Hidup dari Gunungan Sampah Bantargebang, Andi Raup Rp 30 Juta per Bulan dari Limbah Plastik
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com –
Bergelut dengan sampah kerap dipandang sebagai pekerjaan yang menjijikkan bagi sebagian orang.
Namun, bagi warga yang tinggal di sekitar Tempat Pengolahan Sampah Terpadu (TPST) Bantargebang, Bekasi, Jawa Barat, sampah justru menjadi sumber penghidupan sekaligus harapan ekonomi.
Ribuan warga menggantungkan hidup di TPST Bantargebang, yang kini kondisinya semakin membeludak dan telah melampaui kapasitas. Tumpukan sampah yang menggunung itu seolah berubah menjadi “rezeki” bagi sebagian warga yang bersedia mengolahnya.
Salah satunya adalah Andi (34), seorang pengepul limbah plastik yang telah bertahun-tahun mencari nafkah dari sisa-sisa sampah di Bantargebang.
Pekerjaan sebagai pengepul limbah plastik membuat Andi mampu meraup keuntungan hingga puluhan juta rupiah setiap bulannya.
“Sukanya kalau keuntungan lebih dari ekspetasi kami, itu bulan kemarin Rp 30 juta per bulan,” jelas Andi ketika diwawancarai
Kompas.com
di lokasi, Jumat (12/12/2025).
Usaha
pengepulan limbah plastik
yang digeluti Andi merupakan usaha turun-temurun yang telah berdiri sejak 1996. Pada awalnya, ayah Andi berprofesi sebagai pemulung yang setiap hari mengais rezeki di gunungan
sampah Bantargebang
.
Pengalaman bertahun-tahun sebagai pemulung membuat ayah Andi menyadari bahwa limbah plastik memiliki nilai ekonomi yang cukup tinggi. Sejak saat itu, ia memutuskan beralih menjadi pengepul limbah plastik.
Usaha tersebut dikenal dengan nama “
Lapak Bos Min
”.
Seiring bertambahnya usia, sang ayah kemudian menyerahkan pengelolaan usaha pengepulan limbah plastik itu kepada Andi, yang hingga kini terus menjalankannya.
Andi menjelaskan, sistem kerja usahanya dimulai dengan membeli limbah plastik dari para pemulung yang bekerja di area TPST Bantargebang.
“Kami beli ada yang Rp 450 perak sampai Rp 700 itu biaya angkut dan sortir tanggungan saya, mereka (pemulung) hanya cari,” jelas Andi.
Setelah dibeli, limbah plastik tersebut dibawa ke lapak pengepulan milik Andi yang berada tepat di samping TPST Bantargebang.
Setibanya di lapak, limbah plastik dimasukkan ke dalam bak plastik berukuran besar untuk dicuci terlebih dahulu.
Setelah proses pencucian, limbah plastik kemudian disortir berdasarkan jenisnya sebelum akhirnya dijemur hingga kering.
“Kalau di sini jenis plastik yang banyak
Polypropylene
(PP), HDPE-
High-Density Polyethylene
(HD),
Polyethylene
(PE), dan plastik sablon warna,” ujar Andi.
Setelah disortir dan dijemur, limbah plastik tersebut kemudian dimasukkan ke dalam plastik hitam berukuran besar untuk dijual ke distributor.
Setiap jenis plastik memiliki harga jual yang berbeda. Plastik jenis PE dijual dengan kisaran harga Rp 3.000–6.000 per kilogram, plastik sablon atau berwarna Rp 4.000 per kilogram, PP Rp 2.000 per kilogram, dan HD sekitar Rp 1.300 per kilogram.
Harga tersebut berlaku untuk limbah plastik yang sudah dalam kondisi bersih dan kering sehingga siap diolah oleh distributor.
Sebagian distributor memanfaatkan limbah plastik itu untuk diperbarui agar dapat digunakan kembali. Sementara itu, lainnya mendaur ulang plastik menjadi berbagai produk, seperti kursi, palet, dan barang lainnya.
Tak hanya mendatangkan keuntungan secara ekonomi, Andi menilai usaha pengepulan limbah plastik juga berkontribusi dalam mengurangi beban sampah di TPST Bantargebang.
