Tag: Ali Ghufron Mukti

  • Video Kala Dirut BPJS Singgung RI Jadi Negara Paling Bahagia

    Video Kala Dirut BPJS Singgung RI Jadi Negara Paling Bahagia

    Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) menggelar acara Pemberian Penghargaan Fasilitas Kesehatan Berkomitmen dalam Program JKN sekaligus Pertemuan Nasional Fasilitas Kesehatan Tahun 2025 yang digelar di Kawasan Menteng Jakarta Pusat, pada Kamis (9/10). Dalam acara itu, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti menyinggung soal Indonesia yang dinobatkan sebagai negara paling bahagia di dunia tahun 2025. Klaim itu merupakan hasil penelitian Harvard lewat studi Global Flourishing Study pada Mei 2025 lalu.

    “Ini Mei kemarin, Indonesia dinobatkan terhebat, terbahagia gitu. Jadi meskipun dikorupsi ya bahagia, masih bisa senyum-senyum gitu ya. Keracunan bahagia gitu ya”, ungkap Ali Ghufron saat menutup sambutannya.

    Klik di sini untuk menonton berita lainnya!

  • 6
                    
                        Soal Biaya Medis Keracunan MBG, Dirut BPJS Kesehatan: Jika KLB, Tanggung Jawab Pemda
                        Nasional

    6 Soal Biaya Medis Keracunan MBG, Dirut BPJS Kesehatan: Jika KLB, Tanggung Jawab Pemda Nasional

    Soal Biaya Medis Keracunan MBG, Dirut BPJS Kesehatan: Jika KLB, Tanggung Jawab Pemda
    Penulis
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Biaya medis akibat keracunan Makan Bergizi Gratis (MBG) menjadi tanggung jawab Pemerintah Daerah (Pemda) jika peristiwa keracunan itu ditetapkan sebagai Kejadian Luar Biasa (KLB).
    Hal itu disampaikan Direktur Utama (Dirut) BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti.
    Oleh karena itu, dia menyebut, BPJS Kesehatan akan menanggung biaya penanganan medis dalam kasus keracunan MBG selama bukan KLB.
    “Sepanjang tidak ada
    declare
    bahwa itu masalah terkait dengan KLB. Kalau KLB lokal, maka tanggung jawabnya pemda,” kata Ali Ghufron Mukti di Jakarta, Kamis (9/10/2025), dikutip dari
    Antaranews
    .
    Namun, dia juga mengingatkan bahwa manfaat pembiayaan tersebut hanya berlaku bagi peserta BPJS Kesehatan.
    “BPJS Kesehatan hanya menjamin peserta BPJS. Masa bukan (peserta) BPJS, dijamin oleh BPJS?” ujarnya.
    Diketahui, pelaksanaan program MBG menjadi sorotan karena telah mengakibatkan ribuan orang terdampak keracunan.
    Kepala Badan Gizi Nasional (BGN) Dadan Hidayana menyebutkan, terdapat lebih dari 6.457 orang terdampak keracunan MBG hingga 30 September 2025.
    “Kita lihat di wilayah satu ada yang mengalami gangguan pencernaan sebanyak 1.307, wilayah dua bertambah, tidak lagi 4.147, ditambah dengan yang di Garut mungkin 60 orang,” kata Dadan di rapat Komisi IX DPR RI.
    “Kemudian, wilayah III ada 1.003 orang,” ujarnya melanjutkan.
    Sementara itu, Kementerian Kesehatan (Kemenkes) melaporkan sedikitnya 60 kasus dengan 5.207 penderita dari insiden keracunan menu MBG hingga pertengahan September 2025.
    Badan Pengawasan Obat dan Makanan (BPOM) juga mencatat 55 kasus dengan 5.320 penderita. Jawa Barat menjadi provinsi dengan kasus keracunan MBG terbanyak.
    Merespons kasus keracunan terssebut, Pemerintah tidak tinggal diam. Sejumlah langkah dilakukan.
    Di antaranya, menutup Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) atau dapur umum MBG yang bermasalah di sejumlah daerah.
    Kemudian, mewajibkan SPPG memiliki Sertifikat Laik Higienis dan Sanitasi (SLHS), mengevaluasi juru masak hingga alur limbah dapur.
    Selanjutnya, Pemerintah juga akan memperbaiki tata kelola BGN. Salah satunya dengan memerintahkan agar BGN merekrut koki atau juru masak yang terlatih.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Cak Imin Ingin ‘Bebaskan’ Tunggakan Peserta JKN, Ini Kata BPJS Kesehatan

    Cak Imin Ingin ‘Bebaskan’ Tunggakan Peserta JKN, Ini Kata BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Menteri Koordinator Pemberdayaan Masyarakat Muhaimin Iskandar atau Cak Imin mengatakan pemerintah berencana untuk menghapus tunggakan para peserta Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) yang belum dibayar. Menurutnya, angka tunggakan tersebut mencapai triliunan rupiah.

