Tag: Antony Blinken

  • Iran Tegaskan Tak Punya Pilihan Selain Balas Israel Atas Kematian Haniyeh

    Iran Tegaskan Tak Punya Pilihan Selain Balas Israel Atas Kematian Haniyeh

    Jeddah

    Iran menegaskan pihaknya tidak mempunyai pilihan selain memberikan respons terhadap Israel atas pembunuhan yang terjadi di wilayahnya terhadap pemimpin politik Hamas, Ismail Haniyeh, pekan lalu. Teheran menyatakan pihaknya memiliki hak melekat untuk melancarkan pembalasan atas kematian Haniyeh.

    Seperti dilansir Al Arabiya, Kamis (8/8/2024), penegasan ini disampaikan oleh pelaksana tugas (Plt) Menteri Luar Negeri (Menlu) Iran Ali Bagheri-Kani saat menghadiri pertemuan luar biasa Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) yang digelar di Jeddah, Arab Saudi, pada Rabu (7/8) waktu setempat.

    “Dengan tidak adanya tindakan yang tepat oleh Dewan Keamanan (Perserikatan Bangsa-Bangsa/PBB) terhadap agresi dan pelanggaran-pelanggaran oleh rezim Israel, Republik Islam Iran tidak mempunyai pilihan selain menggunakan hak yang melekat untuk pertahanan yang sah terhadap tindakan rezim ini,” tegasnya.

    Pertemuan luar biasa OKI itu digelar sebagian atas permintaan Iran, menyusul pembunuhan Haniyeh di Teheran pada 31 Juli lalu. Hamas dan Iran menuduh Israel sebagai dalang pembunuhan Haniyeh, meskipun Tel Aviv sejauh ini belum memberikan komentar apa pun.

    Bagheri-Kani dalam pernyataannya menjelaskan bahwa pembalasan Iran “diperlukan untuk mencegah pelanggaran lebih lanjut oleh rezim ini (Israel-red) terhadap kedaualtan, warga negara, dan wilayah Republik Islam Iran”.

    Dia menambahkan bahwa pembalasan dari Teheran untuk Tel Aviv akan dilakukan “pada waktu yang tepat dan dengan cara yang proporsional”.

    Lebih lanjut, Bagheri-Kani juga mengatakan bahwa pembunuhan Haniyeh tidak mungkin terjadi tanpa “persetujuan dan dukungan intelijen AS (Amerika Serikat)”. Oleh karena itu, menurut Bagheri-Kani, tanggung jawab AS atas serangan itu “tidak boleh diabaikan”.

    Menlu AS Antony Blinken sebelumnya telah menegaskan bahwa Washington tidak mengetahui atau terlibat dalam pembunuhan Haniyeh. “Ini adalah sesuatu yang tidak kami ketahui atau terlibat di dalamnya,” kata Blinken dalam wawancara dengan media Channel News Asia di Singapura, dilansir AFP, Rabu (31/7).

    Haniyeh tewas dalam serangan rudal yang menghantam wisma tamu yang ditinggalinya saat berada di Teheran pada 31 Juli lalu, setelah dia menghadiri seremoni pelantikan Presiden baru Iran Masoud Pezeshkian sehari sebelumnya.

    Ancaman pembalasan yang disampaikan Teheran dan Hamas semakin meningkatkan kekhawatiran bahwa perang yang awalnya berkecamuk di Jalur Gaza akan meluas menjadi perang regional di Timur Tengah.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/zap)

  • AS Bicara Peluang Gencatan Senjata Gaza Usai Pembunuhan Ismail Haniyeh

    AS Bicara Peluang Gencatan Senjata Gaza Usai Pembunuhan Ismail Haniyeh

    Washington

    Amerika Serikat (AS) meyakini Israel dan Hamas masih berpeluang mencapai kesepakatan gencatan senjata di Gaza, Palestina. Namun, AS tetap khawatir perang meletus menyusul pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran.

    Dilansir AFP, Rabu (7/8/2024), AS menegaskan masih terlibat dalam ‘diplomasi intensif’ untuk mencegah eskalasi lebih lanjut setelah Iran mengancam akan membalas dendam atas pembunuhan Haniyeh.

    Hamas telah menunjuk Yahya Sinwar sebagai pemimpin barunya. Dia disebut dalang serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023. Serangan itu kemudian dijadikan alasan Israel menyerang Gaza habis-habisan hingga menewaskan sekitar 40 ribu warga Palestina.

    “Kita hampir mencapai kesepakatan untuk gencatan senjata di Gaza dan pembebasan sandera yang ditahan oleh Hamas,” kata juru bicara Dewan Keamanan Nasional AS John Kirby kepada wartawan.

    Para pejabat AS mengatakan kesepakatan telah tercapai dan mendesak Israel seta Hamas untuk menerima proposal saat ini yang akan mengarah pada gencatan senjata awal selama enam minggu.

    Pada Selasa kemarin, Gedung Putih menyebut negosiasi telah ‘mencapai tahap akhir’ dalam pembacaan percakapan telepon antara Presiden AS Joe Biden dan para pemimpin Qatar dan Mesir, tetapi tidak menjelaskan lebih lanjut.

    AS kini berupaya mencegah perang habis-habisan di wilayah tersebut. AS telah mengerahkan pesawat serta kapal perang ke wilayah tersebut untuk membantu membela Israel jika diperlukan.

