Tag: Anwar Usman

  • Puan Maharani Respons Surat Forum Purnawirawan Prajurit TNI Terkait Pemakzulan: Masih Dalam Proses – Page 3

    Puan Maharani Respons Surat Forum Purnawirawan Prajurit TNI Terkait Pemakzulan: Masih Dalam Proses – Page 3

    Sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI secara resmi mengirimkan surat ke MPR dan DPR pada 2 Juni 2025.

    Mereka mengusulkan pemakzulan terhadap wakil presiden  dengan alasan dugaan pelanggaran etik dalam proses pencalonan dirinya sebagai wakil presiden.

    Forum menilai pencalonan Gibran tidak lepas dari intervensi relasi keluarga melalui Ketua Mahkamah Konstitusi saat itu, Anwar Usman, yang juga merupakan paman Gibran.

    Hal ini dianggap mencederai prinsip demokrasi dan integritas lembaga negara.

  • Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    Gibran Disomasi Advokat dan Didesak Mundur sebagai Wapres, Persoalkan Akun Fufufafa hingga Noda Demokrasi

    FAJAR.CO.ID — Desakan kepada Gibran Rakabuming Raka untuk mundur dari jabatan Wakil Presiden RI terus menyeruak. Selain desakan mundur dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI, Gibran juga mendapat somasi dari Para Advokat Perekat Nusantara.

    Somasi Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai wakil presiden setelah 7 hari menerima surat somasi.

    Langkah Advokat Perekat Nusantara mendesak Gibran untuk mundur tak hanya berhenti sampai memberikan somasi saja. Jika Gibran tidak mengindahkan somasi, Advokat Perekat Nusantara berjanji akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    Masalah yang diangkat Advokat Perekat Nusantara dan menjadi desakan bagi Gibran untuk mundur cukup beragam. Mulai dari tidak adanya klarifikasi Gibran terkait kepemilikan akun bernama Fufufafa di platform
    media sosial hingga sepak terjangnya yang dianggap telah menodai demokrasi Pemilu 2024.

    Perwakilan para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia.

    Menurutnya, Tim Gibran telah menjadi noda demokrasi Indonesia melalui atraksi yang memaksakan Gibran Rakabuming Raka menjadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025).

  • Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Gibran Disomasi, Diminta Untuk Segera Mundur Sebagai Wapres

    Bisnis.com, Jakarta — Gibran Rakabuming Raka disomasi oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI agar mundur sebagai Wakil Presiden.

    Perwakilan Para Advokat Perekat Nusantara Petrus Salestinus mengatakan Gibran Rakabuming Raka telah menodai demokrasi Pemilu 2024 dan sistem ketatanegaraan Indonesia. Hal tersebut bisa dilihat dari atraksi yang dilakukan oleh tim Gibran saat memaksakan Gibran Rakabuming Raka jadi Cawapres mendampingi Prabowo Subianto pada Pemilu 2024.

    “Putusan MK dan Putusan MKMK tidak hanya berimplikasi kepada Hakim Konstitusi Anwar Usman diberhentikan dari jabatan Ketua MK dan 8 Hakim Konstitusi lainnya diberi sanksi administratif berupa teguran tertulis dan teguran lisan, akan tetapi juga berimplikasi hukum pada tidak sahnya putusan MK No: 90/PUU-XXI/2023, tanggal 16 Oktober 2023,” ujarnya, Rabu (2/7/2025). 

    Selain itu, Petrus juga mempermasalahkan unggahan akun media sosial Fufufafa yang disebut-sebut milik Gibran Rakabuming Raka. Menurutnya, sampai saat ini masih belum ada klarifikasi dari pihak Gibran Rakabuming Raka terkait akun tersebut.

    “Padahal kan terdapat muatan penghinaan berupa penyebaran berita bohong yang menimbulkan rasa kebencian, aspek asusila berorientasi seksual yang tidak sehat pada si pemilik akun Fufufafa, sehingga runtuhlah kepercayaan publik,” katanya.

    Dia mendesak Gibran Rakabuming Raka untuk mengundurkan diri sebagai Wapres, setelah 7 hari menerima surat somasi yang dilayangkan oleh Para Advokat Perekat Nusantara dan TPDI. Jika tidak segera mengundurkan diri, para advokat perekat nusantara dan TPDI akan maju ke MPR dan mengusulkan pemakzulan Gibran sebagai Wapres.

    “Kami akan membawa permasalahan ini sebagai aspirasi masyarakat kepada MPR untuk menyelenggarakan sebuah sidang MPR guna Mendiskualifikasi jabatan wakil presiden atas nama Gibran Rakabuming Raka,” ucapnya.

  • Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR

    Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR

    Utak-atik MK Koreksi Produk Politik DPR
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com

    Mahkamah Konstitusi
    (
    MK
    ) kembali disorot
    DPR
    setelah memutuskan untuk memisah pemilihan umum (
    pemilu
    ) nasional dan daerah mulai 2029.
    Dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK memutuskan pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan pemilihan anggota DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan
    Pilkada
    .
    Putusan ini disorot DPR karena MK terkesan melampaui kewenangannya sebagai penjaga konstitusi atau
    guardian of constitution
    .
    Pasalnya, pemisahan pemilu nasional dan daerah akan berdampak terhadap sejumlah undang-undang, yakni Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang
    Pemilu
    , Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pilkada, Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2019 tentang MPR, DPR, DPD, dan DPRD (MD3), dan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah.
    Namun sebelum putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024, MK sudah beberapa kali melakukan koreksi terhadap undang-undang yang dibentuk dan disahkan oleh DPR.
    Banyak dari produk politik DPR yang berkaitan dengan sistem kepemiluan di Indonesia “direvisi” oleh MK. Apa saja koreksi MK terhadap produk politik buatan DPR terkait kepemiluan? Berikut daftarnya
    Pada Senin (16/10/2023), MK mengabulkan perkara Nomor 90/PUU-XXI/2023 terkait usia minimal calon presiden (capres) dan calon wakil presiden (cawapres) dalam
    UU Pemilu
    .
    Pemohon gugatan adalah mahasiswa Fakultas Hukum Universitas Surakarta (Unsa) bernama Almas Tsaqibbirru.
    Dalam putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023, Mahkamah membolehkan seseorang yang belum berusia 40 tahun mencalonkan diri sebagai capres atau cawapres selama berpengalaman menjadi kepala daerah atau jabatan lain yang dipilih melalui pemilihan umum.
    Pasal 169 huruf q Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu sedianya berbunyi, “Persyaratan menjadi calon presiden dan calon wakil presiden adalah: berusia paling rendah 40 (empat puluh) tahun.”
    Atas putusan MK ini, seseorang yang pernah menjabat sebagai kepala daerah atau pejabat negara lainnya yang dipilih melalui pemilu bisa mencalonkan diri sebagai presiden atau wakil presiden meski berusia di bawah 40 tahun.
    “Menyatakan Pasal 169 huruf q Undang-undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2017 Nomor 182, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 6109) yang menyatakan, “berusia paling rendah 40 tahun” bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat, sepanjang tidak dimaknai berusia paling rendah 40 tahun atau pernah/sedang menduduki jabatan yang dipilih melalui pemilihan umum, termasuk pemilihan kepala daerah,” ujar Hakim Konstitusi Anwar Usman saat itu.
    Diketahui, putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023 menjadi gerbang masuk Gibran Rakabuming Raka untuk mendaftar sebagai cawapres dari Prabowo subianto pada pemilihan presiden (Pilpres) 2024.
    MK kemudian mengabulkan sebagian gugatan ambang batas parlemen atau
    parliamentary threshold
    (PT) sebesar 4 persen yang dimuat Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu.
    Perkara yang terdaftar dengan Nomor 116/PUU-XXI/2023 ini diajukan oleh Ketua Pengurus Perludem Khoirunnisa Nur Agustyati dan Bendahara Pengurus Yayasan Perludem Irmalidarti.
    Dalam putusannya, MK menyatakan norma Pasal 414 ayat (1) UU Pemilu atau ambang batas parlemen 4 persen tetap konstitusional sepanjang tetap berlaku untuk pemilihan anggota DPR pada 2024.
    Selanjutnya,, MK menyatakan aturan itu konstitusional bersyarat untuk diberlakukan pada pemilihan DPR pada 2029 dan pemilu berikutnya sepanjang telah dilakukan perubahan dengan berpedoman pada beberapa syarat yang sudah ditentukan.
    Dengan kata lain, MK menyebut ambang batas 4 persen harus diubah sebelum Pemilu serentak tahun 2029.
    “Dalam pokok permohonan; satu, mengabulkan permohonan pemohon untuk sebagian,” kata Ketua MK Suhartoyo membacakan putusan di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis (29/2/2023).
    Setelah itu, mengatur ulang besaran ambang batas pencalonan kepala daerah yang diatur dalam Undang-Undang (UU) Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota (Pilkada).
    MK lewat putusan Nomor 60/PUU-XXII/2024 menyatakan inkonstitusional Pasal 40 ayat (3) UU 10/2016 yang mengatur hanya partai politik yang memperoleh kursi di Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) yang bisa mencalonkan kepala daerah.
    Dengan adanya putusan itu, partai politik atau gabungan parpol peserta pemilu yang memiliki suara sah bisa mengajukan calon kepala daerah tanpa harus mendapatkan kursi di DPRD.
    Kemudian, ambang batas pencalonan kepala daerah oleh parpol atau gabungan parpol tidak lagi sebesar 25 persen perolehan suara hasil pemilihan anggota DPRD atau 20 persen kursi di DPRD.
    Setelah mengubah parliamentary threshold sebesar 4 persen, MK juga menghapus ambang batas pencalonan presiden atau
    presidential threshold
    sebesar 20 persen.
    Penghapusan presidential threshold ini diputuskan dalam sidang perkara Nomor 62/PUU-XXII/2024 yang digelar pada Kamis (2/1/2025).
    Diketahui, UU Pemilu mengatur ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden oleh parpol atau gabungan parpol adalah paling sedikit 20 persen dari jumlah kursi DPR atau 25 persen dari suara sah nasional.
    MK menilai,
    presidential threshold
    sebagaimana tercantum dalam Pasal 222 UU Pemilu dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945, serta hak politik dan kedaulatan rakyat.
    “Rezim ambang batas pengusulan pasangan calon presiden dan wakil presiden (presidential threshold) berapapun besaran atau angka persentasenya adalah bertentangan dengan Pasal 6A ayat (2) UUD NRI Tahun 1945,” ujar Wakil Ketua MK Saldi Isra.
    Dalam batas penalaran yang wajar, MK memandang
    presidential threshold
    dalam Pasal 222 UU Pemilu menutup dan menghilangkan hak konstitusional parpol untuk mengusulkan capres-cawapres.
    Terutama, partai politik yang tidak memiliki persentase suara sah secara nasional atau persentase jumlah kursi di DPR pada pemilu sebelumnya.
    MK berpandangan, penerapan angka ambang batas minimal persentase tersebut terbukti tidak efektif dalam menyederhanakan jumlah partai politik peserta pemilu.
    Di sisi lain, penetapan besaran atau persentasenya dinilai tidak didasarkan pada penghitungan yang jelas dengan rasionalitas yang kuat.
    Terbaru, MK memutuskan memisah antara pemilihan umum (Pemilu) nasional dan daerah mulai 2029 dalam putusan Nomor 135/PUU-XXII/2024.
    Artinya, pemilu nasional hanya ditujukan untuk memilih anggota DPR, DPD, dan presiden/wakil presiden. Sedangkan Pileg DPRD provinsi hingga kabupaten/kota akan dilaksanakan bersamaan dengan Pilkada.
    Pakar hukum tata negara Sekolah Tinggi Hukum Indonesia (STHI) Jentera, Bivitri Susanti, menilai reaksi partai politik yang resisten dengan putusan MK soal pemisahan pemilu nasional dan lokal disebabkan oleh kenyamanan yang terganggu.
    Menurut Bivitri, pengurus partai politik sudah terlanjur nyaman dengan sistem pemilu yang berlaku selama ini sehingga putusan MK tersebut membuat mereka protes.
    “Tentu saja Nasdem mungkin, maupun partai-partai lain menolak karena kan merasa apa yang sudah nyaman buat mereka diacak-acak oleh MK,” ucap Bivitri di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (1/7/2025).
    Bivitri juga menepis anggapan yang dikemukakan Partai Nasdem bahwa putusan MK tersebut inkonstitusional.
    Menurut dia, apa yang diputuskan Mahkamah Konstitusi sudah sesuai dengan tugas pokok dan fungsi sebagai penjaga konstitusi negara.
    Ia mengatakan, bukti bahwa putusan MK masih dalam koridor tugas mereka adalah adanya permintaan rekayasa konstitusional kepada pembentuk undang-undang.
    MK disebut masih menyerahkan kewenangan pemerintah dan DPR untuk membentuk aturan yang sesuai dengan penafsiran konstitusi.
    “Karena lihat saja, mereka (MK) minta tolong pembentuk undang-undang kan. Bikin dong rekayasa konstitusionalnya. Karena mereka memang tidak ada intensi untuk bikin undang-undang, mereka benar-benar hanya menafsirkan pasal yang diminta,” kata Bivitri.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Di Sidang UU Hak Cipta Ariel Cs, Anwar Usman: Kebetulan, Suara Saya Kalau Nyanyi Tidak Kalah dengan Artis

