Tag: Ali Ghufron Mukti

  • Menkes Bicara soal Kemungkinan Iuran BPJS Kesehatan Naik di 2025

    Menkes Bicara soal Kemungkinan Iuran BPJS Kesehatan Naik di 2025

    Jakarta

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan kemungkinan belum ada kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh BPJS Kesehatan pada 2025.

    “2025 kita belum menganggarkan adanya kenaikan iuran BPJS, saya rasa kalau dilihat dari kondisi keuangannya, 2025 seharusnya masih (tetap),” kata Menkes di Jakarta, Minggu, (8/12/2024) dikutip Antara.

    Sebelumnya sempat ramai soal opsi kenaikkan iuran setelah BPJS Kesehatan dihadapkan dengan kemungkinan defisit dan gagal bayar.

    Sejak tahun 2023, dilaporkan terjadi ketimpangan antara biaya pengeluaran BPJS Kesehatan dan pemasukan yang didapatkan dari premi atau iuran peserta.

    Kesenjangan antara besaran premi yang diterima BPJS Kesehatan dan yang dikeluarkan untuk membiayai layanan kesehatan masyarakat penerima manfaat berpotensi memicu defisit anggaran yang serius.

    Meskipun demikian Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti sebelumnya memastikan bahwa aset neto BPJS Kesehatan masih sehat, meski ada risiko defisit. Dirinya juga memastikan pihaknya lancar dalam membayar rumah sakit pada 2025.

    Adapun terkait kenaikan iuran, sebagaimana pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan bahwa per dua tahun kenaikan iuran dibolehkan.

    Namun hal ini perlu dievaluasi terlebih dahulu, maksimum 30 Juni atau 1 Juli 2025, iuran atau tarifnya akan ditetapkan.

    “Bisa naik, bisa tetap, ini kan senario. Tapi kalau BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan yang bikin regulasi ya,” kata Ali usai Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, (13/11/2024).

    (suc/suc)

  • Belum Ada Kenaikan Iuran BPJS di 2025

    Belum Ada Kenaikan Iuran BPJS di 2025

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengatakan belum ada kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan oleh Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2025.

    “2025 kita belum menganggarkan adanya kenaikan iuran BPJS, saya rasa kalau dilihat dari kondisi keuangannya, 2025 seharusnya masih (tetap),” kata Menkes Budi Gunadi di Jakarta, Minggu (8/12) mengutip Antara.

    Sebelumnya diisukan bahwa iuran BPJS Kesehatan akan naik, seiring dengan adanya pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS).

    Di samping itu ada isu yang menyebutkan defisit anggaran dan gagal bayar yang ada pada BPJS Kesehatan kian memperkuat adanya isu kenaikan iuran ini.

    Kendati demikian, sebelumnya Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memastikan bahwa aset neto BPJS Kesehatan masih sehat, meski ada risiko defisit, dan memastikan pihaknya lancar dalam membayar rumah sakit pada 2025.

    Ghufron mengatakan kepercayaan publik yang tinggi dan pemakaian atau utilisasi layanan BPJS yang semakin masif menjadi penyebab risiko defisit, dimana kini sekitar 1,7 juta orang per hari menggunakan layanan tersebut.

    Adapun terkait kenaikan iuran, sebagaimana pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan bahwa per dua tahun kenaikan iuran dibolehkan, namun perlu dievaluasi terlebih dahulu. Maksimum 30 Juni atau 1 Juli 2025, iuran atau tarifnya akan ditetapkan.

    “Bisa naik, bisa tetap, ini kan senario. Tapi kalau BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan yang bikin regulasi ya,” kata Ali Ghufron Mukti.

    (tim/mik)

    [Gambas:Video CNN]

  • Belum Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan pada 2025 mendatang

    Belum Ada Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan pada 2025 mendatang

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin menyebutkan belum ada kenaikan iuran kepesertaan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang diselenggarakan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan pada 2025 mendatang.

    “2025 kita belum menganggarkan adanya kenaikan iuran BPJS Kesehatan, saya rasa kalau dilihat kondisi keuangannya, 2025 seharusnya masih (tetap),” kata Menkes Budi Gunadi di Jakarta, Minggu (8/12/204) dilansir Antara.

    Diketahui, iuran BPJS kesehatan dikabarkan naik seiring pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS), defisit anggaran, dan gagal bayar.

    Namun demikian, sebelumnya Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memastikan aset neto BPJS kesehatan masih sehat, meski ada risiko defisit. Dia juga memastikan BPJS Kesehatan lancar membayar klaim rumah sakit pada 2025.