    Kirby mengatakan dia ‘tidak akan berbicara tentang penilaian intelijen’ mengenai kapan atau apakah Iran dan sekutunya di Lebanon, Hizbullah, akan menyerang Israel. Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan dia telah memberi tahu Iran dan sekutu AS, Israel, untuk menghindari eskalasikonflik.

    (fas/haf)

  • Iran Mengancam, AS Pindahkan 2 Kapal Perang Lebih Dekat ke Israel

    Iran Mengancam, AS Pindahkan 2 Kapal Perang Lebih Dekat ke Israel

    Jakarta

    Militer Amerika Serikat memindahkan sedikitnya dua kapal perangnya yang sudah berada di Timur Tengah, menjadi lebih dekat ke Israel. Ini dilakukan di tengah ancaman Iran akan aksi pembalasan atas pembunuhan pemimpin Hamas Ismail Haniyeh di Teheran, Iran minggu lalu.

    Dilansir Al Arabiya, Selasa (6/8/2024), Presiden AS Joe Biden juga memimpin rapat dengan tim keamanan nasionalnya di Gedung Putih pada hari Senin (5/8) waktu setempat untuk membahas perkembangan terbaru di Timur Tengah. Para pejabat AS tidak dapat memperkirakan kapan Iran dan proksi-proksinya di Lebanon, Irak, Yaman, atau Suriah akan melakukan serangan terhadap Israel untuk membalas pembunuhan Ismail Haniyeh dan seorang komandan tinggi Hizbullah beberapa hari lalu.

    Pemindahan kapal perusak USS Cole dan USS Laboon dari Teluk Oman ke Laut Merah dilakukan setelah Pentagon atau Departemen Pertahanan Amerika Serikat pada hari Jumat lalu, memerintahkan untuk mengerahkan jet tempur tambahan beserta kapal penjelajah dan kapal perusak berkemampuan pertahanan rudal balistik ke Eropa dan Timur Tengah sebagai tanggapan atas ancaman Iran dan sekutunya.

    Menteri Pertahanan AS Lloyd Austin juga memerintahkan kapal induk USS Abraham Lincoln dan kelompok penyerangnya untuk menggantikan kapal induk USS Theodore Roosevelt guna mempertahankan keberadaan kapal perang di wilayah tersebut.

    Pentagon juga mengambil langkah-langkah untuk mengirimkan skuadron jet tempur lainnya.

    Kepala Komando Pusat AS (CENTCOM) Jenderal Erik Kurilla berada di Israel pada hari Senin untuk bertemu dengan rekan-rekannya, untuk membahas apa yang disebut Israel sebagai “penilaian keamanan.”

    Sebelumnya, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan bahwa dunia memperhatikan dengan prihatin pada “momen kritis” saat ini.

    “Kami terlibat dalam diplomasi yang intens hampir sepanjang waktu dengan pesan yang sangat sederhana: Semua pihak harus menahan diri dari eskalasi, semua pihak harus mengambil langkah-langkah untuk meredakan ketegangan,” kata Blinken.

    “Eskalasi tidak menguntungkan siapa pun. Itu hanya akan menyebabkan lebih banyak konflik, lebih banyak kekerasan, lebih banyak ketidakamanan. Sangat penting bagi kita untuk memutus siklus ini dengan mencapai gencatan senjata di Gaza,” ujar Blinken, seraya menambahkan bahwa ini akan memungkinkan lebih banyak ketenangan di wilayah tersebut, tidak hanya di Gaza.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • AS-Jepang Kritik China dan Rusia di Pertemuan Tingkat Tinggi

    AS-Jepang Kritik China dan Rusia di Pertemuan Tingkat Tinggi

    Jakarta

    Menteri Luar Negeri AS Anthony Blinken dan Menteri Pertahanan Lloyd Austin mengadakan pertemuan dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa dan Menteri Pertahanan Minoru Kihara di Tokyo Jepang. Amerika Serikat dan Jepang mengeluarkan kritik yang pedas terhadap China dan Rusia usai diskusi tingkat tinggi tersebut.

    Dilansir AFP, Minggu (28/7/2024), pertemuan 2+2 itu bertujuan untuk meningkatkan kolaborasi pertahanan yang sudah erat antara Jepang dan AS di kawasan yang semakin tidak stabil.

    “Kebijakan luar negeri Tiongkok berupaya untuk membentuk kembali tatanan internasional demi keuntungannya sendiri dengan mengorbankan orang lain,” demikian pernyataan bersama setelah pembicaraan ‘2+2’ antara Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, Menteri Pertahanan Lloyd Austin, dan mitra mereka dari Jepang.

    Mereka “menegaskan kembali keberatan keras mereka terhadap klaim maritim RRC (Republik Rakyat China) yang melanggar hukum, militerisasi fitur-fitur yang direklamasi, dan aktivitas yang mengancam dan provokatif di Laut Cina Selatan”, kata pernyataan itu.

    “Tindakan-tindakan destabilisasi China di kawasan ini mencakup pertemuan-pertemuan yang tidak aman di laut dan di udara, upaya-upaya untuk mengganggu eksploitasi sumber daya lepas pantai negara-negara lain, serta penggunaan kapal-kapal Penjaga Pantai dan milisi maritim yang berbahaya”, lanjut pernyataan itu.