    Di Sidang UU Hak Cipta Ariel Cs, Anwar Usman: Kebetulan, Suara Saya Kalau Nyanyi Tidak Kalah dengan Artis

    Di Sidang UU Hak Cipta Ariel Cs, Anwar Usman: Kebetulan, Suara Saya Kalau Nyanyi Tidak Kalah dengan Artis
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Konstitusi
    Anwar Usman
    mengaku suaranya tak kalah bagus dengan para artis dan penyanyi profesional jika diminta untuk bernyanyi.
    Hal itu disampaikan Anwar dalam sidang lanjutan uji materi Undang-Undang Hak Cipta dengan nomor perkara 28/PUU-XXIII/2025 yang dilayangkan oleh Nazril Ilham (
    Ariel Noah
    ) Cs yang digelar di Ruang Sidang Utama
    Mahkamah Konstitusi
    (MK), Senin (30/6/2025).
    “Ya kebetulan saya juga nih, suara saya kalau nyanyi itu tidak kalah dengan artis,” katanya dalam sidang.
    Karena suaranya bagus, Ipar Presiden Ketujuh RI Joko Widodo ini mengklaim, sering diminta tampil dalam sebuah acara untuk menyanyikan lagu-lagu populer, dan belum izin kepada para pencipta lagu.
    “Dan sering diminta tampil kalau ada acara, nah ini jadi dikaitkan dengan beberapa penjelasan tadi, saya hanya minta penjelasan tambahan (terkait menyanyikan lagu di sebuah acara tanpa izin),” katanya.
    Suara “bagus” Anwar Usman ini juga disebut oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra.
    Dia awalnya menanyakan ranah pidana dari pelaku pertunjukan yang tidak memberikan royalti atau berkaitan dengan izin penggunaan karya seni dalam acara komersial.
    “Dan kalau itu dibiarkan terus menerus, mengancam kami-kami yang penikmat seni Pak. Kalau yang mulia Pak Anwar, beliau (selain) penikmat seni, pelaku seni juga,” kata Saldi.
    “Kalau kami itu lebih pada menikmati seni, karena ini suaranya cempreng semua ini, di luar Pak Anwar. Enggak ada yang bisa nyanyi yang bagus di sini,” imbuhnya lagi.
    Sebab itu, dia meminta agar pemerintah dan DPR RI yang menjadi pihak terkait dalam uji materi tersebut bisa memberikan data lengkap kasus sengketa hak cipta tersebut.
    “Nah tolong ini bisa jadi perhatian juga oleh kita semua, jangan soal hak ekonomi yang ditempelkan kepada Hak Cipta itu, kemudian menghilangkan hak warga negara untuk menikmati seni dan budaya itu,” tandasnya.
    Sebagai informasi, Ariel bersama 28 musisi lainnya melakukan uji materi
    UU Hak Cipta
    Nomor 28 Tahun 2014.
    Ada beragam permintaan Ariel Cs kepada MK yang didasari kasus tuntutan pencipta lagu kepada musisi yang marak terjadi belakangan.
    Salah satu permohonan mereka adalah meminta MK membolehkan penyanyi membawakan lagu tanpa izin pencipta lagu, asalkan membayar royalti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Tak Singgung Surat Pemakzulan Gibran di Paripurna Hari Ini