“Kalau semua jenis plastik sekitar 3 – 4 ton bisa saya kumpulin dalam satu hari,” ungkap Andi.
Hal ini menjadi penting mengingat plastik merupakan jenis sampah yang sangat sulit terurai dan harus dikelola dengan baik agar tidak terus menumpuk di Bantargebang.
Selain membantu mengurangi beban sampah, usaha pengepulan limbah plastik milik Andi juga membuka lapangan pekerjaan bagi warga sekitar. Saat ini, Andi mempekerjakan tujuh orang karyawan yang terdiri dari ibu rumah tangga dan pemuda setempat.
“Kalau buat sortir sekarang ada tujuh orang. Ibu-ibu ada dua, sisanya pemuda yang malas cari kerja di luar,” tutur Andi.
Para ibu rumah tangga yang bertugas menyortir limbah plastik menerima upah sekitar Rp 85.000 per hari. Sementara para pemuda yang membantu mengangkat, menyortir, dan mencuci limbah plastik dibayar sekitar Rp 100.000 per hari.
Salah satu karyawan Andi, Surheni (36), mengaku bersyukur bisa bekerja meskipun penghasilannya tergolong pas-pasan.
“Rp 85.000 itu harian, sebenarnya enggak cukup, cuma dicukup-cukupin aja. Namanya orang susah, kalau butuh ya harus beli beras, beli kebutuhan pokok,” tutur Surheni.
Ia mengaku terpaksa bekerja sebagai penyortir limbah plastik karena penghasilan suaminya tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari.
Surheni telah bekerja selama dua tahun di lapak pengepulan limbah plastik milik Andi. Menjalani profesi sebagai penyortir limbah plastik, menurut dia, bukanlah hal yang mudah dan penuh dengan suka duka.
Sukanya, ia bisa mendapatkan penghasilan tambahan untuk memenuhi kebutuhan keluarga. Di sisi lain, Surheni menilai pekerjaannya cukup mulia karena ikut membantu mengurangi limbah plastik yang menumpuk di Bantargebang.
Namun, duka yang dirasakannya adalah risiko kesehatan akibat bau sampah dari TPST Bantargebang.
“Pernah sakit karena sampah tapi paling sehari atau dua hari. Biasanya flu dan sakit kepala.
Alhamdulillah
enggak yang parah,” jelas dia.
Kendati demikian, Surheni mengaku tidak terlalu khawatir dengan dampak bau sampah terhadap kesehatannya.
Menurut dia, aroma menyengat dari Bantargebang sudah tidak lagi mengganggu indera penciumannya.
Meski warga sekitar Bantargebang telah terbiasa dengan bau sampah, kondisi tersebut tidak boleh dianggap sepele.
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Universitas Indonesia, Ari Fahrial Syam, mengingatkan bahwa paparan gas metana dari sampah berpotensi merusak paru-paru.
“Tapi, yang jelas ketika dia terpapar dengan sampah, gas metana, segala macem, itu tentu yang akan terganggu adalah paru-parunya,” ucap Ari.
Paparan gas metana secara terus-menerus dapat meningkatkan risiko seseorang mengalami penyakit paru obstruktif kronis.
Kondisi tersebut akan semakin memburuk apabila individu memiliki alergi atau hipertensi, yang dapat memicu munculnya asma.
Menggunungnya sampah di Bantargebang tidak dapat dibiarkan tanpa penanganan khusus. Tanpa upaya konkret, usia TPST Bantargebang diperkirakan tidak akan bertahan lama, mengingat fasilitas ini telah beroperasi sejak 1996.
Pakar Lingkungan Universitas Indonesia, Mahawan Karuniasa menilai, salah satu cara memperpanjang usia TPST Bantargebang adalah dengan mengurangi beban sampah yang masuk.
“Kemudian, strategi memperpanjang tentu saja agar TPST itu terus dapat menampung sampah tentu saja yang pertama kita harus lihat dari hulunya, bagaimana mengurangi 7.000 ton per hari itu yang masuk ke Bantar Gebang,” ungkap Mahawan.
Pengurangan beban tersebut dapat dilakukan dengan pemilahan sampah sejak dari rumah tangga. Sampah yang telah dipilah kemudian dapat diolah melalui metode 3R (
Reduce, Reuse,
dan
Recycle)
.
