Argo Yuwono Ditarik Kementerian UMKM, IPW: Polisi Lain Bagaimana?
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Indonesia Police Watch (IPW) mempertanyakan nasib polisi aktif lain yang masih menjabat di kementerian/lembaga, usai Irjen Argo Yuwono ditarik dari Kementerian UMKM.
Keputusan menarik Argo tidak lepas dari putusan Mahkamah Konstitusi yang menegaskan larangan
polisi
aktif menduduki jabatan sipil.
“Bagaimana dengan yang lain, apakah harus ditarik segera lalu dikaitkan dengan Pak Argo saya juga tak tahu,” kata Ketua
IPW
Sugeng Teguh Santoso kepada Kompas.com, Jumat (21/11/2025).
IPW menilai langkah Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo itu menimbulkan pertanyaan lebih besar, mengenai nasib polisi aktif lainnya yang masih menjabat di luar struktur
Polri
.
Sugeng mengaku pihaknya belum mengetahui alasan penarikan Argo dari jabatan Inspektur Jenderal Kementerian UMKM itu.
“IPW tidak tahu ya alasan penarikan Pak
Argo Yuwono
dari Kementerian UMKM, belum tahu informasi itu. Yang kedua, mengapa ditarik itu memang harus ditanya kepada Kapolri langsung, nih,” terangnya.
Sugeng juga belum dapat memastikan apakah penarikan Argo berkaitan dengan putusan MK yang melarang polisi aktif menjabat di luar struktur Polri jika tidak pensiun atau mengundurkan diri.
Kendati demikian, ia menilai Polri tetap perlu mematuhi putusan tersebut.
“Akan tetapi putusan tersebut kan harus dilaksanakan ya oleh Polri, karena putusan tersebut adalah sumber hukum,” pungkasnya.
Diberitakan sebelumnya, Irjen Argo Yuwono resmi ditarik kembali ke lingkungan Polri usai menjalani penugasan di Kementerian UMKM.
Pengumuman tersebut disampaikan Kepala Biro Penerangan Masyarakat (Karo Penmas) Divisi Humas Polri, Brigjen Trunoyudo Wisnu Andiko.
Truno mengatakan, penarikan Argo merupakan bentuk komitmen Polri dalam mematuhi Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) Nomor 114/PUU/XXIII/2025 yang ditetapkan pada 13 November 2025.
Putusan MK tersebut menegaskan bahwa anggota Polri yang masih aktif tidak diperbolehkan menduduki jabatan sipil atau struktural di luar institusi kepolisian, kecuali jika yang bersangkutan telah mengundurkan diri atau memasuki masa pensiun.
Berikut ini nama-nama polisi aktif yang masih menduduki jabatan sipil, selain Argo Yuwono:
1. Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Komjen Pol, Setyo Budiyanto.
2. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho Sekjen Kementrian Kelautan dan Perikanan (KKP).
3. Panca Putra Simanjuntak yang bertugas di Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas).
4. Komjen Pol Nico Afinta selaku Sekjen Menteri Hukum.
5. Komjen Suyudi Ario Seto selaku Kepala Badan Narkotika Nasional (BNN).
6. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo selaku Wakil Kepala BSSN.
7. Komjen Pol Eddy Hartono selaku Kepala Badan Nasional Penanggulangan Terorisme (BNPT).
8. Irjen Pol Mohammad Iqbal menjabat sebagai Sekretaris Jenderal Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI.
Selain itu, ada sejumlah nama lain yang hingga kini menduduki jabatan sipil.
