Tag: Anwar Usman

  • Penilaian Mahfud MD ke MK Pasca Anwar Usman Paman Wapres Gibran Dipecat

    Penilaian Mahfud MD ke MK Pasca Anwar Usman Paman Wapres Gibran Dipecat

    FAJAR.CO.ID, MAKASSAR — Mahkamah Konstitusi (MK) mengeluarkan putusan terbaru terkait larangan anggota Polri aktif menduduki jabatan sipil. Pakar Hukum Tata Negara sekaligus mantan Ketua MK, Prof Mahfud MD menyebut putusan MK Nomor 114/2025 itu bersifat final dan berlaku seketika.

    “Putusan MK itu berlaku sejak diucapkan, sejak palu diketokkan, itu berarti sudah mengikat. Anda suka atau tidak suka itu mengikat begitu diketok,” tegas Mahfud dikutip dari Podcast Terus Terang yang ditayangkan di Youtube, dikutip pada Rabu (26/11).

    Karena itu, menurutnya, seluruh jabatan sipil yang diisi polisi aktif harus segera dikembalikan kepada pejabat sipil. Ketika Kapolri menyatakan ingin membuat pokja terlebih dahulu, Mahfud menilai hal itu tidak menjadi menghambat.

    “Kalau mau dibuat tidak memakan waktu, bisa. Gak perlu waktu seminggu untuk selesai. Ini teknis,” imbuhnya.

    Peristiwa yang dibahas ini terjadi terkait putusan MK pada 13 November 2025, serta rentetan putusan MK sejak polemik putusan Anwar Usman jelang perhelatan Pilpres.

    Mahfud menyinggung bagaimana dinamika MK berubah sejak Anwar Usman diberhentikan.

    “Sejak dia diberhentikan, MK mulai berani mengeluarkan putusan-putusan yang kembali ke zaman-zaman awal,” katanya.

    Putusan ini menjadi penting karena selama bertahun-tahun, frasa atau berdasarkan penugasan Kapolri menjadi dalih untuk menempatkan polisi aktif di berbagai jabatan sipil, bahkan sampai posisi dirjen, sekjen, deputi, dan lainnya.

    Mahfud menyebut ini sebagai “penyelundupan hukum” karena penjelasan undang-undang tidak boleh menambah norma. Ia menjelaskan keras bahwa penjelasan itu tidak boleh memuat norma baru.

  • Gibran Harusnya Sudah Dimakzulkan, Ijazah SD dan Usia di Bawah 40 Tak Penuhi Syarat Konstitusi

    Gibran Harusnya Sudah Dimakzulkan, Ijazah SD dan Usia di Bawah 40 Tak Penuhi Syarat Konstitusi

    GELORA.CO –  Eksponen mahasiswa angkatan 77-78, Indro Tjahyono, melontarkan pernyataan keras terkait legalitas posisi Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka. Dalam acara peluncuran buku Rizal Ramli yang digelar di Jakarta, Indro menilai bahwa Gibran seharusnya sudah dapat dimakzulkan karena tidak memenuhi syarat konstitusional sebagai wakil presiden.

    “Jangankan ijazah SMA, dia ijazahnya cuma SD,” tegas Indro Tjahyono di hadapan peserta acara, Jumat (17/10/2025).

    Menurutnya, dari sisi hukum dan konstitusi, posisi Gibran saat ini bermasalah karena tidak memenuhi dua syarat utama: pendidikan minimal dan batas usia minimal 40 tahun.

    “Sebenarnya kalau dari segi hukum, karena wakil presiden itu tidak memenuhi syarat, jadi dia mestinya sudah bisa dimakzulkan,” ujar Indro.

    “Masa syaratnya SMA, dia ijazahnya cuma SD. Itu yang harus kita gugat bersama. Dan itu sah digugat menurut hukum dan konstitusi,” lanjutnya.

    Indro menilai, DPR seharusnya sudah menindaklanjuti isu ini, apalagi beberapa purnawirawan TNI telah menyuarakan desakan untuk memakzulkan Gibran. Namun, hingga kini parlemen dinilai diam dan enggan membahasnya.

    “Kenapa DPR belum, padahal purnawirawan TNI sudah sampaikan untuk memakzulkan, DPR tidak mau membahas. Di sini memperlihatkan partainya sendiri ada persoalan,” kata Indro.

    Ia juga mengkritik keras partai politik pengusung Gibran, yang dianggap hanya memanfaatkan sosok putra Presiden ke-7 Joko Widodo itu untuk kepentingan politik jangka pendek, tanpa memperhatikan legalitas dan moralitas konstitusional.

    “Mestinya mereka sadar, memanfaatkan Gibran untuk tujuan politik aja, agar dipasang dan goal menang. Tapi tidak mengerti bahwa digoalkan itu sesuatu yang inkonstitusional,” tegasnya.

    Indro pun menyoroti perubahan aturan syarat calon wakil presiden yang sempat dilakukan Mahkamah Konstitusi (MK) di bawah kepemimpinan Anwar Usman, paman Gibran sendiri.

    Ia menyebut, keputusan yang membuka peluang bagi kepala daerah di bawah usia 40 tahun untuk maju dalam pilpres merupakan rekayasa hukum demi kepentingan keluarga kekuasaan.

    “Umurnya pun belum ada 40 tahun dan kemudian dibuat-buat asalkan pernah menjabat kepala daerah. Kalau kita tanya Pak Mahluk ini tidak memenuhi syarat sebagai wapres,” ucapnya.

