasi di kota-kota besar.

    “Untuk bidang obgyn, datanya jelas. Jakarta, Bogor, Bekasi penuh. Kenapa? Mereka takut kehilangan emas monas, takut kalah sama Bandung,” kata Prof Yudhi.

    Hal yang dimaksud dengan ’emas monas’ adalah peluang ekonomi, fasilitas lengkap, dan kenyamanan bekerja yang membuat dokter enggan keluar dari pusat kota. “Ambon bahkan tidak punya satu pun dokter obgyn. Satu pun nggak ada,” tegasnya.

    “Jadi itu tugasnya Menteri Kesehatan. Artinya kita sepakat distribusi dokter spesialis ini buruk. Daerah terpencil, terluar, masih kosong,” sorot Prof Yudhi.

    2. Usulan Reformasi Kolegium

    MGBKI menilai kolegium merupakan bagian vital dalam menjaga standar kompetensi dan etika profesi. Karena itu, mereka mendorong penataan ulang kolegium agar tetap independen, akuntabel, terhubung erat dengan universitas, serta bekerja sinergis dengan kementerian terkait.

    “Dalam sebuah unggahan medsos, saat acara pelantikan para ketua kolegium kemenkes, Menkes menyatakan ketua dipilih secara demokratis, tetapi fakta di lapangan berkata sebaliknya, banyak ketua yang ditunjuk tanpa proses pemilihan yang sah dan kualifikasi akademik,” beber Prof Zainal Muttaqin dalam kesempatan yang sama.

    3. Seruan Mahkamah Konstitusi soal Putusan UU Kesehatan

    Menjelang putusan MK terkait ketentuan kolegium, MGBKI meminta agar pertimbangan dipusatkan pada keselamatan pasien, mutu layanan, serta integritas kelembagaan pendidikan kedokteran. Putusan MK dinilai akan menjadi rujukan penting bagi arah reformasi kesehatan.

    4. Dorongan Sinkronisasi Sejumlah Pihak

    MGBKI menekankan perlunya koordinasi lintas kementerian dalam penyediaan tenaga medis. Rekonsiliasi kewenangan juga hubungan harmonis antara sektor pendidikan tinggi dan sektor layanan kesehatan dianggap penting agar dokter spesialis dapat dipenuhi tanpa mengorbankan kompetensi.

    Hal ini yang juga diutarakan Dekan FK UI Prof Ari Fahrial Syam. Hubungan antara fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan wajib harmonis. Jika renggang, dampaknya disebut bisa langsung terasa, mulai dari berkurangnya jumlah dokter spesialis yang dihasilkan hingga masalah distribusi dokter di berbagai daerah.

    “Hubungan baik itu harus ada antara FK dan RS. Jadi kalau hubungan antara dekan dan direktur RS tidak baik, ini salah siapa? Salah menterinya. Dulu nggak ada masalah, kenapa ganti menteri jadi bermasalah?” beber Prof Ari dalam konferensi pers Selasa (5/11/2025) yang dihadiri lebih dari 20 guru besar sejumlah FK di Indonesia.

    Ia menyebut persoalan ini harus segera dibereskan karena Indonesia tengah menghadapi krisis dokter spesialis.

    5. Merawat Marwah Profesi Kedokteran

    MGBKI mengajak seluruh pihak menjaga integritas dan etika profesi kedokteran. Kebijakan kesehatan, menurut mereka, harus selalu berbasis ilmu yang kuat dan nilai kemanusiaan.

    Di akhir pernyataan, para guru besar tersebut juga meminta Presiden membuka ruang dialog dengan para guru besar demi memastikan transformasi kesehatan berjalan kokoh, bermutu, dan mengutamakan keselamatan rakyat.

    “Dengan penuh rasa hormat dan tanggung jawab akademik, MGBKI berseru kepada Bapak Presiden Republik Indonesia untuk membuka pintu bagi kami untuk memberikan masukan secara langsung agar reformasi pembangunan kesehatan berjalan kokoh, bermutu, dan berlandaskan ilmu. Melalui transformasi kesehatan yang berjalan, program diarahkan dengan mengutamakan manusia dan menempatkan manusia yang bermartabat. Kami sangat berharap permohonan kali ini mendapatkan respons positif Bapak Presiden,” tutupnya.