    Ghufron mengatakan, kepercayaan publik yang tinggi dan utilisasi layanan BPJS yang semakin masif menjadi penyebab risiko defisit. Saat ini sekitar 1,7 juta orang per hari menggunakan layanan tersebut.

    Adapun terkait kenaikan iuran BPJS Kesehaan, sebagaimana pada Peraturan Presiden (PP) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Perubahan Ketiga Atas 

    Peraturan Presiden Nomor 82 Tahun 2018 tentang Jaminan Kesehatan disebutkan, per 2 tahun kenaikan iuran dibolehkan, tetapi perlu dievaluasi terlebih dahulu. Maksimum 30 Juni atau 1 Juli 2025, iuran BPJS Kesehatan akan ditetapkan.

    “Bisa naik, bisa tetap, ini kan skenario. Namun kalau BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan yang bikin regulasi ya,” kata Ali Ghufron Mukti.

  • Juli 2025 Terancam Makin Mahal, Cek Iuran BPJS Kesehatan Desember 2024

    Juli 2025 Terancam Makin Mahal, Cek Iuran BPJS Kesehatan Desember 2024

    Jakarta, CNBC Indonesia – Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi naik tahun 2025 nanti. Meski, menurut Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti, hal itu tidak bisa dipastikan sekarang karena bukan wewenangnya.

    Dia menjelaskan, dalam Pasal 103B Ayat 8 Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan, penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.

    “Anda baca di Perpres 59. Dievaluasi, lalu nanti di maksimum 1 Juli 2025. Nah, itu iurannya kemudian tarif dan manfaatnya akan ditetapkan,” kata Ghufron usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Sabtu (6/12/2024).

    Namun, imbuh dia, penetapan iuran peserta JKN akan naik atau tetap adalah wewenang pemerintah.

    Di sisi lain, ia menegaskan, BPJS Kesehatan ingin penetapan terkait iuran, manfaat, dan tarif pelayanan disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk politik hingga kemampuan membayar.

    Selain itu, sistem Iuran BPJS Kesehatan juga akan berubah. Sejalan dengan diterapkannya sistem Kelas Rawat Inap Standar (KRIS), menggantikan sistem kelas 1, 2, dan 3 mulai Juli 2025.

    Ketentuan Tarif BPJS Kesehatan

    Meski begitu, di masa transisi ini, peraturan mengenai iuran yang berlaku masih sama dengan aturan lama, yaitu Peraturan Presiden Nomor 63 Tahun 2022.

    Dalam ketentuan iuran Perpres 63/2022, skema perhitungan iuran peserta terbagi ke dalam beberapa aspek.

    Pertama ialah bagi peserta Penerima Bantun Iuran (PBI) Jaminan Kesehatan yang iurannya dibayarkan langsung oleh Pemerintah.

    Kedua, iuran bagi peserta Pekerja Penerima Upah (PPU) yang bekerja pada Lembaga Pemerintahan terdiri dari Pegawai Negeri Sipil, anggota TNI, anggota Polri, pejabat negara, dan pegawai pemerintah non pegawai negeri sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh pemberi kerja dan 1% dibayar oleh peserta.

    Ketiga, iuran bagi peserta PPU yang bekerja di BUMN, BUMD dan Swasta sebesar 5% dari Gaji atau Upah per bulan dengan ketentuan : 4% dibayar oleh Pemberi Kerja dan 1% dibayar oleh Peserta.

    Keempat, iuran untuk keluarga tambahan PPU yang terdiri dari anak keempat dan seterusnya, ayah, ibu dan mertua, besaran iuran sebesar sebesar 1% dari dari gaji atau upah per orang per bulan, dibayar oleh pekerja penerima upah.

    Kelima, iuran bagi kerabat lain dari PPU seperti saudara kandung/ipar, asisten rumah tangga, dan lainnya, peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) serta iuran peserta bukan pekerja ada perhitungannya sendiri, berikut rinciannya:

    1. Sebesar Rp 42.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas III.

    – Khusus untuk kelas III, bulan Juli – Desember 2020, peserta membayar iuran sebesar Rp 25.500. Sisanya sebesar Rp 16.500 akan dibayar oleh pemerintah sebagai bantuan iuran.

    – Per 1 Januari 2021, iuran peserta kelas III yaitu sebesar Rp 35.000, sementara pemerintah tetap memberikan bantuan iuran sebesar Rp 7.000.

