Tag: Amran Sulaiman

  • Proyeksi kerugian negara Rp2 triliun akibat oplosan beras SPHP

    Proyeksi kerugian negara Rp2 triliun akibat oplosan beras SPHP

    Sumber foto: Antara/elshinta.com.

    Mentan: Proyeksi kerugian negara Rp2 triliun akibat oplosan beras SPHP
    Dalam Negeri   
    Editor: Sigit Kurniawan   
    Senin, 30 Juni 2025 – 14:23 WIB

    Elshinta.com – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memproyeksikan kerugian negara akibat praktik pengoplosan beras subsidi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium mencapai Rp2 triliun per tahun.

    Mentan yang ditemui seusai Hari Krida Pertanian, di Jakarta, Senin, mengungkapkan modus itu dilakukan dengan mengambil 80 persen beras SPHP bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium yang dijual dengan harga lebih tinggi di pasar tanpa mekanisme pengawasan yang efektif.

    Menurutnya, program beras SPHP seharusnya menjamin harga beras lebih murah, karena disubsidi Rp1.500 hingga Rp2.000 per kilogram, namun sebagian besar beras justru tidak sampai ke konsumen yang berhak.

    Dari estimasi 1 juta ton beras yang diduga dioplos, pelaku memperoleh keuntungan selisih harga hingga Rp2.000 per kilogram yang jika dikalikan total volume beras yang didistribusikan bisa menghasilkan potensi kerugian negara Rp2 triliun per tahun.

    “Yang dipajang adalah 20 persen, yang 80 persen (beras SPHP) dioplos jadi premium, naik 2.000 persen, kalau 1,4 juta ton beras (SPHP) kali 80 persen (yang dioplos) itu 1 juta ton beras, 1 juta ton kali Rp2.000 (subsidi) itu Rp2 triliun kerugian negara satu tahun,” kata Mentan.

    Ia menjelaskan hanya 20 persen beras SPHP yang dipajang dan dijual sesuai ketentuan, sedangkan sisanya masuk ke jalur distribusi ilegal dan diperjualbelikan seperti beras komersial biasa.

    Kerugian negara itu diperparah dengan distribusi SPHP yang dilakukan saat panen raya, memperburuk harga di tingkat petani dan membuka ruang besar bagi spekulan memainkan suplai pasar beras.

    Mentan menyebut Satgas Pangan telah turun ke lapangan menyelidiki temuan itu dan mendorong penguatan pengawasan, agar subsidi tidak lagi dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan pribadi.

    “Itu Satgas Pangan sudah turun. Itu SPHP menurut laporan dari bawah, pengakuan mereka. Ini tim yang bekerja secara tertutup, itu 80 persen (beras SPHP) dioplos,” kata Mentan pula.

    Beras SPHP yang seharusnya didistribusikan sesuai standar justru dibongkar, dikemas ulang, dan dipasarkan dengan harga medium atau premium, padahal produk tersebut masih dalam skema Program SPHP.

    Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku usaha distribusi beras untuk tidak bermain-main dengan program SPHP, karena jika terbukti melakukan kecurangan, akan ada sanksi yang dijatuhkan sesuai hukum berlaku.

    Meski begitu, Mentan tidak menjelaskan lebih rinci mengenai tempat atau lokasi terjadinya pengoplosan beras SPHP ke premium. Namun, saat ini tengah didalami Satgas Pangan Polri.

    Sumber : Antara

  • Negara Rugi Rp 2 Triliun

    Negara Rugi Rp 2 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Di tengah meningkatnya produksi, dunia perberasan nasional menghadapi masalah serius. 

    Setelah ditemukan dugaan kecurangan perdagangan beras yang merugikan konsumen hingga Rp 99,35 triliun, kini terungkap praktik pengoplosan beras subsidi Stabilisasi Pasokan dan Harga Pangan (SPHP) menjadi beras premium.

    Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman memproyeksikan kerugian negara akibat praktik pengoplosan beras subsidi itu mencapai Rp 2 triliun per tahun. 

    “Modusnya mengambil 80% beras SPHP bersubsidi dan mengoplosnya menjadi beras premium yang dijual dengan harga lebih tinggi di pasar tanpa mekanisme pengawasan yang efektif,” katanya saat peringatan Hari Krida Pertanian, di Jakarta, Senin 30 Juni 2025.