    Selain itu, mereka juga menyatakan keprihatinan tentang “ekspansi persenjataan nuklir China yang terus berlanjut dan cepat, yang terus berlanjut tanpa transparansi apa pun mengenai maksudnya dan yang ditolak untuk diakui oleh RRC, meskipun ada bukti-bukti yang tersedia untuk umum”.

    Pernyataan itu “menyoroti dengan keprihatinan kerja sama militer strategis Rusia yang berkembang dan provokatif dengan RRC, termasuk melalui operasi-operasi dan latihan-latihan bersama di sekitar Jepang, dan dukungan RRC terhadap pangkalan industri pertahanan Rusia”.

    Pernyataan tersebut, yang dikeluarkan setelah pembicaraan Blinken dan Austin dengan Menteri Luar Negeri Jepang Yoko Kamikawa dan Menteri Pertahanan Minoru Kihara, juga mengonfirmasi rencana untuk mendirikan Markas Besar Pasukan Gabungan baru di Jepang, yang dipimpin oleh seorang komandan AS bintang tiga, untuk 54.000 personel militer yang ditempatkan di sana.

    Markas ini akan berfungsi sebagai mitra Komando Operasi Gabungan yang direncanakan Jepang untuk semua angkatan bersenjatanya, yang membuat kedua militer lebih gesit jika terjadi krisis di Taiwan atau semenanjung Korea.

    Pasukan AS di Jepang saat ini melapor kembali ke Komando Indo-Pasifik di Hawaii, sekitar 6.500 kilometer (4.000 mil).

    (yld/idn)

  • AS Akan Tingkatkan Struktur Komando Militer di Jepang

    AS Akan Tingkatkan Struktur Komando Militer di Jepang

    Jakarta

    Menteri Pertahanan AS, Lloyd Austin, akan mengumumkan peningkatan struktur komando AS di Jepang. AS dan Jepang merombak kerja sama militer dalam menghadapi China yang semakin tegas.

    Dilansir AFP, Minggu (28/7/2024), Amerika Serikat memiliki sekitar 54.000 personel militer di Jepang yang saat ini melapor kembali ke Komando Indo-Pasifik di Hawaii, sekitar 6.500 kilometer (4.000 mil) jauhnya dan 19 jam di belakang.

    Seorang pejabat militer AS mengatakan hari ini Austin akan bergabung dengan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken untuk pembicaraan “2+2” dengan rekan-rekan mereka di Tokyo. Mereka akan mengumumkan Markas Besar Pasukan Gabungan baru yang dipimpin oleh seorang komandan bintang tiga.

    Hal ini akan berfungsi sebagai mitra Komando Operasi Gabungan yang direncanakan Jepang untuk semua angkatan bersenjatanya, membuat kedua militer lebih gesit jika terjadi krisis di Taiwan atau semenanjung Korea.

    Didorong oleh kegelisahan tentang Tiongkok dan kekhawatiran tentang Korea Utara, Jepang dalam beberapa tahun terakhir telah melepaskan sikap pasifisnya yang ketat, meningkatkan pengeluaran pertahanan dan bergerak untuk memperoleh kemampuan “serangan balik”.

    Pada bulan April Presiden Joe Biden dan Perdana Menteri Jepang, Fumio Kishida, mengumumkan “era baru” dalam kerja sama pada pertemuan puncak di Gedung Putih.

    Bulan ini Jepang dan Filipina yang merupakan tempat perhentian berikutnya Blinken dan Austin untuk pembicaraan “2+2”, menandatangani pakta pertahanan yang akan memungkinkan pengerahan pasukan di wilayah masing-masing.

    Seperti halnya Manila, Jepang dan Korea Selatan juga telah berupaya untuk mengakhiri pertikaian mengenai Perang Dunia II. Presiden AS Joe Biden sempat menjamu para pemimpin kedua negara itu di Camp David pada bulan Agustus lalu.

    Menjelang pertemuan “2+2” Jepang-AS, Austin dan Menteri Pertahanan Jepang Minoru Kihara mengadakan pembicaraan trilateral dengan Shin Won-sik, Menteri Pertahanan Korea Selatan pertama yang mengunjungi Jepang dalam 15 tahun.

    Mereka menandatangani nota kesepahaman untuk lebih mempererat hubungan, termasuk dalam hal berbagi informasi dan latihan trilateral.

    “Kerja sama trilateral antara Jepang, Amerika Serikat, dan Korea Selatan telah menjadi lebih kuat dan tak tergoyahkan bahkan di bawah berbagai perubahan dalam situasi internasional,” kata Kihara kepada wartawan setelah pertemuan tersebut.

    (yld/gbr)

  • AS Desak Israel Cegah Eskalasi Konflik di Lebanon

    AS Desak Israel Cegah Eskalasi Konflik di Lebanon

    Washington DC

    Menteri Luar Negeri (Menlu) Amerika Serikat (AS) Antony Blinken mendesak Menteri Pertahanan (Menhan) Israel Yoav Gallant untuk menghindari eskalasi konflik lebih lanjut di Lebanon, saat serangan lintas perbatasan antara militer Israel dan kelompok Hizbullah semakin meningkat.