    Pernyataan Indro Tjahyono ini menambah panjang daftar kritik terhadap legitimasi Gibran Rakabuming Raka sebagai Wakil Presiden RI 2024–2029, terutama terkait etika politik, moralitas hukum, dan independensi lembaga negara dalam proses pencalonannya.

  • KPK Polandia Tangkap Pendiri Kampus Terkait Suap Ijazah Palsu, Satu Hakim MK Diragukan Keaslian Ijazahnya

    KPK Polandia Tangkap Pendiri Kampus Terkait Suap Ijazah Palsu, Satu Hakim MK Diragukan Keaslian Ijazahnya

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Terungkapnya operasi yang dilakukan KPK Polandia terhadap Collegium Humanum – Warsaw Management University, membuat seorang pejabat di Indonesia kini diragukan keaslian ijazahnya.

    Pemberitaan dari surat kabar Rzeczpospolita menyebutkan bahwa universitas tersebut diduga menerima suap untuk menerbitkan lebih dari seribu ijazah palsu.

    Pendiri dan mantan rektor universitas itu, Pawe Czarnecki, ditahan dengan tuduhan 30 kejahatan, termasuk menerima suap senilai Rp4,1 miliar.

    Skandal ini melibatkan banyak pejabat Polandia yang diwajibkan memiliki gelar tertentu untuk menduduki posisi penting.

    Munculnya kasus ini ke publik di Indonesia berawal dari tayangan podcast Refly Harun, pada 14 Oktober 2025.

    Dalam podcast itu, mantan anggota KPU, Romo Stefanus Hendrianto membandingkan persyaratan pendidikan untuk menjadi Hakim MK dan pejabat tinggi negara lainnya.

    Ia menyoroti bahwa syarat untuk menjadi Hakim MK adalah bergelar Doktor (S3), sementara untuk menjadi Wakil Presiden hanya dibutuhkan ijazah SMA.

    Perbedaan ini memunculkan pertanyaan tentang korelasi antara gelar doktor dengan kualitas kinerja seorang hakim konstitusi.

    Romo Stefanus juga menyebutkan bahwa tidak semua hakim MK sebelumnya, seperti Anwar Usman, memiliki latar belakang gelar Doktor di bidang hukum.

    Merespons kasus yang terjadi di Polandia, Romo Stefanus menekankan pentingnya verifikasi keaslian ijazah yang dimiliki oleh para pejabat publik, termasuk hakim MK.

    Dia menilai, hal ini sangat penting untuk memastikan kredibilitas dan kualitas para pengambil kebijakan di negara ini.

  • Keponakan Jokowi Jadi Komisaris Persis Solo, Ini Profilnya

    Keponakan Jokowi Jadi Komisaris Persis Solo, Ini Profilnya

    Liputan6.com, Jakarta Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) menetapkan Adityo Rimbo Galih Samudro sebagai komisaris baru klub sepak bola Persis Solo. Adityo merupakan keponakan Presiden ketujuh Indonesia Joko Widodo (Jokowi). Selain itu, Ginda Ferachtriawan juga ditunjuk sebagai Direktur baru Persis Solo.

    Penetapan itu berlangsung dalam RUPS Luar Biasa di Hotel Alila Solo, Jumat (17/10/2025). Dalam rapat tersebut hadir dua pemegang saham utama PT Persis Solo Saestu, yakni putra bungsu mantan Presiden Joko Widodo atau Jokowi, Kaesang Pangarep dan Kevin Nugroho.

    Menurut Ginda Ferachtriawan, perubahan struktur ini dilakukan untuk memperkuat koordinasi internal dan meningkatkan efektivitas manajemen klub. Ia berharap kehadirannya bersama Adityo yang merupakan putra dari adik kandung Jokowi, Idayati dengan mendiang Hari Mulyono itu dapat membawa semangat baru di tubuh Laskar Sambernyawa.

    “Manajemen baru telah diputuskan oleh pemegang saham. Perubahan direksi ini merupakan langkah untuk memperbaiki dan melanjutkan kinerja manajemen sebelumnya,” kata Ginda di Solo.

    Dia menambahkan bahwa Kaesang dan Kevin kini memiliki kesibukan tinggi di luar kota, sehingga manajemen baru diharapkan mampu lebih fokus mengatur waktu dan menyamakan visi dengan seluruh pihak, termasuk Asosiasi Kota (Askot) PSSI Solo.

    “Tidak ada perubahan kepemilikan saham dalam struktur klub. Kaesang Pangarep dan Kevin Nugroho tetap berstatus sebagai pemilik Persis Solo,” ujarnya.

    Ginda menuturkan bahwa dia bertugas sebagai perpanjangan tangan dari para pemilik untuk memastikan roda manajemen berjalan optimal. Sebagai direktur baru yang memiliki pengalaman di dunia usaha serta pernah menjadi Panitia Pelaksana Stadion Manahan, Ginda menilai langkah awal yang perlu dilakukan adalah memperkuat komunikasi internal.

    “Langkah pertama kami adalah komunikasi dengan stakeholder, mulai dari manajemen, tim, hingga suporter. Kita akan evaluasi hal-hal yang kurang untuk diperbaiki dan yang sudah baik kita lanjutkan,” ucapnya.

    Ia menuturkan bahwa hingga kini belum ada target spesifik dari pemilik klub, namun dia siap bekerja keras untuk membawa Persis ke arah yang lebih baik.

