Tag: Annalena Baerbock

  • Majelis Umum PBB Serukan Akhiri Pendudukan Palestina!

    Majelis Umum PBB Serukan Akhiri Pendudukan Palestina!

    New York

    Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) mengadopsi resolusi yang membahas soal “penyelesaian damai masalah Palestina” pada Selasa (3/12) waktu setempat. Mayoritas negara anggota PBB menyetujui resolusi yang menyerukan diakhirinya pendudukan Israel atas Palestina.

    Draf resolusi itu, seperti dilansir Anadolu Agency, Rabu (3/12/2025), disusun oleh Djibouti, Yordania, Mauritania, Qatar, Senegal, dan Palestina.

    Resolusi itu disetujui setelah mendapatkan 151 suara dukungan, dengan hanya 11 suara menentang dan 11 suara lainnya memilih abstain.

    Resolusi ini menegaskan kembali tanggung jawab PBB atas masalah Palestina, juga menyerukan diakhirinya pendudukan sejak tahun 1967 silam, dan menegakkan solusi dua negara.

    Isi resolusi ini juga menuntut Israel untuk menghentikan aktivitas pembangunan permukiman di Tepi Barat dan mematuhi hukum internasional.

    Mantan Menteri Luar Negeri (Menlu) Jerman, Annalena Baerbock, yang menjabat sebagai Presiden Majelis Umum PBB saat ini, menyerukan tindakan yang lebih besar untuk menegakkan hak-hak rakyat Palestina dan solusi dua negara dengan Israel.

    “Selama 78 tahun, rakyat Palestina telah kehilangan hak-hak asasi mereka yang tak terelakkan — khususnya, hak mereka untuk menentukan nasib sendiri. Sekarang, sudah saatnya kita mengambil tindakan tegas untuk mengakhiri kebuntuan yang telah berlangsung puluhan tahun ini,” ucapnya saat berbicara dalam rapat pleno Majelis Umum PBB pada Selasa (2/12), ketika negara-negara anggota PBB membahas resolusi tersebut.

    Resolusi yang diadopsi Majelis Umum PBB ini juga mendesak dimulainya kembali negosiasi dan menyerukan negara-negara untuk tidak mengakui perubahan perbatasan, sembari meningkatkan bantuan kepada Palestina di tengah krisis kemanusiaan yang parah.

    “Semua yang telah terjadi dalam dua tahun terakhir telah menggarisbawahi apa yang telah kita ketahui selama beberapa dekade. Konflik Israel-Palestina tidak dapat diselesaikan melalui pendudukan ilegal, aneksasi de-jure atau de-facto, pemindahan paksa, teror berulang, atau perang permanen,” kata Baerbock.

    “Rakyat Israel dan Palestina hanya akan hidup dalam perdamaian, keamanan, dan martabat yang langgeng ketika mereka hidup berdampingan di dua negara berdaulat dan merdeka, dengan perbatasan yang diakui bersama dan integrasi regional yang utuh,” ujarnya.

    Halaman 2 dari 2

    (nvc/ita)

  • Cak Imin Sebut Pidato Prabowo di PBB Bikin Trump Keok, Netanyahu Kikuk
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        28 September 2025

    Cak Imin Sebut Pidato Prabowo di PBB Bikin Trump Keok, Netanyahu Kikuk Nasional 28 September 2025

    Cak Imin Sebut Pidato Prabowo di PBB Bikin Trump Keok, Netanyahu Kikuk
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Umum Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) Abdul Muhaimin Iskandar atau Cak Imin menilai pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) membawa harapan baru bagi dunia.
    Cak Imin bahkan menyebut pidato Prabowo membuat Presiden Amerika Serikat Donald Trump kewalahan melihat pidato Presiden ke-8 Indonesia itu.
    “Pak Prabowo memberi harapan baru pidato di PBB. Bayangkan, Donald Trump saja sudah keok, Donald Trump tersipu-sipu, begitulah kira-kira,” kata Cak Imin saat berpidato di Munas VI PKS, di Hotel Sultan, Jakarta, Minggu (28/9/2025).
    Tidak berhenti sampai di situ, Cak Imin juga menyebut Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu kikuk mendengar pidato Prabowo.
    Menurut dia, apa yang disampaikan Prabowo merupakan solusi bagi masa depan.
    “Netanyahu juga serba kikuk. Tapi itulah harapan, cahaya baru yang insyaallah jadi solusi kita di masa-masa yang akan datang,” ujar Menteri Koordinator Bidang Pemberdayaan Masyarakat (Menko PM) itu.
    Lebih lanjut, Cak Imin menyinggung sejumlah persoalan dan tantangan global yang dihadapi Indonesia.
    Ia berharap masyarakat bisa saling bahu-membahu menghadapinya.
    “Tidak mudah, tetapi kita solid bareng-bareng untuk bersama-sama mengatasi keadaan yang tidak mudah, tantangan global,” kata Cak Imin.
    “Katanya dolar semakin tinggi, dan seterusnya. Saya yakin kalau kita solid, Indonesia akan tetap berdiri kokoh di atas kaki sendiri,” imbuhnya.
    Sebagaimana diberitakan Prabowo mendapat kesempatan ketiga berpidato dalam sesi debat umum di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB.
    Prabowo pidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump. Sementara itu, Sidang Majelis Umum ke-80 PBB dibuka dengan pidato dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock.
     
    Dalam pidatonya, Prabowo menekankan bahwa keadilan bagi semua bangsa harus diciptakan. Sebagaimana Indonesia pernah merasakan hidup di bawah penjajahan hingga akhirnya memperjuangkan kemerdekaan dan mendapat dukungan dari PBB.
    “Kami juga tahu apa yang bisa dilakukan solidaritas dalam perjuangan kami untuk kemerdekaan, dalam perjuangan kami untuk mengatasi kelaparan, penyakit, dan kemiskinan, PBB berdiri bersama Indonesia dan memberi bantuan penting,” kata Prabowo.
    Selain itu Prabowo menegaskan komitmen Indonesia dalam upaya perdamaian termasuk di Palestina. Menurut Prabowo, Indonesia siap mengirim 20.000 lebih anak bangsa untuk menciptakan perdamaian di Gaza, Palestina, Sudan, Libia, dan Ukraina.
    Prabowo juga menegaskan kembali posisi Indonesia terhadap solusi dua negara untuk konflik Palestina.
    Simak pidato lengkap Prabowo di Sidang Umum PBB pada tautan berita di bawah ini:
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar!
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        25 September 2025

    Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar! Nasional 25 September 2025

    Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, Guru Besar UI: Menggelegar!
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Guru Besar Hukum Internasional Univeristas Indonesia (UI), Hikmahanto Juwana menyanjung pidato Presiden Prabowo Subianto di Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (23/9/2025).
    Menurutnya, pidato Prabowo lebih baik ketimbang pandangan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump yang berpidato sebelumnya.
    “Wah menggelegar, menggelegar pokoknya, mantap. Apalagi disandingkan dengan Presiden Trump, wah abis itu Trump,” ujar Hikmahanto dalam
    Obrolan Newsroom Kompas.com
    , Rabu (24/9/2025).
    Ia menilai, Prabowo telah menunjukkan bentuk diplomasi internasional yang sangat baik dalam pidatonya di Sidang Umum PBB.
    Padahal awalnya ia khawatir, mengingat Trump berpidato dalam forum tersebut mencapai sekitar 45 menit, di luar batas waktu selama 15 menit.
    “Jadi kalau negara besar tuh suka-suka, sementara kita ini negara berkembang, kita patuh kepada aturan, patuh kepada hukum, hukum internasional. Nah itu yang disampaikan Pak Presiden Prabowo,” ujar Hikmahanto.
    Di samping itu, ia melihat dua sisi yang berbeda antara pidato Prabowo dengan Trump di Markas Besar PBB, New York, AS.
    Pertama terkait peran PBB, di mana Trump justru mempertanyakan kehadiran lembaga tersebut dalam menyelesaikan perang.
    Trump menyebut, AS justru menjadi pihak yang berhasil mendamaikan perang Israel-Iran, Kamboja-Thailand, dan Armenia-Azerbaijan.
    Sedangkan Prabowo dalam forum tersebut menegaskan kedudukan dan peran vital PBB dalam menjamin perdamaian dan keamanan.
    Kedua terkait perubahan iklim, di mana Trump menyebut bahwa isu tersebut merupakan penipuan terbesar sepanjang masa atau “greatest con job ever perpetrated on the world”.
    Sedangkan Prabowo yang berpidato setelah Trump menegaskan, perubahan iklim merupakan hal yang nyata karena Indonesia menjadi salah satu negara yang terdampak.
    Terakhir, terkait konflik Israel dan Palestina. Dalam Sidang Umum ke-80 PBB, Trump justru mengecam negara-negara yang mendukung kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
    Berbeda dengan Prabowo yang tegas menyatakan dukungannya terhadap Palestina lewat two state solution atau solusi dua negara.
    “Ini bukan cuma omon-omon, ini benar-benar kita mau memperlihatkan ini loh Indonesia. Nah yang bagus itu karena disejajarkan setelah Trump kemudian Prabowo, pada waktu saya lihat Trump berpidato banyak orang yang waduh gelisah, tapi mencoba tetap tenang, marah sama Trump,” ujar Hikmahanto.
    “Tiba-tiba Pak Prabowo dengan pidatonya langsung ditepuktangani, mantap saya bilang, keren,” sambungnya bangga.
    Diketahui, Prabowo kembali mengisi kekosongan Indonesia setelah absen selama 10 tahun di Sidang Umum PBB, pada Selasa (23/9/2025).
    Sidang Umum ke-80 PBB menjadi momen kembalinya Presiden Republik Indonesia yang hadir langsung di Markas PBB, New York, AS.
    Prabowo menjadi kepala negara ketiga yang diberi kesempatan berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tersebut, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump.
    Setelah Trump menyampaikan pidatonya, giliran Prabowo yang menyampaikan pandangannya dalam Sidang Umum PBB.
    Seakan membantah pidato Trump, Prabowo menyatakan dukungannya terhadap PBB sebagai organisasi internasional yang memiliki peran penting.
    Tanpa kehadiran PBB, ia menilai bahwa seluruh negara tidak pernah merasakan keamanan dan perdamaian.
    “Kita membutuhkan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Indonesia akan terus mendukung Perserikatan Bangsa-Bangsa, meskipun kita masih berjuang, tetapi kita tahu dunia membutuhkan persatuan bangsa-bangsa yang kuat,” ujar Prabowo dalam pidatonya.
    Tangkapan layar kanal YouTube Setpres Presiden Prabowo Subianto ketika berpidato di Sidang Majelis Umum PBB, New York, AS pada Selasa (23/9/2025).
    Prabowo juga menegaskan sikap Indonesia yang mendukung penuh two state solution dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.
    Hanya lewat two state solution atau solusi dua negara, perdamaian dan kemerdekaan untuk Palestina dapat terwujud. Prabowo yakin tidak akan ada kebencian dan kecurigaan lagi jika solusi dua negara ini diterapkan.
    “Saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Namun kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan serta keamanan Israel,” ujar Prabowo.
    Tepuk tangan meriah kembali bergema saat Prabowo mengakhiri pidatonya. Bahkan, ada sejumlah delegasi melakukan berdiri untuk mengapresiasi atau standing ovation kepada Prabowo.
    Pidato Prabowo di PBB ditutup dengan ajakan untuk melanjutkan perjalanan kemanusiaan yang telah dirintis para pendiri bangsa.
    “Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para pendahulu kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan. Terima kasih,” tutup Prabowo.
    Sebagai informasi, Sidang Umum PBB pada 23 September 2025, dibuka dengan laporan dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock membuka forum tersebut.
    Tema dari sesi general debate yang bakal diisi dengan pidato dari 16 Kepala Negara itu adalah ”
    Better together: 80 years and more for peace, development and human rights
    ”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    Siapa Matikan Eskalator Saat Trump Tiba di PBB? Ternyata Ini Pemicunya

    New York

    Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) menyatakan telah memecahkan penyebab eskalator tiba-tiba berhenti saat Presiden Amerika Serikat Donald Trump menaikinya jelang Sidang Umum PBB. Menurut PBB, peristiwa itu terjadi karena juru kamera Trump diduga tak sengaja memicu sistem keamanan aktif.

    Dilansir Reuters, Rabu (24/9/2025), Trump sempat bercanda tentang insiden tersebut dalam pidatonya kepada para pemimpin dunia pada hari Selasa (23/9) waktu setempat. Dia juga mengungkit teleprompternya tidak berfungsi.

    “Inilah dua hal yang saya dapatkan dari Perserikatan Bangsa-Bangsa, eskalator yang buruk dan teleprompter yang buruk,” katanya kepada 193 anggota Majelis Umum PBB yang disambut tawa.

    Namun, Sekretaris Pers Gedung Putih Karoline Leavitt tidak menanggapi peristiwa eskalator berhenti mendadak saat Trump tiba itu dengan santai. Dia mengatakan PBB harus menyelidiki peristiwa itu.

    “Jika seseorang di PBB dengan sengaja menghentikan eskalator saat Presiden dan Ibu Negara sedang melangkah, mereka harus dipecat dan segera diselidiki,” tulisnya di X.

    Juru bicara PBB, Stephane Dujarric, mengatakan pihaknya telah mengecek apa yang menyebabkan eskalator mati tak lama setelah Trump dan ibu negara AS, Melania, menaiki eskalator itu. Dia menyebut sistem pusat eskalator menunjukkan eskalator itu ‘berhenti setelah mekanisme pengaman bawaan pada anak tangga sisir di puncak eskalator terpicu’.

    Dia mengatakan juru kamera Trump saat itu menaiki eskalator dengan cara berjalan mundur sambil merekam kedatangan Trump bersama Melania. Dia menyebut situasi itu diduga membuat sistem pengamanan otomatis tak sengaja aktif.

    “Juru kamera mungkin secara tidak sengaja mengaktifkan fungsi pengaman. Mekanisme pengaman ini dirancang untuk mencegah orang atau benda secara tidak sengaja tersangkut dan tersangkut atau tertarik ke roda gigi,” kata Dujarric dalam sebuah pernyataan.

