Tag: Ali Ghufron Mukti

  • Daftar 8 Jenis Penyakit Habiskan Biaya BPJS Kesehatan Paling Banyak

    Daftar 8 Jenis Penyakit Habiskan Biaya BPJS Kesehatan Paling Banyak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah penyakit dengan biaya tinggi ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Penyakit katastropik disebut masih menjadi yang paling banyak menyerap anggaran.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan, sepanjang 2024, pembiayaan penyakit katastropik mencapai sekitar Rp37 triliun. Angka itu diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti.

    Penyakit jantung menjadi beban terbesar dalam biaya tersebut. Kanker menempati posisi kedua sebagai penyakit dengan kasus dan pengeluaran tinggi.

    “Pertama itu penyakit yang paling banyak jantung, kedua itu kanker,” ungkap Ali dikutip dari Detik.com, Sabtu, (16/8/2025).

    Penyakit gagal ginjal dan kebutuhan cuci darah juga masuk dalam daftar penyumbang beban besar BPJS Kesehatan. Disebutkan pula, pasien terbanyak berasal dari kelompok lanjut usia atau lansia.

    Jumlah lansia saat ini tercatat sekitar 28 juta orang. Populasi itu diperkirakan akan terus meningkat sehingga potensi munculnya penyakit juga semakin besar.

    Menurut Ali Ghufron, pembiayaan pemeriksaan harus ditanggung BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, program skrining kesehatan digelar untuk mendorong masyarakat hidup lebih sehat.

    Daftar 8 penyakit dengan biaya tinggi yang saat ini ditanggung BPJS Kesehatan:

    Jantung: 22.550.047 kasus, pengeluaran Rp19,25 triliun
    Kanker: 4.240.719 kasus, pengeluaran Rp6,49 triliun
    Stroke: 3.899.305 kasus, pengeluaran Rp5,82 triliun
    Gagal ginjal: 1.448.406 kasus, pengeluaran Rp2,76 triliun
    Haemophilia: 131.639 kasus, pengeluaran Rp1,11 triliun
    Thalassaemia: 353.226 kasus, pengeluaran Rp794,46 miliar
    Leukemia: 168.351 kasus, pengeluaran Rp599,91 miliar
    Sirosis hepatis: 248.373 kasus, pengeluaran Rp463,52 miliar.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BPJS Kesehatan Susun Langkah Hadapi Beban Pembiayaan Perawatan Lansia

    BPJS Kesehatan Susun Langkah Hadapi Beban Pembiayaan Perawatan Lansia

    Jakarta

    BPJS Kesehatan menyiapkan langkah untuk menghadapi beban pembiayaan kesehatan yang meningkat secara signifikan. Hal ini terjadi seiring dengan bertambahnya jumlah penduduk lanjut usia (lansia) di Indonesia yang mencapai 28 juta jiwa.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengungkapkan kelompok lansia cenderung memiliki risiko tinggi mengalami berbagai penyakit. Misalnya seperti penyakit jantung, kanker, dan gagal ginjal yang memang membutuhkan perawatan jangka panjang dan biaya yang besar.

    “Pembiayaan penyakit katastropik pada 2024 mencapai sekitar 37 triliun rupiah. Jumlah ini akan terus meningkat jika kita tidak mengedepankan pencegahan,” ungkapnya saat ditemui di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (13/8/2025).

    Prof Ali Ghufron mengatakan saat ini BPJS Kesehatan tengah menyiapkan langkah-langkah yang konkret untuk menghadapi proyeksi penambahan kelompok usia lansia tersebut.

    Salah satunya, dengan memasifkan program skrining kesehatan. Hal ini bertujuan untuk mendeteksi dini penyakit dan mengedukasi masyarakat dalam menerapkan gaya hidup sehat.

    “BPJS bikin screening ini tujuannya agar orang itu berpola hidup sehat, juga pendekatan lain seperti sosialisasi yang dibalut dengan seni,” kata Prof Ali Ghufron.