    “Kalau nanti ada target dari owner, kita siap jalankan dan berusaha yang terbaik. Bagi saya ini bukan sekadar soal kemenangan, tapi soal kebersamaan,” tutur Ginda.

    Sementara itu, Kaesang Pangarep menilai pergantian direksi ini merupakan bagian dari penyegaran yang diperlukan oleh klub.

    “Persis butuh penyegaran, dan sekarang ada darah-darah baru yang siap memajukan klub,” ujar Kaesang.

    Menanggapi pertanyaan soal keterlibatannya ke depan, Kaesang pun menjawab dengan diplomatis. “Kita lihat nanti, semua bisa terjadi,” ucapnya.

    Senada, Kevin Nugroho juga menyambut positif penunjukan Ginda. Ia menilai Ginda memiliki kemampuan komunikasi yang baik dengan berbagai pihak, sehingga diyakini mampu merepresentasikan manajemen dengan efektif.

    “Komunikasinya bagus dengan semua stakeholder, jadi harusnya bisa mewakili manajemen dengan baik. Targetnya semampunya dulu, kalau bisa lebih baik dari sebelumnya ya bagus. Kita optimistis dengan darah baru ini Persis bisa berprestasi lebih baik,” katanya.

    Adityo lahir di Surakarta pada tanggal 27 Maret 1995. Pada tahun lalu, dia mengakhiri masa lajang, dengan menikahi putri mendiang mantan Ketua DPD Golkar Solo, Hardono yang bernama Aisyah Nooratisya.

    Adityo merupakan putra dari adik kandung Presiden Jokowi, Idayati dengan mendiang suaminya Hari Mulyono yang telah meninggal dunia pada 2018 lalu. Kemudian, Idayati menikah dengan Anwar Usman pada 26 Mei 2022 yang saat itu masih menjabat sebagai Ketua MK.

  • Ijazah Hakim MK Era Jokowi Diduga Palsu, Kampusnya di Polandia Digrebek KPK

    Ijazah Hakim MK Era Jokowi Diduga Palsu, Kampusnya di Polandia Digrebek KPK

    GELORA.CO – Hakim Mahkamah Konstitusi (MK) Republik Indonesia Arsul Sani baru-baru ini menjadi bahan perbincangan mantan anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Romo Stefanus Hendrianto. Ia diduga mengantongi ijazah palsu dari Collegium Humanum – Warsaw Management University, Polandia, setelah meraih gelar Doktor Ilmu Hukum pada 2023.

    Dalam podcast yang tayang di kanal YouTube Refly Harun pada 14 Oktober 2025, Romo Stefanus Hendrianto menyinggung perihal Hakim MK Arsul Sani yang menyebut tentang kasus dugaan ijazah palsu mantan Presiden RI Joko Widodo (Jokowi) dalam permohonan uji materi UU Keterbukaan Informasi Publik (KIP) yang meminta agar ijazah pejabat dan mantan pejabat bisa diakses publik.

    Menurut Romo Stefanus, polemik ijazah palsu tersebut muncul karena tatanan konstitusi yang bermasalah.

    “Karena masalah ijazah ini semua kan muncul hanya karena tatanan konstitusi juga yang sebenarnya bermasalah dalam banyak hal. Dalam undang-undang dasar yang dirubah itu, di antaranya persyaratan wakil presiden, persyaratan presiden segala macam,” ucapnya.

    Ia lantas menyinggung syarat pendidikan untuk menjadi Wakil Presiden RI yang hanya membutuhkan jenjang SMA. Hal ini berbanding terbalik dengan syarat yang ditetapkan untuk menjadi Hakim MK.

    Sebagaimana diketahui, syarat pendidikan untuk menjadi Hakim MK adalah berijazah Doktor (S3) dengan dasar Sarjana di bidang hukum.

    “Sementara yang menarik begini, untuk menjadi seorang Hakim MK syaratnya harus S3, jadi seakan-akan lebih tinggi menjadi seorang Hakim Mahkamah Konstitusi dibanding yang menjadi presiden. Padahal tugasnya juga tidak kalah beratnya menjadi seorang presiden,” tambahnya.

    Dengan ketetapan seperti itu, Romo Stefanus kemudian menyoroti kualitas Doktor yang dikantongi oleh para Hakim MK.

    “Akhirnya sekarang ini sudah banyak Hakim MK yang pokoknya harus ada gelar Doktor seperti itu. Tapi apakah kualitasnya dengan Doktor-Doktor itu menjadi lebih baik? Kita bisa perdebatkan apakah kualitas MK menjadi lebih baik hanya karena hakim-hakimnya punya gelar Dokter dan juga korelasinya bagaimana gelar Doktor? Apakah harus Doktor yang ilmu hukum, misalnya hukum tata negara, hukum konstitusi, atau bisa hukum perdata, segala macam bisa menjadi Hakim MK juga,” sambungnya lagi.

    Baca Juga:

    Romo Stefanus lantas menyebutkan bahwa mantan Hakim MK sebelumnya, Anwar Usman, pun tidak memiliki gelar Doktor di bidang hukum. Namun, Anwar Usman tetap dipilih menjadi Hakim MK.

    Setelah itu, Romo Stefanus menyinggung soal gelar S3 milik Hakim MK saat ini, Arsul Sani. Ia mengatakan bahwa kampus di mana Arsul Sani berkuliah tersandung kasus ijazah palsu hingga para petingginya ditangkap oleh Biro Anti-Korupsi Pusat Polandia.