    Mentan mengatakan, program beras SPHP seharusnya menjamin harga beras lebih murah, karena disubsidi Rp 1.500 hingga Rp 2.000 per kilogram. Namun, sebagian besar beras justru tidak sampai ke konsumen yang berhak.

    Dari estimasi 1 juta ton beras yang diduga dioplos, pelaku memperoleh keuntungan selisih harga hingga Rp 2.000 per kilogram yang jika dikalikan total volume beras yang didistribusikan bisa menghasilkan potensi kerugian negara Rp 2 triliun per tahun.

    “Yang dipajang adalah 20%, yang 80% (beras SPHP) dioplos jadi premium, naik 2.000%, kalau 1,4 juta ton beras (SPHP) kali 80% (yang dioplos) itu 1 juta ton beras, 1 juta ton kali Rp 2.000 (subsidi) itu Rp 2 triliun kerugian negara satu tahun,” kata Mentan.

    Amran menjelaskan, hanya 20% beras SPHP yang dipajang dan dijual sesuai ketentuan, sedangkan sisanya masuk ke jalur distribusi ilegal dan diperjualbelikan seperti beras komersial biasa. 

    Kerugian negara diperparah dengan distribusi SPHP yang dilakukan saat panen raya, memperburuk harga di tingkat petani dan membuka ruang besar bagi spekulan memainkan suplai pasar beras.

    Dikatakan Amran, Satgas Pangan telah turun ke lapangan menyelidiki temuan itu dan mendorong penguatan pengawasan, agar subsidi tidak lagi dimanfaatkan oleh oknum untuk meraup keuntungan pribadi. 

    “Itu Satgas Pangan sudah turun. Itu SPHP menurut laporan dari bawah, pengakuan mereka. Ini tim yang bekerja secara tertutup, itu 80% (beras SPHP) dioplos,” kata Mentan.

    Disebutkan Amran, beras SPHP yang seharusnya didistribusikan sesuai standar justru dibongkar, dikemas ulang, dan dipasarkan dengan harga medium atau premium, padahal produk tersebut masih dalam skema Program SPHP.

    Pemerintah mengingatkan seluruh pelaku usaha distribusi beras untuk tidak bermain-main dengan program beras SPHP, karena jika terbukti melakukan kecurangan, akan ada sanksi yang dijatuhkan sesuai hukum berlaku.

    Satgas panggil 212 produsen beras

    Pada kesempatan itu, Amran juga menyampaikan Satuan Tugas Pangan (Satgas Pangan) mulai Senin (30/6/2025) memanggil 212 produsen merek beras yang nakal, diduga melakukan praktik perdagangan tidak sesuai aturan. 

    Pemanggilan tersebut dilakukan, menyusul temuan dugaan pelanggaran dalam distribusi dan penjualan beras premium oleh sejumlah produsen besar.

    Menurut dia, upaya itu merupakan bagian dari langkah korektif guna menertibkan tata niaga beras agar tidak merugikan konsumen dan petani sebagai pelaku utama sektor pangan. 

    “Mau Indonesia lumpuh pangan? Mau? Kita harus luruskan. Kita harus bereskan. Mafia-mafia yang bergerak di sektor pangan. Tidak boleh kita biarkan,” katanya.

    Amran berkomitmen membela petani dan menjaga kepentingan rakyat, sembari menyatakan siap menghadapi risiko demi tegaknya kedaulatan pangan Indonesia. 

    “Aku tahu ini risikonya besar. Kami mulai diserang. Tidak masalah, jiwa ragaku untuk Merah Putih. Kami siap untuk Merah Putih. Kami tidak peduli, yang penting kami di posisi membela rakyat Indonesia, membela petani Indonesia,” katanya. (*)

  • Mentan Amran Bongkar Ada yang Tak Suka RI Swasembada Pangan, Siapa?

    Mentan Amran Bongkar Ada yang Tak Suka RI Swasembada Pangan, Siapa?

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman mengaku ada pihak yang tidak senang jika Indonesia bisa swasembada pangan. Adapun menurutnya, pihak yang tidak senang dengan swasembada pangan yakni pihak importir.

    “Ada pihak yang tidak senang jika kita swasembada pangan, yakni importir. Mereka sudah bangun gudang puluhan tahun, sudah bangun infrastruktur, sudah punya langganan, sudah punya kapal, dan pegawai,” kata Amran saat memberikan paparannya di acara Hari Krida Pertanian di Gedung Kementerian Pertanian, Senin (30/6/2025).