Dengan pemilahan dan penerapan 3R, jumlah sampah yang dikirim ke Bantargebang diyakini akan berkurang secara signifikan.
Praktik inilah yang selama ini dilakukan Andi dan para karyawannya dengan memilah limbah plastik yang masih memiliki nilai ekonomi.
Selain memberi manfaat ekonomi, usaha tersebut turut membantu mengurangi volume sampah di Bantargebang.
Mahawan menilai pemerintah perlu membuat regulasi yang jelas untuk mengatasi persoalan sampah yang terus menggunung.
“Saya kira dengan regulasi yang ada pun pelaksanaannya kita arahkan untuk menjaga agar berapa pun jumlah sampah itu bisa seimbang dengan pemrosesannya,” kata dia.
Menurut Mahawan, regulasi yang telah dibuat juga harus diikuti dengan implementasi yang konsisten serta dukungan dari DPRD dan gubernur.
Anggota Komisi D DPRD Provinsi DKI Jakarta dari Fraksi PSI, Bun Joi Phiau, menyatakan persoalan Bantargebang telah lama menjadi perhatian legislatif.
“Persoalan Bantargebang menjadi permasalahan yang selalu menjadi perhatian kami di DPRD DKI Jakarta. Namun, akar permasalahannya terletak di jumlah sampah yang dihasilkan oleh Jakarta,” ungkap Bun.
Ia menyebutkan, berdasarkan data Pemerintah Provinsi DKI Jakarta pada 2019, lebih dari 1.300 truk mengangkut lebih dari 7.000 ton sampah dari Jakarta ke Bantargebang setiap hari.
Kondisi tersebut membuat tumpukan sampah di Bantargebang kian meninggi hingga setara gedung 16 lantai.
DPRD DKI Jakarta menilai, tumpukan sampah setinggi itu berpotensi menimbulkan berbagai risiko, termasuk longsor yang dapat membahayakan pekerja dan warga sekitar.
“Perihal ini, kami meminta Pemprov DKI untuk memonitor ketahanan tanggul-tanggul yang dibangun di sekitar Bantar Gebang. Semua bagiannya harus dicek secara berkala,” tutur Bun.
Ia menegaskan, apabila ditemukan keretakan atau kerusakan, Pemerintah Provinsi DKI Jakarta harus segera melakukan perbaikan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Ari Fahrial Syam
-

Guru Besar FKUI Ungkap Strategi Antisipasi Penyakit Pasca Bencana Alam Sumatera
Jakarta –
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam mengungkapkan ada beberapa langkah yang bisa dilakukan sebagai antisipasi merebaknya penyakit pasca bencana alam di utara Sumatera. Paling utama adalah pemberian alat-alat perlindungan diri dari bekas banjir.
Prof Ari mengungkapkan risiko penyakit pasca bencana alam banyak muncul dari infeksi bakteri akibat kurangnya alat perlindungan bagi korban.
“Mereka harus dilengkapi dengan alat pelindung diri saat membersihkan bekas banjir, misal dengan sepatu bot, masker, sarung tangan pelindung kepala dan mata. Mengingat bakteri ini bisa masuk dari luka pada kaki dan tangan atau tertelan,” ungkap Prof Ari pada detikcom, Minggu (30/11/2025).
Prof Ari mengatakan desinfektan juga harus didistribusikan untuk masyarakat. Khususnya, yang akan melakukan pembersihan lokasi pasca banjir.
Kondisi para pengungsi juga harus dijaga sedemikian rupa. Pemberian makan dan minum yang cukup dan bergizi dapat membantu meningkatkan sistem kekebalan tubuh dalam melawan risiko infeksi yang besar pasca bencana alam.
Beberapa kebutuhan lain yang perlu dipenuhi meliputi selimut dan alas tidur yang memadai, masker, sabun, dan hand sanitizer untuk menekan risiko penularan infeksi.
“Kita semua berharap musibah ini cepat berlalu dan kondisi kerusakan bisa segera teratasi, agar masyarakat dapat kembali beraktivitas seperti biasa,” sambungnya.