    “Ketika itu dia mengatakan punya S3 dari universitas di Polandia, Warsaw Management University. Sebenarnya kalau tidak salah itu online program dan kemudian itu menjadi modal dia menjadi Hakim MK. Nah, ada info menarik bahwa sekolah tempat dia belajar dapat S3, awal tahun itu digrebek oleh KPK Polandia. Kemudian para pemimpinnya ditangkap karena mereka menjual ijazah palsu kepada banyak pejabat di Polandia,” bebernya.

    Namun, Romo Stefanus tidak dapat mengonfirmasi apakah ijazah yang dikantongi oleh Arsul Sani terkait dengan kasus tersebut.

    “Nah, apakah ini ada korelasinya atau tidak, kita tidak tahu kan. Tapi ini juga akhirnya menimbulkan pertayaan menurut saya, saya tidak menuduh ijazahnya palsu, saya tidak punya bukti. Tapi ini isu yang menarik, bagaimana dia mendapatkan gelar dari sebuah universitas yang kebetulan juga di sana bermasalah karena banyak menjual ijazah palsu kepada pejabat-pejabat Polandia, sehingga para petinggi universitas itu ditangkap, dipenjara oleh KPK Polandia,” lanjutnya.

    Saat ditelusuri dari Rzeczpospolita, surat kabar ekonomi dan hukum harian Polandia, dilaporkan bahwa terjadi perdagangan besar-besaran ijazah MBA yang memicu tuduhan suap untuk mendapatkan ijazah yang tidak sah dari Collegium Humanum – Warsaw Management University.

    Umumnya, para pejabat di Polandia diharuskan memiliki setidaknya gelar Doktor di bidang ekonomi, hukum, atau ilmu teknik. Pembelian ijazah pascasarjana palsu menimbulkan pertanyaan tentang efektivitas penunjukan untuk posisi-posisi penting.

    Pawe Czarnecki, pendiri dan mantan rektor Collegium Humanum, ditahan oleh Biro Anti-Korupsi Pusat tas 30 kejahatan, termasuk menerima suap sebesar 250,220 dolar AS atau sekitar Rp 4,1 miliar sebagai imbalan atas penerbitan lebih dari seribu ijazah palsu.

    Dengan adanya kasus tersebut, Romo Stefanus menilai bahwa ijazah pejabat lain seperti Hakim MK pun mungkin perlu diverifikasi keasliannya karena menyangkut pejabat publik.

    Unggahan itu pun menuai beragam komentar dari publik.

    “Tuh dengarkan para pejabat pengambil keputusan atau kebijakan bahwa pendidikan itu penting. Keaslian ijazah itu penting karena pengaruh ke kualitas manusianya,” tulis akun @dewi*******.

    “Romo, terima kasih informasinya. Untuk ijazah tersebut, berarti perlu juga diklarifikasi oleh salah satu hakim tersebut,” komentar @hesty**********.

    “Semua pejabat publik jajaran paling bawah sampai paling atas wajib diverifikasi, yang bodong, pecat cabut semua fasilitas yang diberikan oleh negara dan harus menjalani hukuman,” tambah @hana******.

  • Adhie Massardi: Gibran Duri dalam Pemerintahan, Dirundung Kepalsuan

    Adhie Massardi: Gibran Duri dalam Pemerintahan, Dirundung Kepalsuan

    “Kita hormati putusan MKMK. Ini budaya hukum yang harus kita bangun,” ujar Denny dalam keterangannya di aplikasi X (9/11/2023).

    Meskipun demikian, Denny mengatakan publik tetap membuka ruang diskusi akademik yang bertanggung jawab, atas putusan MKMK tersebut.

    “Terkait Putusan 90, MKMK menyatakan ada pelanggaran berat yang dilakukan oleh Hakim Konstitusi Anwar Usman,” ucapnya.

    Untuk itu, kata Denny, dirinya mengusulkan agar Anwar Usman berbesar hati untuk mengundurkan diri, agar tidak terus membebani Mahkamah Konstitusi (MK).

    Sementara terkait putusan 90 yang sudah final and binding, agar tidak terus terbebani sebagai putusan yang lahir dari pelanggaran etik, maka Denny mengusulkan MK menyidangkan permohonan atas UU Pemilu, terkait syarat umur.

    “Sehingga, kalaupun ada perubahan atas Putusan 90, dilakukan melalui Putusan MK sendiri,” Denny menuturkan.

    “Termasuk misalnya dengan mempertimbangkan dan memutus permohonan uji formil atas Putusan 90 yang saya dan Zainala Mochtar ajukan,” tukasnya.

    Tambahnya, pascakeluarnya putusan MKMK, harus tetap menjaga proses yang independen dan akuntabel.

    “Kami mengusulkan MK memutus dengan cepat, lebih baik lagi jika sebelum tanggal 13 November, batas akhir penetapan paslon Pilpres 2024,” imbuhnya.

    Dituturkan Denny, putusan tersebut perlu dilakukan MK. Sebagai bentuk penguatan legitimasi pendaftaran pasangan calon (Paslon) dan Pilpres 2024.

    “Putusan yang cepat itu diperlukan dilakukan MK, untuk menguatkan legitimasi Pendaftaran Paslon, dan Pilpres 2024 secara keseluruhan,” tandasnya.