    Amran menambahkan bahwa mereka tidak senang Indonesia swasembada pangan yakni karena potensi keuntungan yang didapat bisa berkurang drastis.

    “Tentu mereka tidak senang, karena kalau sekarang bisa untung triliunan dalan satu hingga dua bulan, sedangkan nanti ketika sudah bisa swasembada pangan, mereka tidak bisa meraup keuntungan besar lagi,” tambahnya.

    Menurutnya, ada importir yang juga bermain curang dalam pasokan beras. Namun yang utama, banyak negara luar yang tidak suka Indonesia swasembada pangan karena Indonesia tak lagi menjadi importir terbesar.

    “Tidak ada satupun negara luar yang ingin Indonesia swasembada pangan, terutama beras, karena jika Indonesia lakukan ini, harga pangan bisa turun drastis, karena Indonesia tak lagi impor beras hingga 7 juta ton,” ujarnya.

    Amran pun berterima kasih kepada para penyuluh, petani, dan kepala dinas yang dapat mengurangi impor dan membuat harga pangan global turun.

    “Para petani, penyuluh, kepala dinas, kalian pahlawan pangan kita, berkat kalian, harga pangan global bisa tertekan. Bapak Presiden (Prabowo) pun berterima kasih kepada bapak-bapak,” pungkasnya.

    (chd/wur)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Praktik Kecurangan Perdagangan Beras oleh Pengusaha Rugikan Konsumen Rp 99,35 Triliun

    Praktik Kecurangan Perdagangan Beras oleh Pengusaha Rugikan Konsumen Rp 99,35 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkap adanya dugaan praktik kecurangan dalam perdagangan beras yang menyebabkan kerugian konsumen hingga Rp99,35 triliun akibat manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi. Pemerintah memberi waktu 14 hari ke depan untuk para pengusaha agar berbenah dan tidak melakukan kecurangan serupa. 

     

    “Apabila hal itu masih ditemukan, maka segera tidak tegas secara hukum yang berlaku,” ungkap Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman dalam keterangan di Jakarta, Minggu (29/6/2025).

     

    “Mulai hari ini kami minta berbenah, tidak lagi menjual harga beras di atas HET, periksa mereknya masing-masing bila tidak turun berhadapan dengan pemerintah. Dua minggu ke depan itu (harus) sudah sesuai standar,” katanya.

     

    Mentan mengatakan, pihaknya pada awalnya menemukan adanya anomali soal perberasan. Padahal produksi padi saat ini lagi tinggi secara nasional, bahkan tertin8ggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok hingga saat ini mencapai 4,15 juta ton.

     

    “Ini ada anomali, kita cek bersama di pasar 10 provinsi, kota besar Indonesia. Kami cek, mulai mutu kualitas, timbangannya, beratnya dan seterusnya. Ternyata ada yang tidak pas, termasuk HET (harga eceran tertinggi),” kata Amran.

     

    Atas kondisi itu, Kementan bersama Badan Pangan Nasional (Bapanas), Satgas Pangan, Kejaksaan hingga Kepolisian turun langsung ke lapangan untuk melakukan pengecekan terkait hal tersebut.

    Hasilnya, pada beras premium dengan sampel 136 ditemukan 85,56 persen tidak sesuai dan 14,4 persen sesuai ketentuan; lalu 59,78 persen tidak sesuai HET dan 40,22 sesuai HET; serta 21,66 persen tidak seusai berat kemasan dan yang sesuai 78,14 persen.

     

    Pada beras medium dengan sampel 76 merek ditemukan 88,24 persen tidak sesuai mutu beras sedangkan sisanya sesuai; lalu 95,12 persen tidak sesuai HET dan 4,88 persen sesuai; serta 9,38 persen tidak seusai dan 90,63 persen di antaranya telah sesuai.

     

    Mentan menuturkan, untuk memastikan akurasi dalam pengecekan di lapangan, pihaknya menggunakan 13 laboratorium yang ada di 10 provinsi. “Kita gunakan lab karena kita tidak ingin salah, kita tidak ingin ceroboh sehingga kami menggunakan 13 lab di 10 provinsi. Kita tidak ingin salah dalam menyampaikan informasi, karena ini sangat sensitif. Jadi potensi kerugian kita Rp 99,35 triliun. Dan inilah hasil kita bersama, hasil tim turun ke lapangan,” ujarnya.

