Blitar (beritajatim.com) – Tambangan, bagi masyarakat Blitar dan Tulungagung tentu sudah tak asing lagi. Tempat penyebrangan perahu itu sejak puluhan tahun lalu telah menjadi nadi penghubung dua daerah di pesisir selatan Jawa.
Ya, Blitar dan Tulungagung memang dipisahkan oleh aliran Sungai Brantas, sehingga tambangan perahu menjadi akses tercepat yang bisa digunakan untuk hilir mudik dua daerah Mataraman itu.
Meski harus merogoh kocek Rp3 ribu untuk sepeda motor dan Rp5 ribu untuk mobil, tambangan perahu tetap menjadi idola warga Blitar dan Tulungagung selama puluhan tahun lamanya.
“Masih tetap idola sih ini, tambangan perahu ini karena paling cepat mau ke Tulungagung ya lewat sini,” ungkap Adin, warga Sanankulon, Kabupaten Blitar pada Selasa (18/11/2025).
Keberadaan tambangan perahu yang sudah melegenda ini pun kini terjepit oleh tuntutan legalitas. Pasalnya, pemerintah kini mewajibkan semua pelaku usaha tambangan perahu untuk mengurus izin secara resmi agar dapat beroperasi.
Aturan ini pun memaksa para pelaku usaha tambangan perahu Blitar–Tulungagung untuk mengurus izinnya secara legal. Mereka pun kini dipaksa untuk mengikuti aturan yang ada, meskipun ini merupakan usaha turun-temurun dan sudah beroperasi sejak puluhan tahun lamanya.
“Kita ini maunya juga taat hukum, jadi kami sedang mengejar legalitas. Kita sebagai pelaku usaha ini maunya taat hukum jadi ini kita sedang memproses legalitas, entah apa konsekuensinya akan kami ikuti,” ungkap Ali Mustofa, Ketua Paguyuban Tambangan Perahu Blitar–Tulungagung.
Pelaku usaha tambangan perahu Blitar–Tulungagung pun bersikap terbuka terhadap aturan tersebut. Para pelaku usaha tambangan tersebut siap menerima konsekuensi apa pun terkait aturan dan sanksi dari legalitas yang diwajibkan oleh pemerintah.
“Tentu kita nanti juga akan mengikuti apa yang diharuskan oleh pemerintah. Apa pun itu kami akan ikuti. Kemarin kami dipertemukan di Dinas Perhubungan Kabupaten Tulungagung dengan Jasa Raharja, jadi nanti kalau legalitas sudah keluar, kita diakui secara negara, usaha kami ini nanti akan keluarlah Jasa Raharja yang akan menarik pungutan itu,” bebernya.
Sejauh ini total ada 12 pelaku usaha tambangan perahu di sepanjang aliran Sungai Brantas Blitar–Tulungagung. Dari 12 ini, belum ada satu pun yang mengantongi izin legalitas sesuai dengan keinginan pemerintah.
Para pelaku tambangan ini sebenarnya tak ingin menjalankan usahanya secara ilegal. Perubahan penerbitan izinlah yang menjadi penyebab kenapa para pengusaha tambangan perahu penyeberangan ini ogah-ogahan mengurus izin.
“Jadi dulu waktu kakek saya, tambangan perahu ini sudah ada izinnya. Yang mengeluarkan itu Balai Besar Sungai, tapi ketika kami melakukan pengurusan hal yang serupa, ternyata mereka sudah tidak bisa menerbitkan karena di luar kewenangan mereka. Sekarang kita di bawah Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar, kita difasilitasi, diarahkan untuk mengurus legalitas itu. Alhamdulillah dari Pak Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar ini sangat tulus membantu kami,” tegasnya.
Izin tambangan perahu di aliran Sungai Brantas sendiri kini berada di bawah Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar. Sebagai organisasi perangkat daerah yang menaungi para pelaku usaha tambang perahu, Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar pun berjanji akan memberikan pendampingan legalitas hukum.
Sehingga ke-12 usaha tambangan perahu di sepanjang aliran Sungai Brantas Blitar tetap bisa beroperasi seperti biasa. Lebih dalam lagi, legalitas hukum ini akan terus dikejar agar jaminan keselamatan warga yang menggunakan jasa penyeberangan perahu tetap terjamin.
“Kami tidak akan lepas tangan, kami akan terus dampingi sampai dengan izin ini keluar. Tugas tanggung jawab kami adalah mendampingi teman-teman yang punya itikad baik untuk mengurus legalitas,” ucap Kepala Dinas Perhubungan Kabupaten Blitar, Puguh Imam Santoso.
Di tengah himpitan tuntutan legalitas hukum, warga cuma berharap usaha tambangan perahu tetap bisa beroperasi seperti biasa. Di sisi lain, warga juga berharap ada jaminan keselamatan yang lebih agar mereka tetap tenang saat menggunakan jasa penyeberangan tersebut. (owi/kun)





