Tag: Annalena Baerbock

  • Kisah Mata-mata Legendaris di Jerman

    Kisah Mata-mata Legendaris di Jerman

    Berlin

    Dua pria ditangkap di Bayreuth di negara bagian Bayern, Jerman, pada hari Kamis (18/04). Mereka dituduh menargetkan fasilitas militer dan jalur kereta api di Jerman. Jaksa Agung Federal menuduh mereka tidak hanya menjalankan spionase untuk dinas rahasia Rusia, salah satu dari mereka juga merencanakan serangan dengan menggunakan peledak.

    “Tindakan tersebut dimaksudkan untuk melemahkan dukungan militer Jerman kepada Ukraina melawan agresi Rusia,” tulis Jaksa Agung Federal dalam siaran pers terkait penangkapan kedua pria itu. Selain paspor Jerman, keduanya juga punya paspor Rusia. Mereka dikatakan tidak hanya memotret fasilitas militer Jerman, tetapi juga fasilitas militer AS di Jerman.

    Tersangka utama disebut pernah bergabung dengan unit bersenjata “Republik Rakyat Donetsk” yang memproklamirkan diri di Ukraina timur dan karenanya ia juga dituduh sebagai anggota organisasi teroris asing. Jika terbukti bersalah, para pria tersebut menghadapi hukuman penjara hingga sepuluh tahun.

    Terkait kasus ini, Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock telah memanggil duta besar Rusia untuk Berlin, yang dipandang sebagai bentuk kritik yang jelas terhadap diplomasi. Kanselir Olaf Scholz juga mengomentari kasus ini.

    “Kita tidak pernah bisa menerima bahwa kegiatan spionase seperti itu terjadi di Jerman,” ujar Scholz.

    Kepala Dinas Rahasia Jerman jadi agen ganda

    Carsten L. yang pernah menjabat sebagai kepala Dinas Intelijen Federal Jerman (BND) dan rekannya Arthur E. juga sudah diadili di Berlin dengan tuduhan menjual rahasia negara ke Rusia. Mereka disebut mendapat banyak uang atas pekerjaannya sebagai agen. Jika mereka terbukti melakukan pengkhianatan yang sangat serius, mereka menghadapi hukuman penjara seumur hidup.

    Saat bertugas di BND, Carsten L. bertanggung jawab atas “keamanan personel.” Mantan perwira Bundeswehr itu dituduh bekerja sebagai agen ganda untuk dinas rahasia Rusia (FSB). Carsten L. juga dikatakan telah menyampaikan dokumen rahasia kepada pengusaha E, yang kemudian menyerahkannya ke FSB.

    Pada awal Juni 2022, Menteri Dalam Negeri Jerman Nancy Faeser mengatakan bahwa perang Rusia melawan Ukraina juga berarti “titik balik bagi keamanan dalam negeri.”

    Sebagai pendukung Ukraina, Jerman kemungkinan besar akan menjadi fokus dinas rahasia Rusia. Faeser memperingatkan risiko kampanye disinformasi, serangan dunia maya, dan spionase yang dilakukan oleh dinas rahasia asing.

    Suami istri biasa, tapi mata-mata juga

    Salah satu kasus spionase yang terkenal di Jerman adalah pasangan agen Rusia yang memakai nama Andreas dan Heidrun Anschlag. Selama beberapa dekade, mereka berpura-pura menjalani kehidupan kelas menengah yang membosankan. Andreas bekerja sebagai insinyur, dan Heidrun sebagai ibu rumah tangga. Nyatanya, keduanya telah bekerja sebagai agen untuk Moskow sejak akhir tahun 1980-an.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Awalnya mereka bekerja untuk dinas rahasia Uni Soviet dan kemudian untuk dinas rahasia Rusia. Mereka mendengarkan berita tentang NATO dan Uni Eropa dari Jerman. Saat itu, spionase belumlah dilakukan secara digital. Jadi, mereka menerima perintah lewat pesan terenkripsi pada gelombang pendek.