    DPR Tak Singgung Surat Pemakzulan Gibran di Paripurna Hari Ini

    Bisnis.com, JAKARTA — DPR tidak menyinggung dan membacakan surat pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka di Rapat Paripurna DPR RI ke-20 Masa Persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025.

    Berdasarkan pantauan, Ketua DPR RI Puan Maharani hanya berpidato menyampaikan pokok agenda sidang DPR mendatang saja yang sekaligus menjadi pembuka masa persidangan IV Tahun Sidang 2024-2025.

    Adapun, seusai Rapat Paripurna selesai, Puan mengaku dirinya mesih belum melihat surat yang sudah dikirimkan purnawirawan TNI dan diterima DPR pada 3 Juni kemarin.

    “Belum lihat [suratnya], ini baru masuk masa sidang semua surat yang diterima masih di tata usaha,” ujarnya kepada wartawan, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

    Wacana Pemakzulan Gibran

    Sebelumnya di lain kesempatan, anggota DPR RI dari Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo mengatakan bahwa surat usulan dari Forum Purnawirawan TNI itu akan ditindaklanjuti sesuai dengan amanat Pasal 7 UUD 1945 yang berisikan surat akan dibacakan di Rapat Paripurna DPR.

    Sementara itu, lanjutnya, untuk pengambilan keputusan dapat dilakukan apabila rapat dihadiri oleh 2/3 anggota DPR dan disetujui oleh 2/3 anggota yang hadir.

     “Maka tahapan proses pemakzulan sesuai UUD 1945 Pasal 7 dimulai, karena setelahnya DPR akan mengirim surat tersebut dengan pertimbangan-pertimbangannya kepada MK untuk diperiksa dan diputuskan apakah terjadi pelanggaran berat atau tidak,” terangnya.

    Sebagai informasi, berdasarkan salinan dokumen yang diperoleh Bisnis, surat itu bernomor 003/FPPTNI/V/2025 dan bertitimangsa Jakarta, 26 Mei 2025. Surat ditujukan kepada Ketua MPR RI dan Ketua DPR RI periode 2024—2029. 

    Dalam argumentasi hukumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menilai bahwa pencalonan Gibran melanggar prinsip hukum, etika publik, dan konflik kepentingan. 

    Pasalnya, Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui perubahan batas usia capres-cawapres berdasarkan Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023, yang dinilai melanggar UU Nomor 48/2009 tentang Kekuasaan Kehakiman. Proses itu dinilai cacat hukum karena Ketua Hakim MK yang memutuskan perkara adalah paman Gibran sendiri, yakni Anwar Usman.  

    “Dengan demikian, terbukti bahwa keputusan tersebut menunjukkan tidak independen karena adanya intervensi melalui relasi keluarga langsung (paman-keponakan) antara Ketua MK Anwar Usman dengan Sdr. Gibran Rakabuming Raka. Hal ini bertentangan dengan prinsip imparsialitas lembaga peradilan dan asas fair trial dalam hukum tata negara,” dikutip dari surat tersebut pada Rabu (4/6/2025).

  • 3
                    
                        Pimpinan DPR Segera Rapat Pembahasan Surat Pemakzulan Gibran: Mungkin Besok, atau Pekan Depan
                        Nasional

