Tag: Ali Ghufron Mukti

  • Dirut Pastikan BPJS Kesehatan Tidak Bangkrut dan Gagal Bayar RS hingga Akhir 2025

    Dirut Pastikan BPJS Kesehatan Tidak Bangkrut dan Gagal Bayar RS hingga Akhir 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti merespons isu di media sosial yang menyebutkan BPJS Kesehatan akan bangkrut dan gagal bayar klaim rumah sakit (RS) pada 2025. Ali menegaskan isu tersebut tidak benar karena keuangan BPJS Kesehatan masih dalam kondisi aman dengan total aset bersih Rp 49,5 triliun.

    “Saya tekankan di sini sampai 2025, BPJS Kesehatan tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos itu waduh bunyinya, gagal bayar, 3-6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya katakan tidak,” ujar Ali Ghufron dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR, di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Selasa (11/2/2025).

    Ali mengimbau kepada masyarakat untuk melaporkan kepadanya apabila ada rumah sakit yang mengaku belum dibayar klaimnya oleh BPJS Kesehatan. Dia menjamin, apabila tidak terdapat dispute, maka pihaknya akan membayar klaim dalam waktu tidak lebih dari 15 hari.

    “Tolong sebutkan satu rumah sakit di mana, asal klaimnya beres, artinya itu tidak ada dispute. Kalau dispute itu masih belum diputuskan, atau pending klaim, itu BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin,” tutur Ali.

    Lebih lanjut, Ali mengungkapkan aset neto Dana Jaminan Sosial (DJS) Kesehatan yang dimiliki sebesar Rp 49,5 triliun. Menurut dia, BPJS Kesehatan bisa dikatakan dalam kondisi sehat. 

    Dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 53 Tahun 2018, BPJS Kesehatan dianggap sehat apabila dapat membayar klaim peserta dalam jangka waktu tertentu, yaitu 1,5 bulan sampai 6 bulan.

    “Tahun 2025. BPJS Kesehatan sekarang ini adalah sehat, karena kita punya uang sekitar Rp 49,5 triliun, itu aset neto-nya, atau dengan kata lain kita bisa membayar 3,4 bulan klaim,” pungkas Ali Ghufron.

  • Isyarat Menkes-Dirut BPJS Kesehatan soal Iuran JKN Sudah Waktunya Naik

    Isyarat Menkes-Dirut BPJS Kesehatan soal Iuran JKN Sudah Waktunya Naik

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti buka suara tentang potensi kenaikan iuran peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Rencananya, penyesuaian ini akan dilakukan pada 2026.

    “Nah lama-lama kalau kesadaran masyarakat terhadap pola perilakunya, pola demografi, dan pola penyakitnya mahal-mahal kan nggak cukup suatu ketika, harus disesuaikan. Nah yang dibahas ini kira-kira 2026 mulai naik apa nggak,” kata Ghufron di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

    Ali Ghufron menambahkan bahwa penyesuaian tarif iuran peserta JKN memang sudah seharusnya dilakukan. Hal ini untuk menjaga aliran dana BPJS Kesehatan tetap ‘sehat’.

    Terlebih biaya pengobatan untuk beberapa penyakit juga mengalami kenaikan tahun ke tahun, sehingga penyesuaian tarif nantinya bisa menyeimbangkan beban jaminan dengan pendapatan tarif iuran.

    “Nah kita kan bikin beberapa skenario untuk itu sehingga nanti dipertanyakan kira-kira kesiapannya seperti apa paling tidak untuk 2026. 2025 kami pastikan dana jaminan sosial itu sehat, tapi nanti suatu ketika tidak sehat,” katanya.

    BPJS Kesehatan juga akan mengoptimalkan tim anti-fraud yakni Tim Pencegahan dan Penanganan Kecurangan Jaminan Kesehatan Nasional (PK-JKN) untuk ‘menjegal’ praktik-praktik nakal oknum rumah sakit.

    “Anggotanya ada KPK (Komisi Pemberantasan Korupsi), BPK (Badan Pengawas Keuangan), Kemenkes, dan BPJS,” tegas Ghufron.

    Senada, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin juga menegaskan pentingnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan. Mengingat, belum ada penyesuaian tarif baru sejak 2020.

    “Sama aja kita ada inflasi 5 persen. Gaji pegawai atau menteri tidak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga kalau kita bilang ke karyawan atau supir kita, nggak naik 5 tahun padahal inflasi 15 persen, kan nggak mungkin,” ucap Menkes Budi.

    Menkes menambahkan belanja kesehatan masyarakat saat ini kenaikannya lebih tinggi dari pertumbuhan ekonomi atau produk domestik bruto (PDB).

    Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp614,5 triliun atau naik 8,2 persen dari tahun 2022 yang senilai Rp567,7 triliun. Sebelum periode COVID-19 pun pada 2018 belanja kesehatan naik 6,2 persen, dari Rp421,8 triliun menjadi Rp448,1 triliun.

    Menurut Menkes Budi kenaikan belanja kesehatan yang sudah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya di kisaran 5 persen selama 10 tahun terakhir menandakan kondisinya tidak sehat.

