Tag: Alexander Marwata

  • Alexander Marwata Nilai Pimpinan Baru KPK Tanpa Sosok Perempuan Bukan Masalah

    Alexander Marwata Nilai Pimpinan Baru KPK Tanpa Sosok Perempuan Bukan Masalah

    Jakarta, Beritasatu.com – Lima pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2024-2029 yang dipilih Komisi III DPR seluruhnya adalah laki-laki. Wakil Ketua KPK Alexander Marwata menilai tak masalah pimpinan baru KPK jilid VI kali ini tidak diisi sosok perempuan.

    “Jadi enggak ada persoalan juga saya kira,” kata Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Jumat (22/11/2024).

    Pria yang akrab disapa Alex ini meyakini program pemberantasan korupsi KPK tetap akan berjalan seperti biasa di bawah pimpinan baru KPK. Dia menilai, tidak harus ada keterwakilan gender untuk mengisi posisi pimpinan KPK. “Tidak harus ada keterwakilan gender, tetapi program kampanye itu tetap bisa dilakukan secara efektif,” ujar Alex.

    Komisi III DPR telah memilih lima orang pimpinan baru KPK periode 2024-2029 di gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, pada Kamis (21/11/2024). Komisi III DPR juga langsung menetapkan ketua KPK terpilih untuk periode mendatang, yakni Setyo Budiyanto.

    Berikut ini daftar lima pimpinan baru KPK dan perolehan suaranya:

    1. Setyo Budiyanto: 46 suara
    2. Johanis Tanak: 48 suara
    3. Fitroh Rohcahyanto: 48 suara
    4. Agus Joko Pramono: 39
    5. Ibnu Basuki Widodo: 33.
     

  • KPK Jamin Kegiatan OTT Tidak Akan Dihilangkan Pimpinan Baru

    KPK Jamin Kegiatan OTT Tidak Akan Dihilangkan Pimpinan Baru

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memastikan tidak akan menghilangkan aksi operasi tangkap tangan (OTT) karena hal tersebut bagian dari penindakan perkara tindak pidana korupsi 

    Wakil Ketua KPK RI Alexander Marwata mengakui salah satu pimpinan KPK yang baru Johanis Tanak sempat menyampaikan akan menghilangkan OTT saat melakukan fit and proper test di DPR.

    Alex mengatakan bahwa pihaknya sudah melakukan tabayun untuk mengklarifikasi hal tersebut kepada Johanis Tanak. Hasil tabayun itu, katanya, menjelaskan bahwa Johanis Tanak sebenarnya tidak ingin OTT dihilangkan.

    “Tangkap tangan itu juga ada dan diambil di dalam undang-undang. Bahkan bukan hanya penyelidik dan penyidik, masyarakat pun bisa melakukan kegiatan tangkap tangan ketika mengetahui ada suatu kejahatan, bukan begitu, Itu yang ingin diluruskan oleh Pak Tanak seperti itu,” tutur Alex di Jakarta, Jumat (22/11).

    Alex mengakui bahwa OTT tidak ada dalam nomenklatur perundang-undangan.

    Menurutnya, OTT menjadi bagian proses penyidikan atau operasi yang direncanakan penyidik untuk mengungkap perkara korupsi terutama suap atau gratifikasi.

    “Kami melakukan penyelidikan yang arahnya apa yaitu untuk mengungkap tindak pidana korupsi dalam hal ini adalah suap. Jadi umumnya perkara suap itu kami lakukan dengan tindakan tangkap tangan,” katanya.

    Dia kembali menegaskan bahwa kegiatan OTT tetap akan dilakukan oleh KPK, meski dalam nomenklatur perundang-undangan tidak ada seperti yang disampaikan oleh pimpinan KPK baru Johanis Tanak.

    “Jadi itu saja ya. Jadi cuma istilah atau nomenklatur. Kegiatannya saya pikir tidak akan hilang,” ujarnya.

  • Alex Marwata Ucapkan Selamat ke Pimpinan dan Dewas KPK Terpilih

    Alex Marwata Ucapkan Selamat ke Pimpinan dan Dewas KPK Terpilih

    Bisnis.com, JAKARTA – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) RI Alexander Marwata mengucapkan selamat kepada 5 pimpinan KPK yang baru saja terpilih lewat tahapan fit and proper test di DPR pada Kamis (21/11/2024). 

    Alex mengimbau masyarakat agar tidak lagi melakukan aksi pro dan kontra terhadap 5 nama yang lolos kualifikasi untuk menjadi pimpinan KPK. Dia juga menyarankan agar 5 pimpinan KPK yang baru didukung serta diawasi.

    “Saya juga sudah sampaikan kepada insan KPK, kalian tidak punya privilage untuk memilih pimpinan KPK. Jadi terima apa adanya dan dukung serta awasi,” tuturnya di Jakarta, Jumat (22/11).