    3 Pimpinan DPR Segera Rapat Pembahasan Surat Pemakzulan Gibran: Mungkin Besok, atau Pekan Depan Nasional

    Pimpinan DPR Segera Rapat Pembahasan Surat Pemakzulan Gibran: Mungkin Besok, atau Pekan Depan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Wakil Ketua
    DPR RI
    Sufmi Dasco Ahmad mengatakan, surat usulan
    pemakzulan
    Wakil Presiden RI
    Gibran Rakabuming Raka
    akan dibahas lewat rapat pimpinan dan badan musyawarah (Bamus) DPR RI.
    Namun, Dasco belum mengungkap secara pasti kapan rapat pembahasan surat yang dilayangkan Forum Purnawirawan Prajurit TNI itu akan dilakukan.
    Sebab, surat itu sampai saat ini masih berada di Sekretariat Jenderal DPR RI.
    “Suratnya secara resmi dari Setjen DPR RI belum dikirim ke pimpinan, dan kalau dikirim ke pimpinan akan dibahas di rapim (rapat pimpinan) dan bamus sesuai mekanisme, mungkin besok atau pekan depan,” ujar Dasco, usai rapat paripurna pembukaan masa sidang, Senin (24/6/2025).
    Dasco menekankan bahwa tindak lanjut surat usulan
    pemakzulan Gibran
    itu harus dilakukan secara berhati-hati oleh
    pimpinan DPR
    RI.
    Sebab, terdapat banyak surat masuk ke DPR RI yang berasal dari pihak-pihak yang mengatasnamakan diri sebagai purnawirawan TNI-Polri.
    Untuk itu, DPR RI perlu mengkaji secara cermat dan hati-hati sebelum menentukan langkah ataupun tindak lanjut yang akan diambil.
    “Jadi begini, kami juga mendapatkan surat, juga dari forum purnawirawan, juga beberapa surat yang mengatasnamakan purnawirawan kan banyak. Jadi, kita mesti sikapi hati-hati dan kita akan kaji dengan cermat sebelum ada hal yang diambil DPR,” pungkas dia.
    Untuk diketahui, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirim surat berisi desakan pemakzulan Gibran kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI.
    Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyorot bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.
    Mereka menilai, putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.
    “Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023 terhadap pasal 169 huruf q Undang-Undang Pemilu seharusnya batal demi hukum karena Anwar Usman tidak mengundurkan diri dari majelis hakim, padahal memiliki konflik kepentingan,” demikian bunyi isi surat tersebut.
    Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.
    “Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.
    Oleh karenanya, forum ini mendesak DPR segera memproses usulan pemakzulan Gibran sesuai ketentuan hukum dan konstitusi yang berlaku.
    Sekretaris Jenderal (Sekjen) DPR RI Indra Iskandar menyatakan bahwa pihaknya sudah menerima surat tersebut dan telah meneruskannya ke pimpinan DPR RI.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    Gibran Terancam Dimakzulkan, Mahfud MD Ungkap 4 Nama Pengganti: AHY, Puan, Ganjar, Anies

    GELORA.CO – Langit politik nasional kembali diselimuti awan gelap.

    Polemik soal posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka kini semakin menguat dan tak lagi sekadar jadi obrolan di belakang layar.

    Sorotan publik makin tajam usai munculnya desakan pemakzulan secara terbuka dari para jenderal purnawirawan TNI.

    Isu ini seolah mengonfirmasi bahwa stabilitas politik pemerintahan belum benar-benar kokoh, meskipun Presiden Prabowo baru saja mulai menjalankan masa kepemimpinannya.

    Bukan hanya isu integritas, tuduhan soal cacat konstitusional dalam proses pencalonan Gibran pun kembali diangkat ke permukaan.

    Situasi ini membuka ruang spekulasi yang lebih luas mengenai siapa sosok yang mungkin akan menggantikan posisi Gibran jika skenario pemakzulan benar-benar terjadi.

    Mantan Menko Polhukam yang juga pakar hukum tata negara, Mahfud MD, ikut bersuara menanggapi isu yang tengah bergulir kencang ini.

    Dalam kanal YouTube pribadinya, Mahfud mengungkap bahwa apabila Gibran dimakzulkan, Presiden Prabowo memiliki kewenangan konstitusional untuk mengusulkan dua nama pengganti ke Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR).

    “Ini sudah diatur secara konstitusional. Jika Wapres berhalangan tetap atau dimakzulkan, maka MPR akan memilih dari dua nama yang diajukan Presiden,” tegas Mahfud.

    Menariknya, Mahfud menyebut empat nama kuat yang menurutnya berpeluang besar masuk bursa calon Wakil Presiden pengganti Gibran.

    Empat tokoh tersebut ialah Agus Harimurti Yudhoyono (AHY), Puan Maharani, Ganjar Pranowo, dan Anies Baswedan.

    AHY dinilai sebagai figur muda yang mewakili kekuatan Demokrat dalam koalisi, meski Mahfud menyebut ia belum menjadi figur sentral.

    Sementara Puan Maharani dan Ganjar Pranowo dari PDIP disebut bisa menjadi pilihan ideal jika Prabowo ingin menjaga keseimbangan politik pasca-pemilu.

    Namun, penyebutan nama Anies Baswedan sontak mengejutkan publik.

    Pasalnya, Anies merupakan lawan politik utama Prabowo-Gibran di Pilpres 2024 dan saat ini tak berada dalam struktur partai politik mana pun.

    Mahfud menyebut peluang Anies kecil, namun tak menutup kemungkinan jika kompromi besar menjadi jalan yang dipilih Prabowo.

    “Kalau ingin membangun keseimbangan politik, bisa jadi Puan atau Ganjar. Yang dari PDIP-lah,” ungkap Mahfud sambil memberi isyarat soal kemungkinan arah kompromi politik yang tengah dipertimbangkan.

    Ketegangan politik makin meruncing setelah Forum Purnawirawan Prajurit TNI resmi mengirimkan surat desakan pemakzulan ke tiga lembaga tinggi negara: DPR, MPR, dan DPD.