    (dpy/naf)

  • Pasien Melonjak Imbas Cek Kesehatan Gratis, BPJS Kesehatan Siap Bayarin?

    Pasien Melonjak Imbas Cek Kesehatan Gratis, BPJS Kesehatan Siap Bayarin?

    Jakarta

    Kementerian Kesehatan (Kemenkes RI) meluncurkan program cek kesehatan gratis (CKG). Peserta CKG dengan risiko kesehatan lebih serius, bisa dirujuk ke fasilitas kesehatan (faskes) yang memiliki alat lengkap.

    Terkait kemungkinan melonjaknya rujukan peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan pihaknya telah siap.

    “Bagaimanapun kalau dia sakit dan dia peserta BPJS, tentu kita rawat dan kita bayarin. Kalau dia peserta aktif BPJS Kesehatan,” kata Ghufron saat ditemui di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

    Saat ditanya terkait apakah BPJS Kesehatan memiliki dana untuk meng-cover potensi lonjakan rujukan tersebut, Ghufron mengatakan akan terus memberikan yang terbaik.

    “Ya itu kan (dana) belum dihitung sebetulnya. Tetapi bagaimanapun akan kami upayakan,” tegasnya.

    Ali juga menepis rumor yang beredar terkait BPJS Kesehatan yang diduga bangkrut dan gagal membayar klaim rumah sakit.

    “Saya tekankan di sini sampai 2025, BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos itu waduh bunyinya, gagal bayar, 3-6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya katakan tidak ada,” kata Ghufron.

    “Tolong sebutkan satu rumah sakit di mana, asal klaimnya beres, artinya itu tidak ada dispute, kalau dispute itu masih belum diputuskan, atau pending klaim, itu BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin,” tutupnya.

    (dpy/up)

  • Dirut BPJS Kesehatan Heran Ada yang Mampu Beli Rokok, tetapi Tak Mau Bayar Iuran

    Dirut BPJS Kesehatan Heran Ada yang Mampu Beli Rokok, tetapi Tak Mau Bayar Iuran

    Jakarta, Beritasatu.com – Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengaku heran dengan ulah sejumlah warga Indonesia yang tidak mau membayar iuran BPJS. Padahal, kata Ali, mereka rela mengeluarkan biaya hingga Rp 500.000 per bulan untuk membeli rokok.

    Hal tersebut disampaikan Ali menyinggung kelompok peserta pekerja bukan penerima upah (PBPU) BPJS Kesehatan.

    “Memang peserta PBPU, upahnya enggak dapat nih, itu paling sulit karena tekanan ekonomi dan segala macam, sehingga enggak ada kesadarannya. Namun, kalau beli rokok mampu, Rp 500.000 sebulan mampu,” ujar Ali dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (11/2/2025).

    Ali menegaskan, iuran bulanan BPJS kesehatan tidak sampai sepersepuluh pengeluaran untuk rokok. Dia mencontohkan biaya untuk kelas 3 BPJS Kesehatan adalah Rp 42.000. Lalu, ditambah subsidi pemerintah sebesar Rp 7.000, maka biayanya menjadi Rp 35.000 per bulan.

    “BPJS enggak sampai sampai sepersepuluhnya. Bukan Rp 48.000, tetapi Rp 42.000. Kalau bayar masih disubsidi oleh pemerintah, baik pusat, daerah, bayarnya itu Rp 35.000,” tandas dia.

    Dalam raker tersebut, Ali juga membantah BPJS Kesehatan akan bangkrut dan akan gagal bayar pada 2025. Pasalnya, saat ini beredar informasi BPJS mengalami gagal bayar selama tiga bulan ke rumah sakit. Padahal, informasi itu tidak benar alias hoaks.

    “Saya tekankan di sini sampai 2025, BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos, waduh bunyinya gagal bayar tiga bulan dan 6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya sampaikan tidak ada,” tandas Ali.

    Ali juga memastikan seluruh rumah sakit sudah diselesaikan pembayarannya. Menurut dia, jika tidak terdapat dispute atau sengketa, maka pihaknya akan membayar klaim BPJS ke rumah sakit dalam waktu tidak lebih dari 15 hari.

    “Asal klaimnya beres, artinya itu tidak ada dispute, kalau dispute maka diagnosisnya masih dispute sehingga belum diputuskan atau pending klaim ya. BPJS Kesehatan bayar tidak lebih dari 15 hari. Kami jamin dan jangan dibandingkan dengan swasta loh ya,” pungkasnya.

  • Gaduh di Medsos BPJS Kesehatan Bakal ‘Bangkrut’, Dirut Buka Suara

    Gaduh di Medsos BPJS Kesehatan Bakal ‘Bangkrut’, Dirut Buka Suara

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menanggapi kegaduhan yang sempat muncul di media sosial berkaitan dengan tudingan BPJS Kesehatan terancam bangkrut. Ghufron menuturkan hingga saat kondisi keuangan BPJS Kesehatan masih dalam kondisi sehat.