  • Korlabi akan full dukung Jokowi-Gibran diadili

    Korlabi akan full dukung Jokowi-Gibran diadili

    Oleh: Damai Hari Lubis

    Ketua Korlabi

    Terhadap sepak terjang maupun hasil pencapaian dan dampak kepemimpinan Jokowi, maka Koordinator Pelaporan Bela Islam (KORLABI) akan berada pada sisi objektif dalam makna netral, oleh sebab latarbelakang track record dirinya saat berkuasa, ‘cenderung’ hasilnya dominan negatif daripada positif, maka demi tercapainya tujuan dan fungsi hukum Korlabi berkesiapan memberi dukungan moril dalam bentuk fisik (tenaga) kepada kelompok masyarakat yang menginginkan Jokowi diproses hukum untuk diadili di meja hijau oleh sebab berbagai bukti temuan hukum. 

    Selain perilaku Jokowi yang “abnormal” dalam perspektif jatidiri pemimpin, Jokowi pun gagal dalam mengelola negara, Jokowi banyak menghambur hamburkan uang negara saat menjadi Presiden RI ke 7, sehingga ‘Jokowi effect’ atau the impact Jokowi’s of leadership melahirkan beban kepada negara dan rakyat Indonesia serta berkepanjangan.

    Jokowi, sesuai data empirik sejak berkuasa hingga kini masih hobi berbohong, bahkan kontemporer Jokowi ditengarai tengah berupaya memperalat oknum aparat untuk mengkriminalisasi para aktivis yang menginginkan dirinya tunduk kepada hukum dengan pola transparansi, lalu meminta maaf andai benar ijazah S1 nya palsu.

    Jokowi sampai saat ini nampak ngotot untuk mempertahankan anaknya Gibran sebagai pejabat publik penyelenggara negara (wapres) walau tak berkualitas selain pendidikannya “tidak jelas” disertai sejarah hukum terkait usianya yang belum cukup, namun Ia beri jalan melalui adik Iparnya Anwar Usman untuk mengacak acak sistem hukum melalui pola “pembiaran” sehingga menjadi bakal cawapres di 2024 dan terhadap hal nepotisme ini KORLABI dkk sudah melaporkan Anwar Usman melalui Dumas RESKRIMUM Polda Metro Jaya pada November 2023.

    Refleksi selainnya dari pada pola kepemimpinan Jokowi dibidang pembangunan ekonomi;

    1. Projek IKN gagal;

    2. Bandara Kerta Jati gagal fungsi;

    3. Sirkuit Mandalika Lombok gagal. Dan banyak lagi projek lainnya yang juga gagal

    Jokowi diduga kuat ‘memperdaya’ bangsa ini tentang biografinya atau asal usul keluarganya, selanjutnya selain banyak menumpuk dusta kepada rakyat bangsa Indonesia, Jokowi juga banyak menimbun hutang.

    Jokowi tidak serius memberantas korupsi, justru anak anak dan menantunya tersandung beberapa laporan di KPK.

    Sehingga kasat mata Jokowi tidak obstruktif terhadap perilaku KKN pejabat publik di kabinetnya, malah seolah menyuburkan KKN.

    Jokowi telah melakukan pembiaran (disobedient) atau tidak ditegakannya hukum  dengan pola tidak memerintahkan dilakukannya diagnosis medis melalui laboratorium forensik kriminal terkait kematian 854 orang petugas KPPS pada tahun  2019 dan membiaran tidak tuntasnya penyelidikan tentang keterlibatan aparatur atau para oknum pelaku korban tragedi pembunuhan di Tol KM 50 Cikampek tahun 2020

    Untuk itu ‘andai’ada pihak pihak masyarakat yang ingin agar Jokowi-Gibran diadili dengan “alat bukti yang cukup”, Korlabi siap volunteer, membantu pihak berwenang secara objektif hingga tuntas.

    Disimpulkan oleh Korlabi, dari deskripsi perjalananan kepemimpinan Jokowi selama 1 (satu) dekade 90 persen lebih tidak berkualitas atau gagal total, selain akibat karakteristik kepribadiannya yang buruk, sehingga hasil kepemimpinannya serba minus di semua sektor, baik dari sisi ekonomi, penegakan hukum dan politik, maka alhasil sepeninggal kekuasaannya “mayoritas adab atau moralitas” pejabat publik menjadi bobrok. Karena karakter Jokowi tidak role model melainkan melulu bertolak belakang dari sistim pemerintahan yang baik (good government).

    Penulis adalah:

     ● Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik)

    ● Anggota Penasihat DPP. KAI

    ● Jurnalis dan KabidHum dan HAM & Ketua LBPH KWRI.

  • Track record politik Jokowi dan Gibran menuju RI-1, 12 Orang Terlapor, Anwar Usman serta Omon-Omon

    Track record politik Jokowi dan Gibran menuju RI-1, 12 Orang Terlapor, Anwar Usman serta Omon-Omon

    Oleh: Damai Hari Lubis

    Pengamat KUHP (Kebijakan Umum Hukum dan Politik) 

    Ambisi Jokowi dan Gibran yang tunduk kepada ambisi Bapaknya (Jokowi) nampak transparansi sejak usia Gibran yang belum 40 tahun menggugurkan UU. Tentang Pemilu dan PKPU melalui Sang Paman Anwar Usman selaku Ketua MK. Ini historis hukum dan politik, lalu terbukti melalui putusan “ecek-ecek alias sengaja menggantung” dari Jimly Asshiddiqie melalui vonis MKMK (7/11/2023), salah satu faktor prinsip dalam pertimbangan putusan MK menyatakan bahwa, “Anwar Usman terbukti melanggar kode etik hakim MK karena memiliki hubungan semenda dengan Gibran maka dikenakan sanksi berat Anwar diberhentikan dari jabatannya selaku Ketua MK.