    Dalam menjalani program ini, Prof Ali Ghufron berharap dapat berkolaborasi dengan lintas sektor. Ini termasuk dengan fasilitas kesehatan yang sudah berjalan baik, sehingga dapat memperkuat kesadaran publik soal pentingnya menjaga kesehatan dan mengoptimalkan manfaat program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN).

    (sao/kna)

  • Daftar Penyakit yang Sedot Biaya BPJS Kesehatan Terbanyak, Jantung Nomor 1

    Daftar Penyakit yang Sedot Biaya BPJS Kesehatan Terbanyak, Jantung Nomor 1

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti menyebutkan beberapa penyakit atau masalah kesehatan yang ditanggung BPJS Kesehatan. Terbanyak saat ini masih digunakan untuk mengcover layanan terkait penyakit katastropik.

    Ia mengungkapkan beban pembiayaan penyakit katastropik mencapai sekitar 37 triliun rupiah di tahun 2024.

    “Pertama itu penyakit yang paling banyak jantung, kedua itu kanker,” beber Prof Ali Ghufron saat ditemui di Kelapa Gading, Jakarta Utara, Rabu (13/8/2025).

    Dia menambahkan penyakit yang berhubungan dengan ginjal seperti cuci darah dan gagal ginjal juga menjadi salah satu penyakit dengan biaya besar yang ditanggung BPJS Kesehatan.

    Dalam penjelasannya, Prof Ali Ghufron menyebut pasien yang paling banyak saat ini adalah dari kelompok lanjut usia atau lansia. Jumlahnya sekitar 28 juta orang.

    Menurutnya, jumlah itu akan terus bertambah. Dan seiring bertambahnya usia, berbagai penyakit dapat muncul.

    “Maka, ini harus dibiayai oleh BPJS Kesehatan, termasuk pemeriksaan. Makanya, BPJS membuat screening agar orang itu bisa berpola hidup sehat,” beber dia.

    Berikut delapan penyakit berbiaya mahal yang ditanggung BPJS Kesehatan:

    Jantung: 22.550.047 kasus, pengeluaran Rp 19,25 triliunKanker: 4.240.719 kasus, pengeluaran Rp 6,49 triliunStroke: 3.899.305 kasus, pengeluaran Rp 5,82 triliunGagal Ginjal: 1.448.406 kasus, pengeluaran Rp 2,76 triliunHaemophilia: 131.639 kasus, pengeluaran Rp 1,11 triliunThalassaemia: 353.226 kasus, pengeluaran Rp 794,46 miliarLeukaemia: 168.351 kasus, pengeluaran Rp 599,91 miliarCirrhosis Hepatis: 248.373 kasus, pengeluaran Rp 463,52 miliar

    (sao/kna)

  • Info Lengkap Pemutihan BPJS Kesehatan 2025, Begini Penjelasannya

    Info Lengkap Pemutihan BPJS Kesehatan 2025, Begini Penjelasannya

    Jakarta

    Tak sedikit orang yang menantikan kabar program pemutihan Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) dari BPJS Kesehatan. Pemutihan sendiri dikaitkan dengan penghapusan tunggakan iuran, sehingga banyak dinantikan oleh masyarakat.

    Apakah tahun ini ada program pemutihan iuran dari BPJS Kesehatan?

    Hingga saat ini, BPJS Kesehatan belum memberikan pemutihan iuran untuk peserta JKN yang menunggak. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan ada sekitar 17 juta peserta JKN yang masih menunggak.

    Meski belum ada pemutihan, ia menjelaskan pihaknya akan memberi bantuan melalui program New REHAB 2.0, berupa diskon dan skema cicilan untuk iuran. Implementasi diskon dilakukan dengan pemotongan masa tunggakan dengan maksimal dua tahun.

    Sebagai contoh, peserta JKN menunggak cicilan selama tiga tahun, maka saat mendaftar New REHAB 2.0 akan mendapat potongan satu tahun, sehingga cukup membayar dua tahun.

    “Kalau orang harusnya bayar, tapi nggak bayar itu dianggap hutang. Jadi bukan diputihkan, tapi kami diskonlah, dikasih kemudahan,” kata Ghufron dalam sebuah wawancara beberapa waktu lalu.