Mereka adalah Brigjen Sony Sanjaya selaku Wakil Kepala Badan Gizi Nasional; Brigjen Yuldi Yusman selaku Pelaksana tugas Direktur Jenderal Imigrasi di Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan; Kombes Jamaludin di Kementerian Haji dan Umrah; Brigjen Rahmadi selaku Staf Ahli di Kementerian Kehutanan; Brigjen Edi Mardianto selaku Staf Ahli Menteri Dalam Negeri; Komjen I Ketut Suardana selaku Inspektur Jenderal Kementerian Perlindungan Pekerja Migran Indonesia.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
Tag: Argo Yuwono
-
/data/photo/2025/09/05/68babeaac05ea.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)
Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…
Polisi Aktif Dinilai Tetap Boleh Isi Jabatan Sipil, Asalkan…
Tim Redaksi
JAKARTA, KOMPAS.com
– Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang melarang anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun memantik kembali perdebatan soal batasan keterlibatan polisi di instansi non-kepolisian.
Menurut Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (
Kompolnas
) Mohammad Choirul Anam atau Cak Anam menegaskan bahwa aturan tetap membuka ruang tertentu bagi anggota Polri aktif untuk mengisi jabatan sipil, dengan syarat yang ketat.
Undang-Undang Kepolisian memang membatasi penempatan
polisi
aktif pada jabatan sipil yang tidak memiliki relevansi dengan tugas pokok Polri.
“Menurut undang-undang kepolisian, itu memang dilarang kalau tidak berkaitan,” ujar Cak Anam kepada
Kompas.com
, Sabtu (15/11/2025).
Namun, ia menegaskan bahwa penempatan berbasis kebutuhan tetap dimungkinkan selama jabatan tersebut berkaitan erat dengan tugas penegakan hukum atau memerlukan keahlian kepolisisian.
“Kalau yang berkaitan memang boleh. Itu ada aturannya dalam undang-undang ASN yang diatur di PP. Jika berkaitan, memang dibolehkan,” kata Cak Anam.
Ia mencontohkan lembaga-lembaga yang dalam praktiknya membutuhkan personel Polri karena karakteristik pekerjaannya.
“Misalnya BNN, BNPT, KPK, atau lembaga lain yang memang erat kaitannya dengan kerja-kerja kepolisian. Khususnya penegakan hukum yang tidak bisa tergantikan,” ujarnya.
Cak Anam merujuk pada UU Nomor 20 Tahun 2023 tentang ASN sebagai dasar hukum yang memperbolehkan anggota Polri mengisi jabatan tertentu di instansi sipil.
Pasal 19 menyatakan:
1. Jabatan ASN diisi dari Pegawai ASN.
2. Jabatan ASN tertentu dapat diisi dari prajurit TNI dan anggota Polri yang dilaksanakan pada instansi pusat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang mengenai TNI dan Undang-Undang mengenai Polri.
Sementara Pasal 20 mengatur sebaliknya:
Pegawai ASN dapat menduduki jabatan di lingkungan TNI dan Polri sesuai kompetensi yang dibutuhkan.
Hal ini yang menurut Cak Anam membuka ruang bagi anggota Polri untuk mengisi jabatan sipil, selama sifat jabatannya relevan dan dibutuhkan.
Pengamat kepolisian dan mantan Komisioner Kompolnas, Poengky Indarti, menilai polemik “polisi vs jabatan sipil” muncul karena adanya salah kaprah mengenai kedudukan polisi dalam sistem ketatanegaraan Indonesia.
“Yang saya heran adalah dikotomi polisi dan jabatan sipil. Seolah polisi itu bukan sipil dan ‘memaksakan diri’ duduk di jabatan sipil,” kata Poengky kepada
Kompas.com
, Sabtu.
Ia menegaskan, sejak Reformasi 1998, Polri telah menjadi institusi sipil sepenuhnya.
Hal ini ditegaskan melalui TAP MPR Nomor VI Tahun 2000 tentang Pemisahan TNI dan Polri serta UU Nomor 2 Tahun 2002 tentang Polri.
“Polisi itu sipil, bukan militer, bukan kombatan seperti tentara. Polisi juga tunduk pada peradilan umum. Jadi semakin jelas sipilnya,” tegas Poengky.