    Dalam rapat kerja bersama DPR-RI Komisi IX, ia juga membantah adanya anggapan BPJS Kesehatan gagal membayar rumah sakit yang bekerja sama dengan pihaknya.

    “Saya tekankan di sini sampai 2025, BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos itu waduh bunyinya, gagal bayar, 3-6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya katakan tidak ada,” kata Ghufron di Gedung DPR-RI, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

    “Tolong sebutkan satu rumah sakit di mana, asal klaimnya beres, artinya itu tidak ada dispute, kalau dispute itu masih belum diputuskan, atau pending klaim, itu BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin,” sambungnya.

    Selain itu, ia juga menyinggung aset neto Dana Jaminan Sosial (DJS) yang dimiliki sebesar Rp 49 triliun. Ghufron menjelaskan bahwa BPJS Kesehatan bisa dikatakan dalam kondisi sehat apabila mereka dapat membayar klaim minimal dalam jangka waktu satu setengah bulan.

    Hal itu juga tertuang dalam PP No 53 Tahun 2018 bahwa BPJS dianggap sehat apabila dapat membayar klaim peserta dalam jangka waktu tertentu yaitu, satu setengah bulan sampai 6 bulan ke depan.

    “Tahun 2025 BPJS Kesehatan sekarang ini adalah sehat, karena kita punya uang sekitar Rp 49,5 triliun itu aset netonya, atau dengan kata lain kita bisa membayar 3,4 bulan klaim,” tandasnya.

    (avk/naf)

  • Gaduh di Medsos BPJS Kesehatan Bakal ‘Bangkrut’, Dirut Buka Suara

    Bos BPJS Kesehatan Heran Ada Peserta Ogah Bayar Iuran: Tapi Beli Rokok Mampu!

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyinggung beberapa peserta yang enggan membayar iuran bulanan. Padahal, mereka disebut mampu mengeluarkan Rp 500 ribu per bulan untuk membeli rokok.

    Adapun kelompok yang disinggung Ali adalah PBPU atau Peserta Pekerja Bukan Penerima Upah BPJS Kesehatan. Menurutnya karena kondisi ekonomi dan sebagainya mereka enggan membayar iuran.

    “Memang peserta PBPU, upahnya nggak dapat nih, itu paling sulit. Dan mereka, karena tekanan ekonomi dan segala macam nggak ada kesadarannya. Tapi kalau beli rokok mampu, Rp 500 ribu sebulan mampu,” katanya dalam Rapat Kerja dengan Komisi IX DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/1/2025).

    Padahal iuran bulanan BPJS kesehatan tidak sampai sepersepuluh pengeluaran untuk rokok. Untuk kelas 3 BPJS Kesehatan biayanya adalah Rp 42 ribu. Namun karena pemerintah memberi subsidi Rp 7.000 maka biayanya jadi Rp 35 ribu per bulan.

    “BPJS nggak sampai sampai sepersepuluhnya. Bukan Rp 48 ribu, tapi Rp 42 ribu. Kalau bayar masih disubsidi oleh pemerintah, baik pusat, daerah, bayarnya itu Rp 35 ribu,” jelas dia.

    Secara umum kolektivitas iruan yang dilakukan BPJS Kesehatan mencapai 98,7%. Menurut Ali tingginya angka ini disebabkan karena channel pembayaran mencapai 950 ribu.

    “Sudah lebih dari 950 ribu channel pembayaran. Ada GoPay, OVO, ada Indomaret, ada, waduh, kalau kita sebut, 10 aja sulit, ini 950 ribu,” tutupnya.

    (ily/rrd)

  • Bos BPJS Kesehatan Bantah Tudingan Bangkrut-Gagal Bayar

    Bos BPJS Kesehatan Bantah Tudingan Bangkrut-Gagal Bayar

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti membantah kabar miring yang menuding lembaga yang dipimpinnya bangkrut. Ia menjamin BPJS kesehatan dalam kondisi yang sehat, tercermin dari Dana Jaminan Sosial (DJS) yang mencapai Rp 49 triliun.

    Ali menjelaskan, BPJS disebut sehat jika DJS mampu membayar klaim 1,5 bulan. Sedangkan aset yang ada saat ini dapat melakukan pembayaran klaim hingga 3,4 bulan.

    “Sekarang ini tahun 2025 adalah Sehat. Kenapa, karena kita punya uang sekitar Rp 49,5 triliun aset nettonya atau kita bisa membayar 3,4 bulan klaim, bukan 1,5 (bulan),” katanya dalam rapat kerja di Komisi IX DPR RI Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).

    Oleh karena itu ia menegaskan BPJS Kesehatan tidak akan bangkrut atau gagal bayar di tahun 2025. Hal ini sekaligus membantah berita negatif di media sosial yang mengkhawatirkan kondisi BPJS Kesehatan.

    Misalnya, ada yang menyebut BPJS Kesehatan gagal membayar rumah sakit atau melakukan pembayaran dengan waktu yang cukup lama. Ia lantas meminta agar ditunjukkan rumah sakit mana yang dimaksud.