    Sampai 31 Desember 2024, BPJS Kesehatan mencatat ada 1,73 juta peserta JKN yang mengikuti program REHAB dan sebanyak 910 ribu peserta di antaranya telah kembali aktif. Dari program ini, BPJS Kesehatan telah mengumpulkan dana mencapai Rp 1,69 triliun.

    Menurut Ghufron, ada beberapa faktor yang menyebabkan iuran bulanan BPJS Kesehatan tidak dibayar.

    “Ada dua, pertama ability to pay, karena dia kemampuannya untuk membayar terbatas. Kedua willingness to pay, kemauannya untuk membayar memang belum,” ujar Ghufron.

    Ghufron menjelaskan program New REHAB 2.0 berbeda dengan versi sebelumnya. Perbedaannya adalah cicilan saat ini sudah termasuk biaya bulanan, sehingga status kepesertaan akan langsung aktif setelah cicilan terakhir lunas.

    Cara Daftar Program REHAB 2.0

    Syarat dan ketentuan pendaftaran program REHAB 2.0 untuk Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU):

    Bagi peserta yang termasuk dalam Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) dan Bukan Pekerja (BP) yang memiliki tunggakan lebih dari 3 bulan (4-24 bulan).Peserta mendaftar melalui aplikasi Mobile JKN dan/atau ke kantor cabang BPJS Kesehatan.Maksimal periode tahapan pembayaran selama satu siklus program adalah 12 bulan.Status kepesertaan akan aktif setelah seluruh tunggakan dan iuran bulan lunas.

    Syarat peserta di segmen selain PBPU yang memiliki tunggakan PBPU:

    Peserta selain PBPU dan BP seperti pada Pekerja Penerima Upah (PPU), Peserta Penerima Bantuan Iuran (PBI), dan yang memiliki tunggakan lebih dari dua bulan.Peserta mendaftar melalui aplikasi Mobile JKN dan/atau ke kantor cabang BPJS Kesehatan.Maksimal periode tahapan pembayaran dalam satu siklus program adalah 36 bulan.

    (avk/kna)

  • Warga Indonesia Kebanyakan Minum Manis, Risiko Ginjal Rusak-Cuci Darah Naik

    Warga Indonesia Kebanyakan Minum Manis, Risiko Ginjal Rusak-Cuci Darah Naik

    Jakarta

    Data dari Survei Kesehatan Indonesia 2023 menunjukkan sebanyak 47,5 persen warga Indonesia berusia 3 tahun ke atas mengonsumsi minuman manis lebih dari 1 kali dalam sehari. Sisanya, sekitar 43,3 persen, mengonsumsi minuman manis 1-6 kali seminggu.

    Kondisi ini sangat berpengaruh terhadap kesehatan dalam jangka panjang, terutama kerusakan ginjal yang berujung hemodialisis atau cuci darah.

    Minuman berpemanis dalam kemasan mengandung rata-rata 22 gram gula per 250 ml atau sekitar 45,6 persen lebih tinggi dari batas konsumsi gula yang dianjurkan oleh Kementerian Kesehatan RI. Peningkatan kadar gula dalam darah dapat merusak fungsi insulin dan meningkatkan resistensi insulin.

    Kadar gula tinggi dalam darah atau diabetes melitus, yang berlangsung cukup lama, dapat mempengaruhi fungsi ginjal dalam mengeluarkan racun dan cairan berlebih dari dalam tubuh. Kondisi ini lambat laun akan merusak sistem penyaringan dalam ginjal, hingga akhirnya kerusakan pada ginjal dan gagal ginjal.

    Inilah yang menyebabkan semakin banyaknya orang yang melakukan cuci darah di usia muda karena ginjalnya gagal berfungsi menyaring kotoran dan racun dalam darah.

    “Yang berisiko menjadi penyebab adalah diabetes dan hipertensi. Jadi gaya hidup yang buruk bisa mengganggu fungsi ginjal,” tutur Ketua Perhimpunan Nefrologi Indonesia (PERNEFRI) dr Pringgodigdo Nugroho, SpPD-KGH kepada detikcom beberapa waktu lalu.