    Walau putusan MKMK mengikat namun ada upaya Anwar menggugurkannya melalui PTUN. Namun vonis MA inkracht  menolak gugatan Anwar versi PTUN Jakarta. 

    Namun fakta hukumnya, putusan MKMK tidak berkepastian hukum, karena tidak menyentuh objek materil pelanggaran yang substantif Gibran lakukan bersama Anwar, seharusnya inti ‘putusan MKMK’ adalah tidak hanya memberhentikan Anwar sebagai Ketua MK namun tegas menyatakan ketidakabsahan Usia Gibran sebagai peserta Cawapres 2024 karena ‘terbukti proses Uji Materil di MK dalam Pertimbangan Putusan MKMK ‘terkait pengkarbitan batas usia’ Gibran untuk dapat menjadi peserta pemilu capres/cawapres 2024 dan praktik persidangannya menggunakan pola nepotisme.

    Dari aspek hukum pidana tentunya Anwar Usman dan siapapun (ekualitas) para pelaku yang deelneming (terlibat atau turut serta) terkait nepotisme putusan MKMK (vide putusan MA Jo. PTUN Jakarta), tentu ada ancaman hukuman sesuai UU. No. 28 Tahun 1999 Tentang Penyelenggara Negara yang Bebas Bersih dari KKN.

    Sesuai data empirik perilaku Anwar sudah dilaporkan oleh TPUA dan KORLABI (Gabungan Kelompok Para Aktivis Muslim), pada hari Kamis, 2/11/2023 ke Bagian Umum (Dumas) Reskrimum Polda Metro Jaya, namun faktanya laporan (TPUA dan KORLABI) yang diperkuat dengan bukti putusan MKMK (7/11/2024) sampai saat ini sudah hampir 2 tahun belum diproses, kontradiktif dengan laporan Jokowi di Polda Metro Jaya yang baru dilaporkan 30 April 2025 terkait klarifikasi dan konfirmasi atau dugaan publik “Jokowi Ijazah Palsu” justru saat ini sudah memasuki proses penyidikan terhadap 12 orang terlapor. 

    Adapun kasus Anwar Usman Jo. Putusan MKMK secara logika hukum teori kausalitas (Plato, Aristoteles dan Imanuel Kant), maka klasifikasi sosok Gibran patut merupakan salah seorang terduga pelaku yang bersama sama (deelneming) dengan Usman telah melakukan delik nepotisme (pleger atau doen pleger). Dan karena delik nepotisme ini merupakan delik biasa (umum), sehingga patut tentunya dikembangkan secara equal dan tidak limitatif, oleh pihak Penyelidik-Penyidik Reskrimum Polda Metro Jaya dengan pola due process of law (sesuai rules).

    Sehingga prediktif terhadap benang merah dan putih track record Jokowi-Gibran dan dihubungkan dengan narasi dan judul artikel ini, bukan sekedar diksi atau isapan jempol belaka, perihal Wapres Gibran memang sengaja dipersiapkan oleh Jokowi Cs bakal menuju Capres 2029.

    Terkait politik Gibran menuju arah bakal Capres 2029 atau kapan pun waktunya adalah wujud HAM asal dengan pra syarat dan syarat sesuai konstitusi. Dan formal persyaratan sesuai sistim hukum dimaksud, realitas sudah dimiliki oleh Gibran, terlepas dari faktor sejarah hukum nepotisme jo. Putusan MKMK dan perilaku negatif (buruk) Gibran lainnya yang pernah ada.

    Andai ada suara dan upaya penolakan, protes dan kritisi terhadap suksesi kepemimpinan nasional yang mengarah ke figur Gibran (identik Jokowi) bisa diyakini akan ‘dihancurkan berkeping- keping’ oleh kekuatan Politik Jokowi, karena Jokowi sudah banyak ‘mengantongi kapital’ termasuk kapita tokoh tokoh petinggi partai PENGPENG (Penguasa dan Pengusaha) yang mendominasi niaga juga para petinggi partai eks anasir koalisinya pada era kepemimpinannya dulu, bahkan sebagian para petinggi partai kroninya, saat ini sengaja sudah Ia tanam di Pemerintahan KMP dan selebihnya ‘sudah berada di saku baju Jokowi’.

    Namun saat ini, apapun sikon daripada gejala EKOPOLHUKAM yang ada di tanah air, sebagai wujud geografis politik, tetap saja kunci atau tumpuan daripada bangsa dan negara ini berada di pusat kekuasaan yang konstitusional, maka kesemua kebijakan di bidang EKOPOLHUKAM & BUDAYA “milik” atau berada ditangan Presden RI. Prabowo Subianto.

    Untuk itu apakah Presiden RI saat ini siap mencegah laju politik estafet ‘kekuasan’ Jokowi? Karena pencegahan memiliki makna yang sangat dalam dan deskriptif sikap rasa sayang terhadap generasi bangsa saat ini dan kedepan. 