    Gedung Putih tidak segera menanggapi permintaan komentar atas temuan PBB tersebut. Mengenai teleprompter, Trump mengatakan kepada Majelis Umum ‘Saya hanya bisa mengatakan bahwa siapa pun yang mengoperasikan teleprompter ini berada dalam masalah besar’.

    Namun, seorang pejabat PBB mengatakan Gedung Putih telah mengoperasikan teleprompternya sendiri. Setelah Trump selesai berbicara, Presiden Majelis Umum PBB Annalena Baerbock berkata ‘Teleprompter PBB berfungsi dengan sempurna’.

    Simak Video ‘Canda Trump Puji Pidato Prabowo: Bagaimana Jika Kamu Marah? Tak Mudah’:

    Halaman 2 dari 2

    (haf/imk)

  • Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Pidato Lengkap Prabowo di Sidang Majelis Umum ke-80 PBB, Dukungan Tegas untuk Perdamaian

    Presiden Prabowo berbicara pada sesi pertama Debat Umum dengan posisi istimewa yakni urutan ketiga. Sebuah posisi strategis yang menempatkan Indonesia berdampingan dengan dua negara besar, Brasil dan Amerika Serikat. Brasil, yang sejak 1955 selalu membuka sidang sebagai tradisi diplomatik, tampil di urutan pertama. Amerika Serikat, sebagai tuan rumah, mendapat giliran kedua. Tepat setelah keduanya, Presiden Prabowo berdiri membawa suara Indonesia ke hadapan dunia.

    Kehadiran Presiden Prabowo di podium Majelis Umum PBB menandai babak baru diplomasi Indonesia. Sepuluh tahun terakhir, Presiden Joko Widodo sempat menyampaikan pidato secara daring saat pandemi Covid-19, sementara selebihnya Indonesia diwakili Wakil Presiden maupun pejabat setingkat menteri. Kini, dengan tampil langsung, Indonesia kembali menegaskan komitmennya dalam forum global yang sarat makna simbolik dan politis.

    Posisi pidato Presiden Prabowo juga menorehkan sejarah tersendiri. Sebelumnya, Presiden Soekarno pernah berpidato di urutan ke-46, Presiden Soeharto di urutan ke-61, dan Presiden Megawati Soekarnoputri di urutan ke-17. Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tercatat tiga kali berpidato dengan urutan 20, 21, dan 16, sementara Presiden Joko Widodo dua kali hadir secara daring di urutan ke-16. Kini, Presiden Prabowo menempati urutan ke-3—salah satu posisi paling awal dan paling bergengsi yang pernah diraih Indonesia di forum PBB.

    Di hadapan para pemimpin dunia yang hadir di ruang sidang Majelis Umum PBB, Presiden Prabowo membuka pidato perdananya dengan penuh penghormatan. Kepala Negara menekankan pentingnya persaudaraan universal di tengah perbedaan bangsa dan agama.

    “Sungguh suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di General Assembly Hall yang agung ini, di antara para pemimpin yang mewakili hampir seluruh umat manusia. Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama sebagai satu keluarga. Kita di sini pertama dan terutama sebagai sesama manusia — masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan,” ujar Presiden Prabowo.

    “Bismillahirrahmanirrahim,

    Assalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh.

    Shalom, Salve, Om swastiastu,

    Salam kebajikan, Rahayu, rahayu.

    His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly.

    His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished Delegates, Ladies and Gentlemen,

    It is indeed a great honor to stand in this august General Assembly Hall, among leaders who represent almost all of humanity.

    We differ in race, religion, and nationality, yet we gather together as one human family. We are here first and foremost as fellow human beings — each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty, and the pursuit of happiness.

    The words of the U.S. Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents — including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican revolutions, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom.

    It also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by the UN in 1948. “All men are created equal” was the creed that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity. And yet, in our own era of scientific and technological triumphs — an era capable of ending hunger, poverty, and environmental ruin — we also continue to face today’ s grave dangers, challenges, and uncertainties. Human folly, fueled by fear, racism, hatred, oppression, and apartheid, threatens our common future.

    My country knows this pain. For centuries, Indonesians lived under colonial domination, oppression, and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty, and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do. 

    In our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease, and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance. Decisions made here based on human solidarity — by the Security Council and this Assembly — gave Indonesia international legitimacy, opened doors, and supported our early development through the UN Children’s Fund (UNICEF), the UN Food and Agriculture Organization (FAO), the World Health Organization (WHO) and many, many other United Nations institutions.

    And because of that, Indonesia today stands today on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.

    Madam President, excellencies,

    Our world is driven by conflict, injustice, and deepening uncertainty. Every day we witness suffering, genocide, and a blatant disregard for international law and human decency.

    In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations’s Secretary General said, “we cannot give up”. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.

    The UN was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice, and freedom for all. We remain committed to internationalism, multilateralism, and to every effort that strengthens this great institution.

    Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger — because years ago this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice. We will never forget. And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very Hall.

    Excellency’s, Thucydides warned: “The strong do what they can, the weak suffer what they must.” We must reject this doctrine. The UN exists to reject this doctrine. We must stand for all, the strong and the weak. Right cannot be right. Right must be right.

    Indonesia is today one of the largest contributors to United Nation Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations, we will continue to serve where peace needs guardians — not with just words, but with boots on the ground. If and when the Security Council and this Great Assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when the peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.

    We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters. We are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.

    Madam President, excellencies,

    I propose to this assembly a message of hope and optimism — grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of the United Nations General Assembly. It is true what she said. Without the International Civil Aviation Organization, will we be here today? Will we sit in this great Hall? Without the United Nations, we cannot be safe. No country can feel secure. 

    We need the United Nations, and Indonesia will continue to support the United Nations. Even though we still struggle, but, we know the world needs a strong United Nations.

    The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food, energy, and water insecurity haunt many nations. We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad whenever we can.

    This year, we recorded the highest rice production and grain reserves in our history. We are now self‑sufficient in rice and we have exported rice to other nations in need, including providing rice to Palestine. We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, and investing in climate‑smart agriculture to ensure food security for our children and for the children of the world. We are confident, in a few years time, Indonesia will be the granary of the world.

    As the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels. The sea level on the north coast of our capital city is increasing by 5 centimeters every year. Can you imagine in ten years? In twenty years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometres in length. It will take us maybe 20 years, but we have no choice. 

    We have to start now. Therefore we choose to confront climate change — not by slogans, but by immediate steps. We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations.

    We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are confident we can achieve net zero emission much earlier. We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded land, to reduce forest degradation, and to empower local communities with quality green jobs for the future.

    Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables. Our goal is clear: To lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hub for solutions to food, energy, and water security.

    Madam President, excellencies,

    We live in a time when hatred and violence can seem like the loudest voices. But beneath this loud noise lies a quieter truth: that every person longs to be safe, to be respected, to be loved, and to leave a better world to their children. Our children are watching. They are learning leadership not from textbooks, but from our choices.

    Today, still, a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help, are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and the women? Millions are facing danger at this very moment, as we sit here, they are facing trauma, and irreparable damage to their bodies, they are dying of starvation. Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?