    Ketua Dewan Pengawas BPJS Kesehatan, Prof Abdul Kadir mengatakan bahwa penghapusan tunggakan peserta JKN bisa saja dilakukan, namun pihaknya menyebut butuh adanya regulasi yang mengatur hal tersebut.

    “Kalau ada payung hukum dari pemerintah bahwa tunggakan itu akan diputihkan, maka tentunya kami dari BPJS Kesehatan akan mengikuti itu,” kata Abdul kepada awak media di Jakarta Pusat, Kamis (9/10/2025).

    “Jadi yang paling penting bagi kami itu tidak ada masalah, yang penting masyarakat itu nantinya memang betul-betul mendapatkan layanan dan akses ke pelayanan kesahatan. Kalau ada payung hukum keputusan pemerintah bahwa itu adalah pemutihan, maka kami pastikan akan melakukan itu,” sambungnya.

    Abdul mengatakan bahwa kalaupun ada penghapusan tunggakan, ke depannya harus disertai dengan upaya meningkatkan kesadaran peserta untuk membayar. Di sisi lain, hal ini juga akan berbenturan dengan kemampuan peserta itu sendiri dalam hal ekonomi.

    “Bahwa salah satu kewajiban dia jadi peserta JKN misalnya, itu mempunyai kewajiban untuk membayar iuran. Dan, mereka harus memiliki semacam prioritas utama untuk melakukan kewajiban membayar iuran,” katanya.

    “Ability to pay (kemampuan untuk membayar iuran) masyarakat kita, penghasilan mereka banyak yang kurang, mau dipaksa bayar juga nggak mampu. Untuk makan saja susah apalagi bayar iuran. Paling penting saat ini meningkatkan keuntungan ekonomi kita,” sambungnya.

    Masih Dalam Proses Pembahasan

    Senada, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengatakan mekanisme ini masih dalam pembahasan bersama pemerintah.

    “Dalam proses pembahasan. Tetapi yang jelas pemerintah berkeinginan masyarakat (peserta JKN) yang menunggak itu tidak terbebani,” kata Ghufron.

    “Terutama, yang memang nggak bisa ditagih juga. Tapi itu, waktu itu masih di dalam proses pembahasan. Masih menunggu, sekarang kami belum terima,” sambungnya.

    Halaman 2 dari 2

    Simak Video “Video: Dirut BPJS Jelaskan 2 Hal yang Tidak Bisa Diklaim Peserta JKN”
    [Gambas:Video 20detik]
    (dpy/kna)

  • Program Cek Kesehatan Gratis Berjalan, Pemanfaatan BPJS Kesehatan Meningkat

    Program Cek Kesehatan Gratis Berjalan, Pemanfaatan BPJS Kesehatan Meningkat

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan skrining kesehatan bisa dilakukan melalui aplikasi Mobile JKN. Apabila hasil pemeriksaan menunjukkan indikasi masalah medis pasien, bisa menjalani pemeriksaan lanjutan di Puskemas.

    Seperti yang diketahui, sebenarnya Kementerian Kesehatan beberapa bulan lalu juga mengeluarkan program skrining Cek Kesehatan Gratis (CKG). Berkaitan dengan hal tersebut, Ghufron memastikan program skrining milik BPJS Kesehatan dan Kemenkes tidak tumpang tindih.

    “Tidak tumpang tindih. Karena itu melengkapi,” kata Ghufron ketika ditemui awak media di Karanganyar, Jawa Tengah, Rabu (17/9/2025).

    “Nanti, kalau pun dia ketemu penyakit, yang ketemu di pemeriksaan gratis (CKG), kalau sakit ke faskes, yang bayar BPJS Kesehatan, nah itu jadinya menyatu,” sambungnya.

    Ghufron mengungkapkan terjadi peningkatan jumlah orang yang datang ke fasilitas kesehatan semenjak adanya program CKG. Meski tak merinci jumlah kenaikannya, Ghufron menyebut pengguna JKN sebenarnya terus naik tiap tahun.