     

    Pengambilan sampel dilakukan sejak 6-23 Juni 2025 terkumpul 268 sampel beras dari berbagai titik di 10 provinsi, yakni Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan tempat penjual beras di Jabodetabek; lalu pasar dan tempat penjual beras di Sulawesi Selatan. Pasar dan tempat penjual beras di Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara; Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta; Jawa Barat.

     

    YLKI minta pemerintah tindak tegas

     

    Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Niti Emiliana meminta pemerintah menindak tegas praktik kecurangan penjualan beras yang tidak sesuai standar sehingga merugikan konsumen hingga Rp99,35 triliun per tahun. 

     

    Dikatakan, ancaman pidana menanti apabila beras yang diproduksi tidak sesuai dengan standar. Pelaku usaha terancam melanggar Pasal 8 UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen dengan ancaman pidana lima tahun dan denda Rp2 miliar.

     

    “Perbuatan oknum penjual beras yang tidak sesuai dengan standar akan menurunkan kepercayaan konsumen terhadap kualitas beras di pasaran sehingga harus dapat dijelaskan pada konsumen terhadap kualitas dan kuantitas atas komoditi beras yang dijual di pasaran,” kata Niti.

     

    Atas temuan itu, dia mendorong Kementerian Perdagangan melakukan revisi UU Perlindungan Konsumen Nomor 8 Tahun 1999 atau melengkapinya aturan hukum dengan sanksi yang ketat terhadap komoditi esensial atau komoditi penting bagi kehidupan bangsa. Ini termasuk di antaranya bahan pangan.

     

    Diungkapkan, konsumen berhak memperoleh komoditas esensial dengan harga wajar, kualitas terjamin, dan distribusi lancar, sehingga kebutuhan pokok tetap tersedia dan tidak menimbulkan keresahan akibat kelangkaan atau harga tinggi.

     

    Pengawasan ketat terhadap peredaran beras di pasaran sangat penting untuk memastikan kesesuaian kualitas dan kuantitas, serta penegakan sanksi kepada pelaku usaha yang melanggar standar mutu yang berlaku.

     

    YLKI juga mendorong adanya posko pengaduan konsumen terkait produk beras yang tidak sesuai dengan standar, selain itu YLKI juga membuka ruang pengaduan bagi konsumen mengenai permasalahan beras di pasaran. “Hal ini akan menjadi bahan evaluasi yang akan diserahkan kepada pemangku kepentingan,” kata Niti. ***

  • Bos Bapanas Wanti-wanti Pengusaha Beras Jangan Sunat Isi Kemasan

    Bos Bapanas Wanti-wanti Pengusaha Beras Jangan Sunat Isi Kemasan

    Jakarta

    Kepala Badan Pangan Nasional (Bapanas) Arief Prasetyo Adi meminta pelaku usaha perberasan nasional untuk menaati ketentuan label sesuai dengan isi kemasan. Hal ini imbas dari temuan ratusan merek beras medium dan premium yang tak sesuai dengan mutu serta takaran.

    Arief mendorong ke pelaku usaha melakukan tera ulang secara berkala terhadap timbangannya. Keakuratan berat dan volume beras dalam kemasan harus sangat diperhatikan. Jangan sampai seperti kasus MinyaKita tak sesuai takaran kembali terjadi.

    “Untuk tera berkala itu penting. Kalau di supermarket itu pasti wajib, baik timbangan digital maupun manual. Timbangan harus akurat. Kalau waktu Lebaran lalu, itu sempat terjadi MinyaKita tak sesuai takaran 1 liter, ternyata hanya 0,8 atau 0,9 liter saja. Itu tidak boleh terjadi lagi,” kata Arief dalam keterangannya, Minggu (29/6/2025).

    Arief menjelaskan Satgas Pangan Polri akan mengusut tuntas kasus kecurangan beras. Pemerintah pun memberikan waktu dua pekan agar pelaku usaha membenahi kembali produknya sesuai dengan aturan.

    “Untuk label pada produk beras, itu maksudnya harus sesuai. Kalau tertera 5 kilo, tolong beratnya jangan kurang dari 5 kilo. Mengurangi timbangan itu tidak boleh. Menurut Brigjen Pol Helfi dari Satgas Pangan Polri itu termasuk pidana. Jadi tidak boleh mengurangi timbangan,” tambah Arief.

    Arief menjelaskan syarat mutu beras premium harus mempunyai kadar air maksimal 14%. Apabila tidak sesuai dengan mutu, hasil tanakan dari beras itu akan cepat basi.