    2. Sebesar Rp 100.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas II.

    3. Sebesar Rp 150.000 per orang per bulan dengan manfaat pelayanan di ruang perawatan Kelas I.

    Keenam, iuran Jaminan Kesehatan bagi Veteran, Perintis Kemerdekaan, dan janda, duda, atau anak yatim piatu dari Veteran atau Perintis Kemerdekaan, ditetapkan sebesar 5% dari 45% gaji pokok Pegawai Negeri Sipil golongan ruang III/a dengan masa kerja 14 tahun per bulan, dibayar oleh Pemerintah.

    Dalam skema iuran terakhir yang termuat dalam Perpres 63/2022 pembayaran iuran paling lambat tanggal 10 setiap bulan. Tidak ada denda keterlambatan pembayaran iuran terhitung mulai tanggal 1 Juli 2016. Denda dikenakan apabila dalam waktu 45 hari sejak status kepesertaan diaktifkan kembali, peserta yang bersangkutan memperoleh pelayanan kesehatan rawat inap.

    Berdasarkan Perpres 64/2020, besaran denda pelayanan sebesar 5% dari biaya diagnosa awal pelayanan kesehatan rawat inap dikalikan dengan jumlah bulan tertunggak dengan ketentuan:

    1. Jumlah bulan tertunggak paling banyak 12 bulan.

    2. Besaran denda paling tinggi Rp 30.000.000.

    3. Bagi Peserta PPU pembayaran denda pelayanan ditanggung oleh pemberi kerja.

    (dce/dce)

  • 4 Momok Ini Bakal Gerus Uang Warga RI di 2025, dari BPJS hingga PPN

    4 Momok Ini Bakal Gerus Uang Warga RI di 2025, dari BPJS hingga PPN

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun depan, masyarakat Indonesia diprediksi menghadapi tekanan ekonomi yang semakin besar. Beban biaya hidup akan meningkat seiring dengan rencana kenaikan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dan tarif cukai minuman manis.

    Kondisi ini berpotensi memperburuk kemampuan menabung masyarakat, seperti yang terlihat dari data Bank Indonesia (BI), di mana survei konsumen menunjukkan proporsi tabungan terus mengalami penurunan.

    Pada Oktober 2024, proporsi tabungan berada di angka 15%. Angka ini lebih rendah dibandingkan periode sebelumnya yakni September dan Agustus 2024 yang masing-masing di angka 15,3% dan 15,7%.

    Berikut beberapa kenaikan biaya yang harus ditanggung masyarakat Indonesia tahun depan:

    Kenaikan PPN 12%

    Dikabarkan, pemerintah akan menaikkan PPN menjadi 12% mulai 1 Januari 2025. Kebijakan tersebut adalah mandat dari Undang-undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP).

    PPN 12% akan dikenakan terhadap seluruh barang dan jasa kecuali barang kebutuhan pokok, jasa kesehatan, jasa pendidikan, jasa pelayanan sosial, dan beberapa jenis jasa lainnya, diberikan fasilitas pembebasan PPN.

    Kenaikan PPN tentu saja dapat mendorong peningkatan beban terhadap masyarakat kelas menengah hingga bawah mengingat mereka harus membayar lebih mahal barang yang mereka beli mulai baju, pulsa, hingga makanan.

    Tarif BPJS Kesehatan Makin Mahal

    Iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan berpotensi naik pada 2025. Hal ini tertera dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024 tentang Jaminan Kesehatan.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menjelaskan, dalam Pasal 103B Ayat 8 mengatur bahwa penetapan iuran, manfaat, dan tarif pelayanan ditetapkan paling lambat 1 Juli 2025.

    “Anda baca di Perpres 59. Dievaluasi, lalu nanti di maksimum 1 Juli 2025. Nah, itu iurannya kemudian tarif dan manfaatnya akan ditetapkan,” kata Ghufron usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, dikutip Selasa (19/11/2024).

    Saat ini, Ghufron pun belum dapat memastikan apakah iuran peserta JKN akan naik atau tetap. Sebab, pihak yang berwenang untuk menetapkan hal tersebut bukan BPJS Kesehatan, tapi pemerintah.

    Namun, ia menegaskan bahwa BPJS Kesehatan ingin penetapan terkait iuran, manfaat, dan tarif pelayanan disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk politik hingga kemampuan membayar.

    Ancaman kenaikan tarif BPJS Kesehatan dapat menambah beban masyarakat saat ini.