    Studi yang terbitkan dalam Clinical Journal of the American Society of Nephrology menemukan mereka yang banyak mengonsumsi minuman berpemanis dalam kemasan memiliki risiko 61 persen terkena penyakit ginjal kronis. Belum lagi, mengonsumsi minuman manis meningkatkan risiko diabetes yang berkaitan dengan penurunan fungsi ginjal pemicu gagal ginjal kronis.

    Pembiayaan penyakit gagal ginjal naik di BPJS Kesehatan

    Pembiayaan kesehatan gagal ginjal kronis di BPJS Kesehatan dilaporkan mencapai Rp 11 triliun pada 2024. Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti menilai tren tersebut berkaitan dengan kenaikan kasus penyakit gagal ginjal kronik, termasuk di generasi muda dalam beberapa tahun terakhir.

    “Tahun 2024 ini mencapai Rp 11 triliun, cukup besar untuk seluruh penyakit gagal ginjal kronik, ini baru yang hanya tercover BPJS saja,” ucap Ghufron, Selasa (11/2).

    Prof Ghufron mengimbau masyarakat utamanya generasi muda untuk memerhatikan pola minum dan makan, juga mengontrol riwayat penyakit yang meningkatkan risiko gagal ginjal.

    (kna/kna)

  • Tarif Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Bakal Naik? Ini Kata Menkes BGS

    Tarif Iuran Jaminan Kesehatan Nasional Bakal Naik? Ini Kata Menkes BGS

    Jakarta, CNBC Indonesia – Pemerintah sempat berencana untuk menaikkan tarif iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada 2026. Alasannya, besaran iuran BPJS Kesehatan belum disesuaikan dalam lima tahun terakhir.

    Lantas, apakah rencana itu akan jadi dilaksanakan?

    Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin mengungkapkan, hingga kini belum ada pembahasan terkait rencana tersebut.

    “Masih belum dibahas,” ujarnya saat ditemui di gedung DPR RI, Jakarta, Selasa (15/7/2025).

    Sebelumnya, Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan sempat buka suara mengenai rencana kenaikan iuran Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) pada tahun 2026. Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyampaikan bahwa rencana itu sudah termasuk dalam 8 skenario untuk memastikan operasionalnya berkelanjutan.

    Ia mengatakan, pihaknya sudah memiliki kalkulasi atas rencana kenaikan. Akan tetapi, Ghufron mengatakan rinciannya belum bisa dipublikasikan. Menurutnya, skenario kenaikan tarif tersebut tengah didiskusikan dengan pemerintah dan akan diputuskan oleh pemerintah.

    “Namanya skenario ya ada penyesuaian sekian apa ini, tetapi kan ini bukan pengambilan putusan dan BPJS tidak mengambil keputusan itu, tapi BPJS itu sadar sekali apa yang dilakukan dan tahu persis punya datanya dan lain sebagainya, tapi bukan pengambil keputusan,” terang Ghufron di Public Expose Kinerja BPJS Kesehatan, Jakarta Pusat, Senin (14/7/2025).

    Ketika ditanya apa saja isi dari delapan skenario tersebut, Ghufron hanya memberikan satu contoh, yaitu bagaimana melakukan cost sharing dan seperti apa dampaknya.

    “Jadi kalau seandainya nih, kan ada delapan skenario, kalau cost sharing sekian kira-kira dampaknya terhadap utilisasi berapa,” terang Ghufron.

    Sebagai informasi, Menteri Kesehatan Budi Gunadi Sadikin pun menegaskan pentingnya kenaikan tarif iuran BPJS Kesehatan saat ini, setelah lima tahun terakhir sejak 2020 tidak mengalami kenaikan. Padahal, belanja kesehatan masyarakat kata dia terus naik dari tahun ke tahun dengan kisaran 15%.

    “Sama aja kita ada inflasi 5%, gaji pegawai atau menteri tidak boleh naik selama 5 tahun, itu kan agak menyedihkan juga kalau kita bilang ke karyawan atau supir kita gak naik 5 tahun padahal inflasi 15% kan enggak mungkin,” ucap Budi di DPR, pada Februari lalu.

