Tag: Andy Yentriyani

  • Komnas Perempuan Nilai Ahmad Dhani Hanya Menempatkan Perempuan Sekadar Pelayan Seksual Suami

    Komnas Perempuan Nilai Ahmad Dhani Hanya Menempatkan Perempuan Sekadar Pelayan Seksual Suami

    Andy menegaskan, pernyataan Ahmad Dhani yang bernada seksis bertentangan dengan komitmen Indonesia untuk kesetaraan dan keadilan gender. Komitmen itu juga sudah diatur dalam Undang-undang Nomor 7 Tahun 1984 terkait penetapan ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW) dan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs) Tujuan 5.

    CEDAW mengamanatkan para pejabat publik termasuk pembuat kebijakan di negara agar menahan diri untuk tidak melakukan diskriminasi terhadap perempuan dan mengambil langkah strategis untuk menghapuskan diskriminasi tersebut.

    “Mengingat bahwa pernyataan AD berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencederai citra, kehormatan dan kewibawaan DPR RI, khususnya Komisi X yang juga mengawal bidang pendidikan, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk memeriksa kasus ini lebih lanjut,” kata Andy Yentriyani.

    Komnas Perempuan juga menganggap pernyataan suami penyanyi dan anggota DPR, Mulan Jameela itu merendahkan martabat Indonesia dan menjurus ke rasis. Penilaian itu lantaran seolah bahwa kualitas pesepakbola dari luar negeri pasti lebih baik daripada pemain lokal.

    “Kalimat rasis tampak dalam penekanan agar naturalisasi tidak kepada yang ‘bule’ karena ras Eropa yang berbeda,” jelasnya.

    Pernyataan Ahmad Dhani sebagai anggota dewan membuat Komnas Perempuan menilai DPR tidak serius melakukan tugas sebagai wakil rakyat.

    Oleh karena itu, MKD perlu melakukan pemeriksaan terhadap Ahmad Dhani untuk memperkuat kewibawaan DPR dengan memastikan peristiwa serupa tidak berulang kembali.

  • Eks Menteri hingga Komnas Perempuan Kecam Ide Naturalisasi Ahmad Dhani

    Eks Menteri hingga Komnas Perempuan Kecam Ide Naturalisasi Ahmad Dhani

    Jakarta, Beritasatu.com – Berbagai elemen masyarakat mulai dari mantan menteri, anggota DPD, hingga Komnas Perempuan mengecam ide naturalisasi Ahmad Dhani yang dianggap kebablasan. Ide ini dinilai melecehkan perempuan dan merendahkan nasionalisme.

    Diketahui, dalam rapat dengar pendapat DPR Komisi X dengan Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) serta PSSI pada Rabu (5/3/2025), Ahmad Dhani mengusulkan agar pemain sepak bola asing berusia di atas 40 tahun yang akan dinaturalisasi dijodohkan dengan warga negara Indonesia (WNI).

    “Pemain bola di atas 40 tahun yang mau dinaturalisasi dan mungkin yang duda, kita carikan jodoh di Indonesia,” kata Dhani dalam rapat tersebut. Menurutnya, pernikahan ini dapat menghasilkan keturunan berbakat sepak bola yang nantinya bisa memperkuat tim nasional Indonesia.

    Ide Naturalisasi Ahmad Dhani kemudian tersiar luas dan langsung menuai respons negatif karena dianggap tidak pantas. Bahkan, mantan Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti ikut berkomentar.

    “Apa yang dikatakan seseorang mencerminkan apa isi kepalanya,” tulis Susi Pudjiastuti singkat melalui akun X miliknya.

    Anggota DPD asal Bali, Niluh Djelantik, juga ikut mengkritik Ahmad Dhani. Senada dengan Susi Pudjiastuti, ia menyayangkan pernyataan Ahmad Dhani tersebut.

    “Halo @ahmaddhaniofficial, mohon jangan diulangi lagi pernyataan yang merendahkan martabat perempuan. Urusan lahir, jodoh, dan mati di tangan Tuhan,” ujar Niluh.