    Ia mencontohkan pada tahun 2014, awal-awal BPJS Kesehatan dibentuk, jumlah pasien yang memanfaatkan JKN hanya sebanyak 252 ribu sehari. Sedangkan saat ini, jumlah pasien yang memanfaatkan JKN bisa lebih dari 2 juta orang tiap hari.

    “Ya, yang jelas meningkat (jumlah pasien). Terhadap skrining, ada pemeriksaan. Kalau di (skrining) BPJS kan, sudah beberapa waktu, tahun 2022. Jadi sudah lama. Nah, sekarang ada pemeriksaan gratis (CKG), itu tentu meningkatkan,” ujarnya.

    Karena kesadaran masyarakat soal kesehatan makin besar akibat adanya program CKG dan skrining BPJS Kesehatan, Ghufron mengakui sebenarnya ada kenaikan beban klaim yang dikeluarkan BPJS Kesehatan. Meski begitu, ia mengatakan hal ini sangat normal.

    Melalui CKG dan skrining kesehatan BPJS Kesehatan, diharapkan masalah kesehatan yang dialami pasien bisa ditemukan lebih dini. Dengan begitu, biaya layanan di masa depan bisa turun akhirnya.

    “Iya, tetapi karena kita bayarnya kapitasi, bebannya memang lebih tinggi. Contoh di sini, kalau dibanding 4 tahun yang lalu, setiap harinya jumlah pasien naik atau meningkat. Ini akibat kesadaran masyarakat,” ujar Ghufron.

    “Tapi on the long run, karena mereka sudah sadar kesehatan, dalam waktu dekat atau pendek itu mesti meningkatkan biaya. Pasti. Dalam waktu jangka panjang, karena kemudian mereka sehat, akhirnya turun. Tapi jangka panjang ya, jangka panjang itu bisa lebih 5 tahun,” tandasnya.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • 124 Ribu WNA Jadi Peserta JKN, Emang Boleh? BPJS Kesehatan Jelaskan Aturannya

    124 Ribu WNA Jadi Peserta JKN, Emang Boleh? BPJS Kesehatan Jelaskan Aturannya

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan jumlah iuran yang dikumpulkan dari keanggotaan program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) warga negara asing (WNA) lebih besar dibandingkan uang yang dikeluarkan untuk perawatan. Ia lantas mencontohkan untuk di Bali pengeluaran BPJS untuk pengobatan WNA tidak sampai Rp 1 miliar setahun.

    “Yang menarik iuran yang dikumpulkan dari semua ini, masih lebih banyak dari yang kita keluarkan untuk mengobati atau pelayanan kesehatan bagi 124 ribu orang asing ini,” ujar Ghufron dalam acara temu media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

    “Di Bali itu tidak sampai Rp 1 miliar, per bulan, dengan 15 ribu orang pendudukan asing,” sambungnya.

    Dalam kesempatan tersebut ia menegaskan WNA yang bekerja secara formal di Indonesia selama setidaknya 6 bulan, memang wajib menjadi anggota JKN. Sehingga tidak sembarangan WNA menjadi anggota JKN.

    Ia menambahkan WNA yang terdaftar tidak hanya ada di Bali, melainkan wilayah-wilayah lain. Ia mencontohkan beberapa daerah seperti Jakarta, Yogyakarta, dan Sulawesi juga ada warga asing yang menjadi anggota JKN.

    Beberapa sektor pekerjaan yang dilakukan oleh WNA meliputi pertambangan, perhotelan, dan sektor lain.

    “Adalah sebuah kewajiban menurut UU No 24 tahun 2011, tentang BPJS, terutama di pasal 14 yang menyebutkan bahwa tidak saja semua orang wajib menjadi peserta, termasuk orang asing yang bekerja paling tidak 6 bulan, dan ini umumnya yang dimaksud adalah bukan wisatawan, tapi pekerja di sektor formal ya, bukan informal,” ujar Ghufron.

    “Iya ini termasuk pekerja penerima upah atau PPU ya. Jadi seperti PPU pada umumnya,” tandasnya.

    (avk/up)

  • Skizofrenia Jadi Masalah Kesehatan Jiwa Terbanyak di RI, Inikah Biang Keroknya?

    Skizofrenia Jadi Masalah Kesehatan Jiwa Terbanyak di RI, Inikah Biang Keroknya?