    Seperti dilansir AFP, Selasa (25/6/2024), desakan itu disampaikan Blinken saat Gallant melakukan kunjungan ke Washington DC pada Senin (24/6) waktu setempat. Pertemuan keduanya membahas berbagai hal, termasuk upaya-upaya mencapai kesepakatan untuk membebaskan para sandera yang masih ditahan di Jalur Gaza.

    Kunjungan Gallant ini bertujuan untuk menegaskan kembali nilai hubungan antara Israel dengan sekutu utamanya AS, setelah Perdana Menteri (PM) Benjamin Netanyahu secara terbuka mengkritik Washington atas apa yang disebutnya sebagai penundaan pengiriman pasokan senjata.

    Dalam pertemuan selama dua jam dengan Gallant, menurut juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller, Blinken membahas soal diplomasi tidak langsung antara Israel dan Hamas mengenai perjanjian yang “menjamin pembebasan semua sandera dan meringankan penderitaan rakyat Palestina”.

    “(Blinken) Menggarisbawahi pentingnya menghindari eskalasi konflik lebih lanjut dan mencapai resolusi diplomatik yang memungkinkan keluarga Israel dan Lebanon untuk kembali ke rumah-rumah mereka,” kata Miller dalam pernyataannya.

    Ketegangan di perbatasan Israel dan Lebanon semakin meningkat seiring maraknya serangan lintas perbatasan antara militer Tel Aviv dan Hizbullah yang didukung Iran.

    Netanyahu telah mengatakan bahwa pasukan Israel akan mengakhiri perang paling intens di Jalur Gaza dan akan mengerahkan pasukannya ke perbatasan utara yang berbatasan dengan Lebanon, meskipun dia menganggap tindakan itu sebagai langkah defensif.

    Selain bertemu Blinken, Gallant juga bertemu dengan pemimpin badan intelijen pusat AS, CIA, Bill Burns, yang menjadi sosok penting AS dalam negosiasi untuk membebaskan para sandera dari Hamas.

    “Saya ingin menekankan bahwa komitmen utama Israel adalah memulangkan para sandera, tanpa terkecuali, kepada keluarga dan rumah mereka,” tegas Gallant sebelum bertemu Burns.

    “Kami akan terus berupaya semaksimal mungkin untuk memulangkan mereka,” ucapnya.

    Dalam pernyataannya, Gallant juga menegaskan aliansi Israel-AS sangat penting. Penegasan ini menjadi pendekatan berbeda yang diambil Gallant, setelah Netanyahu dalam beberapa hari terakhir membuat kesal pemerintahan Presiden Joe Biden dengan menuduh AS mengurangi pengiriman senjata dan amunisi.

    “Aliansi antara Israel dan Amerika Serikat, yang dipimpin oleh AS selama bertahun-tahun, sangatlah penting,” tegasnya.

    Selain militer Israel sendiri, ujar Gallant, “hubungan kami dengan AS adalah elemen terpenting bagi masa depan kami dari sudut pandang keamanan”.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • AS Kecewa Dikritik Netanyahu di Tengah Ketegangan Soal Perang Gaza

    AS Kecewa Dikritik Netanyahu di Tengah Ketegangan Soal Perang Gaza

    Jakarta

    Gedung Putih menyatakan kekecewaan mendalam atas kritik dari Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu terhadap Amerika Serikat. Kritikan itu disampaikan Netanyahu di tengah ketegangan antara kedua sekutu tersebut mengenai perang Israel di Gaza.

    Tanggapan Gedung Putih ini muncul seiring penasihat keamanan nasional AS Jake Sullivan dan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken merencanakan pertemuan dengan dua pejabat senior kepercayaan Netanyahu untuk membahas konflik Gaza.

    Sebelumnya, Netanyahu pada hari Selasa lalu mengeluarkan video berbahasa Inggris di mana dia mengatakan Blinken telah meyakinkannya bahwa pemerintahan Biden sedang berupaya untuk mencabut pembatasan pengiriman senjata ke Israel. Blinken kemudian menolak mengonfirmasi hal tersebut.

    Dilansir Al Arabiya dan AFP, Jumat (21/6/2024), dalam percakapan diplomatik yang biasanya bersifat pribadi, Netanyahu juga mengatakan bahwa dia mengatakan kepada Blinken bahwa “tidak dapat dibayangkan” dalam beberapa bulan terakhir Washington menahan senjata dan amunisi untuk Israel.

    Juru bicara keamanan nasional Gedung Putih John Kirby menanggapi pernyataan Netanyahu tersebut dalam sebuah pengarahan dengan wartawan. Dia mengatakan bahwa AS secara langsung telah menyatakan ketidaksenangannya kepada Israel atas pernyataan tersebut.

    “Saya pikir kami telah menyampaikan dengan jelas kepada rekan-rekan Israel kami melalui berbagai cara, kekecewaan kami yang mendalam terhadap pernyataan yang diungkapkan dalam video itu dan kekhawatiran kami atas keakuratan pernyataan yang dibuat,” kata Kirby.

    “Gagasan bahwa kami berhenti membantu Israel memenuhi kebutuhan pertahanan diri mereka sama sekali tidak akurat,” ujarnya.