    Halaman 2 dari 3

    Simak Video “Video: 286 SPPG Disiapkan untuk Korban Bencana Alam di Aceh-Sumbar”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/kna)

  • Distribusi Dokter Tak Merata, Guru Besar FKUI Ramai-ramai Tuding Menkes

    Distribusi Dokter Tak Merata, Guru Besar FKUI Ramai-ramai Tuding Menkes

    Jakarta

    Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menegaskan hubungan antara fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan wajib harmonis. Jika renggang, dampaknya bisa langsung terasa, mulai dari berkurangnya jumlah dokter spesialis yang dihasilkan hingga masalah distribusi dokter di berbagai daerah.

    “Hubungan baik itu harus ada antara FK dan RS. Jadi kalau hubungan antara dekan dan direktur RS tidak baik, ini salah siapa? Salah menterinya. Dulu nggak ada masalah, kenapa ganti menteri jadi bermasalah?” beber Prof Ari dalam konferensi pers Selasa (5/11/2025) yang dihadiri lebih dari 20 guru besar sejumlah FK di Indonesia.

    Ia menyebut persoalan ini harus segera dibereskan karena Indonesia tengah menghadapi krisis dokter spesialis.

    Prof Ari kemudian menyinggung kasus seorang ibu di Papua yang meninggal saat akan melahirkan, sebuah tragedi yang menurutnya menggambarkan nyata persoalan distribusi dokter spesialis di lapangan.

    “Empat rumah sakit, semuanya kekurangan. Ada satu RS yang tersedia dokter obgyn dan anastesi. Tapi tidak bisa kelas 3, syaratnya harus masuk VIP,” sorot Prof Ari.

    Ia mencontohkan situasi di Jakarta sebagai perbandingan.

    “Di sini saja dokter obgyn bisa puluhan. Di RSCM ada berapa? Tapi begitu bicara distribusi, masalahnya kelihatan. Masih ada provinsi yang bahkan tidak punya layanan endoskopi,” sebutnya.

    Menurutnya, akar masalah bukan sekadar teknis. Ada aspek kebijakan yang dinilai tak beres.

    “Kalau ditanya siapa yang salah, Kemenkes mau nggak disalahin?” katanya setengah berkelakar.

    Meski begitu, Prof Ari menegaskan hubungan FKUI dengan RSCM saat ini masih baik.

    “Insyaallah baik-baik saja. Saya masih diundang teman-teman RSCM. Kalau bicara pendidikan staf pengajar, teman-teman itu berhubungan dengan Ketua Departemen. Kadep itu dari rumah sakit. Jadi kuncinya ada di departemen FKUI.”

    Tapi baik saja, menurutnya tidak cukup. Ia mengingatkan sinergi harus terus dijaga agar proses pendidikan dokter spesialis berjalan lancar.

    “Apakah peserta didik bisa ditempatkan dengan baik? Selama ini komunikasinya masih berjalan,” katanya.

    Meski relatif baik, ia juga mengakui adanya gesekan di level pimpinan. “Hubungannya dingin-dingin empuk antara dekan dengan direkturnya. Ini harus segera dicari solusinya. Kalau tidak, kasus-kasus seperti ibu yang meninggal itu akan terulang lagi,” ujarnya.

    Dampak dari hubungan tak harmonis dinilai Prof Ari bisa ikut berimbas pads jumlah peserta didik berkurang, jumlah lulusan menurun, dan ujungnya masyarakat tidak mendapatkan pelayanan dokter spesialis yang layak.

    “FK memproduksi dokter spesialis, RS adalah tempat pendidikannya. Kalau hubungannya tidak harmonis, ya jumlah dokter spesialis berkurang. Masyarakat yang dirugikan,” kata Prof Ari.

    Ia menekankan perlunya duduk bersama antara fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan untuk memastikan RS dapat berjalan optimal sebagai lahan pendidikan. Tanpa itu, penguatan SDM medis hanya akan jadi wacana.