    Arief juga meminta para pelaku usaha beras segera melakukan evaluasi terhadap produknya. Jika belum mendapatkan izin edar Pangan Segar Asal Tumbuhan (PSAT), Arief pun menjamin pendaftaran untuk itu, tidak membutuhkan waktu yang lama karena Otoritas Kompeten Keamanan Pangan Daerah (OKKPD) telah ada di seluruh provinsi.

    “Perlu juga registrasi PSAT karena ini bagian dari kontrol bersama dinas pangan di seluruh Indonesia. Jadi silahkan registrasikan bagi yang belum dan ini sangat mudah. Tidak sampai hitungan 2 sampai 5 hari. Dalam sehari itu bisa kita cek. Ini juga supaya ada traceability, sehingga pemerintah bisa menjamin keamanan pangan bagi masyarakat sebagai konsumen,” terang Arief.

    Di sisi lain, pihaknya juga memastikan edukasi dan sosialisasi tentang cara membaca label pada kemasan pangan ke masyarakat. Ini dilakukan Bapanas bersama Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM). Bapanas menitikberatkan pada produk pangan segar, sementara BPOM pada produk pangan olahan.

    Di samping itu, masyarakat pun dapat secara mandiri cek izin edar PSAT terhadap suatu merek produk pangan segar. Ini dapat dilakukan dengan mengakses laman sipsat.badanpangan.go.id dan pilih menu ‘Layanan Cek Data Izin PSAT’. Setelahnya dalam kolom pencairan dapat dituliskan merek PSAT yang ingin diketahui.

    “Jadi mohon kepada para pelaku usaha, harus mereviu. Terkait ini disampaikan oleh Brigjen Pol Helfi, Kepala Satgas Pangan Polri, diberikan kesempatan 2 minggu ke depan. Jadi itu waktu untuk memperbaiki,” tutur Arief.

    Sebelumnya, Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan ratusan merek beras yang tak sesuai dengan mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman turun lapangan bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, serta Kepolisian ke pasar. Ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    (acd/acd)

  • Amran Lapor Polisi: 212 Merek Beras Curang-Konsumen Diduga Rugi Rp99 T

    Amran Lapor Polisi: 212 Merek Beras Curang-Konsumen Diduga Rugi Rp99 T

    Jakarta, CNBC Indonesia – Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman melaporkan ratusan pengusaha beras ke Kapolri dan Jaksa Agung usai mengungkap praktik kecurangan dengan potensi kerugian konsumen mencapai Rp99 triliun.

    Temuan tersebut merupakan hasil kerja lapangan yang dilakukan Kementerian Pertanian (Kementan) bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya.

    Dari 268 merek beras yang diuji di 13 laboratorium di 10 provinsi, sebanyak 212 merek ditemukan bermasalah. Data Kementan menunjukkan bahwa 85,56% beras premium tidak sesuai mutu, 59,78% dijual di atas harga eceran tertinggi (HET), dan 21% memiliki berat kurang dari yang tertera di kemasan.

    “Sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Ini sangat merugikan masyarakat,” kata Amran dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (28/6/2025).

    “Kami sudah telepon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini (Jumat, 27 Juni 2025) juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tambahnya.

    Amran membeberkan, modus kecurangan yang dilakukan melibatkan pengemasan ulang beras SPHP subsidi pemerintah menjadi beras premium, lalu dijual dengan harga lebih mahal.

    Mentan menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat.

    FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton.

    “Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujarnya.

    “Potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun. Beras SPHP yang seharusnya dijual sesuai ketentuan, ditemukan dikemas ulang dan dijual sebagai beras premium dengan harga lebih mahal,” bebernya.

    Polri Kasih Waktu 2 Minggu

    Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf menegaskan, tenggat waktu dua minggu diberikan kepada seluruh pelaku usaha beras untuk melakukan klarifikasi dan penyesuaian atas produk mereka.

    “Jika tidak dilakukan, Satgas Pangan akan mengambil langkah hukum sesuai ketentuan yang berlaku,” kata Helfi.

    Senada dengan itu, Sekretaris Jaksa Agung Muda bidang Tindak Pidana Khusus (Sesjampidsus) Andi Herman, mengingatkan bahwa pelanggaran terhadap harga di HET ataupun kualitas yang diperdagangkan yang tidak sesuai harus dilakukan penegakan hukum guna memberikan efek jera dan tata kelola.