    Sementara Blinken mengatakan pengiriman senjata – kecuali senjata yang memiliki bom besar – berjalan seperti biasa mengingat Israel menghadapi ancaman keamanan di luar Gaza, termasuk dari Hizbullah dan Iran. Dia menolak mengomentari percakapan pribadinya dengan Netanyahu selama konferensi pers pada hari Selasa.

    Pemerintah Amerika Serikat pada bulan Mei menghentikan pengiriman bom seberat 2.000 pon dan 500 pon karena kekhawatiran akan dampak bom tersebut di daerah padat penduduk. Namun, Israel masih akan menerima persenjataan AS senilai miliaran dolar.

    Sorotan terhadap perilaku Israel dalam operasi militernya di Gaza telah meningkat seiring jumlah korban tewas warga Palestina akibat perang tersebut telah melonjak hingga di atas 37.000 orang. Demikian menurut para pejabat kesehatan di wilayah yang dikuasai kelompok Hamas itu.

    Sebelumnya pada April lalu, Presiden AS Joe Biden mengingatkan Israel bahwa AS akan berhenti memasok senjata, jika pasukan Israel melakukan invasi besar-besaran ke Rafah, sebuah kota di Gaza selatan yang merupakan tempat perlindungan terakhir bagi banyak orang yang kehilangan tempat tinggal akibat perang.

    Netanyahu mengatakan pada hari Kamis (20/6) waktu setempat, bahwa negaranya membutuhkan amunisi dari Amerika dalam “perang demi eksistensinya.”

    “Saya siap menerima serangan pribadi asalkan Israel menerima amunisi dari AS yang dibutuhkan dalam perang demi eksistensinya,” katanya dalam sebuah pernyataan.

    Halaman 2 dari 2

    (ita/ita)

  • AS-Arab Saudi di Ambang Perjanjian Bersejarah, Untungkan Palestina

    AS-Arab Saudi di Ambang Perjanjian Bersejarah, Untungkan Palestina

    Washington DC

    Utusan pemerintah Amerika Serikat (AS) untuk Arab Saudi mengungkapkan bahwa Washington dan Riyadh kini berada di ambang perjanjian bersejarah, yang jika tercapai, akan menjadi jalan menuju negara Palestina, serta terbentuknya hubungan diplomatik antara Saudi dan Israel.

    “Kita cenderung menggunakan kata bersejarah secara berlebihan, namun menurut saya, secara keseluruhan, paket perjanjian ini benar-benar bersejarah,” ucap Duta Besar AS untuk Saudi, Michael Ratney, dalam wawancara dengan media lokal Saudi, Arab News, dan dilansir Al Arabiya, Selasa (4/6/2024).

    “Tapi sebagai bagian dari hal tersebut, ada peran dari Palestina. Saudi telah memperjelas bahwa hal itu merupakan persyaratan mereka dan kami juga memiliki harapan-harapan… harus ada jalan ke depan bagi Palestina untuk menjadi negara,” sebut Ratney.

    Lebih lanjut, Ratney menyebut perjanjian bersejarah itu akan meningkatkan kemitraan keamanan dan hubungan ekonomi kedua negara, serta memberikan manfaat bagi Palestina.

    Pemerintahan Presiden AS Joe Biden telah sejak lama berusaha menjadi perantara untuk perjanjian penting ini. Pada Oktober tahun lalu, Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken mengunjungi Riyadh untuk membahas rencana konkret bagi normalisasi hubungan antara Saudi dan Israel.

    Serangan mengejutkan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober tahun lalu membuat pembicaraan normalisasi sempat terhenti, dan sejak itu telah dilanjutkan kembali. Namun rincian soal perjanjian itu telah sedikit berubah dan Israel kini menjadi hambatan utama.

    Riyadh telah dan selalu menegaskan bahwa negara Palestina tetap menjadi kunci dalam perjanjian tersebut.

    Sama pentingnya dengan negara Palestina adalah perjanjian atau pakta keamanan antara AS dan Saudi, serta kerja sama dalam program nuklir sipil Saudi dan perjanjian-perjanjian ekonomi lainnya.

    Saksikan juga ‘Saat Arab Saudi Dorong Solusi Dua Negara untuk Penyelesaian Konflik di Gaza’:

    Para pejabat yang mengetahui masalah ini mengatakan kepada Al Arabiya baru-baru ini bahwa pemerintahan Biden akan mencabut pembekuan penjualan senjata ofensif ke Saudi dalam beberapa pekan mendatang.

    Di bawah kepemimpinan Biden, AS awalnya menargetkan negara-negara Teluk dengan beberapa tindakan kebijakan luar negeri. Hal ini termasuk mencabut label teror dari kelompok Houthi yang didukung Iran di Yaman, meskipun ada pertentangan kuat dari sekutu tradisional Teluk dan Arab, dan membekukan apa yang disebut penjualan senjata “ofensif”.

    Ratney, dalam pernyataannya, menyatakan bahwa pembicaraan soal perjanjian yang diratifikasi Senat AS antara Washington dan Riyadh akan menjadikannya perjanjian formal yang tidak bergantung pada pemerintahan AS tertentu.

    “Itu akan menjadi perjanjian yang bertahan lama, bukan antara otoritas atau pemerintahan, tapi antara dua negara. Dan itu membawa kepastian: hal itu membawa kepastian kepada kita; hal ini juga akan membawa kepastian bagi Saudi,” tegasnya.