    Jakarta

    Skizofrenia menjadi kasus masalah kesehatan jiwa dengan jumlah kasus terbanyak di Indonesia. Ini berdasarkan jumlah klaim BPJS dengan nilai terbesar dalam kurun waktu 2020-2024.

    PLT Direktur Utama Rumah Sakit Jiwa Daerah (RSJD) dr Arif Zainudin Surakarta dr Wahyu Nur Ambarwati, SpKJ mengungkapkan skizofrenia merupakan masalah kesehatan mental serius yang membuat seseorang kesulitan atau kesulitan terkoneksi dengan realitas.

    Ini merupakan salah satu jenis gangguan jiwa berat yang memerlukan pengobatan rutin dan pemantauan dari dokter. Terlebih, penyakit ini juga bersifat kronis dan sangat berisiko untuk relapse.

    “Skizofrenia ini jenisnya termasuk kronis relapse disease. Pasien-pasien skizofrenia itu harus rutin kontrol, kemudian mengonsumsi obat. Karena salah satu, yang menstabilkan neurotransmitter dopamin, itu adalah adalah obat-obatan antipsikotik,” ucap dr Wahyu dalam acara temu media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

    dr Wahyu mengingatkan penyakit jiwa seperti skizofrenia sebenarnya bisa dicegah. Namun, stigma yang beredar di tengah masyarakat berkaitan dengan penyakit jiwa seringkali menghambat pengobatan lebih dini.

    Ini membuat pasien datang berobat terlanjur memiliki gejala berat. Lalu, angka kasus skizofrenia di Indonesia pun terus meningkat dan kasusnya menjadi yang terbanyak bila dibandingkan masalah kesehatan jiwa lainnya.

    “Jadi jangan menunggu sudah ada gejala yang berat, seperti halusinasi, tetapi pada saat seseorang sudah ada stresor, mulai tidak baik-baik saja, mulai cemas ringan, mulai ada hendaya (ketidakmampuan) beberapa fungsi, nah itu sudah perlu intervensi awal,” jelasnya.

    “Itu yang kadang-kadang, balik lagi ke stigma, balik lagi ke akses, padahal dari JKN (Jaminan Kesehatan Nasional) sendiri sudah banyak sekali memberikan akses untuk layanan psikiatri. Jadi seperti itu yang harus kita antisipasi di masyarakat. Mari kita sama-sama menghapus stigma,” tandas dr Wahyu.

    Dalam kesempatan yang sama, Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan kesehatan jiwa di Indonesia adalah salah satu masalah serius. Selama periode 2020-2024, nilai klaim BPJS Kesehatan untuk penanganan gangguan jiwa tembus hingga Rp 6,7 triliun.

    BPJS Kesehatan juga mencatat adanya kenaikan setiap tahun. Pada tahun 2024, biaya yang dikeluarkan untuk kesehatan jiwa mencapai Rp 1,9 triliun, naik dari Rp 1,6 triliun pada tahun 2023. Sedangkan pada tahun 2022 nilai klaim mencapai Rp 1,2 triliun, tahun 2021 dengan Rp 1 triliun, dan tahun 2020 dengan Rp 937 miliar.

    Menurut data BPJS Kesehatan, skizofrenia adalah gangguan kejiwaan dengan jumlah klaim kasus terbanyak dengan 7.499.226 klaim kasus. Total pasien yang menjalani perawatan sebanyak 473.144 jiwa.

    “Yang paling banyak ini skizofrenia. Skizofrenia itu tidak bisa membedakan realitas dan idealitas. Biayanya itu hampir Rp 3,5 triliun tahun 2020-2024,” tandas Ghufron.

    Halaman 2 dari 2

    (avk/kna)

  • Klaim BPJS Kesehatan untuk Gangguan Jiwa Naik! Hampir Rp 2 Triliun, Ini Rinciannya

    Klaim BPJS Kesehatan untuk Gangguan Jiwa Naik! Hampir Rp 2 Triliun, Ini Rinciannya

    Jakarta

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Ali Ghufron Mukti mengungkapkan bahwa nilai klaim program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) untuk masalah kesehatan mental mencapai Rp 6 triliun lebih. Jumlah tersebut berdasarkan data nilai pengeluaran total periode tahun 2020-2024.

    Ghufron menyebut jumlah biaya yang dikeluarkan untuk menangani masalah kesehatan mental naik setiap tahun.

    “Biayanya dalam waktu 2020-2024, sekitar Rp 6,7 triliun. Biaya untuk merawat yang sudah dibayar oleh BPJS untuk perawatan orang dengan gangguan jiwa (ODGJ),” kata Ghufron ketika ditemui awak media di Surakarta, Jawa Tengah, Selasa (16/9/2025).