    Harga BBM Makin Melonjak

    Total anggaran subsidi energi yang telah disepakati kini menjadi sebesar Rp 203,4 triliun, dari rancangan awal sebesar Rp 204,5 triliun. Artinya ada penurunan anggaran subsidi energi Rp 1,1 triliun.

    Untuk subsidi jenis BBM tertentu dan LPG tabung 3 kg anggarannya turun Rp 600 miliar dari Rp 114,3 triliun menjadi Rp 113,7 triliun. Terdiri dari Subsidi jenis BBM tertentu yang anggarannya turun Rp 40 miliar dan subsidi LPG tabung 3 kg yang turun Rp 600 miliar.

    Sementara itu, khusus untuk subsidi listrik juga turun Rp 500 miliar, dari rancangan semula sebesar Rp 90,2 triliun menjadi hanya sebesar Rp 89,7 triliun.

    Kepala Centre of Food, Energy and Sustainable Development INDEF, Abra El Talattov menilai pemerintah harus berani mengubah skema pemberian subsidi bahan bakar minyak (BBM) dari yang semula berbasis produk atau harga menjadi berbasis individu atau rumah tangga.

    Ia memastikan bahwa perubahan mekanisme ini tidak hanya dapat mengurangi kebocoran subsidi, tetapi juga memberikan ruang bagi SPBU, termasuk Pertamina dan pesaingnya untuk menawarkan harga BBM yang lebih kompetitif.

    Dengan demikian, masyarakat dapat memilih BBM berdasarkan kualitas dan harga yang wajar. Sementara mereka yang layak menerima subsidi akan mendapatkan potongan langsung dari harga jual.

    Minuman Manis Makin Mengikis Kantong

    Pemerintah berencana memberlakukan cukai Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) secara terbatas pada tahun 2025. Dia menyebut cukai ini akan diterapkan secara konservatif.

    Pemerintah menyebut pengenaan cukai terhadap MBDK dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula atau pemanis yang berlebihan. Industri akan didorong untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula.

    Dalam dokumen Anggaran dan Pendapatan Belanja Negara (APBN) 2025 pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar Rp 244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Penerimaan itu akan bersumber salah satunya dari barang kena cukai baru, yakni MBDK.

    Hal ini mendorong jajanan pada minuman manis akan mengalami kenaikan.

    (luc/luc)

  • Daftar 10 ‘Beban’ Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

    Daftar 10 ‘Beban’ Tambahan Mulai 2025: PPN 12%, BPJS, hingga Tapera

    Bisnis.com, JAKARTA — Kekhawatiran masyarakat soal potensi kenaikan pengeluaran pada tahun bukan isapan jempol belaka. Pasalnya terdapat peluang kenaikan sejumlah komponen dan tambahan pungutan pada 2025, yang akan memengaruhi belanja masyarakat.

    Wacana pajak pertambahan nilai alias PPN naik jadi 12% menjadi isu panas belakangan, karena dianggap berlaku saat daya beli masyarakat tidak prima. Kenaikan harga barang-barang menjadi dampak kenaikan PPN 12% yang paling dikhawatirkan masyarakat.

    Rencana kenaikan pajak itu pun menyeruak tidak lama setelah ramainya isu pembatasan subsidi tarif kereta rel listrik (KRL). Pemerintah ingin memberlakukan subsidi KRL berbasis NIK atau nomor induk kependudukan (NIK), karena menganggap banyak masyarakat mampu yang menggunakan KRL—meskipun merupakan transportasi umum atau bisa digunakan siapapun.

    Rentetan tambahan pungutan dan iuran itu juga berseliweran di tengah penurunan jumlah kelas menengah Indonesia, yang menurut sejumlah pakar perlu menjadi perhatian. Pasalnya, kelas menengah (middle class) menjadi kelompok penting bagi perekonomian Indonesia, yang separuh produk domestik brutonya (PDB) berasal dari konsumsi.

    Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa dalam lima tahun terakhir, jumlah kelas menengah berkurang 9,48 juta orang. Mereka ‘turun kasta’ menjadi kelompok menuju kelas menengah (aspiring middle class).

    Berkurangnya jumlah kelas menengah dikhawatirkan akan berpengaruh terhadap kondisi perekonomian Tanah Air, terutama dari sisi konsumsi. Adanya risiko tambahan beban belanja juga menimbulkan di kalangan kelas menengah, karena kenaikan upah belum terlihat besarannya.