    Senator tersebut mengingatkan Ahmad Dhani untuk tidak ikut campur dalam masalah jodoh pemain naturalisasi, karena tugasnya di DPR RI adalah mewakili rakyat.

    “Jalankan saja tugasmu sebagai wakil rakyat, perjuangkan hak mereka melalui UU dan kebijakan. Urusan jodoh biar mereka yang atur,” tuturnya.

    Terbaru, Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) juga mengecam pernyataan bernada seksis yang disampaikan oleh Ahmad Dhani. Pernyataan tersebut dinilai melecehkan perempuan, merendahkan martabat bangsa, serta mengandung unsur rasisme.

    “Komnas Perempuan mengecam pernyataan anggota DPR Ahmad Dhani. Pernyataannya merendahkan perempuan dengan menempatkan mereka hanya sebagai alat reproduksi dan pelayan seksual bagi suami,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani.

    Menurut Andy, pernyataan seksis semacam ini bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan serta keadilan gender. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), serta selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 5 mengenai kesetaraan gender.

    CEDAW menegaskan bahwa pejabat publik, termasuk pembuat kebijakan, memiliki tanggung jawab untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif terhadap perempuan serta mengambil langkah konkret guna menghapuskan segala bentuk diskriminasi.

    Ide Naturalisasi Ahmad Dhani dinilai berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencoreng citra DPR, serta merusak kehormatan dan kredibilitas Komisi X yang juga membidangi sektor pendidikan. Oleh karena itu, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk menindaklanjuti permasalahan ini.

  • Kecam Usulan Ahmad Dhani, Komnas Perempuan Minta MKD Bertindak

    Kecam Usulan Ahmad Dhani, Komnas Perempuan Minta MKD Bertindak

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Nasional Anti Kekerasan terhadap Perempuan (Komnas Perempuan) mengecam pernyataan bernada seksis yang disampaikan oleh anggota DPR Ahmad Dhani. Pernyataan tersebut dinilai melecehkan perempuan, merendahkan martabat bangsa, serta mengandung unsur rasisme.

    “Komnas Perempuan mengecam pernyataan anggota DPR Ahmad Dhani. Pernyataannya merendahkan perempuan dengan menempatkan mereka hanya sebagai alat reproduksi dan pelayan seksual bagi suami,” ujar Ketua Komnas Perempuan, Andy Yentriyani, saat dikonfirmasi di Jakarta, Kamis (6/3/2025) dikutip dari Antara.

    Menurut Andy, pernyataan seksis semacam ini bertentangan dengan komitmen Indonesia dalam mewujudkan kesetaraan serta keadilan gender. Hal ini telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 7 Tahun 1984 tentang ratifikasi Konvensi Penghapusan Segala Bentuk Diskriminasi terhadap Perempuan (CEDAW), serta selaras dengan Tujuan Pembangunan Berkelanjutan (SDGs), khususnya Tujuan 5 mengenai kesetaraan gender.

    CEDAW menegaskan pejabat publik, termasuk pembuat kebijakan, memiliki tanggung jawab untuk tidak melakukan tindakan diskriminatif terhadap perempuan serta mengambil langkah konkret guna menghapuskan segala bentuk diskriminasi.

    “Mengingat pernyataan Ahmad Dhani berpotensi melanggar hak asasi perempuan, mencoreng citra DPR, serta merusak kehormatan dan kredibilitas Komisi X yang juga membidangi sektor pendidikan, Komnas Perempuan mendorong Majelis Kehormatan Dewan (MKD) untuk menindaklanjuti permasalahan ini,” kata Andy Yentriyani.

    Sebelumnya, Ahmad Dhani mengusulkan agar naturalisasi pemain sepak bola diperluas bagi mereka yang berusia di atas 40 tahun dan berstatus duda. Ia berpendapat para pemain tersebut sebaiknya dinikahkan dengan perempuan Indonesia agar dapat menghasilkan keturunan “Indonesian born” yang memiliki keterampilan sepak bola lebih baik.