    Prof Ari menutup dengan refleksi pengalamannya dua dekade lalu.

    “Dua puluh tahun lalu saya ke Singapore General Hospital hanya untuk melihat fasilitas endoskopi. Indonesia seharusnya sudah jauh lebih maju sekarang, tapi kita masih berkutat pada masalah relasi lembaga yang seharusnya bisa diselesaikan,” tutupnya.

    Ketimpangan distribusi dokter spesialis bukan sekadar isu administratif, angka-angkanya memprihatinkan. Prof Yudhi Maulana Hidayat, Ketua Kolegium Obstetri dan Ginekologi Indonesia (POGI) dalam kesempatan yang sama mengungkap bahwa 80,7 persen dokter spesialis terkonsentrasi di kota-kota besar.

    “Untuk bidang obgyn, datanya jelas. Jakarta, Bogor, Bekasi penuh. Kenapa? Mereka takut kehilangan emas monas, takut kalah sama Bandung,” kata Prof Yudhi.

    Yang ia maksud dengan ’emas monas’ adalah peluang ekonomi, fasilitas lengkap, dan kenyamanan bekerja yang membuat dokter enggan keluar dari pusat kota.

    Ambon bahkan tidak punya satu pun dokter obgyn. “Satu pun nggak ada,” tegasnya.

    Lalu siapa yang bertanggung jawab atas distribusi ini?

    “Jadi itu tugasnya bos dari pak Dekan, Menteri Kesehatan. Artinya kita sepakat distribusi dokter spesialis ini buruk. Daerah terpencil, terluar, masih kosong,” kata Prof Yudhi.

    Ia menegaskan sektor pendidikan kedokteran dan sektor layanan kesehatan tidak bisa saling lempar tanggung jawab. Ketika hubungan fakultas kedokteran dan rumah sakit pendidikan terganggu, efeknya nyata, kuota peserta didik tersendat, lulusan berkurang, dan daerah-daerah yang sudah kekurangan makin terpuruk.

    Menurut Prof Yudhi, solusi tidak bisa hanya bersandar pada skema yang ada. Salah satu yang ia dorong adalah peningkatan kuota jalur university-based hingga 30 persen.

    “Jangan dipaksakan hospital-based di rumah sakit yang belum siap. Di rumah sakit yang sudah menjalankan pendidikan university-based, kalau dipaksakan juga hospital-based, nanti terjadi tumpang tindih. Ada dualisme pendidikan dalam satu RS pendidikan,” ujarnya.

    Dualisme ini bukan sekadar persoalan administratif. Prof Yudhi meyakini hal ini bisa menabrak standar kompetensi, memecah alur pelatihan, membingungkan peserta didik, dan akhirnya menurunkan kualitas lulusan. Padahal, Indonesia sedang sangat membutuhkan dokter spesialis baru, bukan justru kehilangan kemampuan untuk mencetaknya.

    Halaman 2 dari 4

    Simak Video “Video: AIPKI Menampik Ada ‘Permainan’ di Uji Kompetensi Dokter”
    [Gambas:Video 20detik]
    (naf/up)

  • Guru Besar FKUI Ungkap Strategi Antisipasi Penyakit Pasca Bencana Alam Sumatera

    Guru Besar FKUI Ungkap Strategi Antisipasi Penyakit Pasca Bencana Alam Sumatera

    Jakarta

    Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam mengungkapkan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai antisipasi merebaknya penyakit pasca bencana alam di utara Sumatera. Paling utama adalah pemberian alat-alat perlindungan diri dari bekas banjir.

    Prof Ari mengungkapkan risiko penyakit pasca bencana alam banyak muncul dari infeksi bakteri akibat kurangnya alat perlindungan bagi korban.

    “Mereka harus dilengkapi dengan alat pelindung diri saat membersihkan bekas banjir, misal dengan sepatu bot, masker, sarung tangan pelindung kepala dan mata. Mengingat bakteri ini bisa masuk dari luka pada kaki dan tangan atau tertelan,” ungkap Prof Ari pada detikcom, Minggu (30/11/2025).

    Prof Ari mengatakan desinfektan juga harus didistribusikan untuk masyarakat. Khususnya, yang akan melakukan pembersihan lokasi pasca banjir.