    Surat tersebut bertanggal 26 Mei 2025 dan ditandatangani oleh empat nama besar dari kalangan militer:

    – Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi

    – Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan

    – Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto

    – Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto

    Dalam pernyataan mereka, para purnawirawan ini menyoroti putusan Mahkamah Konstitusi yang meloloskan Gibran sebagai cawapres, yang disebut cacat secara hukum karena diputus oleh pamannya sendiri, Anwar Usman.

    Lebih jauh, mereka juga mempertanyakan kapasitas dan kelayakan Gibran sebagai mantan Wali Kota Solo yang dianggap minim pengalaman serta belum teruji dalam panggung nasional.

    “Dengan pengalaman yang terbatas dan latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” tegas mereka dalam surat tersebut.

    Skenario pemakzulan ini menjadi ujian besar pertama bagi kepemimpinan Prabowo.

    Jika langkah ini berlanjut, maka pemilihan calon Wapres pengganti akan menjadi titik krusial yang bisa mengubah arah politik nasional dalam waktu cepat.

    Apakah ini pertanda munculnya koalisi baru?

    Ataukah ini hanyalah strategi tekanan dari pihak-pihak yang ingin merebut kembali pengaruh?

    Yang jelas, publik kini sedang menyaksikan babak baru dalam dinamika kekuasaan di Republik ini, dan nama Gibran kini berada di tengah pusaran badai yang belum tahu kapan akan reda.***

  • Mahfud MD Sebut Akun Fufufafa Bisa Jadi Alasan Kuat Pemakzulan Jika Terbukti Milik Gibran

    Mahfud MD Sebut Akun Fufufafa Bisa Jadi Alasan Kuat Pemakzulan Jika Terbukti Milik Gibran

    GELORA.CO – Pakar Hukum Tata Negara yang juga mantan Menteri Koordinator Politik, Hukum, dan HAM (Menkopolhukam) Mahfud MD mengatakan di tengah wacana pemakzulan Wakil Presiden RI Gibran Rakabuming Raka, ada satu alasan kuat yang bisa membuat pemakzulan terjadi.

    Menurut Mahfud MD, hal itu terkait akun kaskus Fufufafa yang diduga milik Gibran Rakabuming Raka.

    Mahfud MD mengataKan, jika akun Fufufafa benar-benar terbukti berkaitan atau milik Gibran, maka hal itu bisa menjadi alasan yang kuat untuk memakzulkan anak sulung Mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) tersebut dari jabatan Wakil Presiden.

    Hal itu diungkapkan Mahfud MD dalam tayangan podcast Terus Terang yang diunggah di kanal YouTube pribadinya, Mahfud MD Official, Selasa (10/6/2025).

    “Kalau kalau kalau Fufufafa itu benar diungkap dan benar itu menyangkut Gibran, itu sudah jadi alasan yang sangat kuat untuk itu gitu ya,” jelas Mahfud MD.

    Menurut Mahfud, meski Fufufafa bisa jadi alasan yang kuat jika terbukti milik Gibran, pemakzulan tetap berlangsung dengan tidak mudah.

    “Jadi itu bisa, tetapi tidak mudah,” tambah Mahfud.

    Mahfud MD memaparkan beberapa syarat proses pemakzulan presiden maupun wakil presiden yang secara konstitusional bisa dilakukan satu paket maupun sendiri-sendiri.

    Seperti diketahui Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirimkan surat resmi ke DPR dan MPR RI untuk mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka tertanggal 26 Mei 2025.

    Bahkan Wakil Ketua Komisi XIII DPR Fraksi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) Andreas Hugo Pareira mengatakan, surat dari Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang meminta pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka akan dibacakan dalam rapat paripurna, dilansir Kompas.com.

    Mahfud MD mengingatkan, proses di DPR pun tidak akan mudah, lantaran sebagian besar anggota merupakan pendukung kabinet Prabowo Subianto – Gibran Rakabuming Raka.

    “Gini syaratnya itu harus melalui beberapa lembaga. Satu, begitu surat masuk itu harus diproses di internal DPR. Nanti pimpinan DPR itu membuat disposisi, ‘tolong nih dibahas dong’ kepada komisi, kepada baleg,atau bisa juga kepada semua fraksi untuk menanggapi ini,” jelas Mahfud.

    Menurutnya ada mekanisme internal di DPR.

    “Sesudah itu, kalau memang dia pakai syarat harus ada sidang paripurna DPR yang dihadiri minimal dua per tiga untuk menyatakan ini diteruskan apa tidak,” papar Mahfud.

    Mahfud mengatakan kalau hadir dua per tiga, harus disetujui oleh dua per tiga dari yang hadir.

    “Jadi di situ aja,” tambahnya.

    “Kalau melihat konfigurasi koalisi dan oposisi sekarang itu kan sulit. Karena, jangankan untuk mencapai dua per tiga yang hadir atau menyetujui gitu, untuk mencapai sepertiga aja susah,” ujar Mahfud.

    “Karena sekarang sudah bertumpuk di wali, sehingga bisa saja kalau kalau lihat komposisi partai totalnya delapan di parlemen itu, Satu PDIP tujuh lawan yang konfigurasinya pendukung Pak Prabowo,” katanya.