    Jika sebaliknya Prabowo malah seperti ‘tidak acuh’, karena tidak berupaya mengantisipasi estafet kekuasan Jokowi kepada Gibran, yang pada 2024 Jokowi memang sengaja Gibran “ditangguhkan” sementara, dengan pola disinggahkan lebih dulu RI-1 kepada Prabowo Subianto, hanya untuk 1 kali (satu periode) 2024-2029. Karena situasional untuk memajukan Gibran saat itu kondisinya belum memungkinkan. Artinya andai Prabowo mendiamkan lajunya Gibran 2029 ke Kursi RI-1, identik mendukung kelompok Peng- Peng yang orientasi politiknya demi menghidupkan dan melanjutkan amanah cita cita 3 periode yang sebelumnya gagal ‘diganjal’ oleh negarawati Ibu Megawati Soekarno Putri, namun berikutnya dari sisi ego (psikologis) bisa tercapai melalui Gibran ?

    Terlebih obstruksi terhadap politik ambisi 3 periode itu sulit diharapkan kepada mayoritas anak negeri, hal ini sesuai narasi Prabowo pada saat kampanye Capres 2024 yang tercetus melalui kalimat “hanya omon-omon.”

    Sehingga satu satunya obstruktif yang kualitatif adalah dari sosok Presiden Prabowo, Prabowo adalah aset yang amat berharga melebihi tumpukan batu bara, nikel, emas intan dan berlian dan barang hasil tambang lainnya, karena presiden adalah mandataris kunci penentu yang memiliki cita cita sesuai teori berdirinya Negara RI sesua kandungan butir butir (klausul) yang terdapat pada alinea ke 4 Pembukaan UUD 1945 yakni melindungi segenap bangsa Indonesia dan seluruh tumpah darah Indonesia, mensejahterakan serta mencerdaskan kehidupan bangsa, ikut melaksanakan ketertiban dunia yang berdasarkan kemerdekaan, perdamaian abadi dan keadilan sosial. Sehingga hakekatnya Presiden memiliki tanggung jawab penuh melindungi dan menjaga harkat dan martabat bangsa ini dan bertanggung jawab menjaga dan mengelola seluruh kekayaannya, bersatu menuju bangsa dan negara yang kuat, adil dan sejahtera.

    Apakah Presiden akan menyia-nyiakan kesempatan pada sisa 17 Agustus 2025 menjelang BULAN SEPTEMBER 2025 kemudian terus apatis sampai habis satu periode masa jabatan? 

    Andai perilaku (apatisme) ini benarl terjadi maka, “geo politik tanah air”  sesuai peta kekuasaan Jokowi, dan seluruh penghuni istana nyata konsisten dengan pengakuan mereka, “bahwa Jokowi adalah raja dan tak bisa dikalahkan, Jokowi adalah Guru.” Dan kualitatif dan kuantatif KMP full cerminan isinya pure anasir PENGPENG Cs !

    Namun, publik tetap ragu dan berharap kata kata Prabowo yang mengaku sebagai murid dan bakal mengikuti pola kepemimpinan dari bekas Presiden ke 7 sekedar lip service (fragmatis), hanya demi menggapai bulan dan mentari. Nah saat ini bulan dan mentari sudah ada diatas kedua pundaknya maka, MR. PRESIDEN PLEASE DONT BE LATE. berbuat lah sesuatu yang sederhana oleh sebab kekuasaan yang relatif absolut berada ditangan anda, dan publik mayoritas nalar sehat saat ini, yang patuh konstitusi diantaranya komponen 12 Orang yang dilaporkan Jokowi atas tuduhan hasut dan fitnah terkait dugaan Jokowi Ijazah Palsu, nyata telah sungguh-sungguh memberi support kepemimpinan Presiden Prabowo dan paham tentang majas medis, “mencegah lebih daripada mengobati”.

  • Sidang Gugatan UU Hak Cipta, Hakim MK Tanya Rekaman Bacaan Al Quran Harus Bayar Royalti?
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Agustus 2025

    Sidang Gugatan UU Hak Cipta, Hakim MK Tanya Rekaman Bacaan Al Quran Harus Bayar Royalti? Nasional 8 Agustus 2025