    Kondisi para pengungsi juga harus dijaga sedemikian rupa. Pemberian makan dan minum yang cukup dan bergizi dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan risiko infeksi yang besar pasca bencana alam.

    Beberapa kebutuhan lain yang perlu dipenuhi meliputi selimut dan alas tidur yang memadai, masker, sabun, dan hand sanitizer untuk menekan risiko penularan infeksi.

    “Kita semua berharap musibah ini cepat berlalu dan kondisi kerusakan bisa segera teratasi, agar masyarakat dapat kembali beraktivitas seperti biasa,” sambungnya.

    Risiko Infeksi Pasca Bencana Alam

    Prof Ari mengungkapkan situasi pasca bencana alam dapat meningkatkan berbagai risiko masalah kesehatan. Ini disebabkan oleh daya tahan tubuh korban yang rendah hingga lingkungan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan penyakit.

    “Masyarakat berdampak banjir ini yang umumnya tinggal dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat karena pasca banjir berisiko untuk terinfeksi oleh infeksi saluran pencernaan antara lain diare atau demam tifoid,” kata Prof Ari.

    Selain itu, masalah kesehatan yang rentan muncul pasca bencana alam adalah tetanus dan leptospirosis. Infeksi tetanus misalnya, dapat terjadi ketika warga membersihkan lokasi banjir dan mengalami luka, sehingga berpotensi memicu infeksi bakteri clostridium tetani yang banyak dijumpai pada debu dan kotoran hewan.

    Beberapa gejala yang muncul akibat tetanus meliputi kekakuan tangan, badan, dan tengkuk, serta rasa sakit.

    “Kita masih ingat bahwa setelah Tsunami di Aceh dilaporkan banyak kasus masyarakat yang terinfeksi tetanus. Pasien tetanus biasanya terjadi setelah 4-21 hari setelah masuknya kuman ke dalam tubuh,” ungkapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • Guru Besar FKUI Ungkap Sederet Risiko Kesehatan Pasca Bencana Alam Utara Sumatera

    Guru Besar FKUI Ungkap Sederet Risiko Kesehatan Pasca Bencana Alam Utara Sumatera

    Jakarta

    Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyoroti risiko dampak kesehatan yang dapat dialami korban bencana alam di Utara Sumatera. Seperti yang diketahui, beberapa wilayah seperti di Aceh dan Sumatera Utara tengah terdampak rentetan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.

    Sampai Sabtu (29/11/2025) sore, tercatat ada sekitar 303 orang yang meninggal dunia dari musibah tersebut. Prof Ari menjelaskan bencana ini dapat memicu penurunan daya tahan tubuh korban akibat tingkat stres tinggi, istirahat yang kurang, hingga asupan yang seadanya.

    Menurut Prof Ari, situasi ini dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, khususnya infeksi.

    “Di satu sisi mereka akan terpapar dengan berbagai penyakit infeksi termasuk infeksi saluran pernafasan atas bahkan sampai terjadi infeksi paru sampai pneumonia,” ungkap Prof Ari pada detikcom, Minggu (30/11/2025).

    “Selain itu, masyarakat berdampak banjir ini yang umumnya tinggal dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat karena pasca banjir berisiko untuk terinfeksi oleh infeksi saluran pencernaan antara lain diare atau demam tifoid,” sambungnya.

    Selain itu, risiko penyakit lain yang dapat muncul adalah tetanus dan leptospirosis. Tetanus adalah infeksi bakteri yang menghasilkan racun yang menyerang saraf sehingga menyebabkan kekakuan dan kejang otot, sementara leptospirosis merupakan infeksi bakteri dari air atau tanah terkontaminasi yang dapat menyebabkan demam, nyeri otot, dan gangguan organ.

    Potensi tetanus dapat muncul pada orang-orang yang sedang membersihkan area banjir, lalu terluka atau tertusuk paku yang membuat bakteri clostridium tetani lebih mudah masuk tubuh.