    Bisnis menghimpun setidaknya 10 pungutan yang berpotensi naik atau bertambah pada 2025. Artinya, kurang dari dua bulan lagi, masyarakat perlu bersiap untuk membayar berbagai kewajiban tersebut apabila jadi berlaku.

    Lantas, apa saja pungutan yang berpotensi naik tahun depan?

    1. PPN Naik jadi 12%

    Pemerintah telah merencanakan kenaikan tarif PPN dari 11% menjadi 12% per 1 Januari 2025. Dari besarannya, tarif pajak itu mengalami kenaikan 9,09%.

    Sebelumnya terdapat sinyal penundaan kenaikan tarif tersebut karena pemerintah belum memperhitungkan PPN 12% dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Berkali-kali, otoritas terkait menyebutkan bahwa nasib tarif PPN berada di tangan Prabowo.

    Usai Prabowo menduduki kursi RI 1, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati memberikan sinyal di hadapan Komisi XI DPR, bahwa tidak akan melakukan penundaan implementasi tarif PPN 12% pada 2025.

    “Jadi kami di sini sudah dibahas dengan bapak ibu sekalian sudah ada UU-nya, kita perlu siapkan agar itu bisa dijalankan, tapi dengan penjelasan yang baik sehingga kita tetap bisa [jalankan],” ujarnya dalam Raker bersama Komisi XI DPR, Rabu (13/11/2024).

    2. Tapera

    Program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) membuat masyarakat harus membayar simpanan sebesar 3% dari gaji atau upah peserta. Kini Tapera masih berlaku untuk kalangan aparatur sipil negara (ASN) sebagai pengalihan dari program Tabungan Perumahan (Taperum).

    Implementasi Tapera secara luas berlaku paling lambat 2027, mencakup seluruh pekerja, yaitu pekerja swasta dan pekerja lepas. Masih terdapat kemungkinan tabungan tersebut tidak akan diterapkan tahun depan, tetapi pemerintah memiliki rencana untuk melakukan perluasan secara bertahap.

    Berdasarkan Pasal 68 Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25/2020 tentang Penyelenggaraan Tabungan Perumahan Rakyat, pemberi kerja mendaftarkan pekerjanya kepada BP Tapera paling lambat 7 tahun sejak tanggal berlakunya PP tersebut.

    3. Iuran BPJS Kesehatan

    Terdapat wacana iuran BPJS Kesehatan direncanakan naik pada tahun depan. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti pun telah memberikan gambaran bahwa perubahan tarif mungkin baru akan ditetapkan pada pertengahan 2025.

    Hal tersebut berdasarkan Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59/2024 tentang Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Tarif baru untuk iuran, paket manfaat, dan harga layanan diperkirakan akan mulai berlaku pada 1 Juli 2025.

    Saat ini, iuran BPJS Kesehatan Kelas 1 adalah Rp150.000, Kelas 2 sejumlah Rp100.000 dan Kelas 3 senilai Rp35.000 setelah mendapat subsidi dari pemerintah sebesar Rp7.000.

    4. Uang Kuliah Tunggal (UKT)

    Muncul pula wacana kenaikan Uang Kuliah Tunggal (UKT) mahasiswa. Sebelumnya, Nadiem Makarim—kala itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi—berencana mengerek naik UKT pada tahun ini.

    Pada akhirnya, Nadiem mengaku akan melakukan evaluasi dan mengkaji ulang kenaikan UKT yang menjadi keresahan masyarakat. Batalnya kenaikan UKT tersebut juga mempertimbangkan semua aspirasi dari berbagai pemangku kepentingan, termasuk mahasiswa, keluarga, dan masyarakat.

    Meski demikian, Badan Pusat Statistik (BPS) telah mencatat adanya kenaikan biaya pendidikan, termasuk UKT pada Tahun Ajaran Baru 2024/2025.

    “Secara umum biaya kenaikan biaya perguruan tinggi pada bulan Agustus 2024 mengalami inflasi sebesar 0,46%. Salah satu contohnya adalah kenaikan UKT-nya. Dalam hal ini BPS tidak mencatat lebih rinci lagi untuk biaya perguruan tinggi,” jelas Deputi Bidang Statistik Distribusi dan Jasa BPS Pudji Ismartini dalam konferensi pers, Senin (2/9/2024).

    5. Tarif Cukai

    Direktur Jenderal Bea dan Cukai Kemenkeu Askolani menyampaikan meski tidak ada kenaikan tarif cukai, sejauh ini pemerintah baru merencanakan penyesuain harga jual rokok di level industri.