    Disebutkan juga oleh Ratney bahwa rincian pengaturan soal keamanan dan perbandingannya dengan aliansi AS-Jepang, yang mengizinkan pangkalan militer AS di wilayah Jepang dan komitmen kedua negara untuk saling membela jika terjadi serangan, masih dibahas.

    “Anggap saja ini akan menjadi perjanjian bersejarah yang akan meningkatkan kemitraan keamanan antara Amerika Serikat dan Arab Saudi, itu akan meningkatkan hubungan ekonomi, akan membawa Israel dan Arab Saudi ke dalam kawasan yang sama, dan akan membawa manfaat dan membuka jalan menuju status negara bagi Palestina. Jadi itu berarti banyak,” jelas Ratney.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Apa Dampak 2 Tahun Perang Ukraina terhadap Hubungan China-Rusia?

    Apa Dampak 2 Tahun Perang Ukraina terhadap Hubungan China-Rusia?

    Beijing

    Kamis (16/05) ini, Presiden Rusia, Vladimir Putin, memulai kunjungan kenegaraan selama dua hari ke Beijing guna bertemu dengan Presiden China, Xi Jinping.

    Ini adalah kunjungan kedua Putin ke Tiongkok dalam tujuh bulan serta pertemuan keempat Putin-Xi sejak Rusia menginvasi Ukraina pada Februari 2022.

    Saat ini, Beijing telah menjadi mitra penting bagi Moskow.

    China menolak mengutuk invasi Rusia ke Ukraina dan terus melakukan perdagangan dengan Rusia yang terkena sanksi berat Amerika Serikat dan Uni Eropa.

    Akan tetapi, tampaknya Putin menginginkan lebih. Namun apakah Tiongkok bersedia menanggung akibatnya?

    Hubungan yang menguat

    Mungkin tidak mengejutkan jika Putin memilih China sebagai tujuan kunjungan luar negeri pertamanya sejak dilantik sebagai presiden untuk masa jabatan kelima, pekan lalu.

    Kunjungan kenegaraan dua hari itu terjadi ketika keeratan hubungan mereka mencapai “tingkat tertinggi yang pernah ada”, kata Putin kepada media pemerintah China.

    “Dalam menghadapi situasi internasional yang sulit, hubungan kita masih menguat,” ujarnya.

    Baca selengkapnya:

    Meski Putin membanggakan persahabatan kedua negara, Xi punya alasan untuk khawatir.

    Amerika Serikat baru saja mengumumkan serangkaian sanksi baru terhadap sejumlah bank dan perusahaan Beijing dan Hong Kong yang bekerja sama dengan Moskow, yang diduga membantu menghindari pembatasan terkait rangkaian sanksi.

    Sebab, meski China tidak menjual senjata ke Rusia, Washington dan Brussels yakin China mengekspor teknologi dan komponen penting untuk perang.

    Xi Jinping dan Vladimir Putin bertemu di Beijing (Getty Images)

    Dalam kunjungannya baru-baru ini ke Beijing, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken mengatakan kepada BBC bahwa China “membantu ancaman terbesar” keamanan Uni Eropa sejak Perang Dingin.

    Bagi mereka, ini sudah melampaui batas. Tapi China berkukuh pada pendiriannya bahwa ekspornya, yang memiliki kegunaan teknis di luar perang, tidak melanggar aturan.

    Kelompok yang skeptis terhadap China juga semakin keras, mendesak Xi untuk memberikan tekanan lebih besar pada Rusia karena Uni Eropa sendiri sedang mempertimbangkan tarif.

    Faktanya adalah perekonomian China yang lesu tidak mampu menanggung tekanan terhadap Rusia – mitra dagangnya. Permintaan di dalam negeri yang lemah berarti mereka membutuhkan pasar di luar negeri.

    Semua ini membuat Xi berada dalam situasi yang canggung.

    Menemukan batasan

    Beberapa hari sebelum Rusia menyerang Ukraina, kedua pemimpin mengumumkan kemitraan “tanpa batas” untuk meningkatkan kerja sama. Hal ini masuk akal bagi kedua negara yang sama-sama punya ideologi melawan Barat.

    Beijing masih menganggap Moskow sebagai kunci untuk mengubah tatanan dunia yang saat ini dipimpin AS. Perdagangan antara kedua negara berkembang pesat.

    Energi Rusia yang murah, termasuk pengiriman gas secara stabil melalui pipa Siberia, telah memberikan manfaat bagi China.

    Namun, seiring dengan perang yang terus berlanjut, aliansi ini tampaknya tak begitu “tak terbatas”. Analisa BBC menemukan bahwa istilah tersebut hampir hilang dari media pemerintah.

    “Meskipun Tiongkok mendukung tujuan untuk melemahkan pengaruh Barat, namun Tiongkok tidak setuju dengan beberapa taktik Rusia, termasuk ancaman penggunaan senjata nuklir,” kata Zhao Tong, peneliti senior di Carnegie Endowment.

    “China sangat sadar akan dampak reputasi yang ditimbulkan karena memberikan dukungan tanpa syarat kepada Rusia dan terus menyempurnakan upayanya untuk meningkatkan legitimasinya di panggung global.”

    Dalam kunjungannya ke Eropa baru-baru ini, Xi mengatakan negaranya “bukanlah pencipta krisis ini, bukan pihak di dalamnya, atau yang berpartisipasi”.