    “Saya tekankan di sini, sampai 2025, BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos itu, waduh, bunyinya, gagal bayar, 3 bulan baru dibayar, 6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya sampaikan tidak ada, tolong sebutkan satu di mana,” tegasnya.

    Menurutnya, selama proses klaimnya beres dan tidak ada dispute atau sengketa, pembayaran oleh BPJS Kesehatan tidak akan lebih dari 15 hari kerja. Meskipun ia juga meminta untuk tidak dibandingkan dengan asuransi swasta.

    “BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin. Tidak lebih dari 15 hari. Jangan dibandingkan dengan swasta lho ya. Ini ada orang heran kalau swasta, karena kalau segitu terlalu cepat, gitu,” sebut Ali.

    “Untuk diketahui saja, jadi, kalau di Indonesia itu berita miring, wah, itu yang luar biasa. Padahal, umpamanya maaf-maaf, itu pendingnya bisa 2%. Rame, padahal yang 95% lebih, nggak pending, dibayar lunas, beres,” tutupnya.

    (ily/rrd)

  • Bantah Bangkrut, BPJS Kesehatan Pastikan Tak Akan Gagal Bayar Sepanjang 2025

    Bantah Bangkrut, BPJS Kesehatan Pastikan Tak Akan Gagal Bayar Sepanjang 2025

    Bantah Bangkrut, BPJS Kesehatan Pastikan Tak Akan Gagal Bayar Sepanjang 2025
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Direktur Utama BPJS Kesehatan
    Ali Ghufron Mukti
    memastikan BPJS tidak akan gagal bayar hingga tahun 2025.
    Hal itu menanggapi isu miring di media sosial yang menyebut bahwa BPJS akan bangkrut lantaran baru bisa membayar 3-6 bulan ke rumah sakit setelah klaim diajukan.
    “Saya tekankan di sini, sampai 2025 BPJS tidak akan bangkrut dan tidak akan gagal bayar. Karena di medsos, waduh bunyinya gagal bayar. 3 bulan baru dibayar, 6 bulan baru dibayar rumah sakit. Saya sampaikan tidak ada (pembayaran nunggak hingga 3 bulan),” kata Ali dalam rapat kerja dengan Komisi IX DPR RI, di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, Selasa (11/2/2025).
    Ia lantas meminta pihak yang menggiring isu untuk menyebutkan satu rumah sakit yang pembayaran klaim BPJS-nya masih ditunggak.
    Ghufron menyatakan, selama tidak ada
    dispute
    atau
    pending
    , klaim tersebut akan dibayar BPJS tidak lebih dari 15 hari sejak diajukan.
    “Asal klaimnya beres, artinya itu tidak ada dispute ya, kalau dispute itu masih dispute atau masih belum diputuskan atau pending klaimnya, itu BPJS bayar tidak lebih dari 15 hari, kami jamin,” ucap dia.
    “Jangan dibandingkan dengan swasta loh ya. Ini ada orang heran kalau swasta, karena kalau segitu terlalu cepat,” imbuhnya.
    Ia pun menyoroti berita miring di Indonesia yang lebih cepat viral dibanding berita fakta keseluruhan.
    “Karena di Indonesia berita miring, wah yang itu luar biasa, Pak. Umpamanya mohon maaf itu pendingnya bisa (cuma) 2 persen, ramai, Pak. Padahal 95 persen lebih enggak pending (mandek), dibayarkan lunas, beres. Tapi enggak (menjadi) isu,” kata dia.
    Sebagai informasi, dikutip dari
    Kompas.id
    , Perhimpunan Rumah Sakit Indonesia (Persi) Jawa Timur melaporkan adanya pembayaran
    klaim tertunda
    oleh
    BPJS Kesehatan
    yang diperkirakan mencapai Rp 500 miliar.
    Besarnya klaim yang tertunda tersebut untuk 12.000 pelayanan di 439 rumah sakit di Jawa Timur.
    Namun, kondisi klaim tertunda bisa disebabkan sejumlah hal, antara lain adanya temuan kode diagnosis atau prosedur yang tidak tepat ataupun indikasi perawatan tidak tepat.
    Penyebab lain adalah pengajuan klaim tidak disertai dengan bukti atau dokumen pendukung yang diperlukan.
    Anggota Kompartemen Pembiayaan dan Jaminan Kesehatan Persi, Daniel Budi Wibowo, menyatakan, jumlah klaim tertunda yang makin besar disebabkan perubahan sistem laporan klaim dari BPJS Kesehatan.
    Sistem pelaporan baru klaim dari BPJS Kesehatan memakai aplikasi berbasis kecerdasan buatan (AI) untuk menyaring klaim demi mencegah fraud atau kecurangan.
    Akibatnya, banyak klaim tersaring sehingga klaim yang tertunda besar dan rumah sakit butuh upaya ekstra untuk klarifikasi kasus.
    Beberapa waktu lalu terungkap kasus klaim fiktif yang merugikan keuangan negara.
    Menurut Inspektur Jenderal Kementerian Kesehatan Murti Utami, kasus kecurangan terkait klaim fiktif merupakan masalah serius.
    Fasilitas kesehatan dan individu yang terlibat bisa dikenai sanksi.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Warga RI Harus Siap-Siap Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Sulit

    Warga RI Harus Siap-Siap Tabah, 2025 Bisa Jadi Tahun Sulit

    Daftar Isi

    Jakarta, CNBC Indonesia – Tahun ini diduga banyak pihak akan menjadi tahun yang sulit bagi masyarakat Indonesia, karena harga sejumlah barang akan naik dikarenakan sejumlah pungutan pajak baru.