    Baru pada musim gugur 2011 identitas keluarga Anschlag terungkap, kemungkinan berkat informasi dari dinas rahasia AS. Mereka dijatuhi hukuman beberapa tahun penjara pada tahun 2013, lalu dideportasi ke Rusia.

    ‘Pandu bagi Perdamaian’

    Dalam istilah Jerman Timur, ‘pemandu perdamaian’ adalah agen yang memata-matai dinas rahasia negara sosialis. Sekitar 12.000 pemandu perdamaian dikabarkan bekerja untuk Stasi, dinas keamanan Jerman Timur, di Jerman Barat selama Perang Dingin. Salah satunya yakni Gabriele Gast yang baru terungkap setelah runtuhnya Jerman Timur dan sesaat sebelum reunifikasi.

    Gast berasal dari Jerman Barat dan direkrut oleh petugas Stasi pada tahun 1968 saat sedang melakukan penelitian untuk disertasinya yang berjudul Peran Politik Perempuan di Jerman Timur. Sejak saat itu, Gast harus melapor ke dinas rahasia di Jerman Timur dan berkarir BND dengan nama palsu. Dia dianggap sebagai mata-mata utama Jerman Timur di Barat.

    Alfred Spuhler juga adalah agen spionase yang produktif bagi Stasi. Sebagai pejabat tinggi BND, ia mengungkap ratusan agen Barat yang aktif di Jerman Timur. Dia ditangkap pada November 1989.

    Sementara Heinz Felfe, kepala Departemen Kontra-Spionase Uni Soviet di BND, juga bekerja sebagai agen ganda. Mantan anggota SS ini melapor ke KGB di Moskow hingga tahun 1961. Selama hidupnya, Felfe dikatakan telah bekerja untuk tujuh dinas rahasia yang berbeda, termasuk MI6 Inggris dan SS Nazi.

    Menyusup hingga ke kantor kanselir

    Kasus spionase paling sensasional dari era Perang Dingin di Jerman adalah kasus Gnter Guillaume. Menyamar sebagai pengungsi dari Timur, ia dan istrinya yang bernama Christel datang ke Jerman Barat pada tahun 1956. Misi mereka: memberikan informasi internal kepada Stasi tentang Partai Sosial Demokrat (SPD). Guillaume naik pangkat dan akhirnya menjadi penasihat pribadi kanselir Jerman saat itu, Willy Brandt, dari SPD.

    Ketika Guillaume terungkap, Brandt juga ikut menanggung konsekuensi dan mengundurkan diri sebagai kanselir pada 6 Mei 1974. Gnter Guillaume dijatuhi hukuman 13 tahun penjara dan istrinya delapan tahun penjara. Keduanya dibebaskan karena pertukaran agen antara Jerman Barat dan Timur pada 1981.

    Dieksekusi dengan guillotine

    Lebih sedikit informasi yang diketahui tentang agen-agen Barat di Jerman Timur dibandingkan sebaliknya, mungkin karena sejumlah besar mata-mata Stasi terungkap setelah runtuhnya Tembok Berlin. Banyak mata-mata BND di Timur tidak pernah terekspos.

    Namun kasus dua agen Jerman Barat, yakni Elli Barczatis dan Karl Laurenz, tergolong tragis. Mereka membawa dokumen dari Jerman Timur ke Barat pada awal Perang Dingin di awal tahun 1950-an.

    Elli Barczatis bekerja sebagai sekretaris utama Perdana Menteri Jerman Timur, Otto Grotewohl. Dokumen yang ia pindahtangankan ke kekasihnya Karl Laurenz hanyalah surat-surat pemerintah yang tidak terlalu penting.