    “Sementara, leptospirosis terjadi karena pasien tertular melalui paparan dengan kotoran tikus. Penyakit leptospirosis juga dikenal dengan penyakit demam kuning. Karena memang pasien dengan leptospirosis ini mengalami demam tinggi, menggigil, mual, muntah dan mata, kulit serta buang air kecil berwarna kuning,” ujar Prof Ari.

    Infeksi leptospirosis sering disebut sebagai hepatitis non-virus. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat memicu komplikasi seperti gagal ginjal akut, pankreatitis, meningitis, dan perdarahan.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/up)

  • Guru Besar FKUI Beberkan Kelompok Orang yang Berisiko Kena Penyumbatan Usus

    Guru Besar FKUI Beberkan Kelompok Orang yang Berisiko Kena Penyumbatan Usus

    Jakarta

    Sumbatan usus atau ileus obstruksi merupakan kondisi darurat medis yang bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Kondisi ini belakangan menjadi sorotan setelah ayah dari YouTuber Jerome, Marojahan Sintong Sijabat, dikabarkan meninggal dunia akibat kondisi tersebut.

    Terkait sumbatan usus, dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam mengatakan kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, namun risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.

    Orang dengan kondisi tertentu juga memiliki risiko lebih tinggi, salah satunya pasien dengan kanker atau tumor.

    “Bisa disebabkan karena kanker usus, sumbatan karena kanker, tumor,” ucap Prof Ari saat dihubungi detikcom, Minggu (2/11/2025).

    Selain itu, pasien dengan riwayat operasi di perut, seperti operasi caesar (seksio sesarea) atau laparotomi, juga berisiko mengalami sumbatan akibat perlengketan jaringan di dalam rongga perut.

    Pasien yang memiliki mobilitas terbatas, juga rentan mengalami sumbatan akibat penumpukan kotoran yang mengeras di saluran pencernaan, termasuk juga pasien yang memiliki gangguan pembuluh darah.

    “Bisa itu sumbatan misalnya pada pembuluh darah yang menuju ke usus tersebut sehingga ususnya tersebut relatif ini tidak bergerak.Begitu ya untuk waktu tentu dan sehingga terjadi sumbatan tersebut,” lanjutnya.

    “Dan juga ada beberapa kasus sering ditemukan juga pada hernia inguinalis. Usus itu terperangkap di luar karena hernia tersebut dan akhirnya terjadi sumbatan,” tuturnya.

    Di sisi lain, ia mengimbau untuk tidak menyepelekan nyeri perut yang menetap, terutama bila disertai mual, muntah, kembung, atau kesulitan buang air besar dan buang gas.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/kna)

  • Kebiasaan Makan yang Bisa Picu Sumbatan Usus, Hati-hati yang Doyan AYCE

    Kebiasaan Makan yang Bisa Picu Sumbatan Usus, Hati-hati yang Doyan AYCE

    Jakarta

    Sumbatan usus atau ileus obstruksi adalah suatu kondisi usus tersumbat, sehingga tidak ada cairan dan kotoran yang keluar dari anus. Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyebut kondisi ini sebagai keadaan darurat.

    “Ini memang suatu keadaan emergensi, jadi harus segera ditangani. Kalau tidak, dia (usus) akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditangani,” terang Prof Ari saat dihubungi detikcom, Minggu (3/11/2025).

    Ternyata kondisi sumbatan usus ini juga berpengaruh dari pola makan. Prof Ari menyebut diet tinggi lemak dan rendah serat dapat memicu risiko konstipasi atau sembelit, yang nantinya bisa menyebabkan sumbatan dan risiko untuk terjadinya kanker usus besar.

    Menurutnya, makanan pedas tidak menjadi salah satu pemicunya. Tetapi, makanan yang mengandung daging bisa saja berpengaruh.

    “Steak dan makan All You Can Eat (AYCE) yang mengandung daging,” tuturnya.

    Senada dengan Prof Ari, spesialis penyakit dalam dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH, menegaskan makanan pedas bukan menjadi salah satu pemicu sumbatan usus. Tetapi, diperlukan pola makan yang seimbang.

    “Komposisinya harus cukup, terutama pada orang-orang dengan gangguan buang air besar disarankan untuk mengonsumsi makanan yang tinggi serat,” jelas dr Aru.