    Tercatat ada beberapa hal yang akan mengalami perubahan harga karena kenaikan maupun perubahan kebijakan, seperti Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12% khususnya untuk barang mewah, hingga penambahan Objek Cukai yitu Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK).

    Adapula potensi kenaikan iuran BPJS Kesehatan, poteni kenaikan harga gas Elpiji, potensi kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM), penerapan Iuran Pengelolaan Lingkungan (IPL) yang akan dikenakan PPN, penerapan tarif Kereta Rel Listrik (KRL) berbasis Nomor Induk Kependudukan (NIK) serta opsen pajak kendaraan bermotor.

    Berikut ini daftar kebijakan yang berpotensi mendorong kenaikan harga-harga yang akan terjadi di 2025.

    1. PPN Naik Menjadi 12%

    Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati telah resmi menerbitkan peraturan yang menjadi acuan pengenaan pajak pertambahan nilai (PPN) dengan tarif 12% bagi barang atau jasa yang tergolong mewah.

    Peraturan itu ia tetapkan dalam Peraturan Menteri Keuangan (PMK) Nomor 131 Tahun 2024. PMK 131/2024 ini ia tetapkan pada 31 Desember 2024 dan mulai berlaku pada 1 Januari 2025.

    “Bahwa guna mewujudkan aspek keadilan di masyarakat perlu diterbitkan kebijakan dalam penerapan tarif Pajak Pertambahan Nilai,” dikutip dari bagian menimbang PMK 131/2024.

    Skema pengenaan tarif PPN 12% dalam peraturan ini terbagi dua. Pertama ialah menggunakan dasar pengenaan pajak atau DPP berupa harga jual atau nilai impor, sedangkan yang kedua DPP berupa nilai lain. Skema ini dijelaskan dalam pasal 2 dan pasal 3 PMK tersebut.

    Untuk skema pertama, dikhususkan atas impor barang kena pajak dan/atau penyerahan barang kena pajak (BKP) di dalam daerah pabean oleh pengusaha yang terutang PPN. PPN yang terutang itu dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    Adapun BKP dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor itu merupakan BKP yang tergolong mewah berupa kendaraan bermotor dan selain kendaraan bermotor yang dikenai pajak penjualan atas barang mewah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan di bidang perpajakan.

    Sementara itu, untuk BKP yang tidak tergolong barang mewah, skema pengenaan PPN terutangnya dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain. Nilai lain ini dihitung sebesar 11/12 dari nilai impor, harga jual, atau penggantian.

    Penting dicatat, dalam Pasal 5 peraturan ini disebutkan bahwa pengusaha kena pajak yang melakukan penyerahan BKP kepada pembeli dengan karakteristik konsumen akhir, akan berlaku dua ketentuan.

    Ketentuan pertama, mulai 1 Januari 2025 sampai dengan 31 Januari 2025, PPN yang terutang dihitung dengan cara mengalikan tarif 12% dengan DPP berupa nilai lain sebesar 11/12 dari harga jual.

    Ketentuan kedua, mulai 1 Februari berlaku ketentuan PPN yang terutang dihitung dengan DPP berupa harga jual atau nilai impor.

    2. Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK)

    Tak hanya kenaikan PPN menjadi 12%, pengenaan cukai atas barang berpotensi bertambah di 2025. Adapun cukai baru yang bakal dikenakan yakni cukai minuman berpemanis dalam kemasan (MBDK).

    Dalam Buku Nota II Keuangan Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025, rencananya objek MBDK akan dikenakan cukai pada 2025. Kebijakan ekstensifikasi cukai secara terbatas pada (MBDK) dikenakan untuk menjaga kesehatan masyarakat.

    Pemerintah mengusulkan target penerimaan cukai sebesar tahun depan sebesar Rp 244,2 triliun atau tumbuh 5,9%. Pemerintah juga menargetkan barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan.

    Usulan tersebut tertuang dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2025 serta dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) APBN 2025.

    Dalam RUU pasal 4 ayat 6 disebutkan “Pendapatan cukai sebagaimana dimaksud pada ayat (2) huruf d dikenakan atas barang kena cukai meliputi:

    a. hasil tembakau;

    b. minuman yang mengandung etil alkohol;

    c. etil alkohol atau etanol;

    d. minuman berpemanis dalam kemasan

    Munculnya barang kena cukai baru yakni minuman berpemanis dalam kemasan ini di luar dugaan mengingat pemerintah sebelumnya lebih gencar mewacanakan akan mengenakan cukai pada plastik. Ketentuan cukai plastik bahkan sudah dimuat dalam APBN 2024.