Risiko Infeksi Pasca Bencana Alam
Prof Ari mengungkapkan situasi pasca bencana alam dapat meningkatkan berbagai risiko masalah kesehatan. Ini disebabkan oleh daya tahan tubuh korban yang rendah hingga lingkungan yang sangat mendukung untuk pertumbuhan penyakit.
“Masyarakat berdampak banjir ini yang umumnya tinggal dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat karena pasca banjir berisiko untuk terinfeksi oleh infeksi saluran pencernaan antara lain diare atau demam tifoid,” kata Prof Ari.
Selain itu, masalah kesehatan yang rentan muncul pasca bencana alam adalah tetanus dan leptospirosis. Infeksi tetanus misalnya, dapat terjadi ketika warga membersihkan lokasi banjir dan mengalami luka, sehingga berpotensi memicu infeksi bakteri clostridium tetani yang banyak dijumpai pada debu dan kotoran hewan.
Beberapa gejala yang muncul akibat tetanus meliputi kekakuan tangan, badan, dan tengkuk, serta rasa sakit.
“Kita masih ingat bahwa setelah Tsunami di Aceh dilaporkan banyak kasus masyarakat yang terinfeksi tetanus. Pasien tetanus biasanya terjadi setelah 4-21 hari setelah masuknya kuman ke dalam tubuh,” ungkapnya.
Halaman 2 dari 2
(avk/up)
-

Guru Besar FKUI Ungkap Sederet Risiko Kesehatan Pasca Bencana Alam Utara Sumatera
Jakarta –
Guru Besar Ilmu Penyakit Dalam Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyoroti risiko dampak kesehatan yang dapat dialami korban bencana alam di Utara Sumatera. Seperti yang diketahui, beberapa wilayah seperti di Aceh dan Sumatera Utara tengah terdampak rentetan bencana alam seperti banjir dan tanah longsor.
Sampai Sabtu (29/11/2025) sore, tercatat ada sekitar 303 orang yang meninggal dunia dari musibah tersebut. Prof Ari menjelaskan bencana ini dapat memicu penurunan daya tahan tubuh korban akibat tingkat stres tinggi, istirahat yang kurang, hingga asupan yang seadanya.
Menurut Prof Ari, situasi ini dapat meningkatkan risiko berbagai masalah kesehatan, khususnya infeksi.
“Di satu sisi mereka akan terpapar dengan berbagai penyakit infeksi termasuk infeksi saluran pernafasan atas bahkan sampai terjadi infeksi paru sampai pneumonia,” ungkap Prof Ari pada detikcom, Minggu (30/11/2025).
“Selain itu, masyarakat berdampak banjir ini yang umumnya tinggal dengan kondisi lingkungan yang tidak sehat karena pasca banjir berisiko untuk terinfeksi oleh infeksi saluran pencernaan antara lain diare atau demam tifoid,” sambungnya.
Selain itu, risiko penyakit lain yang dapat muncul adalah tetanus dan leptospirosis. Tetanus adalah infeksi bakteri yang menghasilkan racun yang menyerang saraf sehingga menyebabkan kekakuan dan kejang otot, sementara leptospirosis merupakan infeksi bakteri dari air atau tanah terkontaminasi yang dapat menyebabkan demam, nyeri otot, dan gangguan organ.
Potensi tetanus dapat muncul pada orang-orang yang sedang membersihkan area banjir, lalu terluka atau tertusuk paku yang membuat bakteri clostridium tetani lebih mudah masuk tubuh.
“Sementara, leptospirosis terjadi karena pasien tertular melalui paparan dengan kotoran tikus. Penyakit leptospirosis juga dikenal dengan penyakit demam kuning. Karena memang pasien dengan leptospirosis ini mengalami demam tinggi, menggigil, mual, muntah dan mata, kulit serta buang air kecil berwarna kuning,” ujar Prof Ari.
Infeksi leptospirosis sering disebut sebagai hepatitis non-virus. Jika tidak ditangani dengan baik, kondisi ini dapat memicu komplikasi seperti gagal ginjal akut, pankreatitis, meningitis, dan perdarahan.