    “Mungkin yang tidak tidak jelas-jelas berkoalisi Nasdem sama PKS. Nah, yang lain sudah dalam koalisi itu dan itu tidak sampai sepertiga kayaknya kalau digabung ya jumlah itu atau lebih sedikit gitu. Pasti, tidak mencapai dua per tiga,” ujarnya.

    Di MK Butuh Tiga Bulan

    Kemudian, Mahfud MD menerangkan, setelah diterima di DPR, usulan pemakzulan berlanjut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

    Namun, di MK, prosesnya bisa memakan waktu tiga bulan.

    “Sesudah itu, lanjut ke Mahkamah Konstitusi. Mahkamah Konstitusi itu perlu waktu 3 bulan paling lama untuk menilai ini. Saling membela, saling mendakwa. impeachment itu pendakwaan artinya saling mendakwa, kemudian ada yang membela dan seterusnya. Tiga bulan maksimal Mahkamah Konstitusi,” jelas Mahfud MD.

    “(Jika diputuskan salah) Kembali lagi ke DPR, dilihat komposisi hakimnya, dan di situ belum tentu lolos juga,” tambahnya.

    “Kalau lolos, kembali ke DPR serahkan lagi ke MPR. Nah, DPR bersidang lagi apa ini diteruskan ke MPR apa tidak? Di MPR kalau setuju harus ada tiga perempat yang hadir. Dua per tiga dari tiga perempat ini setuju,” paparnya.

    Selain itu, Mahfud MD juga menyatakan bahwa proses pemakzulan presiden dan/atau wakil presiden memang dibuat tidak mudah.

    “Jadi prosesnya itu tidak mudah dan ini memang dibuat untuk mempersulit cara menjatuhkan presiden. Karena memang presiden tuh harus tidak mudah dijatuhkan lah,” ujarnya.

    “Harus kuat sistem presiden dan wapres. Tetapi tidak juga mudah, kan hukum itu produk politik. Selalu balik ke teori itu ya. Semua kalau politiknya berubah, maka hukum bisa menyesuaikan dia. Semua yang tadinya sulit menjadi mudah sekali,” tandas Mahfud MD.

    Elegan

    Sebelumnya Mahfud mengatakan langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirimkan surat resmi ke DPR dan MPR RI untuk mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka merupakan tindakan yang sah secara konstitusional dan mencerminkan etika berdemokrasi yang elegan.

    Menurut saya benar, dan itu lebih elegan ya karena dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi dengan kasak-kusuk yang tidak sehat, tapi dinyatakan secara resmi,” ujar Mahfud dalam podcast di kanal YouTube @Mahfud MD Official, dikutip pada Rabu (11/6/2025).

    Menurut Mahfud para purnawirawan TNI yang tergabung dalam forum tersebut tetap memiliki hak politik sebagai warga negara, termasuk menyampaikan aspirasi terkait jalannya pemerintahan. 

    Mahfud menilai para pensiunan TNI itu tidak harus selalu sejalan dengan institusi militer tempat mereka pernah bertugas.

    “Mereka memang purnawirawan TNI, mereka memang anggota forum angkatan atau mantra di TNI, tetapi mereka tidak harus sama dengan induknya dalam menggunakan hak politik ini,” ujar Mahfud.

    Mantan Ketua Mahkamah Konstitusi ini menyebutkan bahwa, dalam urusan politik, purnawirawan bisa bersikap mandiri dan bertindak berdasarkan penilaian mereka sendiri terhadap kondisi negara.

    “Mungkin dalam hal-hal yang sifatnya umum atau dalam hal-hal tertentu mereka bisa sama, tetapi kalau menyangkut hal politik, mereka bisa berbuat sendiri. Dan itu sah,” kata Mahfud.

    Mahfud juga mengapresiasi cara penyampaian aspirasi tersebut yang dianggap lebih sehat dan terbuka ketimbang lewat cara-cara provokatif di media sosial.

    “Daripada bikin semacam video atau TikTok atau apapun yang tidak jelas sumbernya, provokatif, lebih baik begini, masuk dan itu harus direspons secara positif,” kata Mahfud.

    Menurut Mahfud, sikap Forum Purnawirawan tersebut mencerminkan prinsip negara demokrasi yang memberikan ruang kebebasan kepada rakyat untuk mengajukan kritik, aspirasi, bahkan usulan terhadap perubahan jabatan publik.

    “Justru kita menegaskan bahwa negara kita negara demokrasi, artinya memberi kesempatan kepada siapapun untuk mengajukan aspirasinya, untuk merebut jabatan-jabatan publik, untuk mengkritik dan memberi arah terhadap jalannya pemerintahan, itu dibuka di dalam demokrasi,” katanya.

    Kompas.com sudah mendapatkan persetujuan dari Rizal untuk mengutip perbincangan dari podcast Terus Terang Mahfud MD yang berjudul “Bisakah Wapres Jatuh di Tengah Jalan? Bisa!” tersebut.

    Diberitakan sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirim surat berisi desakan pemakzulan Gibran kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI.

    Di surat bertanggal 26 Mei 2025 itu, terdapat tanda tangan dari empat purnawirawan jenderal TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.

    Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyorot bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023.  

    Mereka menilai putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.

    Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika.  

    “Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.