    “Temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan,” ujarnya.

    “Dari sisi hukum, ini merupakan praktik mark up dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” tegas Herman.

    Foto: Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan
    Mentan Amran Sulaiman menyerahkan laporan hasil investigasi anomali kenaikan harga beras kepada Kepala Satgas Pangan Brigjen Pol. Helfi Assegaf di kantornya, Jakarta, Kamis (26/6/2025). dok. Kementan

    (dce/dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • Beli Beras Premium, Dapat Barang Murahan? Ini Fakta Mengejutkannya!

    Beli Beras Premium, Dapat Barang Murahan? Ini Fakta Mengejutkannya!

    Jakarta

    Kementerian Pertanian (Kementan) menemukan ratusan merek beras yang tak sesuai dengan mutu dan harga beras yang beredar di pasaran. Temuan ini menunjukkan adanya potensi kerugian besar bagi konsumen hingga Rp 99,35 triliun per tahun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman turun langsung bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, serta Kepolisian ke pasar. Ternyata ditemukan mayoritas beras yang dijual di pasaran, baik dalam kategori premium maupun medium, menunjukkan tidak sesuai volume, tidak sesuai harga eceran tertinggi (HET), tidak teregistrasi PSAT, dan tidak memenuhi standar mutu yang ditetapkan Permentan No.31 Tahun 2017.

    Investigasi dilakukan pada periode 6 hingga 23 Juni 2025 ini mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dengan fokus utama pada parameter mutu, seperti kadar air, persentase beras kepala, butir patah, dan derajat sosoh.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56% beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Bahkan, 59,78% beras premium tersebut juga tercatat melebihi HET. Sementara 21,66% lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

    Sedangkan untuk beras medium, 88,24% dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38% memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

    “Ini kita lihat ketidaksesuaian mutu beras premium 85,56%, kemudian ketidaksesuaian HET 59,78%, kemudian beratnya (yang tidak sesuai) 21,66%. Kita gunakan 13 lab seluruh Indonesia, karena kita tidak ingin salah karena ini sangat sensitif,” kata Amran.

    Amran menegaskan temuan ini memberikan dampak yang sangat besar bagi konsumen. Berdasarkan perhitungan Kementan, kerugian yang bisa dialami oleh konsumen beras premium diperkirakan mencapai Rp 34,21 triliun per tahun. Sementara konsumen beras medium berpotensi merugi hingga Rp 65,14 triliun.

    “Jadi ini potensi kerugian konsumen sekitar Rp 99 triliun. Inilah hasil tim bersama turun ke lapangan dan kita akan verifikasi ulang, nanti satgas bergerak mengecek langsung di lapangan. Ada mutunya tidak sesuai, harganya tidak sesuai, beratnya tidak sesuai, ini sangat merugikan konsumen,” tambah Amran.

    (rea/fdl)

  • Harga Beras Naik Padahal Stok Melimpah, Pengamat: Saatnya Bertindak

    Harga Beras Naik Padahal Stok Melimpah, Pengamat: Saatnya Bertindak

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA — Pengamat kebijakan publik, Gigin Praginanto, memberi respons terkait kenaikan harga beras saat stok dalam negeri melimpah. 

    Lewat cuitan di akun media sosial X pribadinya, Gigin Praginanto memberikan pernyataan tegas.

    Ia meminta Pemerintah untuk melakukan tindakan tegas menyikapi permasalahan ini.

    Di mana, menurut Gigin, kalau perlua diusut apakah ada mafia yang menyebabkan hadirnya masalah ini. Kalau benar hal tersebut menurutnya perlu ditindak.

    “Setop omon-omon,” tulisnya dikutip Jumat (27/6/2025),

    “sudah saatnya bertindak. Libas bajingannya!,” ujarnya.

    Sebelumnya, Menteri Pertanian Amran Sulaiman mengungkap adanya anomali di balik kenaikan harga beras saat stok dalam negeri melimpah. 

    Menurut Amran, harga beras justru naik saat stoknya menyentuh angka tertinggi dalam 57 tahun terakhir.

    FAO atau Organisasi Pangan Dunia menyebut produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton, lebih tinggi 3,6 juta ton dari target sebesar 32 juta ton. 

    Sementara United States Department of Agriculture, Kementerian Amerika Serikat memprediksi jumlahnya sebesar 34,6 juta ton.