    Untuk tahun 2024, biaya yang dikeluarkan oleh BPJS Kesehatan mencapai Rp 1,9 triliun. Jumlah itu meningkat dari tahun 2023 dengan Rp 1,6 triliun, tahun 2022 dengan Rp 1,2 triliun, tahun 2021 dengan Rp 1 triliun, dan tahun 2020 dengan Rp 937 miliar.

    “Yang menarik tahun 2024 itu, sudah hampir Rp 2 triliun biayanya, kasusnya meningkat. Kalau kita lihat dari 2,6 juta (klaim kasus) tahun 2020 ini meningkat terus sampai 5.186.418 kasus tahun 2024. Ini luar biasa,” tandasnya.

    Berdasarkan jenis penyakit, berikut ini sederet masalah kesehatan mental dengan nilai pembiayaan BPJS Kesehatan tertinggi:

    Skizofrenia – 7.499.226 klaim kasus – Rp 3,4 triliunOther Anxiety Disorder – 3.198.873 klaim kasus – Rp 693,3 miliarDepressive Episode – 1.550.728 klaim kasus – Rp 425,9 miliarHyperkinetic Disorders – 1.321.789 klaim kasus – Rp 252 miliarBipolar Affective Disorder – 948.818 klaim kasus – Rp 281,2 miliar

    (avk/naf)

  • 15 Ribu Orang Asing di Bali Jadi Peserta BPJS Kesehatan

    15 Ribu Orang Asing di Bali Jadi Peserta BPJS Kesehatan

    Jakarta

    Sebanyak 15 ribu Warga Negara Asing (WNA) terdaftar dalam program Jaminan Kesehatan Nasional (JKN). Hal ini diungkap langsung oleh Direktur Utama BPJS Kesehatan, Ali Ghufron Mukti saat rapat dengan DPR RI.

    Menurut Ghufron, kepesertaan WNA dalam JKN sudah sesuai dengan UU Nomor 24 Tahun 2011 tentang Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS). Dalam aturan tersebut, disebutkan bahwa WNA yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib menjadi peserta JKN.

    “Di Undang-undang nomor 24 tahun 2011, setiap orang yaitu termasuk pekerja rumah tangga dan juga orang asing yang bekerja paling singkat 6 bulan di Indonesia wajib menjadi peserta JKN. Di Bali saja sudah lebih dari 15 ribu orang asing yang menjadi peserta BPJS,” ujarnya dalam RDPU dengan Badan Legislasi (Baleg) DPR RI di Kompleks Parlemen, Senin (8/9/2025).

    Secara keseluruhan jumlah peserta BPJS saat ini sudah mencapai 281 juta orang. Angka itu setara dengan 98,82% dari jumlah penduduk Indonesia.

    “Cakupan kepesertaan program JKN ini sekarang sudah mencapai luar biasa, 281 juta lebih atau 98,82%,” tuturnya.

    Capaian ini menjadikan Indonesia sebagai salah satu negara yang berhasil dalam mengimplementasikan program jaminan kesehatan secara nasional. Sebagai perbandingan, Jerman saja butuh waktu hingga 127 tahun untuk mencapai level yang sama.

    “Jerman memiliki waktu 127 tahun. Brasil, Uni Eropa, 100 tahunan lebih. Jepang 36 tahun. Tercepat itu Korea Selatan 12 tahun, dan Indonesia 10 tahun sejak BPJS lahir itu sudah 98,82%, artinya tinggal 1,18%,” tutup Ghufron.

    (acd/acd)

  • Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu

    Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu

    Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan Ali Ghufron Mukti ditemui di sela Mukernas Persatuan Dokter Spesialis Neurologi Indonesia (Perdosni) di Bandung, Sabtu (23/8/2025). ANTARA/Ricky Prayoga

    Dirut BPJS Kesehatan: Soal iuran naik 2026 tanyakan ke Bu Menkeu
    Dalam Negeri   
    Editor: Calista Aziza   
    Senin, 25 Agustus 2025 – 12:40 WIB

    Elshinta.com – Direktur Utama Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Ali Ghufron Mukti menyarankan agar pertimbangan naiknya iuran kepesertaan BPJS Kesehatan mulai 2026 agar ditanyakan dan dikonfirmasi ke Menkeu Sri Mulyani.