    “Cukupkan minum air putih dan rajin berolahraga,” tambahnya.

    Gejala dari penyumbatan usus ini kerap diabaikan atau tidak jelas. Tetapi, perlu memperhatikan gejala agar bisa ditangani dengan cepat. Tanda atau gejala yang bisa muncul, seperti:

    Kembung.Begah.Mual.Muntah.Nyeri di perut yang hebat.Susah buang air besar.Diare.Sulit buang angin atau kentut.Perut mengeras.

    (sao/kna)

  • Fakta-fakta Seputar Sumbatan Usus, Kondisi yang Bisa Berakibat Fatal

    Fakta-fakta Seputar Sumbatan Usus, Kondisi yang Bisa Berakibat Fatal

    Jakarta

    Kepergian Marojahan Sintong Sijabat, ayah dari YouTuber ternama Jerome Polin, menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Ia diketahui mengalami sumbatan usus akibat adanya gumpalan darah beku atau clot sebelum meninggal dunia.

    Sebelum sempat menjalani operasi, kondisi Marojahan sempat menurun drastis. Kondisi kritis tersebut dipicu oleh penemuan clot lain yang menyumbat pembuluh darah menuju paru-paru.

    “Ternyata clot-nya itu ada lagi di pembuluh darah yang menuju paru-paru sehingga paru-parunya tidak bisa mendapatkan oksigen karena jalannya ke paru-parunya tersumbat,” ungkap Chrissie, Ibu Jerome, saat memberikan keterangan di rumah duka Grand Surabaya dilihat dari Channel YouTube milik Jerome.

    Di luar kasus tersebut, sebenarnya apa itu sumbatan usus?

    Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menjelaskan sumbatan usus atau istilah medis ileus obstruksi merupakan kondisi darurat saat saluran pencernaan tersumbat, sehingga cairan dan kotoran tidak dapat keluar melalui anus.

    Pasien dengan sumbatan usus biasanya akan mengalami perut kembung, begah, mual, dan muntah hebat. Dalam kasus berat, muntahan bahkan bisa menyerupai kotoran feses, disertai nyeri perut hebat yang tidak mereda.

    Prof Ari menjelaskan penyebab kondisi ini bisa beragam. Sumbatan bisa muncul akibat tumor atau kanker usus, perlengketan pascaoperasi seperti operasi caesar (seksio sesarea) atau laparotomi, hingga kotoran yang terlalu keras dan menumpuk di dalam usus. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang memiliki mobilitas terbatas atau jarang bergerak.

    Selain itu, gangguan pada pembuluh darah yang menuju ke usus juga dapat menyebabkan usus kehilangan fungsi geraknya, sehingga terjadi penyumbatan.

    “Ini memang suatu keadaan emergensi. Jadi harus segera ditanganin. Kalau tidak, dia akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditanganin,” sambungnya.

    “Kondisi ini sebenarnya umum. Artinya di rumah sakit selalu saja ada kasus-kasus yang datang dengan kondisi obstruksi usus ini. Tapi dengan diagnosis yang tepat dan pasien juga tidak terlambat datang ke rumah sakit biasanya bisa ditanganin,” lanjutnya.

    Penanganan sumbatan usus

    Adapun penanganan utama dilakukan melalui operasi laparotomi untuk menghilangkan penyumbatan. Jika penyebabnya tumor, maka tumor diangkat. Begitu juga bila disebabkan oleh perlengketan, maka jaringan yang menempel akan diperbaiki. Sementara pada usus yang sudah mengalami nekrosis (jaringan mati), bagian tersebut perlu dipotong dan dibuang.

    Kasus serupa juga dapat terjadi akibat hernia inguinalis, yaitu ketika sebagian usus terjebak di luar rongga perut dan menyebabkan sumbatan. Prof Ari menekankan pentingnya tidak menyepelekan nyeri perut, terutama bila disertai mual, muntah, atau perut kembung.

