Tag: Antony Blinken

  • Tumben, Biden Puji-puji Trump Atas Gencatan Senjata Gaza

    Tumben, Biden Puji-puji Trump Atas Gencatan Senjata Gaza

    Washington DC

    Mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden memberikan pujian untuk Presiden Donald Trump atas upaya yang dilakukan oleh Trump dan pemerintahannya dalam mewujudkan gencatan senjata di Gaza. Pujian Biden untuk Trump ini tergolong langka.

    Biden sebelumnya terus-menerus dikecam oleh Trump yang kembali ke Gedung Putih pada awal tahun ini.

    Dalam pernyataan terbaru, seperti dilansir Al Arabiya, Selasa (14/10/2025), Biden memuji Trump karena berhasil mencapai kesepakatan gencatan senjata Gaza yang “diperbarui”. Dia menyebut bahwa Timur Tengah berada di jalur menuju perdamaian.

    “Saya memberikan penghargaan kepada Presiden Trump dan timnya atas upaya mereka untuk menyelesaikan tugas dalam mencapai kesepakatan gencatan senjata yang diperbarui,” tulis Biden dalam pernyataan di media sosial X.

    “Sekarang, dengan dukungan Amerika Serikat dan dunia, Timur Tengah berada di jalur menuju perdamaian yang saya harap akan bertahan lama dan masa depan bagi Israel dan Palestina dengan tingkat perdamaian, martabat, dan keamanan yang setara,” ucap Biden.

    Dalam pernyataannya, Biden juga memberikan penghargaan untuk pemerintahannya atas upaya yang telah dilakukan selama dua tahun terakhir, setelah serangan Hamas terhadap Israel pada 7 Oktober 2023 yang memicu perang Gaza.

    “Pemerintahan saya bekerja tanpa henti untuk memulangkan para sandera, memberikan bantuan kepada warga sipil Palestina, dan mengakhiri perang,” tulis Biden dalam pernyataannya.

    Di bawah pemerintahan Biden, mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) AS Antony Blinken melakukan perjalanan hingga belasan kali ke Timur Tengah setelah serangan Hamas pada Oktober 2023.

    Blinken berusaha mendesak kedua belah pihak untuk menerima gencatan senjata sementara Israel terus menggempur Jalur Gaza.

    Israel dan Hamas akhirnya menyetujui gencatan senjata pada Januari 2025 sebelum Biden meninggalkan jabatannya, dengan utusan baru Trump turut mendukung upaya diplomasi tersebut.

    Namun pada Maret lalu, Israel melanjutkan operasi militer besar-besaran di wilayah Jalur Gaza dan menutup semua akses masuk untuk bantuan makanan, yang memicu kondisi kemanusiaan mengerikan di wilayah tersebut, yang membuat PBB menyatakan bencana kelaparan.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Dunia Hari Ini: Pendiri Perusahaan Es Krim Terkenal Mundur Akibat Isu Gaza

    Anda sedang membaca rangkuman Dunia Hari Ini, supaya enggak ketinggalan berita-berita yang terjadi dalam 24 jam terakhir.

    Edisi Kamis, 18 September 2025, kita awali dari Amerika Serikat.

    Pendiri Ben & Jerry’s mundur

    Jerry Greenfield, salah satu pendiri Ben & Jerry’s, mengundurkan diri dari perusahaan es krim tersebut karena perselisihan dengan perusahaan induknya, Unilever.

    Konflik tersebut muncul terkait sikap Unilever terhadap konflik Gaza.

    [Ben Cohen X]

    Dalam surat terbuka, Jerry mengatakan perusahaannya kehilangan independensinya sejak Unilever membatasi aktivitas sosialnya.

    Unilever dan Ben & Jerry’s sudah berselisih sejak tahun 2021, ketika produsen es krim rasa Chubby Hubby mengatakan akan menghentikan penjualan di Tepi Barat yang diduduki Israel.

    Sejak saat itu, Ben & Jerry’s menggugat Unilever atas dugaan upaya untuk membungkamnya, dan menyebut konflik Gaza sebagai “genosida.”

    Pemimpin oposisi Rusia ‘dibunuh dengan cara diracun’

    Istri pemimpin oposisi Rusia Alexei Navalny mengatakan analisis laboratorium sampel biologis menunjukkan suaminya dibunuh akibat diracun.

    Alexei, yang sering mengkritik keras presiden Vladimir Putin, meninggal secara misterius saat menjalani hukuman penjara 19 tahun.

    Sebelum dimakamkan, istrinya, Yulia Navalnaya, mengatakan sekutu-sekutunya “berhasil memperoleh dan mentransfer sampel biologis Alexei ke luar negeri dengan aman.”

    “Laboratorium-laboratorium di dua negara berbeda ini mencapai kesimpulan yang sama: Alexei dibunuh. Lebih spesifiknya, ia diracun,” kata Yulia.

    Pemimpin gereja Korea Selatan diperiksa polisi

    Pemimpin Gereja Unifikasi, Han Hak-ja, hadir untuk diperiksa oleh jaksa penuntut atas dugaan keterlibatan dalam penyuapan istri mantan Presiden Korea Selatan Yoon Suk Yeol.

    Setelah lebih dari sembilan jam, Han meninggalkan kantor kejaksaan dengan kursi roda, melewati kerumunan media.

    Ia membantah tuduhan tersebut, dan dengan tegas menjawab, “Tidak!” ketika ditanya apakah ia memerintahkan penyuapan.

    Menurut tim jaksa khusus, ambulans yang disediakan oleh Han bersiaga selama ia diinterogasi.

    “Saya merasa tidak enak badan,” katanya, ketika ditanya mengapa ia memilih untuk menjawab pertanyaan, setelah menolak panggilan sebelumnya.

    Potret satwa yang dilindungi di Australia

    Beberapa satwa di Australia tertangkap kamera yang dipasang sebagai upaya konservasi, dan hasilnya cukup menggemaskan.

    Di delapan wilayah di New South Wales, Australia, lebih dari 1,4 juta foto dan video, serta 15.000 jam rekaman audio dihasilkan selama uji coba 12 bulan, yang dimulai pada Agustus 2024.

    Hasil rekaman menampilkan 1.213 spesies hewan berbeda, termasuk 46 spesies terancam punah, beberapa di antaranya terdeteksi di luar jangkauan mereka.

    “Kami mendapatkan begitu banyak spesies terancam punah, termasuk burung hantu jelaga, burung hantu beringin, dan berbagai jenis kelelawar kecil, termasuk spesies kelelawar yang terancam punah,” kata ketua tim edukasi BCT, Alice McGrath.

    Lihat juga Video: Prabowo Bertemu Menlu AS Antony Blinken di Yordania, Bahas Isu Gaza

  • Hamas Belum Ditundukkan, Bos Besar IDF Akui Israel Masih Gagal Capai Semua Tujuan di Gaza – Halaman all

    Hamas Belum Ditundukkan, Bos Besar IDF Akui Israel Masih Gagal Capai Semua Tujuan di Gaza – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Kepala Staf Umum Pasukan Pertahanan Israel (IDF) Letjen Eyal Zamir mengakui bahwa Hamas hingga kini belum bisa dikalahkan di Jalur Gaza.

    Zamir mengatakan tentara Israel kekurangan personel dan sumber daya lainnya guna mencapai tujuan-tujuannya di tanah Palestina itu.

    Menurut dia, Hamas masih mengontrol Gaza meski sudah digempur IDF selama lebih dari 1,5 tahun.

    Media besar Israel, Yedioth Ahronoth, melaporkan Zamir baru-baru ini telah berbicara kepada Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu mengenai kegagalan Israel mencapai tujuannya.

    Dia menyebut strategi yang berkutat pada militer saja tidak bisa mewujudkan semua tujuan di Gaza, terutama di tengah absennya diplomasi sebagai pelengkap.

    Adapun saat ini IDF meneruskan operasi darat secara terbatas dengan menerapkan rencana yang disebut “Mini Oranim”.

    Rencana ini berfokus pada perluasan zona penyangga atau buffer zone di dekat perbatasan Gaza guna menekan Hamas agar membebaskan lebih banyak sandera atau menyepakati syarat-syarat perjanjian yang mungkin diwujudkan.

    Sementara itu, seorang pejabat senior pertahanan Israel berkata kepada Yedioth Ahronoth bahwa Zamir mengungkapkan fakta di lapangan.

    “Zamir tidak membuat fakta-fakta terlihat lebih bagus,” kata pejabat itu.

    “Dia berkata kepada para pemimpin agar meninggalkan sejumlah khayalan mereka.”

    Pernyataan Zamir itu memperkuat dugaan bahwa IDF enggan mengakui kegagalan-kegagalannya sebelumnya.

    SERANGAN BESAR – Pasukan Israel berkumpul jelang penyerbuan dan invasi darat terbuka ke berbagai wilayah di Jalur Gaza. (khaberni/tangkap layar)

    Sudah 18 bulan berlalu sejak perang di Gaza meletus pada bulan Oktober 2023. Saat ini sebagian besar Gaza masih dikontrol oleh Hamas.

    Media Israel itu mengatakan pendudukan kembali Gaza secara penuh bisa memakan waktu berbulan-bulan, bahkan bertahun-tahun.

    Kini angka keikutsertaan tentara cadangan dalam satuan tempur mencapai 60 hingga 70 persen.

    “Ada kekhawatiran bahwa jumlah itu tidak akan bertambah jika ada serangan lebih besar,” ujar pejabat pertahanan itu.

    Israel dilanda krisis tentara

    Beberapa waktu lalu Yedioth Ahronoth juga melaporkan bahwa IDF sudah memperingatkan adanya krisis tentara.

    Direktorat Operasi IDF mengatakan kelangkaan tentara ini belum pernah terjadi sejak era pendudukan Israel di Lebanon selatan 1982, kemudian Intifada Kedua tahun 2000-an.

    Menurut IDF, kelangkaan itu disebabkan oleh “ketenangan palsu” selama bertahun-tahun. Lalu, kini IDF berusaha mencegah Hizbullah dan Hamas pulih seperti sedia kala.

    Kini pengerahan tentara Israel makin sering terjadi, rotasinya lebih lama, dan cuti menjadi lebih sedikit.

    Tentara Israel diperkirakan akan didera beban yang belum pernah terjadi sebelumnya lantaran IDF kesulitan memenuhi permintaan akan keamanan.

    Meski demikian, tentara Israel sudah mulai merasakan beban itu. Kini mereka hanya bisa beristirahat sekali tiap 2,5 pekan. Adapun selama 15 tahun sebelumnya, tentara bisa pulang ke rumah sekali setiap dua pekan.

    TENTARA ISRAEL – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Pasukan Pertahanan Israel (IDF) pada Sabtu (8/2/2025) memperlihatkan tentara Israel dari Pasukan Komando Selatan dikerahkan ke beberapa titik di Jalur Gaza. (Telegram IDF)

    “Masyarakat Israel, rekrutmen baru, tentara aktif, dan terutama orang tua mereka harus menyesuaikan ekspektasi mereka. Mereka akan jauh lebih jarang melihat anak mereka dalam beberapa tahun mendatang,” kata IDF.

    Para pejabat militer mengaku melakukan segalanya agar bisa mengurangi beban para tentara cadangan yang kelelahan.

    “Tetapi tentara tempur reguler akan menanggung beban itu. Kita perlu ribuan tentara di pos-pos terluar baru di dalam wilayah Lebanon, di Dataran Tinggi Golan, dan di sepanjang zona penyangga Jalur Gaza,” kata pejabat Israel.

    Hamas diklaim pulihkan kekuatan

    Di sisi lain, Hamas diklaim telah memulihkan kekuatannya.

    Dikutip dari The Middle East Eye, Menteri Luar Negeri Amerika Serikat (AS) Antony Blinken pada bulan Januari lalu mengatakan Hamas telah merekrut banyak pejuang baru.

    Blinken menyebut Israel berhasil melenyapkan para pemimpin Hamas di Gaza, Lebanon, dan Iran. Namun, Hamas tetap berkuasa di Gaza.

    “Israel harus meninggalkan mitor bahwa mereka bisa melakukan aneksasi tanpa biaya dan konsekuensi terhadap demokrasi Israel,” kata Blinken.

  • Trump Balas Dendam, Hapus Akses untuk Kamala Harris & Hillary Clinton

    Trump Balas Dendam, Hapus Akses untuk Kamala Harris & Hillary Clinton

    Jakarta, CNBC Indonesia – Presiden AS Donald Trump mencabut izin keamanan untuk mantan Wakil Presiden Kamala Harris, mantan Menteri Luar Negeri Hillary Clinton, dan beberapa orang lainnya pada Jumat. Ini merupakan langkah terbaru Trump untuk melawan lawan-lawannya dari Partai Demokrat, setelah sebelumnya juga mencabut izin keamanan untuk mantan Presiden Joe Biden.

    “Saya telah memutuskan bahwa tidak lagi menjadi kepentingan nasional bagi orang-orang tersebut untuk mengakses informasi rahasia,” kata Trump dalam memorandum yang juga menyertakan mantan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, seperti dikutip dari Reuters, Minggu (23/11/2025).

    Meskipun pencabutan akses tersebut mungkin tidak berdampak langsung, hal itu merupakan tanda lain dari keretakan politik yang berkembang di Washington saat Trump berusaha membalas dendam kepada musuh-musuhnya.

    Memorandum tersebut dikeluarkan beberapa jam setelah Trump tiba di properti miliknya, golf Bedminster, di New Jersey, untuk akhir pekan.

    Trump juga menargetkan mantan anggota DPR dari Partai Republik Liz Cheney, seorang kritikus yang vokal menentangnya, mantan penasihat keamanan nasional Gedung Putih Biden Jake Sullivan, dan Fiona Hill, seorang pakar Rusia yang bertugas di Dewan Keamanan Nasionalnya selama masa jabatan pertamanya.

    Mark Zaid, seorang pengacara keamanan nasional di Washington yang mewakili para whistleblower, dan Adam Kinzinger, seorang mantan anggota DPR dari Partai Republik yang merupakan kritikus Trump, termasuk di antara beberapa orang lain yang izin keamanannya dicabut.

    Dia telah mencabut izin keamanan untuk Biden, yang menolak akses mantan presiden tersebut ke intelijen AS.

    Mantan presiden AS secara tradisional menerima pengarahan intelijen sehingga mereka dapat memberi nasihat kepada presiden petahana tentang keamanan nasional dan kebijakan luar negeri.

    Pada 2021, Biden mencabut izin keamanan untuk Trump, yang saat itu adalah mantan presiden.

    (hsy/hsy)

  • Trump Resmi Cabut Akses Biden ke Informasi Rahasia Negara

    Trump Resmi Cabut Akses Biden ke Informasi Rahasia Negara

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat Donald Trump resmi mencabut izin akses informasi rahasia negara milik mantan presiden Joe Biden dan beberapa mantan pejabat senior Gedung Putih dan keamanan nasional.

    Dilansir kantor berita AFP, Sabtu (22/3/2025), daftar nama yang dicabut izinnya untuk melihat rahasia negara tersebut termasuk Biden, anggota keluarganya, dan mantan wakil presiden sekaligus pesaing Trump dalam pemilihan presiden lalu, Kamala Harris.

    Mantan menteri luar negeri Hillary Clinton juga ada dalam daftar tersebut, bersama dengan menteri luar negeri era pemerintahan Biden, Antony Blinken dan penasihat keamanan nasional Jacob Sullivan.

    Dalam memorandum kepada para kepala lembaga dan didistribusikan oleh kantor komunikasi Gedung Putih, Trump mengatakan bahwa para pejabat yang disebutkan namanya, seharusnya tidak lagi diizinkan mengakses materi rahasia. “Dengan ini saya memerintahkan setiap kepala departemen dan lembaga eksekutif … untuk mencabut izin keamanan aktif yang dimiliki oleh orang-orang tersebut,” kata Trump.

    Diketahui bahwa para mantan presiden dan pejabat tinggi yang pernah menjabat di bidang keamanan nasional umumnya tetap diberikan akses terhadap informasi intelijen rahasia, agar bisa memberikan masukan kepada presiden yang menjabat.

    Namun, Trump memutus tradisi ini, terutama terhadap tokoh-tokoh yang dianggap sebagai lawan politiknya. Langkah Trump ini juga mengulang tindakan Biden pada 2021, ketika dia mencabut akses informasi rahasia milik Trump setelah meninggalkan Gedung Putih.

    Trump sendiri pernah diselidiki karena melanggar aturan keamanan selama periode antara masa jabatan pertama dan kedua, dengan menyimpan dokumen rahasia Gedung Putih di resor Mar-a-Lago miliknya.

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam AS, Ternyata Gara-gara Ini

    Brunei Darussalam Masuk Daftar Hitam AS, Ternyata Gara-gara Ini

    Jakarta, CNBC Indonesia – Brunei Darussalam merupakan salah satu negara tetangga Indonesia yang selama ini dikenal adem-ayem. Namun, dalam laporan tahunan yang dikeluarkan Departemen Luar Negeri AS pada Juni 2024, Brunei Darussalam ternyata masuk daftar hitam negara yang kini dikuasai Donald Trump.

    Brunei Darussalam masuk dalam kategori “tingkat 3” dalam laporan tahunan tentang perdagangan manusia. Negara-negara dalam kategori tersebut berisiko menghadapi sanksi dari AS, termasuk pembatasan bantuan ekonomi atau dukungan lainnya.

    Mengutip laporan AFP, alasan AS memasukkan Brunei Darussalam ke kategori daftar hitam “tingkat 3” dikarenakan kurangnya upaya Negeri Petro Dollar dalam menangani isu perdagangan manusia.

    Bahkan, Brunei disebut tidak menghukum pelaku perdagangan manusia selama 7 tahun berturut-turut.

    “Brunei mempublikasikan upaya untuk menangkap ‘pekerja yang melarikan diri’, dan mencambuk beberapa dari mereka yang tertangkap,” kata laporan itu, merujuk perlakuan monarki Brunei Darussalam ke korban perdagangan manusia.

    Secara umum, Brunei Darussalam memiliki hubungan baik dengan AS. Meskipun negara mayoritas Muslim ini kerap mendapat kritik karena tetap menerapkan hukuman mati, terutama ke kelompok homoseksual.

    Negara Senasib Brunei Darussalam

    Nasib serupa juga dialami oleh Sudan. Negara Afrika itu disorot karena tak becus menangani perekrutan tentara anak-anak.

    Laporan itu juga menyoroti peran teknologi dalam mempermudah para pelaku perdagangan manusia untuk melintasi perbatasan. Mantan Menteri Luar Negeri Antony Blinken yang masih bertugas pada Juni 2024, menyebutkan peningkatan penipuan dunia maya memikat orang-orang yang dipaksa bekerja.

    “(Padahal) beberapa dari teknologi yang sama dapat digunakan untuk mengungkap dan menghentikan perdagangan manusia dan dapat membantu kita meminta pertanggungjawaban para pelaku,” kata dia kala itu.

    Di sisi lain,, Vietnam dikeluarkan dari daftar “tingkat 3” karena dianggap telah melakukan peningkatan penyelidikan dan penuntutan serta memberi bantuan yang lebih besar kepada para korban. Vietnam sendiri pernah dimasukkan AS ke dalam daftar yang sama selama dua tahun ke belakang.

    Hal sama juga terjadi ke Afrika Selatan dan Mesir. Sementara Aljazair resmi dikeluarkan dari daftar. Sebelumnya, China, Rusia dan Venezuela juga masuk daftar hitam AS.

    China dan Rusia memang menjadi dua negara yang terkenal berseteru dengan AS. Sejak masa pemerintahan Joe Biden hingga Trump saat ini, AS dan China terlibat perang dagang yang sengit.

    Sementara itu, pemerintahan Biden sepenuhnya mendukung Ukraina untuk melawan invasi Rusia. Pada pemerintahan Trump, hubungan Ukraina dan AS agak merenggang karena ketegangan antara dua kepala negara. Namun, secara umum Rusia masih tetap terhitung sebagai musuh bebuyutan AS.

    (fab/fab)

  • Aktivis HAM Serukan Penyelidikan untuk Joe Biden dan Pemerintahannya: Terlibat dalam Kejahatan Israel!

    Aktivis HAM Serukan Penyelidikan untuk Joe Biden dan Pemerintahannya: Terlibat dalam Kejahatan Israel!

    PIKIRAN RAKYAT – Sebuah kelompok aktivis hak asasi manusia yang berbasis di AS secara resmi mengajukan rujukan ke Mahkamah Pidana Internasional (ICC) terhadap anggota pemerintahan Joe Biden sebelumnya dan mantan presiden tersebut atas keterlibatan mereka dalam kejahatan perang Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza.

    Democracy for the Arab World Now (Dawn) menyerukan penyelidikan formal atas tindakan Biden, mantan Menteri Luar Negeri Antony Blinken, mantan Menteri Pertahanan Lloyd Austin, dan pejabat AS lainnya.

    Dawn didirikan oleh jurnalis Arab Saudi Jamal Khashoggi yang dibunuh di konsulat Saudi di Istanbul, Turki, pada tahun 2018. Dawn mendukung demokrasi dan hak asasi manusia di Timur Tengah dan Afrika Utara serta berupaya untuk mengakhiri dukungan AS terhadap pemerintah yang kejam dan tidak demokratis di wilayah tersebut.

    “Ada dasar yang kuat untuk menyelidiki Joe Biden, Antony Blinken, dan Lloyd Austin atas keterlibatan dalam kejahatan Israel,” kata Reed Brody, anggota dewan Dawn dan pengacara kejahatan perang veteran.

    “Bom yang dijatuhkan di rumah sakit, sekolah, dan rumah [Palestina] adalah bom Amerika, kampanye pembunuhan dan penganiayaan telah dilakukan dengan dukungan Amerika. Para pejabat AS telah menyadari dengan pasti apa yang dilakukan Israel, namun dukungan mereka tidak pernah berhenti,” tambahnya.

    Alasan Pengajuan Penyelidikan

    AS dan Israel bukanlah penanda tangan Statuta Roma yang mendirikan ICC.

    “Kami telah mencoba setiap tempat yang memungkinkan di AS untuk menghentikan aliran senjata AS ke Israel dan menghubungi serta melobi para pejabat dan bekerja sama dengan Kongres dan mengajukan gugatan hukum,” kata Raed Jarrar, direktur advokasi Dawn.

    “Tak satu pun dari tindakan ini oleh mitra kami yang mengarah pada tindakan akuntabilitas atau penangguhan pengiriman senjata ke Israel. Kami hanya punya pilihan untuk mengajukannya ke ICC,” jelasnya.

    Jarrar menambahkan bahwa Dawn telah menyewa tim hukum Eropa yang terdiri dari pengacara yang terdaftar di ICC.

    Isi Permohonan Penyelidikan

    Dalam pengajuan setebal 172 halaman, Dawn mendesak ICC untuk menyelidiki dan mengadili para pejabat atas peran mereka dalam membantu dan bersekongkol dengan kejahatan perang Israel melalui pemberian dukungan militer, politik, dan publik kepada Israel, dengan kesadaran bahwa senjata dan intelijen AS digunakan untuk melakukan kejahatan perang, termasuk menargetkan warga sipil, pemindahan paksa, dan genosida.

    Dukungan material mencakup setidaknya miliaran dolar dalam bentuk transfer senjata, pembagian intelijen, bantuan penargetan, perlindungan diplomatik, dan dukungan resmi atas kejahatan Israel meskipun mengetahui bagaimana dukungan tersebut telah dan akan secara substansial memungkinkan terjadinya pelanggaran berat.

    Pejabat pemerintahan lain yang Dawn desak agar ICC periksa dalam pengajuan mereka termasuk Jake Sullivan, penasihat keamanan nasional saat itu; Gina Raimondo, ketika itu menteri perdagangan; Bonnie Jenkins, ketika itu wakil menteri pengendalian senjata dan keamanan internasional; Stanley L Brown, penjabat asisten menteri urusan politik-militer; Amanda Dory, penjabat wakil menteri pertahanan untuk kebijakan, dan Mike Miller, penjabat direktur Badan Kerjasama Keamanan Pertahanan.***

    Simak update artikel pilihan lainnya dari kami di Google News

  • ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    ICC Didesak Selidiki Joe Biden Atas Kejahatan Perang di Gaza

    Washington DC

    Mahkamah Pidana Internasional (ICC) didesak untuk menyelidiki mantan Presiden Amerika Serikat (AS) Joe Biden atas dugaan keterlibatan dalam kejahatan perang dan kejahatan terhadap kemanusiaan yang terjadi di Jalur Gaza, selama perang berkecamuk antara Israel, sekutu Washington, dan Hamas.

    ICC juga didesak untuk menyelidiki dua anggota kabinet Biden terkait tuduhan yang sama.

    Desakan itu, seperti dilansir The Guardian, Selasa (25/2/2025), disampaikan oleh organisasi nirlaba yang berbasis di AS, Democracy for the Arab World Now (DAWN). Permintaan resmi kepada ICC diajukan oleh DAWN bulan lalu, namun baru dipublikasikan oleh kelompok itu pada Senin (24/2) waktu setempat.

    Dalam dokumen aduan setebal 172 halaman, DAWN mendesak ICC untuk menyelidiki Biden, juga mantan Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken dan mantan Menteri Pertahanan (Menhan) AS Lloyd Austin, atas “peran tambahan mereka dalam membantu dan bersekongkol, serta dengan sengaja berkontribusi terhadap kejahatan perang Israel dan kejahatan terhadap kemanusiaan di Gaza”.

    Tahun lalu, ICC merilis surat perintah penangkapan terhadap Perdana Menteri (PM) Israel Benjamin Netanyahu dan mantan Menhan Israel Yoav Gallant, serta pemimpin Hamas Mohammed Deif, yang baru-baru ini dikonfirmasi oleh Hamas telah tewas, atas tuduhan kejahatan perang terkait perang Gaza.

    DAWN dalam aduannya menuduh mantan pejabat-pejabat AS itu telah melanggar pasal-pasal Statuta Roma, piagam yang mendasari berdirinya ICC, dalam mendukung Israel.

    DAWN menjelaskan bahwa aduannya dipersiapkan dengan didukung para pengacara yang terdaftar di ICC dan pakar kejahatan perang lainnya.

    “Biden, Blinken, dan Menhan Austin tidak hanya mengabaikan dan membenarkan banyaknya bukti kejahatan Israel yang keji dan disengaja, mengesampingkan rekomendasi staf-staf mereka sendiri untuk menghentikan transfer senjata ke Israel, mereka juga melakukan hal yang sama dengan memberikan dukungan militer dan politik tanpa syarat kepada Israel untuk memastikan Israel dapat melakukan kekejamannya,” sebut Direktur Eksekutif DAWN, Sarah Leah Whitson.

    Pernyataan itu juga menyinggung soal dukungan politik yang diberikan AS kepada Israel melalui hak-hak vetonya terhadap berbagai resolusi gencatan senjata Gaza dalam forum Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB).

    Hoegeng Awards 2025

    Usulkan Polisi Teladan di sekitarmu

  • Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar – Halaman all

    Penyebab Gencatan Senjata di Gaza Kian Rapuh: Trump Makin Bikin Gaduh Saat Hamas dan Israel Gusar

    TRIBUNNEWS.COM – Gerakan pembebasan Palestina, Hamas, mengumumkan penundaan pembebasan berikutnya sandera Israel yang dijadwalkan berlansung pada Sabtu (15/2/2025) pekan ini.

    Penundaan ini membuat gencatan senjata sementara yang terjadi makin rapuh. Terlebih, komentar-komentar terbuka Presiden Amerika Serikat (AS), Donald Trump justru makin meriuhkan tensi saat Israel dan Hamas tengah gusar menanti langkah-langkah berikutnya.

    Pengumuman Hamas ini dilakukan Senin (10/2/2025), hanya beberapa hari sebelum jadwal pembebasan kelompok sandera berikutnya.

    Juru bicara Brigade Al-Qassam, Abu Obaida, dalam salah satu pernyataan resminya yang dirilis di Telegram kelompok tersebut, menyebut penundaan dilakukan karena Israel melakukan sejumlah pelanggaran mencolok dalam gencatan senjata.

    Dia menyatakan pengumumannya sebagai “peringatan” bagi Israel dan mengatakan kalau mereka memberi mediator perundingan “cukup waktu untuk menekan pendudukan (Israel) agar memenuhi kewajibannya (dalam gencatan senjata) “.

    Dikatakannya “pintu tetap terbuka” untuk rilis (pembebasan sandera Israel) terjadwal berikutnya yang akan dilaksanakan pada hari Sabtu.

    Kelompok perlawanan Palestina tersebut tampaknya memberi waktu agar kebuntuan itu terselesaikan.

    NETANYAHU DAN TRUMP – Foto ini diambil pada Senin (10/2/2025) dari publikasi resmi Netanyahu pada Rabu (5/2/2025), memperlihatkan Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu (kiri) berbicara dengan sekutunya, Presiden Amerika Serikat Donald Trump (kanan), di Gedung Putih. (Instagram/b.netanyahu)

    Hamas Gusar, Donald Trump yang Malah Bikin Makin Gaduh

    Tapi apa sebenarnya kebuntuannya?

    Kegusaran Hamas ini tergambar dari serangkaian keluhan yang mereka suarakan soal pelanggaran gencatan senjata oleh Israel.

    Pelanggaran itu, mulai dari menunda pemulangan warga terlantar, terus menembaki mereka, dan tidak mengizinkan masuknya jenis bantuan kemanusiaan tertentu.

    BBC melansir, pejabat lain Palestina yang tidak terkait dengan Hamas (dari Otoritas Palestina/PA) telah menyatakan ada keengganan Israel untuk mengizinkan karavan memasuki Gaza untuk menampung sejumlah besar warga Palestina yang rumahnya telah dihancurkan.

    “Pada saat pemerintah Israel secara terbuka membahas cara untuk mendorong warga sipil meninggalkan Gaza, kegagalan memberikan izin untuk akomodasi sementara yang sangat dibutuhkan pasti akan memicu ketakutan warga Palestina akan pengusiran,” tulis BBC, dikutip Selasa (11/2/2025).

    KEMBALI PULANG – Ratusan ribu warga Gaza yang terusir dan mengungsi karena agresi militer Israel. Mereka kembali ke rumah-rumah mereka ke wilayah Gaza Utara, Senin (27/1/2025). (RNTV/TangkapLayar)

    Ketakutan diperburuk, hampir setiap hari, oleh Donald Trump yang justru makin membuat gaduh suasana dan mempertinggi tensi konflik.

    Apa yang awalnya merupakan ‘usulan’ spontan kalau sebagian besar warga Palestina harus pergi sementara Jalur Gaza dibangun kembali telah berubah menjadi ‘tuntutan’ sang presiden bahwa semua orang harus pergi dan bahwa AS harus mengambil alih dan memerintah Gaza.

    “Saat Trump terus menegaskan usulannya yang provokatif, Hamas mungkin bertanya-tanya apakah ada gunanya terlibat dalam tahap kedua perundingan gencatan senjata. Untuk apa sebenarnya perundingan itu?” ulas BBC.

    Jika Trump serius, Palestina tahu bahwa Israel harus memastikan Gaza bebas dari warga sipil.

    Merampas tempat tinggal mereka tidak akan cukup hanya lewat retorika dan diplomasi. Hampir pasti akan Israel melaksanakan ekskusi lewat kekuatan militer.

    Kini Trump telah mengatakan bahwa jika semua sandera yang ditawan di Gaza tidak dikembalikan pada hari Sabtu, ia akan mengusulkan pembatalan gencatan senjata dan “neraka” akan terjadi.

    Namun ia mengatakan bahwa ia berbicara atas nama dirinya sendiri dan “Israel dapat mengesampingkannya”.

    SANDERA ISRAEL DIBEBASKAN – Foto ini diambil pada Minggu (9/2/2025) dari publikasi resmi Brigade Al-Qassam (sayap militer Hamas) pada Sabtu (8/2/2025), memperlihatkan tiga sandera Israel (kiri-kanan); Ohad Ben Ami, Eli Sharabi, Or Levy, berdiri dengan masing-masing diapit oleh dua anggota Brigade Al-Qassam selama pertukaran tahanan ke-5 pada Sabtu (8/2/2025) sebagai bagian dari implementasi perjanjian gencatan senjata Israel-Hamas di Jalur Gaza, dengan imbalan 183 tahanan Palestina. (Telegram Brigade Al-Qassam)

    Keluarga Sandera: Trump Lebih Baik Diam 

    Menghadapi kemungkinan dimulainya kembali perang, Hamas mungkin bertanya-tanya apa insentifnya untuk membebaskan sandera Israel yang tersisa.

    Bagi keluarga dan teman para sandera Israel, kebuntuan saat ini dan campur tangan Trump yang gaduh adalah penyebab kecemasan baru.