    “Pemerintah juga berencana untuk mengenakan barang kena cukai baru berupa Minuman Berpemanis Dalam Kemasan (MBDK) di tahun 2025. Pengenaan cukai terhadap MBDK tersebut dimaksudkan untuk mengendalikan konsumsi gula dan/ atau pemanis yang berlebihan, serta untuk mendorong industri untuk mereformulasi produk MBDK yang rendah gula,” tulis RAPBN 2025.

    Cukai sebagai instrumen fiskal memiliki fungsi strategis, baik sebagai penghimpun penerimaan negara (revenue collector) maupun sebagai pengendali eksternalitas negatif.

    Oleh karena itu, dalam setiap perumusan kebijakan tarif cukai, pemerintah perlu memperhatikan aspek-aspek yang dikenal 4 Pilar Kebijakan yaitu pengendalian konsumsi (aspek kesehatan), optimalisasi penerimaan negara, keberlangsungan industri, dan peredaran rokok ilegal.

    Saat ini, pengenaan cukai baru atas terdiri tiga objek pengenaan yakni cukai hasil tembakau (rokok), etil alkohol (etanol), dan minuman yang mengandung etil alkohol.

    3. Iuran BPJS Kesehatan Berpotensi Naik

    Iuran BPJS Kesehatan dikabarkan akan naik pada 2025. Sebagaimana dikatakan Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.

    Ali Ghufron Mukti memberikan sinyal kenaikan besaran iuran itu hanya untuk kelas I dan II.

    Kenaikan tarif iuran itu akan diterapkan menjelang pemberlakuan kelas rawat inap standar (KRIS) mulai 30 Juni 2025, yang diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres) Nomor 59 Tahun 2024.

    Sementara itu, dia memastikan iuran peserta kelas III tidak akan berubah karena peserta tersebut umumnya merupakan Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI).

    Sayangnya, Ghufron belum mengungkapkan kapan tepatnya besaran iuran BPJS Kesehatan akan naik. Namun, dia memastikan kebijakan ini bakal diatur dalam Peraturan Presiden (Perpres).

    Dalam kesempatan ini, Ghufron juga menegaskan tarif iuran BPJS Kesehatan tidak akan dibuat single tarif. Artinya, setiap kelas peserta bakal tetap membayar sesuai dengan porsinya.

    4. Harga BBM Berpotensi Naik

    Pemerintah berencana memangkas subsidi BBM pada tahun 2025 mendatang. Jika benar demikian, maka masyarakat harus bersiap untuk kenaikan tarif BBM di tahun depan.

    Rencana kebijakan ini terungkap dalam Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025. Dalam dokumen tersebut, pemerintah mendorong dilakukannya pengendalian kategori konsumen untuk BBM jenis Pertalite dan Solar.

    Peningkatan konsumsi BBM ditambah harga jual yang berada di bawah harga keekonomian mengerek beban subsidi dan kompensasi. Selain itu, penyaluran BBM Subsidi saat ini dinilai kurang tepat pasalnya lebih banyak dinikmati mayoritas rumah tangga kaya.

    Dengan pengendalian konsumen yang berkeadilan, diperkirakan dapat mengurangi volume konsumsi Solar dan Pertalite sebesar 17,8 juta KL per tahun.

    “Keseluruhan simulasi reformasi subsidi dan kompensasi energi ini diproyeksikan akan menghasilkan efisiensi anggaran sebesar Rp 67,1 triliun per tahun,” demikian dikutip dari Dokumen Kerangka Ekonomi Makro dan Pokok-Pokok Kebijakan Fiskal Tahun 2025, Jumat (24/5/2024) lalu.

    5. Potensi Kenaikan Harga Gas LPG

    Dalam RAPBN 2025 disebutkan jika subsidi LPG Tabung 3 Kg hanya mencapai Rp 87,6 triliun atau naik tipis 2,3% dari outlook 2024 sebesar Rp 85,6 triliun. Kenaikan tipis ini mengindikasikan adanya langkah pembatasan penerima.

    Meski begitu, menurutnya perubahan skema subsidi gas melon ini diperkirakan baru akan diuji coba pada akhir 2025 mendatang. Sehingga jika benar nanti skema pemberian subsidi diganti, langkan ini baru bisa berjalan pada 2026 mendatang.

    Sebab nantinya pemberian subsidi LPG 3 kg ini akan mengacu pada Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS) untuk memastikan betul siapa penerima yang berhak dan yang tidak. Tentunya, jika subsidi gas Elpiji 3 kg dialihkan, maka ada potensi kenaikan harga yang cukup tinggi.

    Diperkirakan nilai subsidi LPG 3 kg mengalami pembengkakan beberapa tahun ke depan. Sebab asumsi antara DPR dengan pemerintah menyetujui adanya peningkatan konsumsi LPG di Indonesia pada tahun 2025 mendatang.

    6. IPL Apartemen Akan Dikenakan PPN

    Ada kabar kalau Iuran Pemeliharaan Lingkungan (IPL) pada rumah susun dan apartemen akan dikenakan PPN. Hal ini bermula dari surat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan wilayah Jakarta Barat mengenai sosialisasi pengelola apartemen.