    “Ini memang bukan sesuatu yang populer, tapi somebody harus ngomong itu kalau enggak nanti di ujung-ujungnya meledak, kaget, bahaya. Lebih baik kita jujur bilang dengan kenaikan kesehatan 10-15% per tahun sedangkan tarif BPJS enggak naik 5 tahun itu kan enggak mungkin, jadi harus naik,” tegasnya.

    Menurut Budi, kenaikan belanja kesehatan masyarakat saat ini pun telah lebih tinggi daripada pertumbuhan ekonomi atau Produk Domestik Bruto (PDB). Pada 2023, total belanja kesehatan mencapai Rp 614,5 triliun atau naik 8,2% dari 2022 yang senilai Rp 567,7 triliun. Sebelum periode Covid-19 pun pada 2018 belanja kesehatan naik 6,2% dari Rp 421,8 triliun menjadi Rp 448,1 triliun.

    Budi menegaskan, kenaikan belanja kesehatan yang sudah melampaui pertumbuhan PDB Indonesia yang hanya di kisaran 5% selama 10 tahun terakhir itu tidak sehat.

    “Kita hati-hati Bapak Ibu bahwa pertumbuhan belanja kesehatan nasional itu selalu di atas pertumbuhan GDP, itu akibatnya tidak sustain Bapak Ibu,” ungkap Budi.

    (wia)

    [Gambas:Video CNBC]

  • BPOM-BPJS Kesehatan Perkuat Pengawasan Obat, UMKM Didorong Naik Kelas

    BPOM-BPJS Kesehatan Perkuat Pengawasan Obat, UMKM Didorong Naik Kelas

    Jakarta

    Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) dan BPJS Kesehatan menandatangani nota kesepahaman untuk memperkuat sinergi pengawasan obat dan makanan. Penandatanganan dilakukan oleh Kepala BPOM Taruna Ikrar dan Dirut BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti di kantor BPOM, Selasa (24/6/2025).

    Kerja sama ini bertujuan mengintegrasikan perencanaan, kebijakan, hingga monitoring distribusi obat secara efisien dan transparan demi mendukung Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang inklusif dan berkeadilan.

    “Pengawasan BPOM mencakup seluruh rantai, dari riset, produksi, izin edar, hingga distribusi di lapangan. Kami tidak bisa bekerja sendiri,” ujar Taruna Ikrar dalam sambutannya.

    Ghufron menambahkan bahwa prinsip gotong royong yang diusung BPJS Kesehatan akan memperkuat sinergi ini. “Dengan gotong royong, semua tertolong,” ujarnya.

    Selain menggandeng BPJS Kesehatan, BPOM juga menjalin kerja sama dengan berbagai organisasi, seperti APDESI, APIMSA, HMI, Ormas Salimah, dan BIG Indonesia. Fokusnya adalah pemberdayaan masyarakat dan UMKM di sektor obat dan makanan.

    Menurut data BPOM, lebih dari 12.000 UMKM telah terdaftar dan dibina dalam bidang obat bahan alam, kosmetik, dan pangan olahan. BPOM menyebut UMKM sebagai target strategis untuk didorong naik kelas melalui sertifikasi dan registrasi produk.

    “UMKM adalah tulang punggung ekonomi. Mereka menyumbang 61 persen PDB dan menyerap sekitar 97 persen tenaga kerja,” ujar Ketua Umum APIMSA (Asosiasi Pengusaha Kecil Menengah Mikro Nusantara), Neng Eem Marhamah Zulfa Hiz.

    Sebagai bagian dari kolaborasi, BPOM dan APIMSA menggelar APIMSA Fest 2025 pada 23-25 Juni di kantor BPOM. Bazar bertema ‘Festival UMKM untuk Negeri’ ini menghadirkan 63 booth UMKM dengan berbagai produk, mulai dari makanan, minuman, fashion, hingga produk kesehatan.

    Kepala BPOM menilai bazar ini menjadi sarana pembinaan, promosi, dan perluasan pasar bagi pelaku UMKM. Selain mendukung perekonomian, kegiatan ini juga memperkuat komitmen BPOM dalam menjaga keamanan produk yang beredar di masyarakat.