Halaman 2 dari 2
(avk/up)
-

Guru Besar FKUI Beberkan Kelompok Orang yang Berisiko Kena Penyumbatan Usus
Jakarta –
Sumbatan usus atau ileus obstruksi merupakan kondisi darurat medis yang bisa berakibat fatal jika tidak segera ditangani. Kondisi ini belakangan menjadi sorotan setelah ayah dari YouTuber Jerome, Marojahan Sintong Sijabat, dikabarkan meninggal dunia akibat kondisi tersebut.
Terkait sumbatan usus, dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam mengatakan kondisi ini bisa terjadi pada siapa saja, namun risikonya meningkat seiring bertambahnya usia.
Orang dengan kondisi tertentu juga memiliki risiko lebih tinggi, salah satunya pasien dengan kanker atau tumor.
“Bisa disebabkan karena kanker usus, sumbatan karena kanker, tumor,” ucap Prof Ari saat dihubungi detikcom, Minggu (2/11/2025).
Selain itu, pasien dengan riwayat operasi di perut, seperti operasi caesar (seksio sesarea) atau laparotomi, juga berisiko mengalami sumbatan akibat perlengketan jaringan di dalam rongga perut.
Pasien yang memiliki mobilitas terbatas, juga rentan mengalami sumbatan akibat penumpukan kotoran yang mengeras di saluran pencernaan, termasuk juga pasien yang memiliki gangguan pembuluh darah.
“Bisa itu sumbatan misalnya pada pembuluh darah yang menuju ke usus tersebut sehingga ususnya tersebut relatif ini tidak bergerak.Begitu ya untuk waktu tentu dan sehingga terjadi sumbatan tersebut,” lanjutnya.
“Dan juga ada beberapa kasus sering ditemukan juga pada hernia inguinalis. Usus itu terperangkap di luar karena hernia tersebut dan akhirnya terjadi sumbatan,” tuturnya.
Di sisi lain, ia mengimbau untuk tidak menyepelekan nyeri perut yang menetap, terutama bila disertai mual, muntah, kembung, atau kesulitan buang air besar dan buang gas.
Halaman 2 dari 2
(suc/kna)
-

Kebiasaan Makan yang Bisa Picu Sumbatan Usus, Hati-hati yang Doyan AYCE
Jakarta –
Sumbatan usus atau ileus obstruksi adalah suatu kondisi usus tersumbat, sehingga tidak ada cairan dan kotoran yang keluar dari anus. Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FKUI) Prof Ari Fahrial Syam menyebut kondisi ini sebagai keadaan darurat.
“Ini memang suatu keadaan emergensi, jadi harus segera ditangani. Kalau tidak, dia (usus) akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditangani,” terang Prof Ari saat dihubungi detikcom, Minggu (3/11/2025).
Ternyata kondisi sumbatan usus ini juga berpengaruh dari pola makan. Prof Ari menyebut diet tinggi lemak dan rendah serat dapat memicu risiko konstipasi atau sembelit, yang nantinya bisa menyebabkan sumbatan dan risiko untuk terjadinya kanker usus besar.
Menurutnya, makanan pedas tidak menjadi salah satu pemicunya. Tetapi, makanan yang mengandung daging bisa saja berpengaruh.
“Steak dan makan All You Can Eat (AYCE) yang mengandung daging,” tuturnya.
Senada dengan Prof Ari, spesialis penyakit dalam dr Aru Ariadno, SpPD-KGEH, menegaskan makanan pedas bukan menjadi salah satu pemicu sumbatan usus. Tetapi, diperlukan pola makan yang seimbang.
“Komposisinya harus cukup, terutama pada orang-orang dengan gangguan buang air besar disarankan untuk mengonsumsi makanan yang tinggi serat,” jelas dr Aru.
“Cukupkan minum air putih dan rajin berolahraga,” tambahnya.
Gejala dari penyumbatan usus ini kerap diabaikan atau tidak jelas. Tetapi, perlu memperhatikan gejala agar bisa ditangani dengan cepat. Tanda atau gejala yang bisa muncul, seperti:
Kembung.Begah.Mual.Muntah.Nyeri di perut yang hebat.Susah buang air besar.Diare.Sulit buang angin atau kentut.Perut mengeras.