    “Tentunya nanti akan kami review dalam beberapa bulan ke depan untuk bisa dipastikan mengenai kebijakan yang akan ditetapkan pemerintah,” ungkapnya kepada Wartawan, Senin (23/9/2024).

    Artinya, meski tidak ada kenaikan cukai hasil tembakau (CHT), tetapi pemerintah akan mendorong industri melakukan penyesuain harga jual eceran.

    Pemerintah juga berencana menerapkan cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK) atau cukai minuman manis pada 2025.

  • Menkes dan Menkeu Segera Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

    Menkes dan Menkeu Segera Bahas Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menyatakan pemerintah mempertimbangkan opsi kenaikan iuran BPJS Kesehatan guna mengatasi defisit yang mengancam kelancaran layanan. Sejak 2023, BPJS mengalami ketimpangan antara biaya pengeluaran dan pemasukan iuran peserta.

    Budi mengungkapkan, keputusan mengenai iuran akan dibahas bersama Menteri Keuangan Sri Mulyani dan Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti.

    “Saya sudah ngobrol sama Ibu Sri Mulyani, nanti kita panggil Pak Ghufron. Karena sebenarnya kita sudah melakukan simulasi itu sejak 2022, pada saat kita naikkan tarif rumah sakit. Angka itu sudah ada,” jelas Budi kepada awak media saat ditemui di RS Harapan Kita, Slipi, Jakarta Barat, Kamis (15/11/2024).

    Budi menambahkan, pemerintah berupaya memastikan anggaran BPJS Kesehatan tetap cukup dengan berbagai strategi, termasuk meminta BPJS memonitor rumah sakit yang melakukan over-claim dan transaksi palsu.

    “Ada juga yang rumah sakit-rumah sakit ternyata over-claim atau melakukan fraudulent transaction. Kita juga minta BPJS tolong lebih teliti lagi dengan melihat pembayaran-pembayaran itu sudah dilakukan benar apa enggak,” katanya.

    Menurut Budi, kenaikan iuran ini telah melalui pertimbangan matang sejak lama, dengan berbagai aspek yang sudah dihitung dan dipelajari. Ia juga menyebut akan ada penambahan beberapa fasilitas, seperti laboratorium, fasilitas kemoterapi, dan lainnya.

    “Hal itu pasti akan menaikkan cost-nya BPJS dan semua itu ada perhitungannya. Sekarang tinggal kita lihat apakah angka perencanaan kita dan realisasinya itu dekat atau enggak. Kalau misalnya ada selisih jauh, itu seperti apa,” ucap Budi.

    Sebelumnya, Budi juga membantah terkait  rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disebut-sebut sebagai langkah untuk menutup defisit senilai Rp 20 triliun.

    Budi menjelaskan, defisit tersebut adalah defisit berjalan, yang muncul dari selisih penerimaan iuran dan pengeluaran saat ini.

    “Jadi itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan keluar,” ujarnya.

    Ia menegaskan, BPJS Kesehatan masih memiliki cadangan kas di atas Rp 50 triliun, sehingga kenaikan iuran BPJS bukan untuk menambal defisit.

  • Menkes Budi Gunadi Bantah Rencana Kenaikan Iuran BPJS untuk Tambal Defisit Rp 20 Triliun

    Menkes Budi Gunadi Bantah Rencana Kenaikan Iuran BPJS untuk Tambal Defisit Rp 20 Triliun

    Jakarta, Beritasatu.com – Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin menepis kabar mengenai rencana kenaikan iuran BPJS Kesehatan yang disebut-sebut sebagai langkah untuk menutup defisit senilai Rp 20 triliun.

    Budi menjelaskan bahwa defisit BPJS Kesehatan tersebut adalah defisit berjalan, yang muncul dari selisih penerimaan iuran dan pengeluaran saat ini.

    “Jadi itu mungkin defisit berjalan sekarang dari iuran yang masuk dan keluar,” ujarnya kepada awak media saat ditemui di RS Harapan Kita, Slipi, Jakarta Barat pada Jumat (15/11/2024).

    Ia menegaskan, BPJS Kesehatan masih memiliki cadangan kas di atas Rp 50 triliun, sehingga kenaikan iuran BPJS bukan untuk menambal defisit.

    “Kita mesti hati-hati ngomong defisit Rp 20 triliun karena BPJS masih punya cash puluhan triliun juga,” lanjut Budi.