    “Prinsipnya adalah nyeri perut itu jangan dianggap sederhana. Karena nyeri perut harus dipastikan apakah nyeri perut ini bagian dari sumbatan atau tidak,”

    “Kalau nyeri perut ini bukan sumbatan ya tentu diobatin. Dan kita artinya kemungkinan untuk jadi sumbatan itu kecil pada kondisi kondisi pasien yang nyeri perut tersebut,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Fakta-fakta Seputar Sumbatan Usus, Kondisi yang Bisa Berakibat Fatal

    Fakta-fakta Seputar Sumbatan Usus, Kondisi yang Bisa Berakibat Fatal

    Jakarta

    Kepergian Marojahan Sintong Sijabat, ayah dari YouTuber ternama Jerome Polin, menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Ia diketahui mengalami sumbatan usus akibat adanya gumpalan darah beku atau clot sebelum meninggal dunia.

    Sebelum sempat menjalani operasi, kondisi Marojahan sempat menurun drastis. Kondisi kritis tersebut dipicu oleh penemuan clot lain yang menyumbat pembuluh darah menuju paru-paru.

    “Ternyata clot-nya itu ada lagi di pembuluh darah yang menuju paru-paru sehingga paru-parunya tidak bisa mendapatkan oksigen karena jalannya ke paru-parunya tersumbat,” ungkap Chrissie, Ibu Jerome, saat memberikan keterangan di rumah duka Grand Surabaya dilihat dari Channel YouTube milik Jerome.

    Di luar kasus tersebut, sebenarnya apa itu sumbatan usus?

    Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menjelaskan sumbatan usus atau istilah medis ileus obstruksi merupakan kondisi darurat saat saluran pencernaan tersumbat, sehingga cairan dan kotoran tidak dapat keluar melalui anus.

    Pasien dengan sumbatan usus biasanya akan mengalami perut kembung, begah, mual, dan muntah hebat. Dalam kasus berat, muntahan bahkan bisa menyerupai kotoran feses, disertai nyeri perut hebat yang tidak mereda.

    Prof Ari menjelaskan penyebab kondisi ini bisa beragam. Sumbatan bisa muncul akibat tumor atau kanker usus, perlengketan pascaoperasi seperti operasi caesar (seksio sesarea) atau laparotomi, hingga kotoran yang terlalu keras dan menumpuk di dalam usus. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang memiliki mobilitas terbatas atau jarang bergerak.

    Selain itu, gangguan pada pembuluh darah yang menuju ke usus juga dapat menyebabkan usus kehilangan fungsi geraknya, sehingga terjadi penyumbatan.

    “Ini memang suatu keadaan emergensi. Jadi harus segera ditanganin. Kalau tidak, dia akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditanganin,” sambungnya.

    “Kondisi ini sebenarnya umum. Artinya di rumah sakit selalu saja ada kasus-kasus yang datang dengan kondisi obstruksi usus ini. Tapi dengan diagnosis yang tepat dan pasien juga tidak terlambat datang ke rumah sakit biasanya bisa ditanganin,” lanjutnya.

    Penanganan sumbatan usus

    Adapun penanganan utama dilakukan melalui operasi laparotomi untuk menghilangkan penyumbatan. Jika penyebabnya tumor, maka tumor diangkat. Begitu juga bila disebabkan oleh perlengketan, maka jaringan yang menempel akan diperbaiki. Sementara pada usus yang sudah mengalami nekrosis (jaringan mati), bagian tersebut perlu dipotong dan dibuang.

    Kasus serupa juga dapat terjadi akibat hernia inguinalis, yaitu ketika sebagian usus terjebak di luar rongga perut dan menyebabkan sumbatan. Prof Ari menekankan pentingnya tidak menyepelekan nyeri perut, terutama bila disertai mual, muntah, atau perut kembung.

    “Prinsipnya adalah nyeri perut itu jangan dianggap sederhana. Karena nyeri perut harus dipastikan apakah nyeri perut ini bagian dari sumbatan atau tidak,”

    “Kalau nyeri perut ini bukan sumbatan ya tentu diobatin. Dan kita artinya kemungkinan untuk jadi sumbatan itu kecil pada kondisi kondisi pasien yang nyeri perut tersebut,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    (suc/suc)

  • Dokter Beberkan Pemicu Sumbatan Usus yang Bisa Sebabkan Kematian

    Dokter Beberkan Pemicu Sumbatan Usus yang Bisa Sebabkan Kematian

    Jakarta

    Kondisi sumbatan usus banyak dibicarakan, pasca meninggalnya ayah dari YouTuber Jerome Polin, Marojahan Sintong Sijabat.