    Madam President, we must act now. Many speakers have said that. We must stand for multilateral order where peace, prosperity, and progress, are not the privilege of a few but the right of all.

    With a strong United Nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice they deserve. Let us continue humanity’s great journey of ideals — the selfless aspirations that created the United Nations.

    Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves. I am convinced that the leaders of the great world civilisations: Civilisations of the West, of the East, of the North, of the South. Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world. I am convinced they will rise to their role demanded by history. We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, and humility, overcome hate, overcome suspicion.

    Madam President, Distinguished Delegates,

    We are greatly heartened by the events of the last few days, where significant leading countries of the world have chosen to side with history—the path of the moral high ground, path of rectitude, path of justice, humanity, and to shun hatred, to overcome suspicion, and to avoid the use of violence. The use of violence will beget violence. Not one country can bully the whole community of the human family. 

    We may be weak individually, but the sense of oppression, of injustice, has proven in the history of mankind, will unite with a strong force that will overcome this oppression, this injustice.

    To close, I would like to reiterate again Indonesia’s complete support for the Two-State Solution in Palestine. We must have an independent Palestine, but we must also recognize and guarantee the safety and security of Israel. Only then can we have real peace: peace without hate, peace without suspicion.

    The only solution is this two-state solution. Two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace, and harmony. Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions. We must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality.

    Is this a dream? Maybe. But this is the beautiful dream we must work toward together. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.

    Thank you. Terima kasih.

    Wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakatuh,

    Shalom, Om shanti shanti shanti om.

    Namo Budaya.

    Thank you very much.

    May God bless us all, may peace be upon us.

    Thank you very much.”

    “Yang Mulia, para kepala negara, kepala pemerintahan, para delegasi yang terhormat, hadirin sekalian

    Sungguh merupakan suatu kehormatan besar bagi saya untuk berdiri di Aula Sidang Umum bulan Agustus ini di antara para pemimpin dan perwakilan yang mewakili hampir seluruh umat manusia. 

    Kita berbeda ras, agama, dan kebangsaan, namun kita berkumpul bersama hari ini sebagai satu keluarga manusia. Kita di sini, pertama dan terutama, sebagai sesama manusia, masing-masing diciptakan setara, dianugerahi hak-hak yang tidak dapat dicabut untuk hidup, kebebasan, dan mengejar kebahagiaan.

    Kata-kata Deklarasi Kemerdekaan Perserikatan Bangsa-Bangsa telah menginspirasi gerakan-gerakan demokrasi di seluruh benua, termasuk Revolusi Prancis, Revolusi Rusia, Revolusi Meksiko, Revolusi China, dan perjuangan serta perjalanan Indonesia menuju kemerdekaan. Deklarasi ini juga melahirkan Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang diadopsi oleh Perserikatan Bangsa-Bangsa pada tahun 1948, “Semua manusia diciptakan setara.”

    Deklarasi ini membuka jalan menuju kemakmuran dan martabat global yang belum pernah terjadi sebelumnya, namun, di era kejayaan ilmu pengetahuan dan teknologi kita sendiri, sebuah era yang mampu mengakhiri kelaparan, kemiskinan, dan kerusakan lingkungan.  

    Kami juga terus menghadapi tantangan dan ketidakpastian yang serius dan berbahaya saat ini, kebodohan manusia yang dipicu oleh rasa takut, rasisme, kebencian, penindasan, dan apartheid mengancam masa depan kita bersama.

    Nyonya Presiden, Yang Mulia,

    Kita hidup di masa ketika kebencian dan kekerasan mungkin terdengar paling keras, tetapi di balik kebisingan ini terdapat kebenaran yang lebih tenang bahwa setiap orang mendambakan rasa aman, dihormati, dicintai, dan mewariskan dunia yang lebih baik kepada anak-anak mereka. Anak-anak kita sedang menyaksikan. Mereka belajar kepemimpinan, bukan dari buku teks, tetapi dari pilihan kita.

    Saat ini, situasi bencana di Gaza masih terbentang di depan mata kita. Saat ini, orang-orang tak berdosa menangis minta tolong. Menangis untuk diselamatkan. Siapa yang akan menyelamatkan mereka? Siapa yang akan menyelamatkan orang tak berdosa? Siapa yang akan menyelamatkan para lansia dan perempuan. Jutaan orang menghadapi bahaya saat ini, sementara kita duduk di sini. Mereka menghadapi trauma. Mereka menghadapi kerusakan yang tak tergantikan pada tubuh mereka. Mereka sekarat karena kelaparan.

    Bisakah kita tetap diam? Akankah jeritan mereka tak terjawab? Akankah kita mengajari mereka bahwa umat manusia dapat bangkit menghadapi tantangan ini?

    Nyonya Presiden, kita harus bertindak sekarang.  Banyak pembicara telah menyatakan bahwa kita harus memperjuangkan tatanan multilateral, di mana perdamaian, kemakmuran, dan kemajuan bukanlah hak istimewa segelintir orang, melainkan hak semua orang. Dengan persatuan bangsa yang kuat, kita dapat membangun dunia di mana kaum lemah tidak menderita apa yang seharusnya mereka derita, melainkan hidup dalam keadilan yang pantas mereka dapatkan.

    Kita mungkin lemah secara individu, tetapi rasa penindasan, rasa ketidakadilan, telah membuktikan dalam sejarah umat manusia bahwa rasa ketidakadilan ini, rasa penindasan ini, akan bersatu menjadi kekuatan yang kuat yang akan mengatasi penindasan ini, yang akan mengatasi ketidakadilan ini.

    Sebagai penutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina.

    Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat memiliki kedamaian sejati, kedamaian sejati, dan tidak ada lagi kebencian dan kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah ini, solusi dua negara, dua keturunan Abraham harus hidup dalam rekonsiliasi, damai, dan harmoni.

    Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama, kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini. Apakah ini mimpi? Mungkin, tetapi inilah mimpi indah yang harus kita perjuangkan bersama. 

    Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini.  Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang telah dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan.

    Terima kasih. Wassalamualaikum.”

  • Ketika Prabowo Perdana Berpidato di Sidang Umum PBB…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Ketika Prabowo Perdana Berpidato di Sidang Umum PBB… Nasional 24 September 2025