    “BPJS Kesehatan masih punya cadangan cash dan saya rasa di atas Rp 50 triliun. Jadi hati-hati, itu bukan BPJS defisit atau minus Rp 20 triliun, tetapi apa yang  diterima tahun ini dan yang dikeluarkan kurang,” tambahnya.

    Terpisah, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan, potensi defisit tahun ini disebabkan oleh peningkatan utilisasi pelayanan kesehatan.

    Menurut Ghufron, peningkatan ini sangat signifikan, dari rata-rata 252.000 kunjungan per hari pada beberapa tahun lalu menjadi 1,7 juta per hari saat ini.

    “Yang bikin defisit tentu utilisasi. Utilisasi itu meningkat dari dahulu cuma 252.000 sehari, sekarang 1,7 juta sehari,” ucap Ghufron di kompleks DPR, Senayan pada Rabu (13/11/2024).

    Pernyataan Menkes Budi menegaskan bahwa kenaikan iuran BPJS Kesehatan bukan untuk menambal defisit Rp 20 triliun, lantaran lembaga asuransi kesehatan masyarakat itu masih memiliki cash lebih dari Rp 50 triliun.

  • Buka Lowongan Kerja Pegawai BPJS Kesehatan, Cek Syarat dan Cara Daftarnya! – Page 3

    Buka Lowongan Kerja Pegawai BPJS Kesehatan, Cek Syarat dan Cara Daftarnya! – Page 3

    Sebelumnya, Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Profesor Ali Ghufron Mukti berharap para peneliti dapat menemukan obat kanker dengan harga lebih terjangkau.

    Pasalnya, kontrol kualitas dan kontrol biaya menjadi hal penting agar standarisasi layanan dan fasilitas kesehatan di Indonesia berjalan dengan baik. Untuk itu, antara lain dibutuhkan obat-obatan dengan harga yang lebih terjangkau untuk mendukung cakupan layanan yang lebih luas.

    “Para peneliti diharapkan dapat memberikan kontribusi dalam menemukan obat-obatan dengan harga terjangkau, terutama untuk penyakit kanker,” katanya dalam acara The 6th International Seminar on Pharmaceutical Sciences and Technology (ISPT) di Universitas Padjadjaran (Unpad), Jatinangor, pada 31 Oktober 2024.

    “Harapan kami, ada banyak tersedia obat-obat yang cost effective sehingga BPJS Kesehatan bisa memberikan pelayanan yang lebih baik lagi,” ujar Ghufron.

    Dia menambahkan, BPJS Kesehatan terus melakukan transformasi kualitas. Yaitu dengan memberikan pelayanan kesehatan yang lebih mudah, lebih cepat, dan yang paling penting adalah pelayanan kesehatan tanpa diskriminasi.

    Dalam kesempatan yang sama, Dekan Fakultas Farmasi Unpad, Prof. Ajeng Diantini mengatakan, obat-obatan berkualitas baik dengan harga terjangkau memang diperlukan untuk mendukung layanan BPJS Kesehatan. Tujuannya, agar bisa memberikan fasilitas pengobatan yang lebih luas lagi.

    “Penyakit itu macam-macam, dari yang biayanya ringan sampai yang pengobatan mahal seperti kanker. Tidak semua obat bisa di-cover, hanya yang cost effective saja dalam arti memiliki efektivitas yang baik, efek samping rendah dan harga terjangkau. Itu yang diupayakan oleh semua yang terlibat dalam penyediaan obat baik industri farmasi dan para peneliti,” ujar Ajeng megutip laman resmi Unpad, Senin (11/11/2024).

     

  • Dikabarkan Defisit dan Gagal Bayar, Bos BPJS Kesehatan Buka Suara

    Dikabarkan Defisit dan Gagal Bayar, Bos BPJS Kesehatan Buka Suara

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan buka suara soal potensi defisit yang dikabarkan bakal menimpa badan untuk menyelenggarakan program jaminan kesehatan itu, Rabu (13/11/2024). Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menegaskan bahwa saat ini aset BPJS Kesehatan yang bersumber dari iuran dan investasi masih tergolong aman.

    Ia memastikan, pengaliran dana dari BPJS Kesehatan ke rumah sakit akan tetap lancar pada 2025 mendatang.