    “Oleh karena itu, kami mencoba mengecek bersama Satgas Pangan Badan Pangan, dari Kepolisian, Kejaksaan, dari Inspektorat. Kita turun ngecek, apa sih yang terjadi. Kalau dulu harga naik, alasannya stok kurang, hanya 1 juta atau di bawah 1 juta. Nah itu adalah alasannya. Hari ini tidak ada alasan, harga naik. Ada anomali yang kami baca” katanya dalam konferensi pers di kantor Kementan, Jakarta Selatan, Kamis (26/6/2025). (Erfyansyah/Fajar) 

  • Kementan Bongkar Kecurangan Beras, Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun

    Kementan Bongkar Kecurangan Beras, Rugikan Konsumen Rp99,35 Triliun

    PIKIRAN RAKYAT – Kementerian Pertanian (Kementan) telah mengungkap adanya praktik kecurangan serius dalam perdagangan beras di Indonesia. Modus manipulasi kualitas dan harga di tingkat distribusi ini diperkirakan telah merugikan konsumen hingga mencapai Rp99,35 triliun.

    Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman dalam konferensi pers di Jakarta pada Kamis, 26 Juni 2025 menjelaskan bahwa anomali ini terdeteksi meskipun produksi padi nasional sedang tinggi, bahkan mencatat rekor tertinggi dalam 57 tahun terakhir dengan stok saat ini mencapai 4,15 juta ton.

    “Ada kejanggalan yang kami temukan. Kami bersama-sama melakukan pengecekan di pasar-pasar di 10 provinsi besar di Indonesia,” kata Mentan dilansir Pikiran-Rakyat.com dari Antara, Kamis, 26 Juni 2025.

    “Kami memeriksa mutu, kualitas, berat timbangan, dan lainnya. Ternyata banyak yang tidak sesuai, termasuk Harga Eceran Tertinggi (HET),” imbuhnya.

    Menyikapi temuan ini, Kementan berkoordinasi dengan Badan Pangan Nasional, Satgas Pangan, Kejaksaan, dan Kepolisian untuk melakukan investigasi langsung di lapangan.

    Hasil pemeriksaan terhadap 136 sampel beras premium menunjukkan bahwa 85,56% tidak memenuhi standar mutu, dan hanya 14,4% yang sesuai ketentuan. Selain itu, 59,78% dijual di atas HET, sementara 40,22% sesuai HET. Untuk berat kemasan, 21,66% ditemukan tidak sesuai, sedangkan 78,14% sesuai.

    Pada beras medium, dari 76 merek yang disampel, 88,24% mutunya tidak sesuai standar, dan sisanya sesuai. Sebanyak 95,12% beras medium dijual di atas HET, dengan hanya 4,88% yang sesuai. Mengenai berat kemasan, 9,38% tidak sesuai, dan 90,63% telah memenuhi standar.

    Untuk memastikan akurasi data di lapangan, Kementan menggunakan 13 laboratorium di 10 provinsi.

    “Kami memakai lab karena kami tidak ingin ada kesalahan atau kecerobohan. Ini informasi yang sangat sensitif,” jelas Menteri.

    “Potensi kerugian yang kami temukan mencapai Rp99,35 triliun. Ini adalah hasil kerja keras tim kami di lapangan,” tambahnya.

    Pengambilan sampel dilakukan antara 6 hingga 23 Juni 2025, menghasilkan 268 sampel beras dari berbagai lokasi di 10 provinsi, meliputi Pasar Induk Beras Cipinang (PIBC), pasar dan penjual beras di Jabodetabek, Sulawesi Selatan, Lampung, Aceh, Kalimantan Selatan, Sumatera Utara, Jawa Tengah, Jawa Timur, Yogyakarta, hingga Jawa Barat.

    Menteri Pertanian menegaskan bahwa para pengusaha diberikan waktu 14 hari untuk memperbaiki praktik mereka. Jika pelanggaran masih ditemukan setelah tenggat waktu tersebut, tindakan hukum tegas akan diberlakukan sesuai peraturan yang berlaku.

    “Mulai hari ini, kami meminta para pelaku usaha untuk berbenah, tidak lagi menjual beras di atas HET. Periksa merek masing-masing, jika tidak sesuai, Anda akan berhadapan dengan pemerintah. Dalam dua minggu kedepan, semua harus sudah sesuai standar,” pungkasnya.***

  • Mentan Amran Laporkan 212 Merek Beras Bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung

    Mentan Amran Laporkan 212 Merek Beras Bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Pertanian (Mentan) Andi Amran Sulaiman telah melaporkan secara resmi 212 merek beras bermasalah ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti. Merek beras ini diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah.