    Ketika Prabowo Perdana Berpidato di Sidang Umum PBB…
    Tim Redaksi
    KOMPAS.com
    – Tak hanya berbicara dalam forum Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTT PBB) di New York, Amerika Serikat (AS), Presiden Prabowo juga mendapat kesempatan berpidato di Sidang Majelis ke-80 PBB pada Selasa (23/9/2025).
    Ini adalah kali pertama Prabowo sebagai Presiden Republik Indonesia (RI) berbicara di forum internasional tersebut.
    Sebanyak 16 Kepala Negara mendapat kesempatan berpidato dalam sesi general debate sesi pertama yang digelar pada Selasa pagi waktu Amerika.
    Tema dari sesi
    general debate
    itu adalah “Better together: 80 years and more for peace, development and human rights”.
    Prabowo mendapat kesempatan ketiga berpidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
    Sementara itu, Sidang Majelis Umum ke-80 PBB dibuka dengan pidato dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock.
    Mengenakan jas berwarna biru dilengkapi dengan peci, Prabowo tanpa ragu mulai menyapa semua yang kepala negara dan delegasi yang hadir.
    Terlihat juga pin Merah Putih tersemat pada bagian kerah jas Prabowo. Pin itu menandakan bahwa dia adalah Presiden RI.
    Kemudian, tampak mendampingi prabowo anak semata wayangnya, Didit Hediprasetyo.
    Didit menyaksikan langsung Prabowo berpidato bersama Menteri Luar Negeri (Menlu) Sugiono, Menteri Hak Asasi Manusia (HAM) Natalius Pigai, dan Menteri Investasi sekaligus CEO Danantara, Rosan Roeslani di kursi delegasi Indonesia.
    Dia juga terlihat beberapa kali memberikan dukungan kepada Prabowo dengan bertepuk tangan hingga memberikan stading ovation.
    Sementara itu, Prabowo juga tampak bersemangat menyampaikan pandangannya untuk pertama kali di Sidang Majelis Umum PBB.
    Tercatat Prabowo delapan kali menghentakkan meja. Di antaranya saat menceritakan penderitaan rakyat Indonesia di masa penjajahan. Lalu, saat akhirnya Indonesia meraih kemerdekaan.
    Kemudian, Prabowo juga menghentakkan meja saat menegaskan bahwa Indonesia siap membantu PBB dalam upaya perdamaian.
    “Jika dan ketika Dewan Keamanan Perserikatan Bangsa-Bangsa dan Majelis Agung ini memutuskan, Indonesia siap mengerahkan 20.000 atau bahkan lebih putra-putri kami untuk membantu mengamankan perdamaian di Gaza, atau di tempat lain, di Ukraina, di Sudan, di Libya, di mana pun perdamaian perlu ditegakkan,” ujar Prabowo dalam pidato yang diterjemahkan ke Bahasa Indonesia.
    “Perdamaian perlu dijaga, kami siap. Kami akan memikul beban ini, tidak hanya dengan putra-putri kami, kami juga bersedia berkontribusi secara finansial untuk mendukung misi besar Perserikatan Bangsa-Bangsa untuk mencapai perdamaian,” katanya lagi.
    Total, ada delapan kali Prabowo menghentakkan meja termasuk saat mendesak agar Palestina menjadi negara merdeka.
    Semangat yang dibagikan Prabowo di atas podium, membuat delapan kali tepuk tangan bergemuruh di Markas Besar PBB tersebut.
    Di antaranya, saat Prabowo menyebut bahwa Indonesia siap mengirimkan 20.000 pasukan perdamaian ke berbagai wilayah konflik.
    Kemudian, saat Prabowo menyatakan dukungan penuh untuk Palestina termasuk menegaskan soal solusi dua negara.
    “Untuk menutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina,” ujarnya.
    Terakhir, tepuk tangan meriah kembali bergema saat Prabowo mengakiri pidatonya. Bahkan, ada sejumlah delegasi melakukan
    standing ovation
    .
    Berikut Pidato Lengkap Prabowo dalam bahasa Inggris:

    His Excellency, Mr. Antonio Guterres, Secretary General of the United Nations. Her ‎Excellency, Madame Annalena Baerbock, President of the United Nations General Assembly. ‎His Excellency, Mr. Morses Abelian, Under-Secretary-General for General Assembly and Management. Excellencies, Heads of States, Heads of Governments, Distinguished ‎Delegates, Ladies and Gentlemen.
    It is indeed a great honor for me to stand in this August General Assembly Hall among leaders and representatives who represent almost all of humanity. We differ in race, religion and nationality, yet we gather together today as one human family. We are here first and foremost, as fellow human beings, each created equal, endowed with unalienable rights to life, liberty and the pursuit of happiness.
    ‎The words of the United Nations Declaration of Independence have inspired democratic movements across continents, including the French Revolution, the Russian Revolution, the Mexican Revolution, the Chinese Revolution, and Indonesia’s own struggle and journey to freedom, it also gave birth to the Universal Declaration of Human Rights adopted by United Nations in 1948, all men are created equal.
    Was the great that opened the way to unprecedented global prosperity and dignity, and yet, in our own era of scientific and technological triumphs, an era capable of ending hunger, poverty and environmental ruin. We also continue to face today, grave, dangerous challenges and uncertainties, human folly fueled by fear, racism, hatred, oppression and apartheid threatens our common future.
    ‎My country knows this, for centuries Indonesians lived under colonial domination, oppression and slavery. We were treated less than dogs in our own homeland. We Indonesians know what it means to be denied justice and what it means to live in apartheid, to live in poverty and to be denied equal opportunity. We also knew what solidarity can do in our struggle for independence, in our fight to overcome hunger, disease and poverty, the United Nations stood with Indonesia and gave us vital assistance.
    Decisions are made here based on human solidarity by the Security Council and The Assembly gave Indonesia independence international legitimacy open doors and supported our early development through the efforts of the United Nations children fund, the United Nations Food and Agriculture Organization, the FAO, the World Health Organization, and many, many other United Nations institutions. And because of that, Indonesia today stands on the cusp of shared prosperity and greater equality and dignity.
    ‎Madam President Excellencies,
    Our world today is driven by conflict, injustice and deepening uncertainty. Everyday we witness suffering, genocide and blatant disregard for international law and human decency. In the face of these challenges, we must not give up, as the United Nations Secretary General said, we cannot give up. We cannot surrender our hopes or our ideals. We must draw closer, not drift apart. Together we must strive to achieve our hopes, our dreams.
    The United Nations was born from the ashes of the Second World War that claimed scores of millions of lives. It was created to secure peace, security, justice and freedom for all. We remain committed to internationalism, to multilateralism and to every effort that strengthens this great institution.
    ‎Today, Indonesia is nearer than ever before to meeting the Sustainable Development Goals of ending extreme poverty and hunger. Because years ago, this very chamber chose to listen and uphold social and economic justice. We will never forget.
    ‎And today we must never be silent while Palestinians are denied that same justice and legitimacy in this very hall.
    Excellencies, to get it is warned the strong do what they can. The weak suffer what they must. We must reject this doctrine. The United Nations exist to reject this doctrine, we must stand for all the strong and the weak. Might cannot be right, right must be right.
    ‎Indonesia today is one of the largest contributors to United Peacekeeping Forces. We believe in the United Nations we will continue to serve where peace needs guardians, not with just words, but with boots on the ground.
    ‎If and when the United Nations Security Council and this great assembly decide, Indonesia is prepared to deploy 20,000 or even more of our sons and daughters to help secure peace in Gaza or elsewhere, in Ukraine, in Sudan, in Libya, everywhere when peace needs to be enforced, peace needs to be guarded, we are ready.
    We will take our share of the burden, not only with our sons and daughters, we are also willing to contribute financially to support the great mission to achieve peace by the United Nations.
    ‎‎Madam President Excellencies,
    ‎I propose to this assembly a message of hope and optimism grounded in action and execution. Today we heard the speech of Madam President, the President of United Nations, General Assembly. Yes, it is true what she said, without the International Civil Aviation Organization. Will we be here today? Will we sit in this great hall without the United Nations? We cannot be safe. No country can feel secure. We need the United Nations and Indonesia will continue to support the United Nations, even though we still struggle, but we know the world needs a strong United Nations.
    The world’s population is growing. Our planet is under strain. Food energy and water insecurity haunt many nations. We choose to answer these challenges directly at home and to help abroad wherever we can.
    ‎This year, Indonesia recorded the highest rice production and grain reserves in our history, we are now self sufficient in rice, and we are starting now to export rice to other nations in need, including providing Rice for Palestine.
    ‎We are building resilient food supply chains, strengthening farmer productivity, investing in climate, smart agriculture, to ensure food security for our children and for the children of the world.
    ‎We are confident in a few years time, Indonesia will be the greenery of the world as the world’s largest island state, we testify before you that we are already experiencing the direct consequences of climate change, particularly the threat of rising sea levels.
    ‎The sea level on the north coast of our capital city is increasing by five centimeters every year. Can you imagine in 10 years? Can you imagine in 20 years? For this, we are forced to build a giant sea wall, 480 kilometers in length. It will take us maybe 20 years. But we have no choice. We have to start now. Therefore we choose to confront climate change, not by slogans, but by immediate steps.
    ‎We are committed to meeting our 2015 Paris Agreement obligations. We aim to achieve net zero emission by 2060 and we are very confident we can achieve net zero emission much earlier.
    ‎We aim to reforest more than 12 million hectares of degraded forest, to reduce forest degradation, to empower local communities with quality Green Jobs for the Future. Indonesia is shifting decisively from fossil fuel based development towards renewable based development. From next year, most of our additional power generation capacity will come from renewables. Our goal is clear, to lift all of our citizens out of poverty and make Indonesia a hut for solutions to food, energy and water security.
    Madam President Excellencies,
    ‎We live in a time when hatred and violence can seem to be the loudest voices, but beneath this loud noise lies a quieter truth that every person longs to be safe, to be respected, to be loved and to leave a better world to their children. Our children are watching. They are learning leadership, not from textbook, but from our choices.
    ‎Today, still a catastrophic situation in Gaza is unfolding before our eyes. At this very moment, the innocent are crying for help. Are crying to be saved. Who will save them? Who will save the innocent? Who will save the old and women. Millions are facing danger at this very moment as we sit here. They are facing trauma. They are facing irreparable damage to their bodies. They are dying of starvation.
    ‎Can we remain silent? Will there be no answer to their screams? Will we teach them that the human family can rise to the challenge?
    ‎Madam President, we must act now. Many speakers have saiimagin. We must stand for multilateral order, where peace, prosperity and progress are not the privilege of a few, but the right of all. With a strong united nations, we can build a world where the weak do not suffer what they must, but live the justice that they deserve.
    ‎Let us continue humanity’s great journey of ideals, the selfless aspirations that created the United Nations. Let us use science to uplift, not use science to destroy. Let rising nations help others to lift themselves. I am convinced that the leaders of the great world civilizations, civilizations of the west of the east, of the north, of the South, Leaders of America, Europe, of India, China, the Islamic world, the whole world, I am convinced they will rise to their role demanded by history.
    We are all hopeful that the leaders of the world will show great statesmanship, great wisdom, restraint, humility, overcome hate, overcome suspicion.
    ‎‎Madam President, distinguished delegates, We are greatly heartened by the events of the last few days where significant leading countries of the world have chosen to side with history, to choose the right side of history, the path of the moral high ground, the path of rectitude, the path of justice, the path of humanity, to shun hatred, to overcome suspicion and to avoid the use of violence. The use of violence will be get violence. No one country can bully the whole community of the human family.
    ‎We may be weak individually, but the sense of oppression, the sense of injustice, has proven in the history of mankind that this sense of injustice, this sense of oppression, will unite into a strong force that will overcome this oppression, that will overcome this injustice.
    ‎To close, I would like to retreat again Indonesia’s complete support for the two state solution in Palestine.
    ‎We must have an independent Palestine, but we must also, we must also recognize, we must also respect, and we must also guarantee the safety and security of Israel. Only then we can have real peace, real peace and no longer hate and no longer suspicion. The only solution is this, two state solution, two descendants of Abraham must live in reconciliation, peace and harmony.
    Arabs, Jews, Muslims, Christians, Hindus, Buddhists, all religions, we must live as one human family. Indonesia is committed to being part of making this vision a reality. Is this a dream? Maybe, but this is the beautiful dream that we must work together towards. Let us work towards this noble goal. Let us continue humanity’s journey of hope, a journey started by our forefathers, a journey that we must complete.
    ‎Thank you”
    .
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ketika Prabowo Perdana Berpidato di Sidang Umum PBB…
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Momen Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, dari Gebrak Meja hingga Dapat "Standing Ovation" Nasional 24 September 2025