    Hal ini juga terus-menerus disampaikan China kepada warganya.

    ‘Rakyat Ukraina masih berdarah-darah’

    Meski China membuat klaim bahwa Beijing netral dalam perang Rusia-Ukraina, tidak berarti simpati terhadap Ukraina mudah terlihat di media China yang disensor ketat.

    Media pemerintah China masih membenarkan invasi Rusia, dan menyebutnya sebagai pembalasan cepat Moskow terhadap ekspansi NATO yang didukung AS.

    Ketika seniman Tiongkok Xu Weixin melihat ledakan dahsyat pertama yang melanda ibu kota Ukraina, Kyiv, di televisi pada tahun 2022, dia merasa terdorong untuk mendokumentasikannya.

    “Saya tidak punya senjata, tapi saya punya pena,” katanya kepada BBC dari studionya di AS.

    Gambar pertamanya, potret Presiden Ukraina Volodymyr Zelenskyy, viral di media sosial.

    “Saya melukis setiap hari sejak perang dimulai. Saya tidak berhenti bahkan satu hari pun. Ketika saya terkena Covid, ketika saya bepergian ke luar negeri, saya masih menggambar setiap hari.”

    Meskipun karya seninya belum disensor di China, reaksi yang muncul mengejutkannya.

    “Ini sangat berbeda dengan pengalaman saya sebelumnya,” katanya.

    “Saat saya melukis tentang penambang batu bara, semua komentar yang saya dapatkan positif. Bahkan lukisan revolusi kebudayaan saya mendapat pujian. Saya hampir tidak mendapat kritik.”

    Tapi kali ini, katanya, dia mendapat respons negatif. “Tidak apa-apa, saya baru saja memblokirnya,” katanya.

    “Beberapa teman saya tidak lagi berteman dengan saya karena mereka mempunyai pandangan berbeda. Tapi apa yang bisa saya lakukan? Saya yakin saya melakukan hal yang benar. Saya ingin menjadi teladan bagi putri saya.”

    Ini adalah tanda harapan bagi orang Ukraina seperti Vita Golod, yang ingin mempengaruhi opini China. Dia berada di Kyiv ketika perang pecah dan memutuskan untuk menggunakan kefasihan berbahasa Mandarinnya untuk menerjemahkan berita Ukraina ke dalam bahasa Mandarin sehingga dia dapat membagikannya di media sosial.

    “Kami ingin masyarakat mengetahui kebenaran mengenai perang ini, karena kami tahu pada saat itu tidak ada kantor media atau outlet Ukraina di Tiongkok,” katanya kepada BBC saat berkunjung ke Beijing.

    Saat ini dia menjabat sebagai ketua Asosiasi Sinolog Ukraina.

    Vita Golod ingin mempengaruhi opini di China lewat berita-berita dan kisah tentang perang di Ukrain (Joyce Liu/ BBC)

    “Sejujurnya sulit secara emosional, dan itu memakan banyak waktu,” katanya.

    Sebuah tim yang terdiri dari sekitar 100 orang menerjemahkan berita resmi, pidato Presiden Zelensky, dan kisah-kisah rakyat biasa Ukraina yang terjebak di zona perang, tambahnya.

    Dia mengatakan bahwa dia berharap dapat mengatur kunjungan para sarjana China ke Ukraina sehingga mereka dapat melihat sendiri kehancuran Ukraina dan akhirnya membantu memberikan tekanan pada Rusia.

    Dia menyadari ini adalah tujuan yang ambisius, namun ingin mencobanya. Kakak laki-lakinya berada di garis depan dan orang tuanya masih tinggal di kampung halaman dekat Bucha.

    “Warga di Ukraina masih menderita, mereka masih bersembunyi di tempat penampungan, masih mengeluarkan darah di parit. Ukraina membutuhkan sanksi terhadap Rusia, bukan kata-kata indah.”

    Sejauh ini, karyanya belum disensor, yang menunjukkan adanya toleransi dari pemerintah China.

    Xi, penjaga perdamaian

    Ada suara-suara lain yang datang dari Beijing yang menunjukkan bahwa keretakan mungkin akan muncul dalam hal sejauh mana sebagian masyarakat Tiongkok, setidaknya, siap untuk mendukung hubungan tanpa batas ini.

    Feng Yujun, direktur Pusat Studi Rusia dan Asia Tengah di Universitas Fudan, baru-baru ini menulis di The Economist bahwa Rusia pasti akan kalah di Ukraina.

    Ini adalah opini yang berani di China.

    Namun kemudian, Xi menyarankan agar dia bisa menjadi penjaga perdamaian.

    Maret silam, hanya beberapa hari setelah kunjungan kenegaraannya ke Moskow, ia menelepon Presiden Ukraina Volodymyr Zelensky dan menekankan bahwa China “selalu berpihak pada perdamaian”.

    China juga menerbitkan 12 poin rencana perdamaian yang menentang penggunaan senjata nuklir.

    Namun ketika Putin dan Xi bertemu pekan ini, kemungkinan besar keduanya tak akan memberikan sinyal perubahan kebijakan yang signifikan.