    Namun, hubungan kedua negara Jerman pada saat itu memang sedang sangat tegang. Jerman Timur juga kala itu masih berada di bawah pengaruh Stalinisme. Setelah rahasia mereka terungkap, Barczatis dan Laurenz dijatuhi hukuman mati dan dieksekusi dengan guillotine tahun 1955.

    ae/hp

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • AS-UE Pertimbangkan Sanksi Baru untuk Iran Usai Serangan ke Israel

    AS-UE Pertimbangkan Sanksi Baru untuk Iran Usai Serangan ke Israel

    Jakarta

    Amerika Serikat (AS) sedang mempersiapkan sanksi baru untuk Iran. Hal itu dikonfirmasi oleh Penasihat Keamanan Nasional AS, Jake Sullivan, melalui sebuah pernyataan pada Selasa (16/4) malam waktu setempat.

    Sullivan dalam pernyataan itu mengatakan, Presiden AS Joe Biden telah “berkoordinasi dengan sekutu dan mitra, termasuk G7, dan para pemimpin bipartisan di Kongres, mengenai tanggapan komprehensif” atas apa yang disebutnya sebagai “serangan udara Iran terhadap Israel yang belum pernah terjadi sebelumnya.”

    Pernyataan itu mengungkap bahwa sanksi baru tidak hanya akan dikenakan pada program rudal dan drone Iran, tapi juga untuk “entitas yang mendukung Korps Garda Revolusi Islam (IRGC) dan Kementerian Pertahanan Iran.”

    Dalam pernyataannya Sullivan menambahkan: “Kami terus bekerja melalui Departemen Pertahanan dan Komando Pusat AS untuk lebih memperkuat dan memperluas keberhasilan integrasi pertahanan udara dan rudal serta peringatan dini di seluruh Timur Tengah untuk semakin melemahkan efektivitas kekuatan rudal dan UAV [pesawat nirawak] milik Iran.”

    Sullivan juga mengatakan, AS berharap sekutu dan mitranya untuk mengikuti jejak Washington menjatuhkan sanksi mereka sendiri terhadap Iran.

    UE kaji perluasan sanksi terhadap Iran

    Kepala kebijakan luar negeri Uni Eropa (UE), Joseph Borrel, pada Selasa (16/4) malam waktu setempat mengatakan, Brussels juga akan berupaya mencari cara-cara potensial untuk memperluas sanksi terhadap Iran, sesuai usulan dari beberapa negara anggota.

    Menurut Borrell, usulan tersebut memuat perluasan sanksi yang bertujuan untuk membatasi pasokan drone Iran ke Rusia, serta halyang terkait penyediaan rudal dan pengiriman ke proksi Iran di Timur Tengah.

    “Saya telah berkampanye pada akhir musim gugur bersama dengan Prancis dan mitra-mitra lain di Uni Eropa agar sanksi drone ini diperluas lebih lanjut … Saya harap kita dapat mengambil tindakan bersama-sama sekarang,” kata Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock usai bertemu dengan Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi pada Selasa (16/4) di Berlin.

    Diplomat utama Jerman itu juga mengatakan, ia akan melakukan perjalanan ke Israel untuk membahas cara meredakan situasi.

    “Kami akan membahas bagaimana agar eskalasi lebih lanjut dapat dicegah, dengan semakin banyaknya kekerasan,” ujarnya kepada wartawan.

    Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    Lawatan Baerbock ke Israel

    Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock hari Rabu (17/4) ini memulai lawatannya ke Israel untuk misi penengahan dan peredaan ketegangan, dengan melakukan pembicaraan bersama presiden Israel Isaac Herzog di Jerusalem. Juga menteri luar negeri Inggris David Cameron menggelar pertemuan dengan presiden Israel. Menlu Jerman, Baerbock dan menlu Inggris Cameron merupakan dua diplomat puncak barat pertama yang melakukan kunjungan ke Israel, setelah serangan rudal dan drone Iran akhir pekan lalu.

    Iran mengatakan serangan itu merupakan pembalasan atas dugaan serangan Israel terhadap konsulatnya di ibu kota Suriah, Damaskus, yang menewaskan beberapa perwira tinggi militer Iran. Hampir semua rudal dan drone berhasil ditangjkal Iron Dome dan ditembak jatuh, namun satu anak di Israel terluka parah akibat serangan Iran.