  • 4
                    
                        Mahfud Sebut Langkah Purnawirawan TNI Usulkan Pemakzulan Gibran Sah dan Elegan
                        Nasional

    4 Mahfud Sebut Langkah Purnawirawan TNI Usulkan Pemakzulan Gibran Sah dan Elegan Nasional

    Mahfud Sebut Langkah Purnawirawan TNI Usulkan Pemakzulan Gibran Sah dan Elegan
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Pakar hukum tata negara
    Mahfud MD
    menilai, langkah Forum Purnawirawan Prajurit TNI yang mengirimkan surat resmi ke DPR dan MPR RI untuk mengusulkan pemakzulan Wakil Presiden
    Gibran Rakabuming Raka
    merupakan tindakan yang sah secara konstitusional dan mencerminkan etika berdemokrasi yang elegan.
    Hal itu disampaikan Mahfud saat menjawab pertanyaan
    host podcast
    Terus Terang Mahfud MD, Rizal Mustary, soal langkah purnawirawan prajurit TNI yang mengirimkan surat pemakzulan terhadap Wapres Gibran ke DPR-MPR.
    “Menurut saya benar, dan itu lebih elegan ya karena dilakukan tidak secara sembunyi-sembunyi dengan kasak-kusuk yang tidak sehat, tapi dinyatakan secara resmi,” ujar Mahfud dalam podcast di kanal
    YouTube
    @Mahfud MD Official, dikutip pada Rabu (11/6/2025).
    Ia mengingatkan, para purnawirawan TNI yang tergabung dalam forum tersebut tetap memiliki hak politik sebagai warga negara, termasuk menyampaikan aspirasi terkait jalannya pemerintahan.
    Menurut Mahfud, para pensiunan TNI itu tidak harus selalu sejalan dengan institusi militer tempat mereka pernah bertugas.
    Mereka memang purnawirawan TNI, mereka memang anggota forum angkatan atau mantra di TNI, tetapi mereka tidak harus sama dengan induknya dalam menggunakan hak politik ini,” ujar dia.
    Mantan ketua Mahkamah Konstitusi ini menambahkan, dalam urusan politik, purnawirawan bisa bersikap mandiri dan bertindak berdasarkan penilaian mereka sendiri terhadap kondisi negara.
    “Mungkin dalam hal-hal yang sifatnya umum atau dalam hal-hal tertentu mereka bisa sama, tetapi kalau menyangkut hal politik, mereka bisa berbuat sendiri. Dan itu sah,” kata Mahfud.
    Ia juga mengapresiasi cara penyampaian aspirasi tersebut yang dianggap lebih sehat dan terbuka ketimbang lewat cara-cara provokatif di media sosial.
    “Daripada bikin semacam video atau TikTok atau apapun yang tidak jelas sumbernya, provokatif, lebih baik begini, masuk dan itu harus direspons secara positif,” kata Mahfud.
    Menurut Mahfud, sikap Forum Purnawirawan tersebut mencerminkan prinsip negara demokrasi yang memberikan ruang kebebasan kepada rakyat untuk mengajukan kritik, aspirasi, bahkan usulan terhadap perubahan jabatan publik.
    “Justru kita menegaskan bahwa negara kita negara demokrasi, artinya memberi kesempatan kepada siapapun untuk mengajukan aspirasinya, untuk merebut jabatan-jabatan publik, untuk mengkritik dan memberi arah terhadap jalannya pemerintahan, itu dibuka di dalam demokrasi,” imbuhnya.
    Kompas.com
    sudah mendapatkan persetujuan dari Rizal untuk mengutip perbincangan dari podcast Terus Terang Mahfud MD yang berjudul “Bisakah Wapres Jatuh di Tengah Jalan? Bisa!” tersebut.
    Diberitakan sebelumnya, Forum Purnawirawan Prajurit TNI telah mengirim surat berisi desakan
    pemakzulan Gibran
    kepada pimpinan DPR, MPR, dan DPD RI.
    Di surat bertanggal 26 Mei 2025 itu, terdapat tanda tangan dari empat purnawirawan jenderal TNI, yakni Jenderal TNI (Purn) Fachrul Razi, Marsekal TNI (Purn) Hanafie Asnan, Jenderal TNI (Purn) Tyasno Soedarto, dan Laksamana TNI (Purn) Slamet Soebijanto.
    Lewat surat itu, Forum Purnawirawan Prajurit TNI menyorot bahwa Gibran memperoleh tiket pencalonan melalui putusan MK yang cacat hukum, yaitu Putusan Nomor 90/PUU-XXI/2023. 
    Mereka menilai putusan tersebut melanggar prinsip imparsialitas karena diputus oleh Ketua MK saat itu, yakni Anwar Usman, yang merupakan paman Gibran.
    Selain aspek hukum, Forum Purnawirawan Prajurit TNI juga menilai Gibran tidak pantas menjabat sebagai Wakil Presiden dari sisi kepatutan dan etika. 
    “Dengan kapasitas dan pengalaman yang sangat minim, hanya dua tahun menjabat Wali Kota Solo, serta latar belakang pendidikan yang diragukan, sangat naif bagi negara ini memiliki Wakil Presiden yang tidak patut dan tidak pantas,” seperti dikutip dari surat tersebut.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.