(sao/kna)
-

Fakta-fakta Seputar Sumbatan Usus, Kondisi yang Bisa Berakibat Fatal
Jakarta –
Kepergian Marojahan Sintong Sijabat, ayah dari YouTuber ternama Jerome Polin, menyisakan duka mendalam bagi keluarga. Ia diketahui mengalami sumbatan usus akibat adanya gumpalan darah beku atau clot sebelum meninggal dunia.
Sebelum sempat menjalani operasi, kondisi Marojahan sempat menurun drastis. Kondisi kritis tersebut dipicu oleh penemuan clot lain yang menyumbat pembuluh darah menuju paru-paru.
“Ternyata clot-nya itu ada lagi di pembuluh darah yang menuju paru-paru sehingga paru-parunya tidak bisa mendapatkan oksigen karena jalannya ke paru-parunya tersumbat,” ungkap Chrissie, Ibu Jerome, saat memberikan keterangan di rumah duka Grand Surabaya dilihat dari Channel YouTube milik Jerome.
Di luar kasus tersebut, sebenarnya apa itu sumbatan usus?
Dokter spesialis penyakit dalam yang juga Dekan Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia (FK UI) Prof Ari Fahrial Syam menjelaskan sumbatan usus atau istilah medis ileus obstruksi merupakan kondisi darurat saat saluran pencernaan tersumbat, sehingga cairan dan kotoran tidak dapat keluar melalui anus.
Pasien dengan sumbatan usus biasanya akan mengalami perut kembung, begah, mual, dan muntah hebat. Dalam kasus berat, muntahan bahkan bisa menyerupai kotoran feses, disertai nyeri perut hebat yang tidak mereda.
Prof Ari menjelaskan penyebab kondisi ini bisa beragam. Sumbatan bisa muncul akibat tumor atau kanker usus, perlengketan pascaoperasi seperti operasi caesar (seksio sesarea) atau laparotomi, hingga kotoran yang terlalu keras dan menumpuk di dalam usus. Kondisi ini sering terjadi pada pasien yang memiliki mobilitas terbatas atau jarang bergerak.
Selain itu, gangguan pada pembuluh darah yang menuju ke usus juga dapat menyebabkan usus kehilangan fungsi geraknya, sehingga terjadi penyumbatan.
“Ini memang suatu keadaan emergensi. Jadi harus segera ditanganin. Kalau tidak, dia akan bisa saja terjadi perforasi, pecah bocor, atau jadi infeksi yang luas yang akhirnya juga sulit ditanganin,” sambungnya.
“Kondisi ini sebenarnya umum. Artinya di rumah sakit selalu saja ada kasus-kasus yang datang dengan kondisi obstruksi usus ini. Tapi dengan diagnosis yang tepat dan pasien juga tidak terlambat datang ke rumah sakit biasanya bisa ditanganin,” lanjutnya.
Penanganan sumbatan usus
Adapun penanganan utama dilakukan melalui operasi laparotomi untuk menghilangkan penyumbatan. Jika penyebabnya tumor, maka tumor diangkat. Begitu juga bila disebabkan oleh perlengketan, maka jaringan yang menempel akan diperbaiki. Sementara pada usus yang sudah mengalami nekrosis (jaringan mati), bagian tersebut perlu dipotong dan dibuang.
Kasus serupa juga dapat terjadi akibat hernia inguinalis, yaitu ketika sebagian usus terjebak di luar rongga perut dan menyebabkan sumbatan. Prof Ari menekankan pentingnya tidak menyepelekan nyeri perut, terutama bila disertai mual, muntah, atau perut kembung.
“Prinsipnya adalah nyeri perut itu jangan dianggap sederhana. Karena nyeri perut harus dipastikan apakah nyeri perut ini bagian dari sumbatan atau tidak,”
“Kalau nyeri perut ini bukan sumbatan ya tentu diobatin. Dan kita artinya kemungkinan untuk jadi sumbatan itu kecil pada kondisi kondisi pasien yang nyeri perut tersebut,” sambungnya.
Halaman 2 dari 2
(suc/suc)
/data/photo/2025/12/16/6940e5ac4b315.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/6940320232215.jpeg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
/data/photo/2025/12/15/693f4d2160e0e.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)