    Baerbock diagendakan untuk melakukan pembicaraan dengan Perdana Menteri Benjamin Netanyahu, Menteri Luar Negeri Israel Katz dan anggota Kabinet Perang Benny Gantz, menurut juru bicara Kementerian Luar Negeri Jerman.

    Baerbock pada hari selasa menyerukan agar Uni Eropa memperketat sanksi yang menargetkan program drone Iran, setelah serangan tersebut.

    gtp/rs/as (Reuters, AFP, dpa, AP)

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Arab Saudi Hadapi Posisi Sulit dalam Konflik di Gaza

    Arab Saudi Hadapi Posisi Sulit dalam Konflik di Gaza

    Jakarta

    Kanselir Jerman Olaf Scholz tidak ingin lebih lama lagi menghalangi pengiriman jet tempur Eurofighter ke Arab Saudi. Tindakan ini diambil meski ada kekhawatiran dari beberapa anggota partainya dan dari mitra koalisi pemerintahannya.

    Kanselir sependapat dengan penilaian Menteri Luar Negeri Jerman, Annalena Baerbock, bahwa Arab Saudi mengambil “sikap yang sangat konstruktif” terhadap Israel dalam konflik Timur Tengah saat ini, kata juru bicara pemerintah Steffen Hebestreit, Senin (08/01) di Berlin. Angkatan Udara Saudi juga telah menggunakan Eurofighters untuk memblokir roket yang ditembakkan pemberontak Houthi di Yaman ke arah Israel.

    Bagi Scholz dan Baerbock, argumen tentang “sikap konstruktif” Arab Saudi melebihi kekhawatiran sebagian anggota partai koalisi tentang peran Arab Saudi dalam perang Yaman dan pelanggaran hak asasi manusia di Arab Saudi. Bukan mereka saja yang melakukan pendekatan ini.

    Menteri Luar Negeri Amerika Serikat Antony Blinken juga memberikan komentar positif atas peran Arab Saudi setelah kunjungannya ke Riyadh pada hari Senin. Ada pembicaraan tentang normalisasi hubungan Arab Saudi dan Israel, lapornya dari percakapannya dengan Putra Mahkota Saudi Mohammed bin Salman (MbS). Menurut laporan lembaga tersebut, Saudi memiliki “kepentingan yang jelas untuk melanjutkan hal ini,” kata Blinken.

    Tertundanya pemulihan hubungan Israel-Arab Saudi

    Ini berarti Blinken, Scholz, dan Baerbock memberikan penilaian yang jauh lebih positif dibandingkan beberapa pakar Timur Tengah. Sejumlah pakar justru melihat jarak antara Israel dan Saudi kian jauh setelah serangan Hamas pada 7 Oktober dan perang Gaza. Hamas diklasifikasikan sebagai organisasi teroris oleh Uni Eropa, Amerika Serikat, Jerman dan beberapa negara lainnya.

    Menghentikan pemulihan hubungan ini jelas merupakan salah satu motif Hamas melakukan serangan skala besar. Pada awal Desember, beberapa peserta di Forum Doha (pertemuan para pakar Timur Tengah Arab dan internasional) mengatakan bahwa proses normalisasi Israel-Saudi tidak mungkin dilakukan.

    Arab Saudi memang telah menunda proses normalisasi hubungan, setidaknya untuk saat ini, mengingat perang yang menewaskan ribuan orang di Gaza. Namun, proses ini belum berakhir secara resmi. Pemulihan hubungan masih tertunda.

    Namun reaksi militer Israel terhadap serangan Hamas telah mengubah situasi. Seperti kebanyakan negara Arab dan Islam, Riyadh menilai tindakan militer Israel secara lebih kritis dibandingkan sebagian besar negara-negara Barat.

    Pada bulan November, di pertemuan puncak digital negara-negara BRICS, bin Salman menyerukan agar tidak ada lagi pengiriman senjata ke Israel. Beberapa pengamat bahkan berasumsi bahwa Arab Saudi akan semakin dekat dengan Iran karena pengaruh perang Gaza.