    Dari surat yang diterima CNBC Indonesia, terpantau ada 19 apartemen yang masuk ke dalam daftar undangan, mulai dari PSSRS Komersial Campuran Seasons City Jakarta, Apartemen Grand Tropic, Apartemen Menara Latumenten hingga Apartemen Maqna Residence.

    Dalam surat tersebut, akan dilakukan kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat.

    “Sehubungan dengan adanya kegiatan sosialisasi PPN atas Jasa Pengelolaan/Service Charge kepada para pengelola apartemen oleh Kanwil DJP Jakarta Barat, dengan ini kami mengundang Saudara untuk menghadiri kegiatan tersebut yang akan dilaksanakan pada hari, tanggal Kamis, 26 September 2024 waktu 09.00 s.d. selesai,” tulis undangan yang ditandatangani secara elektronik oleh Kepala Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak Jakarta Barat Farid Bachtiar dikutip Rabu (25/9/2024).

    Mengenai surat tersebut, Kalangan penghuni rumah susun dan apartemen keberatan. Ketua Umum Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) Adjit Lauhatta menilai kebijakan itu tidak tepat karena banyak penghuninya merupakan kalangan menengah yang saat ini daya belinya tengah terganggu.

    Polemik pengenaan PPN untuk IPL menemui titik terang setelah Dewan Pengurus Pusat (DPP) Persatuan Perhimpunan Penghuni Rumah Susun Indonesia (P3RSI) bertemu dengan pejabat Direktorat Jenderal (Ditjen) Pajak yakni Muh. Tunjung Nugroho, Kepala Subdirektorat Peraturan Pajak Pertambahan Nilai Perdagangan, Jasa, dan Pajak Tidak Langsung Lainnya di Kantor Ditjen Pajak, Jl. Gatot Subroto, Jakarta.

    Kedua pihak membahas status dan aliran dana IPL warga rumah susun/apartemen sampai akhirnya dibelanjakan.

    Ketua P3RSI Adjit Lauhatta menyampaikan besaran IPL (per meter per segi) ditentukan dalam Rapat Umum Anggota (RUA) PPPSRS. Berapa dana urunan (IPL) itu disesuaikan dengan rencana anggaran program kerja tahunan. Setelah itu baru berapa besaran IPL itu diputuskan. Jadi, sejak awal PPPSRS memang tidak cari untung dari IPL.

    Dana IPL itu lalu ditampung dalam rekening Perhimpunan Pemilik dan Penghuni Satuan Rumah Susun (PPPSRS), yang selanjutnya akan dipergunakan untuk pembiayaan pengelolaan dan perawatan gedung.

    Dengan demikian, dalam kegiatan penampungan dana IPL dari warga ke PPPSRS itu tidak ada pelayanan jasa di situ. Karena itu, IPL tidak tidak memenuhi unsur pertambahan nilai.

    Pembentukan PPPSRS merupakan amanah UU No 20 Tahun 2011 tentang Rumah Susun untuk mengurusi pengelolaan Benda Bersama, Tanah Bersama, dan bagian bersama. Dan untuk mengelolanya, PPPSRS dapat membentuk atau menunjuk Badan Pengelola profesional.

    “Untuk mengelola dan merawat gedung serta berbagai fasilitasnya, tentunya dibutuhkan biaya besar. Sesuai amanat undang-undang biaya pengelolaan tersebut akan ditanggung renteng oleh pemilik dan penghuni rumah susun secara proporsional, dalam bentuk IPL yang merupakan dana urunan warga dan ditampung di rekening PPPSRS, seperti layaknya RT/RW,” kata Adjit.

    Sementara itu, Ketua PPPSRS Kalibata City, menampung aspirasi warga rumah susun. Sebagai catatan, Kalibata City yang jumlah unitnya sekitar 13 ribu itu merupakan rumah susun subsidi.

    “Selain pemilik, banyak juga penyewa yang tinggal di apartemen Kalibata City dengan alasan agar lebih hemat, karena kantornya di tengah kota Jakarta. Daripada mereka cicil rumah di Bogor atau Tangerang, dimana biaya transportasinya lebih mahal. Hingga kasihan kalau mereka ada tambah pajak (PPN) dari IPL,” kata Musdalifah.

    7. Rencana Tarif KRL Berbasis NIK

    Direktorat Jenderal Perkeretaapian Kementerian Perhubungan (Kemenhub) akhirnya mengumumkan soal pemberian subsidi KRL Jabodetabek menggunakan Nomor Induk Kependudukan (NIK). Apakah skema ini akan jadi diberlakukan pada 2025 mendatang?

    Dirjen Perkeretaapian Kemenhub Risal Wasal mengungkapkan bahwa skema ini masih sebatas rencana dan belum akan diberlakukan pada 2025.

    “Belum ada program untuk itu,” tegas Risal kepada CNBC Indonesia.

    Risal pun menegaskan pemberiian subsidi KRL Jabodetabek sama seperti yang dilakukan pada saat ini.