    (naf/kna)

  • Ada 56,8 Juta Peserta JKN Nonaktif, Bos BPJS Kesehatan Ungkap Penyebabnya

    Ada 56,8 Juta Peserta JKN Nonaktif, Bos BPJS Kesehatan Ungkap Penyebabnya

    Jakarta

    Jumlah peserta nonaktif Program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) terus meningkat dari tahun ke tahun. Per Maret 2025, jumlah peserta non-aktif telah mencapai 56,8 juta jiwa. Angka ini naik dari 55,4 juta jiwa pada akhir 2024 dan 53,8 juta jiwa pada 2023. Adapun pada 2022, jumlah peserta non-aktif tercatat sebanyak 44,4 juta jiwa.

    Dari total peserta nonaktif tersebut, sebanyak 41,5 juta jiwa merupakan hasil mutasi kepesertaan, sementara sisanya disinyalir karena tunggakan iuran.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti tidak menampik kemungkinan peserta tidak aktif akan terus bertambah di tengah penonaktifan 7,3 juta peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) karena penyesuaian data. Hal ini disebabkan peserta yang semula PBI kemungkinan mendadak enggan membayar karena beralih ke iuran mandiri.

    “Iya bisa (bertambah peserta nonaktif). Karena yang bersangkutan nggak tahu nonaktif, kita kan masalahnya banyak peserta itu tidak aktif cari tahu, ada tetapi sangat sedikit yang mungkin berkaitan di sektor kesehatan saja malah,” terang Prof Ghufron saat ditemui detikcom di Gedung BPOM RI, Selasa (24/6/2025).

    Prof Ghufron kembali mengingatkan masyarakat secara berkala memastikan aktif atau tidaknya kepesertaan BPJS Kesehatan. Hal ini demi menghindari kemungkinan peserta tidak bisa memanfaatkan layanan BPJS saat berobat.

    Terlebih, akses pengecekan semakin dipermudah dengan adanya JKN Mobile.

    “Itu seluruh masyarakat harus cek saya ini aktif atau nggak BPJS, jangan sampai terlambat, sudah sakit baru bingung, lho kok nggak aktif?”

    “Jadi setiap saat bisa mengecek, kan gampang kita sudah punya Super App, Mobile JKN, banyak masyarakat belum tahu, kalau sekarang nggak perlu antre ke RS, cek di situ saja, aplikasi, sudah tahu, oh kapan nanti dilayani di klinik mana? Komplit sekali,” lanjut dia.

    (naf/kna)

  • 7,3 Juta Peserta PBI Dinonaktifkan, Ada Apa? Begini Kata Bos BPJS Kesehatan

    7,3 Juta Peserta PBI Dinonaktifkan, Ada Apa? Begini Kata Bos BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti memastikan 7,3 juta peserta penerima bantuan iuran jaminan kesehatan (PBI JK) yang dinon-aktifkan tidak lantas mengurangi jatah 98,7 juta PBI seperti yang diamanatkan Undang Undang.

    Total 7,3 juta PBI akan digantikan dengan yang sesuai verifikasi Kementerian Sosial melalui Data Tunggal Sosial dan Ekonomi Nasional (DTSEN). Hal ini untuk memastikan penerima manfaat benar-benar termasuk kategori miskin dan rentan miskin.

    “Itu diganti, orangnya bisa ganti, (PBI), jumlahnya kan tetap,” tegas Prof Ghufron saat ditemui detikcom di Gedung BPOM RI, Jakarta Pusat, Selasa (24/6/2025).

    Prof Ghufron memberikan catatan peserta yang merasa masuk kategori PBI tetapi dinonaktifkan per Mei 2025, bisa langsung melakukan reaktivasi.

    Dengan syarat, melapor ke dinas sosial setempat, mengikuti proses verifikasi dan dinyatakan benar masuk kategori miskin atau hampir miskin, hingga pertimbangan lain yang bersangkutan memiliki penyakit kronis atau kondisi darurat yang diperlukan penanganan sesegera mungkin.

    “Kalau seperti itu, bisa langsung reaktivasi,” tandasnya.