    Arab Saudi telah dengan jelas mengartikulasikan dirinya mengenai perang tersebut. Menteri Luar Negeri Saudi, Faisal bin Farhan al-Saud, mengambil alih kepemimpinan komite diplomatik yang diprakarsai oleh Liga Arab dan Organisasi Kerja Sama Islam, dan menganjurkan gencatan senjata segera. Hal ini bertentangan dengan keinginan Israel.

    Patut dicatat bahwa pertemuan pertama bin Farhan mengenai masalah ini terjadi di Beijing dan Moskow, bukannya di Washington, menurut jurnal Foreign Policy. “Sebuah sinyal yang jelas bagi Washington bahwa Arab Saudi memiliki pilihan lain di dunia multipolar yang terus berkembang ini,” tulis jurnal tersebut. Dan: “Elit kepemimpinan Saudi ingin menghindari keterlibatan dalam wacana Israel.”

    Kepentingan Arab Saudi tetap sama

    Terlepas dari semua retorika kritis terhadap Israel, ada satu hal yang jelas, kata Philipp Dienstbier, kepala program regional Negara-Negara Teluk di Yayasan Konrad Adenauer (KAS) yang berbasis di Yordania. Menurutnya, kepentingan kebijakan luar negeri Arab Saudi bahkan setelah dimulainya perang Gaza tidak berubah secara mendasar.

    Dengan cara ini, Kerajaan Saudi akan dapat memenuhi keinginan AS untuk menjalin hubungan baik dengan Israel karena Saudi masih terus bergantung pada kemitraan keamanan dengan Washington.

    “Setelah kecewa atas kurangnya respons AS terhadap penembakan fasilitas produksi minyak Saudi pada 2019, Arab Saudi kini mengharapkan respons yang lebih solid dan dapat diandalkan dari kemitraan keamanan dengan AS,” kata Dienstbier, “Riyadh mencari dukungan AS untuk program nuklirnya, serta kerja sama senjata.”

    Negara ini juga mempunyai kepentingan khusus sehubungan dengan Israel, kata Dienstbier. Sebagai bagian dari modernisasi ekonomi, Kerajaan Arab Saudi mengupayakan pertukaran ekonomi yang erat dengan negara-negara besar di kawasan.

    “Dan tentu saja Israel berada di garis depan, terutama dalam hal teknologi tinggi. Kedua negara juga memiliki kepentingan yang sama dalam proyek perdagangan dan infrastruktur,” kata pakar asal Jerman tersebut.

    Tergantung pada stabilitas regional

    Terlepas dari semua itu, Arab Saudi mempunyai kepentingan yang sangat besar untuk menjaga stabilitas kawasan sebaik mungkin, meskipun terjadi perang di Gaza. Krisis dan perang di lingkungan sekitar telah menghalangi rencana modernisasi Arab Saudi sendiri.

    Namun, serangan yang dilakukan milisi Houthi terhadap pelayaran internasional di Laut Merah menunjukkan betapa rapuhnya keamanan dan stabilitas saat ini di seluruh kawasan. “Arab Saudi belum mengonfirmasi, tapi juga tidak menyangkal” bahwa mereka juga mencegat beberapa roket yang ditembakkan oleh Houthi ke arah Israel, ujar Dienstbier.

    Selama bertahun-tahun, Arab Saudi telah memimpin aliansi militer internasional melawan milisi Houthi yang didukung Iran di Yaman. Gencatan senjata yang dinegosiasikan baru-baru ini sebagian besar masih berlaku, meskipun secara resmi telah berakhir.

    Arab Saudi akan terus melakukan upaya lebih besar untuk mengamankan wilayah perbatasannya. Oleh karena itu, instalasi militer yang digunakan kerajaan untuk mempertahankan diri dari serangan Yaman dalam beberapa tahun terakhir masih beroperasi. (ae/hp)

    Jangan lewatkan konten-konten eksklusif berbahasa Indonesia dari DW. Ayo berlangganan gratis newsletter mingguan Wednesday Bite. Recharge pengetahuanmu di tengah minggu, biar topik obrolan makin seru!