    Ali Gufron di Bandung, Senin, mengatakan pernyataan tersebut bukanlah datang dari pihaknya, sehingga lebih baik menanyakan ke narasumber pertama isu ini. Narasumber dimaksud adalah Sri Mulyani yang menyatakan akan ada penyesuaian tarif BPJS mulai 2026.

    “Kan Dirut BPJS belum pernah ngomong itu. Silahkan tanyakan beliau,” kata Ali Gufron.

    Meski demikian, Ali menilai jika terealisasikan hal tersebut bagus dan baik. “Itu bagus,” katanya.

    Sebelumnya, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan ditujukan untuk menjaga keberlanjutan program.

    “Keberlanjutan dari Jaminan Kesehatan Nasional (JKN) akan sangat bergantung kepada berapa manfaat yang diberikan untuk kepesertaan. Kalau manfaatnya makin banyak, berarti biayanya memang makin besar,” kata Sri Mulyani dalam Rapat Kerja bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI di Jakarta, Kamis (21/8).

    Dengan penyesuaian tarif, kata Sri Mulyani, jumlah Penerima Bantuan Iuran (PBI) juga bisa ditingkatkan.

    Meski begitu, pemerintah juga akan tetap memperhatikan kemampuan peserta mandiri.

    “Makanya, kami memberikan subsidi sebagian dari yang mandiri. Mandiri itu masih Rp35 ribu kalau tidak salah, harusnya Rp43 ribu. Jadi, Rp7 ribunya itu dibayar oleh pemerintah, terutama untuk Peserta Bukan Penerima Upah (PBPU),” tambah Menkeu.

    Untuk keputusan lanjutan dari wacana penyesuaian tarif iuran BPJS Kesehatan, Sri Mulyani menyebut akan dilakukan diskusi lebih lanjut bersama DPR, Menteri Kesehatan, dan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan.

    Anggaran kesehatan pada Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026 dialokasikan sebesar Rp244 triliun.

    Sumber : Antara

  • Daftar 8 Jenis Penyakit Habiskan Biaya BPJS Kesehatan Paling Banyak

    Daftar 8 Jenis Penyakit Habiskan Biaya BPJS Kesehatan Paling Banyak

    Jakarta, CNBC Indonesia – Sejumlah penyakit dengan biaya tinggi ditanggung oleh BPJS Kesehatan. Penyakit katastropik disebut masih menjadi yang paling banyak menyerap anggaran.

    Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti mengatakan, sepanjang 2024, pembiayaan penyakit katastropik mencapai sekitar Rp37 triliun. Angka itu diungkapkan Direktur Utama BPJS Kesehatan Prof Ali Ghufron Mukti.

    Penyakit jantung menjadi beban terbesar dalam biaya tersebut. Kanker menempati posisi kedua sebagai penyakit dengan kasus dan pengeluaran tinggi.

    “Pertama itu penyakit yang paling banyak jantung, kedua itu kanker,” ungkap Ali dikutip dari Detik.com, Sabtu, (16/8/2025).

    Penyakit gagal ginjal dan kebutuhan cuci darah juga masuk dalam daftar penyumbang beban besar BPJS Kesehatan. Disebutkan pula, pasien terbanyak berasal dari kelompok lanjut usia atau lansia.

    Jumlah lansia saat ini tercatat sekitar 28 juta orang. Populasi itu diperkirakan akan terus meningkat sehingga potensi munculnya penyakit juga semakin besar.

    Menurut Ali Ghufron, pembiayaan pemeriksaan harus ditanggung BPJS Kesehatan. Oleh karena itu, program skrining kesehatan digelar untuk mendorong masyarakat hidup lebih sehat.

    Daftar 8 penyakit dengan biaya tinggi yang saat ini ditanggung BPJS Kesehatan:

    Jantung: 22.550.047 kasus, pengeluaran Rp19,25 triliun
    Kanker: 4.240.719 kasus, pengeluaran Rp6,49 triliun
    Stroke: 3.899.305 kasus, pengeluaran Rp5,82 triliun
    Gagal ginjal: 1.448.406 kasus, pengeluaran Rp2,76 triliun
    Haemophilia: 131.639 kasus, pengeluaran Rp1,11 triliun
    Thalassaemia: 353.226 kasus, pengeluaran Rp794,46 miliar
    Leukemia: 168.351 kasus, pengeluaran Rp599,91 miliar
    Sirosis hepatis: 248.373 kasus, pengeluaran Rp463,52 miliar.

    (dce)

    [Gambas:Video CNBC]