    “Iya (sama),” imbuhnya.

    dalam Dokumen Buku Nota Keuangan Rencana Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2025 disebutkan subsidi PSO dalam RAPBN tahun anggaran 2025 direncanakan sebesar Rp7.960,1 miliar (Rp7,9 triliun). Lebih rinci lagi, anggaran belanja Subsidi PSO tahun anggaran 2025 yang dialokasikan kepada PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp4.797,1 miliar (Rp4,79 triliun) untuk mendukung perbaikan kualitas dan inovasi pelayanan kelas ekonomi bagi angkutan kereta api antara lain KA ekonomi jarak jauh, KA ekonomi jarak sedang, KA ekonomi jarak dekat, KA ekonomi Lebaran, KRD ekonomi, KRL Jabodetabek, KRL Yogyakarta, dan LRT Jabodebek.

    Menariknya ada poin dimana penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek. Dengan perubahan skema subsidi berbasis NIK, artinya tidak semua masyarakat bisa menerima layanan KRL dengan harga yang murah seperti sekarang.

    “Penerapan tiket elektronik berbasis NIK kepada pengguna transportasi KRL Jabodetabek,” sebut dokumen tersebut.

    Sebagai catatan tarif KRL Jabodetabek belum naik sejak 2016. Adapun skema tarifnya yaitu sebesar Rp 3.000 untuk 25 kilometer (km) pertama dan ditambah 1.000 untuk setiap 10 kilometer.

    8. Opsen Pajak Kendaraan

    Opsen Pajak mulai berlaku pada 5 Januari 2025. Sebagaimana diketahui, pungutan opsen merupakan amanat Undang-Undang (UU) No. 1/2022 tentang Hubungan Keuangan Pemerintah Pusat dan Pemerintah Daerah (HKPD). Aturan tersebut berlaku tiga tahun setelah disahkan pada 5 Januari 2022 lalu.

    Dalam ketentuan umum UU No 1 tahun 2022 dijelaskan, Opsen adalah pungutan tambahan Pajak menurut persentase tertentu. Opsen Pajak Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen PKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok PKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Sementara, Opsen Bea Balik Nama Kendaraan Bermotor yang selanjutnya disebut Opsen BBNKB adalah Opsen yang dikenakan oleh kabupaten/kota atas pokok BBNKB sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

    Tarif Opsen PKB dan BBNKB pada Pasal 83 UU 1 tahun 2022 ditetapkan sebesar 66% dari pengenaan pajak kendaraan bermotor. Opsen pajak PKB dan BBNKB ditetapkan sebesar 66% yang dihitung dari besaran pajak terutang.

    Dengan demikian, akan ada tujuh komponen pajak yang harus dibayar oleh pengguna kendaraan bermotor baru, yakni BBN KB, opsen BBN KB, PKB, opsen PKB, SWDKLLJ, Biaya Administrasi STNK, dan biaya admin TNKB.

    (fsd/fsd)

  • Iuran BPJS Kesehatan Diisukan Naik, Ini Kata Menkes – Page 3

    Iuran BPJS Kesehatan Diisukan Naik, Ini Kata Menkes – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Iuran BPJS Kesehatan diisukan naik. Menanggapi hal ini, Menteri Kesehatan (Menkes) Budi Gunadi Sadikin mengaku belum ada kepastian soal kenaikan iuran ini. 

    Ia mengatakan saat ini masih adanya pembicaraan terlebih dahulu dengan Menteri Keuangan (Menkeu) dan Kepala BPJS.

    “Kalau BPJS itu belum pasti, masih diralat, jadi itu belum pasti, kita ada pembicaraan dengan Ibu Menteri Keuangan dan Kepala BPJS,” kata Budi Gunadi kepada wartawan di Gedung Kemenkes, Jakarta, Kamis (6/2/2025).

    Dirinya menjelaskan, apa yang nanti dibicarakan dengan Menkeu dan Kepala BPJS akan disampaikan kepada Presiden Prabowo Subianto. 

    “Dan itu nanti apa yang kita bicarakan akan diajukan dulu ke Bapak Presiden. Perhitungannya sudah ada, tapi keputusannya belum ada. Karena itu nanti kan Bapak Presiden yang memutuskan,” pungkasnya.

    Isu Iuran BPJS Kesehatan Naik

    Sebelumnya, iuran BPJS Kesehatan diisukan naik seiring dengan adanya pemberlakuan Kelas Rawat Inap Standar (KRIS). Muncul juga isu BPJS Kesehatan yang defisit anggaran dan gagal bayar yang memperkuat adanya isu kenaikan iuran BPJS Kesehatan.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti memastikan bahwa aset neto BPJS Kesehatan masih sehat, meskipun ada risiko defisit. Ghufron mengatakan kepercayaan publik yang tinggi dan pemakaian atau utilisasi layanan BPJS Kesehatan yang semakin masif menjadi penyebab risiko defisit.

    Saat ini, sekitar 1,7 juta orang per hari menggunakan BPJS Kesehatan tersebut.Meski begitu, Ali Ghufron memastikan pihaknya lancar dalam membayar rumah sakit pada 2025.