    (ita/ita)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini

  • Hamas Vs Israel di Gaza Berimbas Polarisasi di Eropa

    Hamas Vs Israel di Gaza Berimbas Polarisasi di Eropa

    Perdebatan Eropa soal bantuan ke Palestina

    Di Eropa, muncul pula perdebatan apakah mereka perlu melanjutkan bantuan untuk Palestina. Soalnya, pihak-pihak Eropa ini punya pikiran bahwa pemicu konflik di Jalur Gaza yang terbaru ini adalah Hamas, kelompok bersenjata dari Palestina. Bagi mereka, Hamas adalah pihak yang bersalah, bukan penduduk Israel yang mencaplok tanah Palestina atau permukiman sewenang-wenang Zionis di kawasan tersebut.

    Dilansir AFP, Selasa (10/10) lalu, Inggris meninjau ulang bantuan pembangunan untuk Palestina setelah Hamas menyerang Israel pada 7 Oktober lalu. Inggris sebelumnya mengakolaksikan 17 juta Poundsterling atau Rp 326,9 miliar untuk Palestina setahun ke depan.

    “Kami saat ini sedang meninjau kembali bantuan kami. Meskipun sudah seperti itu, kami menjalani proses yang sangat ketat untuk jenis bantuan yang kami berikan,” ucap Wakil Perdana Menteri (PM) Inggris Oliver Dowden kepada ITV News, seperti dilansir AFP.

    Lain Inggris, lain Spanyol. Negara Eropa yang bertetangga dengan Maroko ini menentang penangguhan bantuan Uni Eropa untuk Palestina. Uni Eropa seharusnya tidak menyamakan Hamas dengan penduduk Palestina dan otoritas Palestina.

    Seperti dilansir Al Jazeera, Selasa (10/10/2023), penegasan soal menentang penangguhan bantuan untuk Palestina itu disampaikan oleh Pelaksana Tugas (Plt) Menteri Luar Negeri (Menlu) Spanyol Jose Manuel Albares dan Kementerian Luar Negeri Prancis dalam pernyataan terpisah awal pekan ini.

    “Kerja sama ini harus dilanjutkan; kita tidak bisa menyamakan Hamas, yang masuk dalam daftar kelompok teroris Uni Eropa, dengan penduduk Palestina, atau otoritas Palestina atau organisasi PBB di lapangan,” tegas Albares saat berbicara kepada radio lokal Spanyol, Cadena SER.

    Kementerian Luar Negeri Prancis, dalam pernyataan terpisah, juga menegaskan bahwa Prancis tidak mendukung penangguhan bantuan untuk Palestina.

    French police patrol at the Trocadero Square near the Eiffel Tower in Paris as French government puts nation on its highest state of alert after a deadly knife attack in northern France, October 15, 2023. REUTERS/Gonzalo Fuentes TPX IMAGES OF THE DAY Foto: REUTERS/GONZALO FUENTES

    Di Eropa bagian utara, Swedia dan Denmark menyetop bantuan ke Palestina. pemerintah Swedia mengatakan telah memberikan tugas kepada Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) untuk meninjau bantuan kepada Palestina dan melaporkannya pada awal Desember. Denmark, sebelumnya mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan bantuannya.

    Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan mengakhiri bantuan kemanusiaan adalah hal yang ‘salah’.

    “Jutaan orang, termasuk banyak anak-anak, di wilayah Palestina, bergantung pada kami untuk makanan, air, dan obat-obatan,” tambahnya.

    Pernyataan Baerbock muncul setelah pejabat Komisi Oliver Varhelyi mengatakan pada hari Senin bahwa bantuan Uni Eropa akan dihentikan.

    Selanjutnya, perdebatan di kelompok muslim di Jerman:

  • Swedia-Denmark Setop Bantuan ke Palestina, Jerman Anggap Tindakan Salah

    Swedia-Denmark Setop Bantuan ke Palestina, Jerman Anggap Tindakan Salah

    Jakarta

    Menteri Pembangunan Swedia Johan Forssell mengatakan negaranya untuk sementara waktu menghentikan bantuan pembangunan ke wilayah Palestina. Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman menganggap tindakan tersebut salah.

    Seperti dilansir Aljazeera, Rabu (11/10/2023), pemerintah Swedia mengatakan telah memberikan tugas kepada Badan Kerja Sama Pembangunan Internasional Swedia (SIDA) untuk meninjau bantuan kepada Palestina dan melaporkannya pada awal Desember.

    Para menteri luar negeri Uni Eropa bertemu pada hari Selasa lalu untuk membahas perpecahan di antara 27 anggota UE mengenai apakah akan melanjutkan pembayaran bantuan kepada Palestina sehari setelah Komisi Eropa menarik kembali pengumuman yang menangguhkan semua bantuan tersebut.

    Negara tetangga Swedia, Denmark, sebelumnya mengumumkan bahwa mereka akan menghentikan bantuannya. Menteri Luar Negeri Jerman Annalena Baerbock mengatakan mengakhiri bantuan kemanusiaan adalah hal yang ‘salah’.

    Menteri Luar Negeri Jerman mengatakan mengakhiri bantuan kemanusiaan ke wilayah Palestina adalah tindakan yang ‘sepenuhnya salah’. Sebelum pertemuan para menteri luar negeri Uni Eropa untuk membahas apakah akan mempertahankan pembayaran bantuan ke Palestina di tengah konflik, Annalena Baerbock mengatakan bahwa “saat ini adalah tindakan yang salah jika menghentikan bantuan kemanusiaan yang penting kepada penduduk sipil.”

    “Jutaan orang, termasuk banyak anak-anak, di wilayah Palestina, bergantung pada kami untuk makanan, air, dan obat-obatan,” tambahnya.

    Pernyataan Baerbock muncul setelah pejabat Komisi Oliver Varhelyi mengatakan pada hari Senin bahwa bantuan Uni Eropa akan dihentikan.

    Lihat Video: Hubungi Joe Biden, Netanyahu Bandingkan Serangan Hamas dengan Holocaust

    (rfs/rfs)

  • China Murka gegara Menlu Jerman Sebut Xi Jinping Diktator

    China Murka gegara Menlu Jerman Sebut Xi Jinping Diktator

    Beijing

    China dibuat naik pitam oleh Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman Annalena Baerbock yang menyebut Presiden Xi Jinping sebagai seorang diktator. Beijing menilai sebutan yang diberikan oleh Baerbock itu ‘absurd’ dan merupakan ‘provokasi politik terbuka’.

    Seperti dilansir Reuters, Senin (18/9/2023), komentar kontroversial itu dilontarkan Baerbock dalam wawancara langsung dengan media Amerika Serikat (AS), Fox News, pekan lalu ketika dia ditanya soal perang yang dipicu Rusia di wilayah Ukraina.

    “Jika (Presiden Vladimir) Putin memenangkan perang ini, apa tandanya bagi para diktator lainnya di dunia, seperti Xi, seperti Presiden China?” ucap Baerbock secara terang-terangan menyebut nama Xi dalam wawancara itu.

    Protes keras telah dilayangkan secara resmi oleh pemerintah Beijing terhadap otoritas Berlin, dengan juru bicara Kementerian Luar Negeri Mao Ning menyebut pernyataan Baerbock itu ‘sangat absurd’ dan jelas-jelas telah melanggar martabat politik China.

    “Itu merupakan provokasi politik terbuka,” sebut Mao dalam konferensi pers saat menanggapi pernyataan Menlu Jerman soal Presiden China tersebut.

    Baerbock dikenal sebagai pengkritik keras China. Pada Agustus lalu, Baerbock menyebut Beijing memberikan tantangan terhadap ‘dasar-dasar bagaimana kita hidup bersama di dunia ini’.

    Sebelumnya, dia menggambarkan aspek-aspek kunjungannya ke China sebagai sesuatu yang ‘lebih dari sekadar mengejutkan’ dan mengatakan bahwa Beijing semakin menjadi saingan sistemik dibandingkan mitra dagang.