    Momen Pidato Prabowo di Sidang Umum PBB, dari Gebrak Meja hingga Dapat “Standing Ovation”
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto kembali mengisi kekosongan Indonesia setelah absen selama 10 tahun di Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), pada Selasa (23/9/2025).
    Sidang Umum ke-80 PBB menjadi momen kembalinya Presiden Republik Indonesia yang hadir langsung di Markas PBB, New York, Amerika Serikat (AS).
    Prabowo menjadi kepala negara ketiga yang diberi kesempatan berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tersebut, setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden AS Donald Trump.
    Apa saja momen Prabowo dalam Sidang Umum PBB tersebut? Berikut rangkuman dari Kompas.com:
    Dalam forum tersebut, Prabowo menyatakan bahwa Indonesia mendukung penuh
    two state solution
    dalam menyelesaikan konflik antara Palestina dan Israel.
    Prabowo menegaskan, Palestina harus segera merdeka dan berdaulat sebagai sebuah negara.
    “Saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina. Kita harus memiliki Palestina yang merdeka. Namun kita juga harus, kita juga harus mengakui, kita juga harus menghormati, dan kita juga harus menjamin keselamatan serta keamanan Israel,” ujar Prabowo.
    Hanya lewat
    two state solution
    atau solusi dua negara, perdamaian dan kemerdekaan untuk Palestina dapat terwujud. Prabowo yakin tidak akan ada kebencian dan kecurigaan lagi jika solusi dua negara ini diterapkan.
    “Hanya dengan demikian kita dapat mewujudkan perdamaian yang sejati, perdamaian yang nyata, tanpa kebencian, tanpa kecurigaan. Satu-satunya solusi adalah solusi dua negara ini,” ujar Prabowo.
    “Dua keturunan Nabi Ibrahim harus hidup dalam rekonsiliasi, perdamaian, dan harmoni. Arab, Yahudi, Muslim, Kristen, Hindu, Buddha, semua agama, kita harus hidup sebagai satu keluarga manusia. Indonesia berkomitmen untuk menjadi bagian dalam mewujudkan visi ini,” sambungnya.
    Sidang Umum PBB juga menjadi momen Prabowo untuk menyampaikan sejumlah pencapaian Indonesia.
    Salah satunya pencapaian cadangan beras dan gabah Indonesia yang tertinggi sepanjang sejarah, yaitu mencapai 4 juta ton. Angka ini adalah yang tertinggi sepanjang sejarah di Indonesia.
    Dia pun mengungkapkan keinginannya untuk mengekspor beras ke negara-negara lain yang membutuhkan, termasuk Palestina.
    Bahkan, Indonesia disebutnya sudah mampu swasembada beras dan tengah membangun rantai pasok pangan yang tangguh. Begitu pun berinvestasi dalam smart agriculture untuk memastikan ketahanan pangan tersebut.
    “Kami yakin dalam beberapa tahun ke depan, Indonesia akan menjadi negara hijau, sebagai negara kepulauan terbesar di dunia,” ujar Prabowo.
    Prabowo juga menceritakan rencana Indonesia membangun tanggul laut raksasa (giant sea wall) sepanjang 480 kilometer sebagai salah satu bentuk mengatasi perubahan iklim (climate change).
    Pembangunan tanggul laut ini, kata Prabowo, menandakan bahwa Indonesia memerangi perubahan iklim bukan dengan slogan semata, melainkan tindakan.
    Indonesia, kata Prabowo, tidak punya pilihan lain selain membangunnya dalam waktu dekat karena perubahan iklim.
    “Mungkin butuh waktu 20 tahun. Tapi, kita tidak punya pilihan. Kita harus mulai sekarang,” ujar Prabowo.
    Dalam forum tersebut, Prabowo tampak berapi-api dan penuh semangat saat menyampaikan pidatonya di hadapan Majelis Umum PBB.
    Terdapat delapan momen Prabowo terpantau sampai menghentakan tangannya ke meja mimbar yang ada di Markas PBB.
    Hentakkan meja pertama Prabowo terjadi ketika dirinya berbicara mengenai Indonesia yang pernah merasakan pahitnya penjajahan.
    Prabowo menyampaikan, rakyat Indonesia ditindas oleh penjajah di Tanah Air mereka sendiri. Dia menyebut, rakyat Indonesia saat itu diperlakukan lebih hina daripada anjing.
    Selanjutnya, Prabowo menghentakkan meja untuk kedua kalinya ketika menyampaikan perjuangan Indonesia dalam meraih kemerdekaan. Selain itu, Indonesia juga tengah berjuang dalam mengatasi kelaparan, penyakit, dan kemiskinan.
    Hentakkan meja selanjutnya terjadi ketika Prabowo memamerkan Indonesia sebagai salah satu penyumbang terbesar Pasukan Penjaga Perdamaian PBB.
    Prabowo menghentakkan meja keempat kalinya ketika menekankan tujuannya sebagai pemimpin Indonesia. Ia mengaku akan mengeluarkan rakyat Indonesia dari jurang kemiskinan.
    “Tujuan kami jelas, yaitu mengeluarkan seluruh warga negara kami dari kemiskinan. Dan menjadikan Indonesia sebagai pusat solusi ketahanan pangan, energi, dan air,” ucap Prabowo.
    Kemudian, Prabowo menghentakkan meja ketika melihat banyak negara yang mulai mengakui Palestina. Indonesia sangat berbesar hati dengan peristiwa tersebut, di mana negara-negara terkemuka di dunia telah memilih untuk berpihak pada sejarah.
    “Memilih sisi sejarah yang benar, jalan moral yang luhur, jalan kebenaran, jalan keadilan, jalan kemanusiaan, menjauhi kebencian, mengatasi kecurigaan, dan menghindari penggunaan kekerasan. Penggunaan kekerasan akan menghasilkan kekerasan. Tidak ada satu negara pun yang dapat menindas seluruh komunitas umat manusia,” tegas Prabowo.
    Hentakkan meja keenam datang ketika Prabowo mengakui bahwa sebuah negara mungkin lemah jika bertindak secara individu.
    Ketujuh, Prabowo menghentakkan meja saat menegaskan kembali dukungan penuh Indonesia terhadap ‘two state solution’ dalam konflik Palestina dan Israel.
    Hentakan terakhir dilakukan Prabowo ketika dia mengajak semua agama untuk bersatu sebagai keluarga.
    “Mari kita berjuang menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para leluhur kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan,” imbuh Prabowo.
    Tepuk tangan mewarnai pernyataan Prabowo ketika berpidato dalam forum tersebut. Setidaknya, terhitung ada delapan kali tepuk tangan, termasuk
    standing ovation
    di akhir pidato Prabowo.
    Dalam beberapa kesempatan, pidato Prabowo pun mendapat apresiasi dari para pemimpin dunia dan delegasi yang hadir.
    Salah satu momen riuh tepuk tangan terdengar saat Prabowo mengutip pemikiran klasik Thucydides dan menegaskan pentingnya keadilan bagi semua bangsa.
    “Thucydides pernah memperingatkan, yang kuat melakukan apa yang mereka bisa, yang lemah menderita apa yang harus mereka tanggung. Kita harus berdiri untuk semua, baik yang kuat maupun yang lemah. Kekuatan tidak bisa dijadikan kebenaran. Kebenaranlah yang harus menjadi kebenaran,” ujar Prabowo disambut tepuk tangan.
    Selain itu, gema tepuk tangan di Markas PBB juga terekam usai Prabowo menyatakan dukungan penuh untuk Palestina.
    Tak hanya sekali, pidato Prabowo soal Palestina kembali mendapat tepuk tangan dari para delegasi, khususnya saat Prabowo menekankan jaminan hak semua pihak.
    “Untuk menutup, saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina,” tegas Prabowo.
    Terakhir, tepuk tangan meriah kembali bergema saat Prabowo mengakhiri pidatonya. Bahkan, ada sejumlah delegasi melakukan berdiri untuk mengapresiasi atau standing ovation kepada Prabowo.
    Pidato Prabowo di PBB ditutup dengan ajakan untuk melanjutkan perjalanan kemanusiaan yang telah dirintis para pendiri bangsa.
    “Mari kita bekerja menuju tujuan mulia ini. Mari kita lanjutkan perjalanan harapan umat manusia, sebuah perjalanan yang dimulai oleh para pendahulu kita, sebuah perjalanan yang harus kita selesaikan. Terima kasih,” tutup Prabowo.
    Sebagai informasi, Sidang Umum PBB pada 23 September 2025, dibuka dengan laporan dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock membuka forum tersebut.
    Tema dari sesi general debate yang bakal diisi dengan pidato dari 16 Kepala Negara itu adalah ”
    Better together: 80 years and more for peace, development and human rights
    ”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Prabowo Ajak Dunia Tolak Doktrin yang Kuat dan yang Lemah di Sidang PBB: Kita Bela Semua
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        24 September 2025

    Prabowo Ajak Dunia Tolak Doktrin yang Kuat dan yang Lemah di Sidang PBB: Kita Bela Semua Nasional 24 September 2025

    Prabowo Ajak Dunia Tolak Doktrin yang Kuat dan yang Lemah di Sidang PBB: Kita Bela Semua
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Presiden RI Prabowo Subianto mengajak para petinggi negara dan delegasi di Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk menolak doktrin si kuat dan si lemah.
    Prabowo menekankan, PBB hadir untuk menghapus doktrin tersebut.
    “Yang kuat melakukan apa yang mereka bisa. Yang lemah menanggung apa yang harus mereka tanggung. Kita harus menolak doktrin ini. Perserikatan Bangsa-Bangsa ada untuk menolak doktrin ini,” kata Prabowo dalam pidatonya di Gedung Sekretariat PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025).
    Prabowo mengajak semua pihak untuk membela yang kuat dan lemah, selama ada kebenaran di sana. Namun Prabowo juga mengingatkan, pihak yang kuat tidak selalu benar. 
    “Kita harus membela semua yang kuat dan yang lemah. Yang kuat belum tentu benar. Yang benar harus benar,” ucapnya.
    Dalam kesempatan ini, Kepala Negara juga menceritakan situasi di Indonesia yang kini semakin bebas dari kelaparan dan kemiskinan ekstrem.
    Menurut Prabowo, hal ini tidak terlepas dari peran PBB yang memilih untuk mendengarkan dan menegakkan keadilan.
    “Karena bertahun-tahun yang lalu, PBB ini memilih untuk mendengarkan dan menegakkan keadilan sosial dan ekonomi. Kita tidak akan pernah lupa,” tuturnya.
    Oleh karena itu, ia mendorong semua negara untuk tidak tinggal diam dengan situasi di Palestina.
    “Hari ini, kita tidak boleh diam sementara rakyat Palestina ditiadakan keadilan dan legitimasi yang sama di aula ini,” kata Prabowo diiringi tepuk tangan para petinggi dan delegasi negara yang hadir.
    Diketahui, Prabowo menjadi Presiden ketiga yang diberi kesempatan berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tersebut. Prabowo berpidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
    Sementara itu, Sidang Majelis Umum ke-80 PBB pada 23 September 2025, dibuka dengan pidato dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres.
    Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock. Tema dari sesi general debate yang bakal diisi dengan pidato dari 16 Kepala Negara itu adalah “Better together: 80 years and more for peace, development and human rights”.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Tepuk Tangan Bergema di Sidang PBB Saat Prabowo Ajak Semua Negara Tidak Diam atas Palestina
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 September 2025

    Tepuk Tangan Bergema di Sidang PBB Saat Prabowo Ajak Semua Negara Tidak Diam atas Palestina Nasional 23 September 2025

    Tepuk Tangan Bergema di Sidang PBB Saat Prabowo Ajak Semua Negara Tidak Diam atas Palestina
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden RI Prabowo Subianto mendapat tepuk tangan saat mengajak delegasi negara yang hadir dalam Sidang Umum Persatuan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk tidak diam dengan situasi yang ada di Palestina.
    “Hari ini, kita tidak boleh diam sementara rakyat Palestina ditolak, keadilan dan legitimasi yang sama di aula ini,” kata Prabowo saat berpidato di Gedung Sekretariat PBB, New York, Amerika Serikat, Selasa (23/9/2025).
    Para petinggi dan delegasi negara yang hadir bertepuk tangan mendengar ucapan Prabowo.
    Prabowo pun  menekankan dukungan Indonesia terhadap solusi dua negara (two-state solution) di Palestina.
    Dia menegaskan, Indonesia mendukung kemerdekaan Palestina.
    “Saya ingin kembali menegaskan dukungan penuh Indonesia terhadap solusi dua negara di Palestina,” ucap Prabowo yang kembali disambut tepuk tangan.
    “Kita harus memiliki Palestina yang merdeka, tetapi kita juga harus mengakui, kita harus menghormati, dan kita harus menjamin keselamatan dan keamanan Israel. Hanya dengan begitu kita dapat mencapai perdamaian sejati,” ucapnya lagi.
    Diketahui, Prabowo menjadi Presiden ketiga yang diberi kesempatan berpidato dalam Sidang Majelis Umum ke-80 PBB tersebut. Prabowo berpidato setelah Presiden Brasil Luiz Inácio Lula da Silva dan Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump.
    Sementara itu, Sidang Majelis Umum ke-80 PBB pada 23 September 2025, dibuka dengan pidato dari Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres.
    Lalu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock. Tema dari sesi general debate yang bakal diisi dengan pidato dari 16 Kepala Negara itu adalah
    “Better together: 80 years and more for peace, development and human rights.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Ini 12 Kepala Negara yang Berpidato di Sidang Umum PBB, Prabowo Setelah Trump
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        23 September 2025

    Ini 12 Kepala Negara yang Berpidato di Sidang Umum PBB, Prabowo Setelah Trump Nasional 23 September 2025

    Ini 12 Kepala Negara yang Berpidato di Sidang Umum PBB, Prabowo Setelah Trump
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Presiden Prabowo Subianto menjadi kepala negara urutan ketiga yang akan menyampaikan pidato dalam sesi pagi Sidang Umum ke-80 Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), di Markas Besar PBB, New York, Amerika Serikat (AS).
    Prabowo akan berpidato setelah Presiden AS Donald Trump yang ditempatkan pada urutan kedua Sidang Umum PBB.
    Dikutip dari laman resmi PBB, Sidang Umum ke-80 PBB akan dibuka oleh Sekretaris Jenderal PBB, António Guterres. Setelah itu, Presiden Sidang Umum ke-80 PBB, Annalena Baerbock akan menyampaikan pidato pembukaannya.
    Setelah keduanya, kepala negara dari 12 negara akan menyampaikan pidatonya pada sesi pagi Sidang Umum PBB. Berikut daftarnya yang dikutip dari laman resmi PBB:
    Sebelum Sidang Umum PBB, Prabowo menyampaikan sikap Indonesia yang mendukung kemerdekaan dan kedaulatan Palestina.
    Dukungan tersebut disampaikan saat berpidato pada Konferensi Tingkat Tinggi Perserikatan Bangsa-Bangsa (KTT PBB) soal solusi dua negara untuk Palestina dan Israel.
    “Kita harus menjamin kenegaraan Palestina, tetapi Indonesia juga menyatakan bahwa setelah Israel mengakui kemerdekaan dan kenegaraan Palestina, Indonesia akan segera mengakui negara Israel dan kami akan mendukung segala jaminan keamanan bagi Israel,” ujar Prabowo dalam pidatonya, Selasa (23/9/2025).
    Prabowo menyatakan, sikap tersebut konsisten dengan perjalanan Indonesia yang terus menawarkan solusi dua negara atau two state solution untuk mengakhiri konflik Israel-Palestina.
    “Kami mengutuk segala bentuk kekerasan terhadap warga sipil tak berdosa, oleh karena itu, Indonesia sekali lagi menegaskan kembali komitmennya terhadap solusi dua negara dalam masalah Palestina. Hanya solusi dua negara inilah yang akan membawa perdamaian,” ujar Prabowo.
    “Kita harus menghentikan bencana kemanusiaan di Gaza. Mengakhiri perang harus menjadi prioritas utama kita. Kita harus mengatasi kebencian, ketakutan, kita harus mengatasi kecurigaan. Kita harus mencapai perdamaian yang dibutuhkan umat manusia. Kami siap mengambil bagian dalam perjalanan menuju perdamaian ini,” sambungnya.
    Prabowo berbicara usai Presiden Turkiye Recep Tayyip Erdogan, Presiden Brazil Luiz Inacio Lula Da Silva, dan Presiden Portugal Marcelo Rebelo de Sousa.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.