    Pernyataan tersebut kemudian diperkuat dengan usulan jika pemain sepak bola yang dinaturalisasi beragama Islam, mereka diperbolehkan menikahi hingga empat perempuan. Pernyataan kontroversial ini disampaikan Ahmad Dhani dalam rapat kerja Komisi X DPR pada Rabu (5/3/2025).

  • Jumlah Women Crisis Center Menurun Saat Kekerasan Perempuan Marak

    Jumlah Women Crisis Center Menurun Saat Kekerasan Perempuan Marak

    Jakarta, Beritasatu.com – Meskipun kasus kekerasan terhadap perempuan di Indonesia semakin marak, jumlah Women Crisis Center (WCC) justru mengalami penurunan. Fenomena ini mendapat perhatian dari Yayasan Sosial Indonesia untuk Kemanusiaan (IKa), yang menyatakan bahwa hal ini perlu segera dibenahi.

    “Saat ini, sudah ada lebih dari 4.500 universitas yang memiliki satuan tugas (satgas) anti kekerasan, banyak pula undang-undang yang mengatur tentang kekerasan terhadap perempuan, tetapi jumlah Women Crisis Center malah menurun. Ini kan aneh,” ungkap Sita Supomo, Direktur Eksekutif IKa, Jakarta, Sabtu (14/12/2024).

    Komnas Perempuan mencatat adanya kemajuan dalam hal legislasi terkait perlindungan perempuan, terutama setelah pengesahan Undang-Undang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (UU TPKS) pada Tahun 2022. UU ini memberikan perlindungan hukum bagi korban kekerasan seksual, termasuk kekerasan seksual online. Meski demikian, mereka menilai masih banyak yang perlu diperbaiki, termasuk dengan membuat aturan turunan yang memfasilitasi korban.

    “Walaupun sudah ada UU yang melingkupi kasus kekerasaan pada perempuan, masih ada UU lain yang masih belum disahkan selama bertahun-tahun. Ditambah dengan jumlah kasus yang tetap tinggi,” ujar Andy Yentriyani, Ketua Komnas Perempuan.

    Lebih lanjut, Andy menyoroti bahwa Rancangan Undang-Undang Perlindungan Pekerja Rumah Tangga, yang telah menunggu pengesahan selama hampir dua dekade, masih belum juga disahkan.

    “Ini sangat memprihatinkan, mengingat sektor pekerja rumah tangga banyak sekali melibatkan perempuan yang rentan menjadi korban kekerasan,” Andy menambahkan.

    Komnas Perempuan juga mengungkap angka yang sangat mencemaskan, yaitu setiap jam ada setidaknya 33 perempuan yang menjadi korban kekerasan di Indonesia.

    Kekerasan ini bisa terjadi di rumah, sekolah, tempat kerja, atau bahkan di ruang publik. Sayangnya, banyak korban yang tidak melapor, sehingga angka yang tercatat jauh lebih sedikit dibanding kenyataannya.

    Sebagai respons terhadap kondisi tersebut, IKa membuka penggalangan dana untuk mendirikan lebih banyak Women Crisis Center (WCC) di berbagai daerah. WCC sangat dibutuhkan untuk memberikan fasilitas dan pendampingan kepada perempuan korban kekerasan dan pelecehan, serta membantu mereka mendapatkan akses terhadap layanan hukum dan kesehatan.

    Selain itu, delegasi Uni Eropa (EU) untuk Indonesia juga mendukung kampanye Komnas Perempuan dalam melawan kekerasan berbasis gender. Salah satunya adalah kampanye global “16 Hari Anti Kekerasan Terhadap Perempuan” yang telah dilaksanakan sejak 25 November hingga 10 Desember setiap tahunnya. Kampanye ini bertujuan untuk meningkatkan kesadaran publik mengenai isu kekerasan terhadap perempuan dan kesetaraan gender.