    “Sekali lagi, BPJS Kesehatan itu asetnya sehat. Tahun 2025 kami pastikan kami lancar membayar rumah sakit,” tegas Ghufron usai Rapat Dengar Pendapat (RDP) Dewan Pengawas dan Direktur Utama BPJS Kesehatan dengan Komisi IX DPR RI di Kompleks Parlemen, Jakarta, Rabu (13/11/2024).

    “Jangan sampai pelayanan dipikir-pikir sulit atau apa, tiga hari belum terkendali, pasien disuruh pulang gara-gara takut enggak dibayar. Kami bayar tahun 2025,” sambungnya.

    Ghufron menegaskan, saat ini tingkat kepercayaan masyarakat Indonesia terhadap BPJS Kesehatan meningkat tajam berkat utilisasi layanan yang membaik. Pada sisi lain, utilisasi itulah yang diklaim menjadi biang kerok defisit BPJS Kesehatan.

    “Yang bikin defisit tentu utilisasi. Utilisasi itu meningkatnya, dulu cuma 252 ribu sehari, sekarang 1,7 juta sehari. Melompatnya berapa? Itu. Kalau utilisasi kita harus bayar,” jelas Ghufron.

    Sementara itu, peserta yang menunggak iuran BPJS Kesehatan disebut tidak terlalu membebani karena tergolong kecil dalam beban defisit badan tersebut.

    Ghufron mengaku kenaikan iuran BPJS Kesehatan memang bisa menjadi salah satu cara mengatasi defisit tersebut. Namun, ia menegaskan bahwa opsi itu belum tentu akan diambil.

    Foto: Detikcom
    BPJS Kesehatan

    “[Kenaikan iuran] itu salah satu cara, tetapi cara lain banyak. Contohnya kita mungkin tidak banyak cost sharing, Indonesia enggak ada cost sharing, setiap orang datang ke RS ada bayar sedikit yang tidak memberatkan tetapi mengendalikan,” beber Ghufron.

    Dalam kesempatan yang sama, Ghufron menyebut bahwa BPJS Kesehatan ingin penetapan terkait iuran, manfaat, dan tarif pelayanan pada maksimal 1 Juli 2025 mendatang disesuaikan dengan berbagai pertimbangan, termasuk politik hingga kemampuan membayar.

    “Iya bisa naik bisa tetap. Ini, kan, skenario. Namun, BPJS sebagai badan yang mengeksekusi, bukan yang bikin regulasi, ya,” tegas Ghufron.

    “BPJS itu kita tidak ingin defisit dan kita ingin membayar itu sesuai dengan harga. Kalau ada inflasi, setiap tahun, kan, inflasi. Di bidang kesehatan itu tertinggi dibanding inflasi tempat lain, tentu itu dihitung,” imbuhnya.

    Sebelumnya, BPJS Kesehatan dihadapkan dengan kemungkinan defisit dan gagal bayar jika tidak melakukan perbaikan. Sejak 2023, terjadi ketimpangan antara biaya pengeluaran BPJS Kesehatan dan pemasukan yang didapatkan dari premi atau iuran peserta.

    “2026 (potensi gagal bayar), makanya, kan, 2025 mau disesuaikan,” ujar Ghufron Mukti di kantor Bapennas, Senin (11/11/2024) lalu.

    Direktur Perencanaan dan pengembangan bPJS Kesehatan, Mahlil Ruby turut mengungkapkan bahwa kesenjangan antara besaran premi yang diterima dan dikeluarkan BPJS Kesehatan untuk membiayai layanan kesehatan masyarakat penerima manfaat berpotensi menyebabkan defisit anggaran yang serius.

    “Hampir 70% peserta BPJS Kesehatan itu kelas 3, jadi kan, sudah nggak sesuai antara iuran dan kontribusi yang seharusnya,” beber Mahlil, dikutip dari detikhealth.

    Mahlil mengatakan fenomena premi stagnan ini dipicu banyak hal, termasuk kenaikan kelas peserta yang tergolong rendah. Banyak peserta JKN kelas 3 yang upahnya cenderung stagnan sehingga kontribusi iuran tidak cukup menutupi peningkatan biaya pelayanan kesehatan.

    Di samping itu banyak Pemerintah Daerah yang berutang biaya premi dalam jumlah ekstrem. Belum lagi adanya peningkatan kasus penyakit kronis yang diidap masyarakat, memicu tingginya biaya pelayanan kesehatan.

    “Jika kita tidak mengambil kebijakan apapun maka pada 2025 atau 2026, aset BPJS Kesehatan bisa saja negatif,” tandas Mahlil.

    (rns/wur)