    Seiring dengan semakin tidak sabarnya negara-negara Barat terhadap aliansi mereka dan harapan Xi untuk berperan sebagai penjaga perdamaian sejauh ini tidak berhasil, dia akan memperhitungkan risiko untuk terus berdiri “bahu-membahu” dengan negara-negara paria yang pernah dia sebut sebagai kamerad dan “sahabat”.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS-Saudi Akan Sepakati Pakta Keamanan, Bagian dari Normalisasi Israel

    AS-Saudi Akan Sepakati Pakta Keamanan, Bagian dari Normalisasi Israel

    Washington DC

    Pemerintah Amerika Serikat (AS) mengatakan pihaknya “sangat dekat” dalam mencapai kesepakatan bilateral dengan Arab Saudi, mengenai jaminan keamanan dari Washington dan bantuan nuklir sipil. Kesepakatan itu diperlukan karena menjadi bagian dari upaya normalisasi Saudi dengan Israel, yang didorong AS.

    Seperti dilansir Reuters dan Al Arabiya, Jumat (3/5/2024), kesepakatan itu diatur dalam rancangan kerja yang menguraikan prinsip dan proposal yang bertujuan memulihkan upaya AS membentuk kembali kawasan yang bergejolak, yang terhenti oleh serangan Hamas terhadap Israel dan pecahnya perang di Jalur Gaza.

    Tampaknya ini menjadi strategi jangka panjang yang menghadapi banyak kendala, salah satunya adalah ketidakpastian mengenai bagaimana perang Gaza akan berakhir.

    Para perunding AS dan Saudi, untuk saat ini, memprioritaskan perjanjian keamanan bilateral yang kemudian akan menjadi bagian dari paket perjanjian lebih luas yang diajukan kepada Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu, yang nantinya harus memutuskan apakah akan mencapai konsesi untuk mengamankan hubungan bersejarah dengan Riyadh.

    “Menteri Luar Negeri telah bertemu dengan Putra Mahkota Arab Saudi pekan ini ketika dia berada di Riyadh… dan kami hampir mencapai kesepakatan mengenai bagian bilateral dari perjanjian normalisasi,” ucap juru bicara Departemen Luar Negeri AS Matthew Miller pada Kamis (2/5) waktu setempat, merujuk pada kunjungan Menlu AS Antony Blinken ke Riyadh baru-baru ini.

    Lebih lanjut, Miller memperkirakan bahwa rinciannya bisa diselesaikan “dalam waktu yang sangat singkat”.

    Namun seperti disinggung oleh Miller, Saudi bersikukuh bahwa setiap perjanjian potensial harus mencakup jalur, yang tidak bisa diubah dan tidak bisa dibatalkan, menuju ke pembentukan negara Palestina.

    Sebagai bagian dari kesepakatan yang lebih besar, ada perjanjian bilateral antara Washington dan Riyadh, yang sedang diupayakan mencakup pakta pertahanan, kerja sama di bidang kecerdasan buatan, serta program nuklir sipil Saudi.

    “Ada beberapa detail yang harus terus kami kerjakan, namun kami pikir kami bisa mencapai kesepakatan mengenai detail tersebut dalam waktu yang sangat singkat,” ucap Miller saat berbicara kepada wartawan setempat.

    Dia menambahkan bahwa masih banyak pekerjaan yang harus dilakukan pada bagian terpisah, seperti proposal soal jalur menuju negara Palestina dan jaminan keamanan bagi Israel. Diketahui bahwa Israel yang dipimpin oleh Netanyahu telah berulang kali menolak pembentukan negara Palestina.

    Lebih lanjut, Miller mengatakan bahwa kesepakatan yang lebih luas hanya akan tercapai jika semua perjanjian sejalan. Dia juga merujuk pada sikap tegas Saudi soal negara Palestina dan bahwa tidak akan ada kesepakatan normalisasi dengan Israel selama perang masih berkecamuk di Jalur Gaza.

    “Mengajukan proposal, itu satu hal, proposal yang bisa membawa kita kepada Israel (untuk normalisasi),” ucapnya.

    “Arab Saudi telah memperjelas bahwa sebagai bagian dari kesepakatan normalisasi dengan Israel, mereka memiliki dua persyaratan: 1) Ketenangan di Gaza, dan 2) Jalan menuju negara Palestina yang merdeka,” ungkap Miller dalam pernyataannya.

    Dalam pernyataannya, Miller menilai bahwa kesepakatan normalisasi akan menjadi yang tepat untuk dilakukan bagi rakyat Palestina dan untuk tujuan jangka panjang Israel dalam menjalin hubungan normal dengan negara-negara tetangganya.

    “Hal ini akan mengisolasi Iran, dan secara signifikan, hal ini akan mengatasi beberapa tantangan nyata yang akan dihadapi Israel di Gaza ketika Anda melihat akhir konflik ini dengan memikirkan bagaimana membangun kembali Gaza, dengan memikirkan bagaimana memberikan keamanan kepada Gaza,” jelasnya.

    “Jadi pada akhirnya, pemerintah Israel harus membuat pilihan mengenai apa yang terbaik bagi rakyatnya,” imbuh Miller.

    “Tetapi bagi Amerika Serikat, kami akan berupaya menyelesaikan proposal yang sedang kami kerjakan dengan mitra-mitra Arab kami, dan kami akan mengedepankan sudut pandang tersebut, dan Israel bisa mengambil keputusan,” ucapnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini