Tag: Anne Patricia Sutanto

  • Ekspor TPT Tembus US,17 Miliar, APINDO: Industri Nasional Mulai Pulih

    Ekspor TPT Tembus US$13,17 Miliar, APINDO: Industri Nasional Mulai Pulih

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) menilai bahwa sektor Tekstil dan Produk Tekstil (TPT) serta alas kaki nasional mulai menunjukkan tanda-tanda kebangkitan setelah dua tahun terakhir menghadapi tekanan pasar global dan kompetisi ketat dari produk impor.

    Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anne Patricia Sutanto mengatakan bahwa memasuki 2025, kinerja ekspor dan peningkatan utilisasi industri memberi optimisme baru bagi pelaku usaha.

    Dia menjabarkan bahwa data mencatat sepanjang Januari–Agustus 2025, nilai ekspor TPT mencapai US$8,01 miliar, naik tipis 0,24% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar US$7,98 miliar. Di sisi lain, kinerja ekspor alas kaki tumbuh lebih impresif, menembus US$5,16 miliar atau meningkat 11,89% dari US$4,61 miliar pada 2024.

    “Tren positif ini menunjukkan bahwa industri TPT dan alas kaki Indonesia kembali kompetitif. Para pelaku usaha mulai berani meningkatkan produksi karena pasar ekspor mulai pulih dan kebijakan pemerintah semakin mendukung,” ujarnya melalui rilisnya, Selasa (7/10/2025)

    Secara total, ekspor gabungan kedua sektor mencapai US$13,17 miliar, tumbuh 4,51% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya (US$12,59 miliar). Angka ini menunjukkan daya saing produk manufaktur Indonesia mulai menguat di pasar internasional.

    Selain kinerja ekspor, utilisasi industri juga terus meningkat. Pada 2024, rata-rata utilisasi industri tekstil berada di angka 56,88%. Angka tersebut naik menjadi 58,16% pada kuartal I/2025 dan kembali meningkat ke 59,09% di kuartal II/2025.

    Sementara itu, industri pakaian jadi mencatat utilisasi 73,99%, dan industri alas kaki bahkan mencapai 80,21% pada semester I/2025, menjadikannya salah satu subsektor dengan performa terbaik.

    Anne menambahkan, peningkatan ekspor dan kapasitas produksi juga berdampak pada penyerapan tenaga kerja yang mulai menunjukkan tren positif. Namun, dia menekankan perlunya investasi baru di sektor hulu untuk memastikan ketersediaan bahan baku industri di dalam negeri.

    “APINDO melihat kebijakan ini cukup tepat sasaran. Industri tetap memiliki akses bahan baku untuk memenuhi permintaan ekspor, tetapi pada saat yang sama produk dalam negeri juga terlindungi dari tekanan impor berlebihan,” jelasnya.

    Menurut Anne, keberhasilan menjaga stabilitas industri TPT dan alas kaki tidak hanya berpengaruh pada devisa negara, tetapi juga pada keberlanjutan investasi dan penciptaan lapangan kerja.

    “Sektor ini memiliki peran penting dalam menyediakan lapangan kerja dan menambah devisa negara. Kami optimistis, dengan dukungan kebijakan yang konsisten, industri TPT dan alas kaki akan terus tumbuh dan menjadi pilar penting pemulihan ekonomi nasional,” pungkasnya.

  • Ini Solusi dari APINDO, Cegah PHK Industri TPT

    Ini Solusi dari APINDO, Cegah PHK Industri TPT

    Bisnis.com, JAKARTA – Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) sekaligus Wakil Ketua LKS Tripartit Nasional Unsur Pengusaha, Anne Patricia Sutanto, menegaskan bahwa solusi jangka panjang bagi industri tekstil dan produk tekstil (TPT) tidak bisa hanya bergantung pada kebijakan pemerintah.

    Dia menekankan bahwa solusi yang turut dibutuhkan melainkan juga pada keberanian pelaku usaha untuk berinvestasi pada modernisasi mesin dan riset pengembangan produk (R&D).

    Anne menilai tudingan bahwa Kementerian Perindustrian menjadi penyebab utama pemutusan hubungan kerja (PHK) massal di sektor TPT adalah tidak tepat. Menurutnya, persoalan TPT sangat kompleks, melibatkan banyak faktor global dan domestik, sehingga diperlukan solusi berbasis data dan inovasi teknologi.

    “Kalau kita lihat, banyak mesin di industri hulu masih tua. Kita seharusnya fokus melakukan investasi pada mesin-mesin terbaru agar lebih kompetitif. Dan meningkatkan product development agar dapat meningkatkan nilai tambah,” ujar Anne dalam rilisnya, Jumat (26/9/2025).

    Lebih lanjut, dia menegaskan, peningkatan daya saing industri TPT tidak bisa lagi ditunda. Modernisasi mesin serta investasi R&D harus dipandang sebagai kebutuhan mendesak, bukan sekadar pilihan. Langkah ini akan memperkuat rantai pasok dari hulu hingga hilir, sekaligus mendukung penetrasi ke pasar global.

    Anne juga menekankan bahwa momentum perjanjian dagang Indonesia dengan Kanada dan Uni Eropa seharusnya dijadikan kesempatan untuk memperkuat daya saing TPT nasional.

    “Ini waktunya kita menyatukan persepsi dan bersama membenahi industri dari hulu sampai hilir, agar produk kita bisa diterima lebih luas di pasar internasional,” tambahnya.

    Selain aspek teknologi dan R&D, Anne juga mengingatkan pentingnya tertib administrasi dan tata kelola perusahaan yang prudent agar industri TPT dapat beroperasi dengan lebih sehat dan berkelanjutan.

    “Apabila semua pihak pemerintah, pengusaha, pekerja secara sincere dan genuine serta berorientasi pada solusi, trust level bisa terbentuk. Dari situlah basis peningkatan TPT nasional yang berdaya saing, baik di pasar lokal maupun global,” tandas Anne.

  • Siapa Robeli yang Disebut-sebut Bakal Serbu Mal di RI?

    Siapa Robeli yang Disebut-sebut Bakal Serbu Mal di RI?

    Jakarta

    Di tengah ramainya istilah rombongan jarang beli alias Rojali dan rombongan hanya nanya atau Rohana, kini muncul istilah baru yakni Robeli atau rombongan benar-benar beli. Namun siapa yang dimaksud sebagai Robeli itu?

    Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) Anne Patricia Sutanto menyebut Robeli sebagai simbol optimisme akan meningkatnya daya beli masyarakat berkat pertumbuhan ekonomi nasional ke depan. Apalagi jika cita-cita pertumbuhan ekonomi Presiden Prabowo Subianto sebesar 8% per tahun dapat benar tercapai.

    “Bapak Presiden kan keinginannya adalah growth Indonesia 8% per tahun. Kalau kita growth-nya tiap tahun 8% harusnya Rohana atau Robeli?” ucap Anne kepada detikcom, ditulis Kamis (31/7/2025).

    Meski begitu, menurutnya kondisi ini baru bisa tercapai jika industri-industri dalam negeri, khususnya sektor padat karya dapat terus berkembang dan memiliki daya saing. Sebab melalui sektor padat karya inilah banyak lapangan pekerjaan bisa tercipta yang secara langsung akan meningkatkan daya beli masyarakat.

    Dalam hal ini Anne menekankan pentingnya peran pemerintah yang bekerja sama dengan para pelaku usaha guna menjaga daya saing industri dalam negeri. Dengan begitu Indonesia dapat menarik investasi, membuka lapangan kerja, dan memperkuat daya beli masyarakat.

    “Nah dengan adanya kemungkinan itu, Robeli bisa atau ada kemungkinan tercapai, dan kalau Robeli itu tercapai retail juga akan sangat berdaya saing. Karena pengunjung bukan hanya mengelus-elus, membelai-belai, memfoto-foto atau hanya lihat-lihat, tapi benar-benar membeli,” terangnya.

    Sementara itu, Ketua Himpunan Peritel dan Penyewa Pusat Perbelanjaan Indonesia (Hippindo) Budiharjo Iduansjah mengatakan mereka yang bisa menjadi rombongan benar-benar beli atau Robeli pastilah yang memiliki kemampuan finansial lebih. Misal masyarakat kelas menengah atas hingga turis mancanegara yang datang berkunjung ke Tanah Air.

    “Yang pasti beli ya yang punya duit. Ditanya yang rombongan pasti beli, ya yang orang kaya, orang menengah atas, yang turis, yang ada dana,” ucapnya.

    Masalahnya menurut Budiharjo saat ini banyak orang kaya atau menengah atas di Indonesia yang memilih belanja di luar negeri daripada di pusat-pusat perbelanjaan Tanah Air. Kondisi ini bisa disebabkan oleh sejumlah faktor seperti ketersediaan barang yang kurang lengkap karena perizinan sulit hingga mahalnya harga barang karena ongkos modal hingga operasional yang tinggi.

    Belum lagi saat ini menurutnya salah satu penyebab banyaknya Rohana dan Rojali di mal-mal Indonesia adalah karena mereka sudah membeli produk yang dibutuhkan mulai dari peralatan rumah tangga sampai fesyen secara online. Sehingga dengan adanya perbaikan regulasi, masyarakat kelas menengah atas mau kembali belanja di dalam negeri.

    “Kalau bisa diperbaiki online itu bersaing sama offline, fair budget, fair masuk import barang. Kami impor resmi jual di toko, tapi yang sebelah juga harus resmi, nggak boleh,” terang Budiharjo.

    “Jadi romongan pasti beli itu, satu menengah atas yang nggak keluar negeri karena di Indonesia barangnya ada. Mereka punya uang, mereka makan di mal belanja di mal. Makanya dikerahkan oleh kita belanja di Indonesia saja. Nah kalau turis datang ke Indonesia, datang makan, belanja di pasar malam, belanja di mal, itu juga punya duit,” sambungnya.

    Tonton juga video “Analisis Fenomena Rojali yang Kini Eksis” di sini:

    (igo/fdl)

  • Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    Pajak PPh 21 Pekerja dengan Gaji di Bawah Rp 10 Juta Ditanggung Pemerintah

    JAKARTA – Bagi masyarakat yang memiliki penghasilan gaji sampai dengan 10 juta per bulan, pemerintah akan membebaskan pajak penghasilan ( PPh 21 ) untuk para pekerja di sektor padat karya.

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan, Presiden Prabowo subianto sudah memerintahkan agar sektor padat karya ini menjadi perhatian penting.

    BACA JUGA: BPR Kencana Kota Cimahi Dilikuidasi, LPS Siapkan Dana Simpanan Nasabah

    ‘’Hal ini karena sektor padat karya sedang mengalami penurunan dalam beberapa tahun terakhir,’’ ujar Sri Mulyaa dalam keterangan ujarnya, dikutip selasa, (17/12/2024).

    Menurutnya,  pemerintah akan memberikan keringanan insentif untuk pajak penghasilan ( PPh 21 ) bagi para pekerja yang bergerak di indutri padat karya.

    “Jadi gajinya capai 10 juta maka PPh pasal 21-nya ditanggung pemerintah sampai 10 juta per bulan,” ujarnya.

    BACA JUGA: Diduga Minta Imbalan, Kabid Penegakan Perda Satpol PP Kota Cimahi jadi Tersangka!

    Sri Mulyani menuturkan, industri padat karya yang dimaksud adalah usaha yang melibatkan para pekerja sdalam jumlah banyak, seperti pada industri tekstil, sepatu sampai dengan furniture.

    Selain itu, untuk mendukung industri padat karya berkembang dan kembali bangkit pemerintah juga memberikan subsidi bunga sebesar 5 persen untuk pembiayaan pengadaan mesin industri.

    Pemerintah juga akan memberikan bantuan jaminan kecelakaan kerja sebesar 50 persen untuk industri padat karya selama 6 bulan.

    BACA JUGA: Pedagang Pasar Gedebage Ngamuk, Ancam Buang Sampah ke Kantor Perumda Pasar dan DLHK Kota Bandung

    Sebelumnya, Asosiasi Pengusaha Indo (Apindo) mengaku telah bertemu dengan Kementerian Keuangan (Kemenkeu) agar insentif pajak penghasilan (PPh) 21 Ditanggung Pemerintah (DTP) kembali diberikan oleh pemerintah.

    Hal ini diusulkan karena saat ini tingkat daya beli masyarakat juga sedang turun dan pemberian insentif ini pernah dilakukan ketika Pandemi Covid-19.

    BACA JUGA: Proyek Galian Kabel BUMD Kota Bandung PT Bandung Infra Investama Dikerjakan Serampangan!

    Akan tetapi, pemberian insentif tersebut tidak diperpanjang dengan keluarnya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022.

    Sementara itu, Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto menuturkan, pengajuan insentif PPh 21 DTP sudah diajukan ke kementerian keuangan.

    Pihaknya juga mengajukan DTP PPh 21 kepada Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dan usulan tersebut akan dipertimbangkan.

  • Jelang Tenggat Permenaker Pengupahan Prabowo, Ini Harapan Buruh dan Pengusaha

    Jelang Tenggat Permenaker Pengupahan Prabowo, Ini Harapan Buruh dan Pengusaha

    Bisnis.com, JAKARTA – Pelaku usaha dan buruh saling menaruh harapan di tengah penetapan Peraturan Menteri Ketenagakerjaan (permenaker) terkait dengan pengupahan. Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) belum lama ini meminta agar permenaker mengenai UMP 2025 dikeluarkan paling lambat 7 November 2024. 

    Pengusaha serat benang yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) meminta agar pemerintah memberikan aturan khusus soal pengupahan di industri padat karya.

    Usulan kenaikan upah minimum provinsi (UMP) 2025 sebesar 8-10% dari kalangan buruh dinilai cukup menantang.

    “Saya kira lebih baik jika industri padat karya diberikan aturan tersendiri,” ujar Ketua Umum APSyFI, Redma G. Wiraswasta kepada Bisnis, dikutip Selasa (5/11/2024). 

    Terkait usulan kenaikan upah buruh, dia juga meminta serikat pekerja melihat kondisi industri dan meminta masukan anggotanya terutama yang bekerja di padat karya. 

    Apalagi, daya beli masyarakat saat ini makin tergerus sehingga mesti tetap dijaga. Menurut dia, daya beli bisa tetap terjaga selama masyarakat bekerja. Dia menilai daya beli dalam posisi tren menurun akibat banyaknya PHK.

    “Bagi karyawan kami saat ini prioritasnya adalah tetap bekerja,” ujarnya. 

    Dari sisi usaha, dia menuturkan bahwa dunia usaha juga memerlukan kepastian jangka panjang terkait pengupahan sehingga aturan formulasi upah disebut lebih baik ditetapkan dengan formulasi jangka panjang. 

    “Jadi tidak setiap tahun kita ribut masalah upah minimum,” imbuhnya. 

    Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memberikan stimulus berupa PPh 21 atau potongan atas penghasilan karyawan untuk memulihkan industri padat karya.  

    Ketua Bidang Perdagangan Apindo, Anne Patricia Sutanto, mengatakan insentif perpajakan bagi pekerja sektor padat karya dapat menjadi angin segar bagi ekonomi nasional karena mendorong peningkatan daya beli masyarakat.

    “Kita sudah request sama pemerintah, pada saat kontraksi seperti ini seperti kayak yang lalu [Covid-19], PTKP [Penghasilan Tidak Kena Pajak] ditinggiin atau PPh 21 misalnya dibebaskan,” kata Anne. 

    Data BPS Dikumpulkan

    Sementara itu, Badan Pusat Statistik (BPS) memastikan dalam waktu dekat akan menyerahkan data terbaru ke Dewan Pengupahan Nasional (Depenas) untuk digunakan dalam penyusunan upah minimum provinsi atau UMP 2025. 

    Plt. Kepala BPS Amalia A. Widyasanti menyampaikan, BPS telah mengumpulkan data yang diminta berupa perhitungan Inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

    “Tentu data sudah kami kumpulkan dan kami sampaikan yang terbaru tentunya setelah dari rilis ini,” kata Amalia dalam Rilis BPS, Selasa (5/11/2024).

    Sebagaimana diketahui, penetapan upah minimum 2025 masih terus digodok oleh Depenas. Depenas yang terdiri atas pemerintah, pengusaha, dan pekerja itu tengah menunggu data dari BPS untuk melakukan simulasi perhitungan upah dengan mempertimbangkan angka inflasi dan pertumbuhan ekonomi.

    Menteri Ketenagakerjaan (Menaker) Yassierli menyampaikan, dari perhitungan tersebut, pemerintah akan mencoba mencari solusi terbaik bagi semua pihak terkait penetapan upah minimum tersebut. 

    Pernyataan tersebut disampaikan Yassierli seiring adanya usulan agar penetapan upah minimum tidak mengacu pada formula yang tercantum dalam Peraturan Pemerintah (PP) No.51/2023 tentang Pengupahan.

    “Masukan dari buruh kita tampung dan kita pahami itu,” kata Yassierli.

    Sebelumnya, Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) mengungkap alasan di balik tuntutan kenaikan upah minimum provinsi atau UMP 2025 sebesar 8–10%. 

    Presiden KSPI dan Partai Buruh Said Iqbal mengatakan bahwa dalam lima tahun terakhir, buruh merasa dirugikan lantaran tidak adanya kenaikan upah yang signifikan. Menurutnya, kondisi upah yang diterima buruh berbeda dengan pegawai negeri sipil (PNS) dan TNI/Polri yang mendapatkan kenaikan upah yang layak, yakni sebesar 8% per 1 Januari 2024.

    “Buruh dalam 5 tahun itu nombok, tidak naik upah. Pegawai negeri saja sudah naik. PNS, TNI, Polri [upah naik] 8%, kita setuju. Tapi kenapa buruh swasta nombok 1,3%?” kata Iqbal.

    Iqbal menjelaskan bahwa dalam lima tahun terakhir, upah buruh tidak mengalami kenaikan. Pada tiga tahun pertama, kata dia, upah buruh naik 0% alias tidak naik, sedangkan harga barang mengalami kenaikan sebesar 3%. Lalu, dua tahun berikutnya, upah buruh hanya naik 1,58%. Padahal, lanjut Iqbal, tingkat inflasi berada di angka 2,8%.

    “Jadi upah itu tidak naik, nombok 2,8% naik barang, naik upah 1,58%, nombok berarti 1,3%,” tuturnya. 

    MK Ubah UU Ciptaker

    Sebelumnya MK telah mengubah 21 aturan dalam UU No.6/2023 tentang Cipta Kerja, yang termuat dalam Putusan No.168/PUU-XXI/2023. 

    Secara garis besar perubahan tersebut menyangkut tiga hal yaitu tenaga kerja asing, pekerja kontrak, hingga pekerja alih daya. 

    Peraturan yang baru mengamanatkan pengesahan tenaga kerja asing menjadi wewenang Menteri Tenaga Kerja, bukan lagi menjadi wewenang pemerintah pusat. Perusahaan juga harus mengutamakan pekerja asal Indonesia untuk jabatan tertentu. 

    Kemudian, jangka waktu suatu pekerjaan tertentu tidak lagi ditentukan oleh Perjanjian Kerja. Beleid terbaru menekankan jangka waktu selesainya suatu pekerjaan tertentu dibuat tidak melebihi paling lama 5 tahun, termasuk jika terjadi perpanjangan. 

    Terakhir, pemerintah menetapkan sebagian pelaksanaan pekerjaan sesuai dengan jenis dan bidang pekerjaan alih daya yang diperjanjikan dalam perjanjian tertulis alih daya.

    Adapun alasan MK mengubah pasal tersebut karena mempertimbangkan sinkronisasi pasal di Ciptakter dengan UU no.13/2003 tentang Ketenagakerjaan, yang saat ini masih diakui substansinya. Sebagian dari UU Ciptaker menghidupkan lagi UU no.13/2003, yang sebelumnya telah mengalami perubahan, termasuk penentuan upah minimum. 

  • Pemerintah Pertimbangkan Pembebasan Pajak Karyawan

    Pemerintah Pertimbangkan Pembebasan Pajak Karyawan

    Jakarta, Beritasatu.com – Pemerintah sedang mempertimbangkan untuk memberikan relaksasi terhadap pajak penghasilan (PPh) karyawan. Kebijakan tersebut diharapkan akan menyokong daya beli masyarakat.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengatakan saat ini pemerintah melalui kementerian/lembaga (K/L) terkait sedang membahas opsi-opsi yang terjadi apabila kebijakan tersebut dijalankan. Sebagai regulator pemerintah  melihat semua kemungkinan yang ada bila pembebasan PPh ini dijalankan.

    “Sebagai opsi kebijakan, usulan apa pun kami dengarkan, tinggal pilihan kebijakan yang terbaik. Saya rasa  kita harus pertimbangkan dari berbagai aspek,” kata Anwar kepada awak media di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Kamis (31/10/2024).

    PPh 21 adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan. PPh Pasal 21 adalah pajak terutang atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dibayarkan oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN.

    Pemerintah sedang melakukan kajian lebih lanjut apabila menerapkan kebijakan PPh Pasal 21 DTP.  Apalagi kebijakan tersebut melibatkan banyak pemangku kepentingan terkait. 

    “Saya sudah  beberapa kali  mendengar (usulan PPh Pasal 21 DTP), tetapi tentunya kan akan kita pertimbangkan,” kata Anwar.

    Sebelumya pemerintah memberlakukan insentif tersebut pada awal pandemi Covid-19, tetapi  insentif tersebut tidak diperpanjang setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi Covid-19.

    Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Anne Patricia Sutanto mengatakan  kalangan pengusaha  meminta agar pemerintah kembali memberikan relaksasi dalam bentuk pembebasan PPh 21 DTP.  Langkah ini dilakukan untuk mendorong konsumsi masyarakat dan mengantisipasi tekanan yang terjadi pada industri.

    Menurut dia dengan pemberian relaksasi ini akan memberikan daya dorong terhadap konsumsi masyarakat. Dana yang diterima dari PPh Pasal 21 DTP ini dapat digunakan masyarakat untuk belanja yang akan memberikan efek domino ke pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi konsumsi masyarakat merupakan penopang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Untuk mendorong konsumen sih, tepat. Itu kan sudah pernah kita jalankan dan berhasil. Nah itu kan juga bisa membuat ekonomi cair lagi.  PPH 21 tidak dipungut pemerintah, tetapi bisa dinikmati pekerjanya sendiri untuk bisa membeli produk atau barang lebih banyak untuk kebutuhan rumah tangganya,” kata Anne. 

  • Pemerintah Kaji Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk Industri Padat Karya

    Pemerintah Kaji Pembebasan Pajak Penghasilan (PPh 21) untuk Industri Padat Karya

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah akan mengkaji kebijakan pembebasan pajak penghasilan orang pribadi atau PPh 21 untuk industri padat karya yang belakangan sedang terpuruk.

    Sekretaris Jenderal Kementerian Ketenagakerjaan Anwar Sanusi mengakui bahwa pemerintah telah menerima masukan dari Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) terkait insentif PPh 21 ditanggung pemerintah (DTP). Pemerintah, sambungnya, sedang membahas masukan tersebut.

    “Kalau itu [PPh 21 DTP] kita sedang bahas ya. Nanti kalau sudah selesai kita akan sampaikan,” ujar Anwar di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).

    Dia menjelaskan pemerintah akan menampung segala opsi kebijakan yang ditawarkan pihak lain. Menurutnya, pemerintah akan memilih opsi kebijakan yang terbaik.

    Sementara itu, Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara lebih irit bicara. Dia tidak menampik maupun mengonfirmasi ihwal wacana pembebasan PPh 21 ke industri padat karya tersebut.

    “Nanti kita ngomongin kebijakan,” jelas Suahasil di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta Pusat, Kamis (31/10/2024).

    Sebelumnya, Apindo meminta pemerintah memberikan stimulus berupa PPh 21 atau potongan atas penghasilan karyawan untuk memulihkan industri padat karya. 

    Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan insentif perpajakan bagi pekerja sektor padat karya dapat menjadi angin segar bagi ekonomi nasional karena mendorong peningkatan daya beli masyarakat.

    “Kita sudah request sama pemerintah, pada saat kontraksi seperti ini seperti kayak yang lalu [Covid-19], PTKP [Penghasilan Tidak Kena Pajak] ditinggiin atau PPh 21 misalnya dibebaskan,” kata Anne di Kantor Kementerian Perekonomian, Rabu (30/10/2024). 

    Sebagaimana diketahui, stimulus keringanan PPh 21 sempat diberlakukan kala pandemi Covid-19 hingga 2021. Menurut Anne, insentif PPh 21 DTP tersebut dapat kembali diterapkan untuk menstimulus kinerja industri padat karya.

    Dia menerangkan bahwa pihaknya telah mengajukan usulan pembebasan PPh 21 kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan dan Kemenko Perekonomian. Kendati demikian, belum ada tanggapan tegas dari usulan tersebut.

    “Itu [PPh 21 DTP] juga bisa membuat ekonomi juga cair, daripada mohon maaf, melalui bansos. Ini kan lebih efektif karena orangnya bekerja, tapi PPh 21 enggak dipungut pemerintah, tapi bisa dinikmati pekerjanya sendiri untuk membeli produk atau barang lebih banyak untuk kebutuhan rumah tangganya,” ujarnya. 

    Senada, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menambahkan bahwa PPh 21 sebagai relaksasi pajak bagi karyawan juga dapat mendorong pendapatan negara dibandingkan pemberlakuan PPN 12% yang dicanangkan berlaku tahun depan. “Kenaikan PPN itu enggak selalu berujung ke kenaikan revenue, jadi hati-hati,” terangnya. 

    Dia memberi contoh pendapatan negara mengalami peningkatan kala pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2020 dan 2021. Hal ini ditenggarai relaksasi pajak untuk beberapa sektor. 

  • Soal Usulan Pajak Karyawan Ditanggung Pemerintah, Ini Respons Kemenkeu

    Soal Usulan Pajak Karyawan Ditanggung Pemerintah, Ini Respons Kemenkeu

    Jakarta, CNBC Indonesia – Kementerian Keuangan (Kemenkeu) irit bicara menanggapi usulan pengusaha supaya pemerintah memberikan insentif fiskal berupa pajak penghasilan (PPh) Pasal 21 atau PPh Karyawan kini ditanggung pemerintah (DTP).

    Wakil Menteri Keuangan Suahasil Nazara mengatakan, untuk persoalan kebijakan PPh ini akan dibicarakan terlebih dahulu. Ia enggan bicara banyak terkait itu.

    “Nanti, kita ngomongin kebijakan,” kata Suahasil saat ditemui di Kemenko Perekonomian, Jakarta, Kamis (31/10/2024).

    Demikian juga dengan Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan Febrio Nathan Kacaribu. Ketika ditanya apakah usulan pengusaha itu akan dikaji pemerintah atau tidak, ia hanya menjawab dengan kalimat “nanti ya”.

    Sementara itu, Kepala Pusat Kebijakan Ekonomi Makro BKF Noor Faisal Achmad mengatakan, akan melihat terlebih dahulu apakah usulan resmi dari pengusaha itu telah sampai atau tidak ke BKF.

    “Di sebelah (Gedung Kemenkeu) kelihatannya belum terima, tapi nanti saya cek lagi ya,” ucap Faisal di Gedung Kemenko Perekonomian.

    Sebelumnya, Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia atau Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan pihaknya sudah mengajukan usulan ke pemerintah supaya insentif PPh 21 DTP kembali diberikan pemerintah, karena ekonomi Indonesia kini tengah dalam masa tekanan.

    Sebagaimana diketahui insentif itu pernah diberikan pemerintah saat ekonomi Indonesia tengah terkontraksi akibat krisis yang disebabkan Pandemi Covid-19.

    “Kita sudah request sama pemerintah, salah satunya pada saat kontraksi seperti ini, seperti kayak yang lalu, PTKP ditinggiin atau PPh 21 misalnya dibebaskan untuk yang sekian dan sekian,” ucapnya saat Apindo mengadakan pertemuan di Kemenko Perekonomian kemarin malam.

    “Ini pada saat kontraksi ya, karena kan memang ini lagi kontraksi. Tapi nanti setelah normal kembali, ya kembali ke normal. Ini kan persis seperti waktu pandemi kan, pernah ada insentif dari pemerintah, karena itu tujuannya untuk pekerja, bukan pengusaha,” tegas Patricia.

    Ia menganggap, kebijakan itu bisa mendorong daya beli masyarakat kelas pekerja di tengah masa-masa sulit. Indonesia kini tengah dihadapkan pada masalah maraknya fenomena pemutusan hubungan kerja atau PHK dan banyak gulung tikarnya industri padat karya.

    “Kan ini yang lebih penting adalah untuk pekerjanya. Karena kan PPh 21 kan wajib, wajib pungut di kita, tapi kan bebannya, beban pekerja,” ungkapnya.

    (haa/haa)

  • Apindo Beri Solusi Selamatkan Industi Padat Karya: Bebaskan PPh 21

    Apindo Beri Solusi Selamatkan Industi Padat Karya: Bebaskan PPh 21

    Bisnis.com, JAKARTA – Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) meminta pemerintah memberikan stimulus berupa pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 atau potongan atas penghasilan karyawan untuk memulihkan industri padat karya. 

    Ketua Bidang Perdagangan Apindo Anne Patricia Sutanto mengatakan insentif perpajakan bagi pekerja sektor padat karya dapat menjadi angin segar bagi ekonomi nasional karena mendorong peningkatan daya beli masyarakat.

    “Kita sudah request sama pemerintah, pada saat kontraksi seperti ini seperti kayak yang lalu [Covid-19], PTKP [Penghasilan Tidak Kena Pajak] ditinggiin atau PPh 21 misalnya dibebaskan,” kata Anne di Kantor Kementerian Perekonomian, Rabu (30/10/2024). 

    Sebagaimana diketahui, stimulus keringanan PPh 21 sempat diberlakukan kala pandemi Covid-19 hingga 2021. Menurut Anne, di tengah kondisi tekanan industri padat karya saat ini, insentif PPh ditanggung pemerintah (DTP) dapat kembali diterapkan. 

    Anne optimistis insentif pajak bagi pekerja dapat mendorong daya beli masyarakat yang saat ini melemah. Dengan kondisi upah yang lebih besar dari potongan pajak, maka pekerja dapat lebih banyak bertransaksi. 

    “Itu juga bisa membuat ekonomi juga cair, daripada mohon maaf, melalui bansos. Ini [PPh 21 DTP] kan lebih efektif karena orangnya bekerja, tapi PPh 21 gak dipungut pemerintah, tapi bisa dinikmati pekerjanya sendiri untuk membeli produk atau barang lebih banyak untuk kebutuhan rumah tangganya,” ujarnya. 

    Dia menerangkan bahwa pihaknya telah mengajukan usulan pembebasan PPh 21 kepada pemerintah, dalam hal ini Kementerian Keuangan. Kendati demikian, belum ada tanggapan dari usulan tersebut. 

    “Kami menyampaikan waktu Apindo bertemu dengan Kementerian Keuangan 2 minggu lalu. Tadi kita menyampaikan saja, dan Pak Airlangga [Menko Perekonomian] juga noted ini,” tuturnya. 

    Lebih lanjut, Ketua Bidang Ketenagakerjaan Apindo Bob Azam menerangkan bhawa PPh 21 sebagai relaksasi pajak bagi karyawan juga dapat mendorong pendapatan negara dibandingkan pemberlakuan PPN 12% yang dicanangkan berlaku tahun depan. 

    “Kenaikan PPN itu gak selalu berujung ke kenaikan revenue, jadi hati-hati,” terangnya. 

    Dia memberi contoh pendapatan negara mengalami peningkatan kala pandemi Covid-19, tepatnya tahun 2020 dan 2021. Hal ini ditenggarai relaksasi pajak untuk beberapa sektor. 

  • Pengusaha Dorong Pemerintah Beri Relaksasi Pajak Penghasilan untuk Tingkatkan Daya Beli

    Pengusaha Dorong Pemerintah Beri Relaksasi Pajak Penghasilan untuk Tingkatkan Daya Beli

    Jakarta, Beritasatu.com – Kalangan pengusaha meminta agar pemerintah kembali memberikan relaksasi dalam bentuk pembebasan pajak penghasilan (PPh) 21 ditanggung pemerintah. Langkah ini dilakukan untuk mendorong konsumsi masyarakat dan mengantisipasi tekanan yang terjadi pada industri.

    Ketua Bidang Perdagangan Asosiasi Pengusaha Indonesia Anne Patricia Sutanto mengatakan, penerapan ini bisa dilakukan saat kondisi ekonomi terkontraksi seperti waktu pandemi Covid-19.

    “Pada saat kontraksi ya, karena kan memang saat ini lagi kontraksi. Namun, nanti setelah normal kembali, ya kembali ke normal. Ini kan persis seperti waktu pandemi dan pernah ada insentif dari pemerintah. Tujuannya untuk pekerja, bukan pengusaha,” ucap Anne di kantor Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian pada Rabu (30/10/2024).

    PPh 21 ditanggung pemerintah adalah pemotongan atas penghasilan yang dibayarkan kepada orang pribadi sehubungan dengan pekerjaan, jabatan, jasa, dan kegiatan.

    PPh Pasal 21 adalah pajak terutang atas penghasilan sehubungan dengan pekerjaan, jasa, atau kegiatan yang dibayarkan oleh pemerintah dengan pagu anggaran yang telah ditetapkan dalam UU APBN.

    “Hal yang dibutuhkan itu sebenarnya kita sudah request sama pemerintah. Salah satunya pada saat kontraksi seperti ini, seperti PTKP atau penghasilan tidak kena pajak ditinggikan atau PPh 21 dibebaskan,” terang dia.

    Sebelumnya, pemerintah memberlakukan insentif tersebut pada awal pandemi Covid-19, tetapi insentif tersebut tidak diperpanjang setelah berlakunya Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 3 Tahun 2022 tentang Insentif Pajak untuk Wajib Pajak yang Terdampak Pandemi Covid-19.

    “Jadi ditanggung oleh pemerintah, seperti waktu pandemi itu kan pernah,” kata Anne.

    Menurut dia, pemberian relaksasi ini akan memberikan daya dorong terhadap konsumsi masyarakat. Dana yang diterima dari relaksasi PPh ini dapat digunakan masyarakat untuk belanja yang akan memberikan efek domino ke pertumbuhan ekonomi nasional. Apalagi konsumsi masyarakat merupakan penopang terbesar pertumbuhan ekonomi nasional.

    “Untuk mendorong konsumen itu langkah tepat, karena sudah pernah kita jalankan dan berhasil. Hal itu juga bisa membuat ekonomi cair lagi. PPh 21 tidak dipungut pemerintah, tetapi bisa dinikmati pekerjanya sendiri untuk bisa membeli produk atau barang lebih banyak untuk kebutuhan rumah tangganya,” kata Anne.

    Dia mengatakan, usulan tersebut sudah disampaikan ke Kementerian Keuangan dan Kementerian Koordinator Bidang Perekonomian. Menurutnya, usulan itu sudah diterima tetapi masih dalam kajian lebih lanjut dari pemerintah.

    “Sebenarnya sudah disampaikan Apindo saat bertemu dengan Kementerian Keuangan. Kami juga menyampaikan ke Pak Airlangga (menko perekonomian) dan juga sudah noted,” tutur dia.