    Sidang Gugatan UU Hak Cipta, Hakim MK Tanya Rekaman Bacaan Al Quran Harus Bayar Royalti?
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Hakim Konstitusi Anwar Usman mempertanyakan apakah rekaman bacaan ayat-ayat suci Al Quran atau dikenal dengan sebutan murottal Quran yang diputar di tempat komersial perlu membayar royalti?
    Hal itu disampaikan Anwar Usman dalam sidang mendengarkan keterangan ahli pemerintah dalam gugatan Undang-Undang Hak Cipta Nomor 28 Tahun 2014 dengan nomor perkara 28, 37/PUU-XXIII/2025 yang digelar Kamis (7/8/2025).
    “Misalnya saya mendatangi sebuah pesantren, lalu disuruh nyanyi sebuah nyanyian yang dinyanyikan oleh Sahabat Rasulullah ketika hijrah dari Mekkah ke Madinah, disambut dengan musik bertalu-talu, ‘Thola al-badru alayna’ oh itu indah sekali,” katanya.
    “Sama dengan orang membaca Al Quran, misalnya di Indonesia dengan irama sendiri, kan berbeda setiap negara, itu kan seni juga sebenarnya, nah kira-kira bagaimana regulasinya itu?” imbuhnya lagi.
    Selain itu, Anwar Usman juga menyinggung soal regulasi yang harus menguntungkan semua pihak, baik pencipta lagu, penyanyi, maupun penikmat seni.
    Sebab itu dia meminta masukan kepada ahli dari pemerintah, Ahmad M Ramli untuk menerangkan kembali UU Hak Cipta khususnya berkaitan dengan seni musik.
    Royalti terkait rekaman ini pernah disinggung oleh Ketua Lembaga Manajemen Kolektif Nasional, Dharma Oratmangun.
    Ia mengatakan, rekaman sebuah karya, meskipun adalah suara kicauan burung tetap memiliki hak royalti.
    “Putar lagu rekaman suara burung, suara apa pun, produser yang merekam itu punya hak terhadap rekaman fonogram tersebut, jadi tetap harus dibayar,” kata Dharma kepada Kompas.com, Senin (4/7/2025).
    Dalam sidang, ahli pemerintah Ahmad M Ramli menjawab secara umum bahwa dia tidak ingin orang menganggap sebuah lagu sebagai sesuatu yang menakutkan dan tidak berani disentuh.
    Misalnya seorang sedang merayakan ulang tahun dan menyewa penyanyi organ tunggal. Namun setelah bernyanyi, mereka diminta bayar royalti.
    “Enggak ada cerita itu (tidak boleh terjadi), karena undang-undang ini mengatakan sepanjang tidak komersial, enggak ada itu (pembayaran royalti), ya,” imbuhnya.
    Ramli bahkan menegaskan, orang-orang yang menyanyikan sebuah karya di acara ulang tahun atau acara-acara privat adalah agen iklan tanpa dibayar untuk mempopulerkan sebuah karya.
    “Jadi undang-undang ini justru mendorong ‘ayo, nyanyikan lagu sebanyak-banyaknya’ tapi kalau lagu itu kemudian digunakan untuk mendatangkan orang secara komersial, baik konser, baik apapun, maka tolong bayar ke LMK. Itu saja,” tuturnya.
    Sebagai informasi, gugatan uji materi UU Hak Cipta dengan nomor perkara 28, 37/PUU-XXIII/2025 ini berkaitan dengan kasus tuntutan pencipta lagu kepada para musisi yang marak terjadi belakangan.
    Salah satu permohonan mereka adalah meminta MK membolehkan penyanyi membawakan lagu tanpa izin pencipta lagu, asalkan membayar royalti.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • 7
                    
                        Jimly Asshiddiqie Ungkap Prabowo Marah kepada MK Akibat Putusannya
                        Nasional

    7 Jimly Asshiddiqie Ungkap Prabowo Marah kepada MK Akibat Putusannya Nasional

    Jimly Asshiddiqie Ungkap Prabowo Marah kepada MK Akibat Putusannya
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Mantan ketua
    Mahkamah Konstitusi
    (MK), Jimly Asshiddiqie menyebut bahwa Presiden
    Prabowo Subianto
    marah kepada lembaga yang pernah ia pimpin itu.
    Jimly mengungkap, Prabowo marah terhadap MK yang mengeluarkan putusan terakhirnya. Namun, ia tak menyebut putusan mana yang membuat Prabowo marah.
    Hal tersebut diungkapkannya saat menjadi pembicara dalam seminar yang mengangkat tema “Redesain Sistem Pemilu Pasca Putusan Mahkamah Konstitusi”, Kamis (31/7/2025).
    “Semua partai sekarang ini bersatu, marah-marah. Eksekutif? sama, Prabowo marah juga, marah juga, iya kan. ‘Ini apa ini sembilan orang ini’,” ujar Jimly dalam seminar di Tavia Heritage Hotel, Jakarta, Kamis (31/7/2025).
    Ia pun mengungkap, semua partai politik marah terhadap putusan MK yang baru-baru ini. Namun, Jimly juga tak menjelaskan putusan mana yang membuat semua partai politik marah.
    Salah satunya adalah Ketua Umum Partai Golkar, Bahlil Lahadalia yang berdiskusi dengan Jimly baru-baru ini.
    “Kemarin saya ketemu dengan Ketua Umum Golkar, diskusi di kantornya, saya jelaskan iyakan, aaahhh ya kan KAHMI sudah tahu tuh cara bekerjanya HMI zaman dulu. Ini hanya permainan hidup, enggak usah terlalu serius kalian ini partai-partai, marah-marah semua sama MK ini gitu loh,” ungkap Jimly.
    Kendati menyebut Prabowo dan semua partai politik marah, Jimly bersyukur bahwa sembilan hakim MK saat ini sedang bersatu.
    Padahal, ia sudah mengingatkan kepada sembilan hakim konstitusi untuk berhati-hati, karena semua partai politik dinilainya satu sikap kepada MK.
    “Saya sudah bilang waktu itu putusan ini selesai, yang terakhir ini saya udah bilang itu sembilan hakim, ‘eh hati-hati kalian, sabar-sabar yah, banyak-banyak berdoa, ini pasti abis ini partai ini bersatu ini’,” ujar Jimly.
    “Nah kebetulan MK-nya juga Alhamdulillah bersatu sembilan orang, nah ini kan ada tiga partai ini, sembilan orang ini di putusan terakhir bersatu, termasuk Anwar Usman. Jadi mereka tidak ada dissenting opinion,” sambungnya.
    Ia pun mengimbau semua partai politik untuk menerima apapun putusan MK. Pasalnya, putusan yang dikeluarkan oleh lembaga tersebut bersifat final dan mengikat.
    “Jadi saya bilang sama temen-temen partai itu ‘udahlah terima aja, ini permainan hidup’ belum tentu 100 persen bener juga MK itu ya kan,” ujar mantan anggota DPD itu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.