    Masyarakat yang mendatangi fasilitas kesehatan dan baru mengetahui kepesertaannya non-aktif namun tidak masuk kategori PBI, tetap bisa mendapatkan pelayanan. Namun, dilanjutkan sebagai pasien mandiri.

    Prof Ghufron menyesalkan masih banyak warga yang tidak mengecek terlebih dulu kepesertaannya sebelum menjalani pengobatan di fasilitas kesehatan klinik maupun rumah sakit. Pasalnya, saat ini akses pengecekan relatif lebih mudah melalui JKN Mobile.

    Selain mengecek status peserta, JKN Mobile juga mempermudah proses pendaftaran sehingga masyarakat tidak perlu lagi mengantre.

    “Itu seluruh masyarakat harus cek saya ini aktif atau nggak BPJS, jangan sampai terlambat, sudah sakit baru bingung, lho kok nggak aktif?”

    “Jadi setiap saat bisa mengecek, kan gampang kita sudah ounya Super App, Mobile JKN, banyak masyarakat belum tahu, kalau sekarang nggak perlu antre ke RS, cek di situ saja, aplikasi, sudah tahu, oh kapan nanti dilayani di klinik mana? Komplit sekali,” pungkasnya.

    (naf/naf)

  • Tanda Jantung Bermasalah yang Sering Dianggap Biasa

    Tanda Jantung Bermasalah yang Sering Dianggap Biasa

    Jakarta

    Tanda jantung bermasalah tidak selalu spesifik, kerap dianggap biasa karena mirip seperti keluhan sehari-hari. Dampaknya, banyak masalah jantung tidak segera teratasi dan menjadi beban pembiayaan kesehatan yang signifikan.

    Hal ini tergambar dari beban pembiayaan penyakit yang ditanggung BPJS Kesehatan dalam 11 tahun terakhir, yang mencapai Rp 1.087,4 triliun. Sebagian besar di antaranya untuk membiayai masalah jantung, diikuti stroke, kanker, dan gagal ginjal.

    “Kasus jantung terbesar, menempati posisi di atas, lebih dari 70 persen dari total utilisasi,” tandas Direktur Utama BPJS Kesehatan, Prof Ali Ghufron Mukti, dalam rapat kerja bersama Komisi IX DPR RI, Senin (26/5/2025).

    Apa Itu Penyakit Jantung?

    Dikutip dari Medlineplus, penyakit jantung atau heart disease merupakan istilah yang mencakup berbagai tipe masalah jantung dan termasuk dalam kelompok penyakit kardiovaskular. Penyakit ini menjadi salah satu penyebab kematian paling besar di seluruh dunia.

    Ada berbagai jenis penyakit jantung, salah satunya congenital heart disease yakni penyakit jantung bawaan yang didapat sejak lahir. Jenis lain yang paling banyak ditemui adalah coronary artery disease atau dikenal sebagai penyakit jantung koroner.

    Berbagai masalah jantung yang terkait penyakit jantung koroner antara lain:

    Angina, yakni nyeri dada akibat sumbatan atau penyempitan aliran darah ke jantungSerangan jantung (heart attack), yakni ketika sel-sel jantung mati karena tidak teraliri darah dan oksigenGagal jantung (heart failure), yakni ketika jantung gagal memompa darah dengan efektif ke seluruh tubuhAritmia, yakni gangguan irama jantung.Tanda-Tanda Jantung Bermasalah yang Sering Dianggap Biasa

    Ada banyak gejala yang menandakan jantung bermasalah, namun banyak juga di antaranya tidak spesifik. Artinya, gejala tersebut umum dialami sehari-hari dan memang tidak selalu dipicu oleh masalah jantung.

    Beberapa di antaranya adalah sebagai berikut:

    1. Nyeri dada

    Dikutip dari WebMD, nyeri dada merupakan gejala paling umum yang muncul ketika mengalami serangan jantung atau penyumbatan arteri jantung. Umumnya disertai sesak napas dan rasa tertekan di area dada.