    Terlepas dari kasus tersebut, kondisi sumbatan usus dapat dipicu berbagai hal. Mulai dari kanker usus, perlengketan, atau sumbatan kotoran yang tidak keluar.

    “Atau juga bisa karena adanya gangguan pembuluh darah. Bisa itu sumbatan, misalnya pada pembuluh darah yang menuju ke usus tersebut, sehingga ususnya relatif tidak bergerak. Untuk waktu tentu dan sehingga terjadi sumbatan tersebut,” terang dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam, pada detikcom Minggu (2/11/2025).

    Prof Ari menyebut kondisi sumbatan usus ini umum terjadi. Artinya, ada saja pasien dengan kasus serupa datang ke rumah sakit.

    Namun, jika tidak didiagnosis dengan tepat dan penanganan terlambat, bisa berbahaya. Cara penangananya memang harus dioperasi atau laparotomi untuk menghilangkan penyebab sumbatan.

    “Dan lihat juga bagaimana kondisi usus tersebut. Kalau sudah mati, ini tentu artinya sudah nekrosis itu akan dibuang,” kata Prof Ari.

    Sumbatan usus ini juga bisa disebabkan oleh hernia inginalis. Itu merupakan kondisi saat usus terperangkap di luar karena hernia, dan akhirnya terjadi sumbatan.

    Prof Ari menyebut semakin bertambahnya usia, risiko penyakit ini bisa semakin besar.

    “Dan risiko pada orang semakin lanjut usia, risiko untuk terjadinya obstruksi usia juga semakin meningkat,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Mensos Imbau Masyarakat Waspada Hadapi Cuaca Ekstrem”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/suc)

  • Dokter Beberkan Pemicu Sumbatan Usus yang Bisa Sebabkan Kematian

    Dokter Beberkan Pemicu Sumbatan Usus yang Bisa Sebabkan Kematian

    Jakarta

    Kondisi sumbatan usus banyak dibicarakan, pasca meninggalnya ayah dari YouTuber Jerome Polin, Marojahan Sintong Sijabat.

    Terlepas dari kasus tersebut, kondisi sumbatan usus dapat dipicu berbagai hal. Mulai dari kanker usus, perlengketan, atau sumbatan kotoran yang tidak keluar.

    “Atau juga bisa karena adanya gangguan pembuluh darah. Bisa itu sumbatan, misalnya pada pembuluh darah yang menuju ke usus tersebut, sehingga ususnya relatif tidak bergerak. Untuk waktu tentu dan sehingga terjadi sumbatan tersebut,” terang dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam, pada detikcom Minggu (2/11/2025).

    Prof Ari menyebut kondisi sumbatan usus ini umum terjadi. Artinya, ada saja pasien dengan kasus serupa datang ke rumah sakit.

    Namun, jika tidak didiagnosis dengan tepat dan penanganan terlambat, bisa berbahaya. Cara penangananya memang harus dioperasi atau laparotomi untuk menghilangkan penyebab sumbatan.

    “Dan lihat juga bagaimana kondisi usus tersebut. Kalau sudah mati, ini tentu artinya sudah nekrosis itu akan dibuang,” kata Prof Ari.

    Sumbatan usus ini juga bisa disebabkan oleh hernia inginalis. Itu merupakan kondisi saat usus terperangkap di luar karena hernia, dan akhirnya terjadi sumbatan.

    Prof Ari menyebut semakin bertambahnya usia, risiko penyakit ini bisa semakin besar.

    “Dan risiko pada orang semakin lanjut usia, risiko untuk terjadinya obstruksi usia juga semakin meningkat,” tegasnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Mensos Imbau Masyarakat Waspada Hadapi Cuaca Ekstrem”
    [Gambas:Video 20detik]
    (sao/suc)