    “Setiap pernyataan atau pengumuman ini tentu saja membuat Hamas semakin keras kepala,” kata Dudi Zalmanovich kepada BBC. Keponakan istrinya, Omer Shem Tov, masih ditahan oleh Hamas.

    “Saya lebih suka jika dia bersikap kurang proaktif (diam),” kata Zalmanovich tentang Trump.

    Kegusaran Israel, Sandera yang Kurus 

    Israel mempunyai kecurigaan tersendiri mengenai alasan di balik ancaman penundaan Hamas.

    Tontonan para sandera kurus kering yang dibebaskan pada akhir pekan telah memunculkan kekhawatiran bahwa Hamas mungkin tidak ingin dunia melihat orang lain dalam kondisi yang lebih buruk.

    Selain tayangan di televisi yang memperlihatkan para pejuang Hamas bersenjata lengkap berparade di siang bolong, dan peringatan dari mantan Menteri Luar Negeri AS, Antony Blinken, bahwa kelompok tersebut telah merekrut tentara sebanyak jumlah yang hilang selama perang, tidak semua warga Israel yakin bahwa gencatan senjata dapat – atau bahkan seharusnya – dipertahankan.

    Masih terlalu dini untuk mengatakan apakah proses yang dinegosiasikan secara hati-hati dan bertahap ini akan segera runtuh – seperti yang telah diprediksi banyak orang – tetapi setelah permulaan yang sebagian besar positif, proses ini berada di bawah tekanan yang semakin meningkat.

    Dengan kata lain, gencatan senjata yang sedang terjadi secara sementara, makin rapuh yang diperburuk oleh Trump yang tampaknya hobi membuat gaduh.

     

     

    (oln/bbc/*)

  • Rezim Joe Biden Ingin Bunuh Putin saat Perang Rusia-Ukraina

    Rezim Joe Biden Ingin Bunuh Putin saat Perang Rusia-Ukraina

    GELORA.CO – Pemerintah Amerika Serikat (AS) di bawah Presiden Joe Biden diduga pernah berupaya membunuh Presiden Rusia Vladimir Putin di tengah berkecamuknya perang Rusia-Ukraina.

    Dugaan itu disampaikan oleh Tucker Carlson, seorang jurnalis dan mantan pembawa acara Fox News, dalam wawancara hari Senin, (27/1/2025).

    Carlson menyebut ada banyak pejabat AS dan mantan pejabat AS yang cemas karena Presiden AS saat ini, Donald Trump, ingin mendeklasifikasi banyak dokumen pemerintah. Mereka menyebut upaya Trump itu sangat membahayakan.

    “Saya pikir ini salah satu alasan [eks Menteri Luar Negeri] Antony Blinken sangat mendorong adanya perang nyata, berupaya membunuh Putin, sebagai contoh. Pemerintahan Biden melakukannya, mereka berusaha membunuh Putin,” ujar Carlson dikutip dari Russia Today.

    Dia tidak memberikan informasi lebih lanjut mengenai dugaan rencana pembunuhan tersebut.

    Namun, dia menyebut upaya itu adalah sesuatu “gila” karena membahayakan keamanan dunia.

    “Siapa yang akan mengambil alih Rusia? Apa yang terjadi pada senjata-senjata nuklir di sebuah negara yang sangat kompleks sehingga orang luar bahkan tidak bisa memahaminya. Akan gila sekali jika kalian masih berpikir tentang hal seperti itu.”

    Para pejabat AS tak pernah mengakui ada rencana untuk membunuh Putin atau pemimpin Rusia lainnya.

    Meski demikian, media AS Newsweek pada bulan September 2022 melaporkan para pejabat pertahanan AS pernah membahas suatu “serangan pemenggalan kepala” apabila Rusia menggunakan senjata nuklir di Ukraina.

    Di sisi lain, Rusia sudah berulang kali membantah bahwa senjata nuklir menjadi salah satu pilihan yang bisa diambil. Menurut Rusia, tidak ada target di Ukraina untuk senjata seperti itu.

    Adapun Menteri Luar Negeri Rusia Sergey Lavrov menafsirkan “serangan pemenggalan kepala” itu sebagai ancaman pembunuhan terhadap kepala negara Rusia.

    “Jika gagasan seperti itu sungguh dipertimbangkan, mereka yang terlibat harus berpikir dengan hati-hati mengenai dampak yang bisa terjadi,” kata Lavrov pada saat itu.

    Sementara itu, Rusia pada bulan Mei 2023 sempat menuding Ukraina berupaya membunuh Putin di Kremlin dengan serangan drone kendati drone itu bisa dilumpuhkan.

    Ukraina membantah terlibat dalam serangan itu. Adapun Blinken mengklaim saat itu AS tak tahu akan ada serangan.

    Carlson pada bulan Februari 2024 pernah pergi Rusia untuk mewawancarai Putin. Pada bulan Desember tahun yang sama dia pergi lagi Rusia, kali ini untuk mewawancarai Lavrov.