    Temuan ini merupakan hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya.

    “212 merek yang tidak sesuai [ketentuan],” ujarnya dalam konferensi pers di Kantor Kementerian Pertanian (Kementan) dikutip Jumat (27/6/2025).

    Untuk diketahui, pemerintah bersama pihak terkait telah melakukan investigasi pada 6-23 Juni 2025. Investigasi mencakup 268 sampel beras dari 212 merek yang tersebar di 10 provinsi. Sampel ini melibatkan dua kategori beras, yaitu premium dan medium, dan diuji oleh 13 laboratorium.

    Berdasarkan hasil investigasi, ditemukan bahwa 85,56% beras premium yang diuji tidak sesuai dengan standar mutu yang ditetapkan. Lalu, 59,78% beras premium tersebut juga tercatat melebihi harga eceran tertinggi (HET), dan 21,66% lainnya memiliki berat riil yang lebih rendah dibandingkan dengan yang tertera pada kemasan.

    Sementara untuk beras medium, 88,24% dari total sampel yang diuji tidak memenuhi standar mutu SNI. Selain itu, 95,12% beras medium ditemukan dijual dengan harga yang melebihi HET, dan 9,38% memiliki selisih berat yang lebih rendah dari informasi yang tercantum pada kemasan.

    Sebagai informasi, HET beras premium di wilayah Jawa, Lampung, dan Sumatera Selatan (Sumsel) sebesar Rp14.900 per kilogram (kg). HET beras medium di cakupan wilayah yang sama sebesar Rp12.500 per kg. Untuk Sumatera selain Sumsel dan Lampung, HET beras premium di Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg.

    Untuk Bali, Nusa Tenggara Barat, dan Sulawesi ditetapkan HET beras premium Rp14.900 per kg dan beras medium Rp12.500 per kg. Lalu wilayah Nusa Tenggara Timur dan Kalimantan, HET beras premium Rp15.400 per kg dan beras medium Rp13.100 per kg. Terakhir, wilayah Maluku dan Papua HET beras premium Rp15.800 per kg dan beras medium Rp13.500 per kg.

    Amran menyebut, potensi kerugian konsumen akibat praktik curang ini bisa mencapai Rp99 triliun.

    “Kami sudah telpon Pak Kapolri dan Jaksa Agung. Hari ini juga kami serahkan seluruh data dan temuan lengkap. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” katanya. 

    Pihaknya telah mengantongi nama-nama perusahaan yang menjual beras tidak sesuai ketentuan. Kendati begitu, dia enggan untuk mengungkapkan nama-nama perusahaan tersebut ke publik. Alih-alih mengungkapkannya ke publik, Amran memilih untuk menyerahkan daftar tersebut ke pihak berwajib.

    “Sudah terdeteksi tapi maaf [tidak bisa diumumkan]. Ini senyap, silent, tapi mematikan,” ucapnya.

    Atas temuan ini, Diameminta kepada 212 merek beras yang ditemukan tidak sesuai dengan ketentuan untuk segera menghentikan praktik-praktik tersebut. Pasalnya, praktik-praktik ini sangat merugikan banyak pihak, khususnya konsumen.

    “Kami memohon kepada seluruh saudaraku, sahabatku, yang bergerak sektor pangan khususnya beras, mari kita koreksi, mari kita perbaiki. Ini tidak boleh terjadi,” tutur Amran. 

    Kepala Satgas Pangan Mabes Polri Helfi Assegaf menambahkan tindakan yang dilakukan oleh oknum-oknum tersebut merupakan tindak pidana. Dia mengancam akan menindak tegas oknum-oknum yang melakukan pelanggaran dengan ancaman lima tahun penjara dan denda sebesar Rp2 miliar. 

    Kendati begitu, pemerintah telah sepakat untuk memberikan tenggat waktu hingga 10 Juli 2025 kepada pihak-pihak terkait untuk segera menjual beras sesuai dengan standar yang ditetapkan pemerintah. Apabila pada batas waktu tersebut pemerintah masih menemukan adanya pelanggaran, Helfi beserta jajarannya tidak segan-segan untuk melakukan penegakan hukum.

    “Kita akan tindak tegas karena jelas sangat merugikan konsumen,” ujar Helfi.