Putusan MK menjadi sorotan karena saat ini banyak perwira tinggi Polri aktif yang menduduki jabatan strategis di kementerian dan lembaga negara, termasuk yang tidak berkaitan langsung dengan penegakan hukum.
Mereka juga menjadi pihak yang namanya tercantum dalam permohonan uji materi yang dikabulkan MK.Berikut nama-nama polisi aktif yang menduduki jabatan sipil dan tertuang dalam berkas permohonan ke MK:
1. Komjen Pol Setyo Budiyanto – Ketua KPK
2. Komjen Pol Rudy Heriyanto Adi Nugroho – Sekjen Kementerian KKP
3. Komjen Pol Panca Putra Simanjuntak – Lemhannas
4. Komjen Pol Nico Afinta – Sekjen Kementerian Hukum
5. Komjen Pol Suyudi Ario Seto – Kepala BNN
6. Komjen Pol Albertus Rachmad Wibowo – Wakil Kepala BSSN
7. Komjen Pol Eddy Hartono – Kepala BNPT
8. Irjen Pol Mohammad Iqbal – Inspektur Jenderal DPD RI
Polisi aktif lain yang menduduki jabatan sipil:
1. Brigjen Sony Sanjaya – Wakil Kepala Badan Gizi Nasional
2. Brigjen Yuldi Yusman – Plt Dirjen Imigrasi, Kementerian Imigrasi dan Pemasyarakatan
3. Kombes Jamaludin – Kementerian Haji dan Umrah
4. Brigjen Rahmadi – Staf Ahli Kementerian Kehutanan
5. Brigjen Edi Mardianto – Staf Ahli Mendagri
6. Irjen Prabowo Argo Yuwono – Irjen Kementerian UMKM
7. Komjen I Ketut Suardana – Irjen Kementerian Perlindungan Pekerja Migran
Sejumlah jabatan tersebut dinilai tidak seluruhnya memiliki keterkaitan langsung dengan penegakan hukum, sehingga keberadaannya dipertanyakan setelah putusan MK keluar.
Pada Kamis pekan lalu, MK mengabulkan seluruh permohonan uji materi perkara 114/PUU-XXIII/2025 terkait Pasal 28 ayat (3) UU Polri.
Putusan tersebut menegaskan bahwa anggota Polri aktif tidak boleh menduduki jabatan sipil tanpa mengundurkan diri atau pensiun dari institusi.
“Amar putusan, mengadili: 1. Mengabulkan permohonan para pemohon untuk seluruhnya,” kata Ketua MK Suhartoyo, Kamis.
Hakim konstitusi Ridwan Mansyur menjelaskan bahwa frasa “mengundurkan diri atau pensiun dari dinas kepolisian” adalah syarat mutlak untuk menduduki jabatan sipil.
Sementara penambahan frasa dalam penjelasan pasal “atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri” justru mengaburkan norma tersebut.
Frasa itu memperluas makna aturan dan menyebabkan ketidakpastian hukum, baik bagi anggota Polri yang ingin menduduki jabatan sipil maupun bagi ASN yang bersaing mengisi jabatan serupa.
Menurutnya, hal tersebut berakibat menimbulkan ketidakpastian hukum dalam pengisian bagi anggota Polri yang dapat menduduki jabatan di luar kepolisian, dan sekaligus menimbulkan ketidakpastian hukum bagi karier ASN yang berada di luar institusi kepolisian.
“Berdasarkan seluruh pertimbangan hukum tersebut di atas, dalil para Pemohon bahwa frasa ‘atau tidak berdasarkan penugasan dari Kapolri’ dalam Penjelasan Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 telah ternyata menimbulkan kerancuan dan memperluas norma Pasal 28 ayat (3) UU 2/2002 sehingga menimbulkan ketidakpastian hukum sebagaimana yang dijamin dalam Pasal 28D ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 adalah beralasan menurut hukum,” kata Ridwan.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.
/data/photo/2025/05/06/6819e25f648cb.jpg?w=1200&resize=1200,0&ssl=1)