    Kenapa dianggap biasa? Penggambaran nyeri dada pada setiap orang berbeda-beda, sehingga kadang sulit dibedakan dengan gejala penyakit lain. Banyak yang mengalaminya, namun ternyata karena GERD (Gastroesophageal Reflux Disease) alias asam lambung.

    2. Mudah letih

    Mudah letih dan ngos-ngosan saat melakukan aktivitas ringan sehari-hari juga bisa menjadi pertanda masalah jantung. Misalnya saat menaiki tangga, atau sekadar jalan-jalan di pusat perbelanjaan.

    Kenapa dianggap biasa? Ada banyak faktor yang menyebabkan tubuh cepat merasa letih. Pada gangguan jantung, biasanya terjadi secara ekstrem dan tidak ada sebab yang jelas.

    3. Batuk yang tidak sembuh-sembuh

    Batuk yang tidak sembuh-sembuh juga bisa menjadi pertanda jantung bermasalah, khususnya gagal jantung. Saat jantung tidak bisa mengimbangi kebutuhan tubuh, terjadi kebocoran darah di paru-paru yang memicu batuk, kadang disertai mucus atau lendir berwarna pink.

    Kenapa dianggap biasa? Pada kebanyakan kasus, batuk yang tidak sembuh-sembuh memang tidak terkait langsung dengan penyakit jantung dan lebih berhubungan dengan infeksi pernapasan.

    4. Kaki bengkak

    Bengkak di area kaki bisa menandakan kerja jantung yang tidak efektif, sehingga darah menumpuk di vena yang membuatnya melebar. Gagal jantung juga menyebabkan ginjal melepas kelebihan air dan natrium, yang membuat kaki bengkak.

    Kenapa dianggap biasa? Kaki bengkak juga sangat umum dialami ketika berdiri terlalu lama, meski tanpa masalah jantung.

    5. Denyut jantung tidak teratur

    Palpitasi, yakni ketika jantung berdebar lebih cepat dan tidak teratur, bisa menandakan masalah jantung yakni atrial fibrillation yang butuh penanganan segera. Segera periksakan jika mengalaminya.

    Kenapa dianggap tidak biasa? Perubahan denyut jantung sangat wajar terjadi antara lain saat merasa cemas, terkejut, atau sangat gembira. Efek minum kopi dan kurang tidur juga bisa berpengaruh pada irama jantung.

    Kapan Harus Periksa?

    Pada prinsipnya, berbagai keluhan yang tidak biasa dan tanpa penyebab yang bisa dijelaskan sebaiknya diperiksakan ke dokter. Syukur jika ternyata bukan gejala penyakit jantung, namun jika ternyata berbahaya bisa segera ditangani.

    Berdebar-debar saat bangun tidur misalnya, walaupun banyak dialami dalam keseharian, tetap disarankan periksa jika mengalaminya tidak seperti biasanya. Terlebih, tidak ada penyebab seperti minum kopi.

    “Yang nggak normal adalah saat tidak ada apa-apa, tidak ada pemicu, bangun tiba-tiba berdebar,” kata dokter jantung dr Yuri Afifah, SpJP dalam perbincangan dengan detikcom beberapa waktu silam.

    “Kalau denyutannya tidak teratur, berarti itu salah satu tanda aritmia. Tanda lain mungkin saja denyutnya teratur tapi di atas 150 kali per menit,” jelas dr Yuri.

    Jenis-Jenis Tes Jantung

    Dikutip dari Mayo Clinic, ada banyak tes yang bisa dilakukan untuk memeriksa kondisi jantung. Di antaranya:

    Tes darah, mulai dari pemeriksaan kolesterol sebagai faktor risiko penyakit jantung, hingga pemeriksaan berbagai macam protein yang terkait gangguan jantung.X-ray, untuk melihat adanya pembengkakan jantung.EKG atau ECG (Electrocardiogram), untuk merekam dan mendeteksi denyut jantung yang tidak teratur.Echocardiogram, atau dikenal juga sebagai USG jantung, untuk mengamati detail pergerakan jantung.Stress test, pengamatan denyut jantung yang dilakukan dengan treadmill atau alat lain untuk melakukan aktivitas fisik.Dan sebagainya.

    (up/up)