    Dia berpandangan terpilihnya 5 pimpinan KPK yang baru nanti harus membawa jiwa semangat untuk memperkuat KPK sekaligus menjadi garda depan dalam memberantas korupsi di Indonesia.

    “Pimpinan KPK yang baru nanti harus bisa menjaga integritas, akuntabilitas sekaligus menjaga kepercayaan masyarakat kepada KPK,” katanya.

    Tidak hanya itu, Alex juga mengucapkan selamat kepada dewan pengawas (dewas) KPK yang baru. Dia berharap dewas KPK tersebut bisa bersinergi positif untuk jaga tata kelola pengawasan yang baik.

    “Tentu selama saya 9 tahun di sini, banyak tantangan dan juga kendala, PR serta juga harapan kepada pimpinan dan dewas KPK yang baru,” ujarnya.

  • Alexander Marwata Nilai Pimpinan Baru KPK Tanpa Sosok Perempuan Bukan Masalah

    KPK Soroti Dana Otsus Papua: Jangan Ada Suap dan Proyek Fiktif

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menaruh atensi khusus terhadap pengelolaan dana otonomi khusus (otsus) Papua. Lembaga antikorupsi itu mewanti-wanti agar jangan sampai ada penyalahgunaan dalam pengelolaannya.

    Perhatian itu disampaikan KPK saat menerima audiensi dari perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024). Tujuan audiensi ini yakni menggali peluang kolaborasi antara MRP dengan KPK dalam mengawasi pengelolaan dana otsus dan program pembangunan yang berorientasi pada kesejahteraan orang asli Papua (OAP).

    “Dana otsus Papua memiliki nilai anggaran yang besar, terlebih sekarang ada enam provinsi hasil pemekaran. Kami berharap pengelolalaannya transparan dan bisa berdampak bagi masyarakat. Jangan sampai ada penyalahgunaan seperti adanya suap dan proyek fiktif,” kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata.

    Alex menyampaikan dana otsus Papua yang berasal dari APBN ini merupakan pembiayaan untuk mengatur serta mengurus kepentingan masyarakat setempat. Dana ini diprioritaskan untuk bidang-bidang tertentu, seperti pemberdayaan ekonomi, kesehatan, dan pendidikan.

    Diungkapkan Alex, MRP bisa menjalin koordinasi dengan Kedeputian Koordinasi dan Supervisi (Korups) KPK dalam membahas berbagai isu terkait pengelolaan dana otsus Papua. Menurutnya, audiensi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi dana otsus Papua.

    “Audiensi ini menjadi momentum untuk mengevaluasi pelaksanaan dana otsus. KPK tidak memiliki kantor di daerah, silakan berkoordinasi dengan Kedeputian Korsup terkait masalah-masalah yang ditemukan di lapangan,” ujar Alex.

    Hal serupa juga disampaikan Ketua KPK Nawawi Pomolango. Dia menilai audiensi tersebut menjadi momentum untuk memastikan tata kelola yang baik dalam pelaksanaan dana otsus Papua.

    “Menurut kami, MRP bukan hanya sekadar organisasi, tetapi juga sebuah lembaga pemerintahan daerah otonomi khusus yang diakui oleh undang-undang. Kehadiran MRP menjadi kontrol atas seluruh aspek kehidupan masyarakat Papua dan memastikan tata kelola pemerintahan di Papua berjalan baik dan bersih. Ini tentu sejalan dengan misi KPK dalam pemberantasan korupsi,” ungkap Nawawi.

    Sementara itu, Ketua Dewan Kehormatan MRP Dorince Mehue menegaskan pihaknya punya tanggung jawab memastikan dana otsus dapat dirasakan dampaknya oleh masyarakat Papua. Namun, dia turut menyoroti seputar isu dalam distribusi dana otsus Papua.

    “Distribusi dana otsus sering kali bermasalah. Kami tidak tahu siapa yang menggunakan dan mengelola dana ini. Kami datang ke sini untuk meminta KPK memeriksa kembali pengelolaan keuangan di daerah Papua,” ungkap Dorince.

    Dorince juga menyoroti soal masih adanya masalah ketimpangan di Papua. Padahal, Papua memiliki sumber daya alam yang berlimpah.

    “MRP lahir dari perjuangan masyarakat asli Papua. Namun, masih banyak hak dasar OAP, terutama terkait pengelolaan kekayaan alam, yang belum terpenuhi. Papua kaya akan sumber daya alam, tetapi rakyatnya masih hidup dalam kemiskinan. Kami bertugas menjaga agar manfaat otsus benar-benar sampai kepada OAP,” pungkasnya.

    Senada dengan itu, anggota Pansus dan Kelompok Kerja Perempuan MRP Febiola Irriani Ohe menekankan pentingnya kolaborasi dengan KPK. Dia meyakini kolaborasi ini penting demi memastikan tata kelola dana otsus Papua berjalan secara transparan dan akuntabel.

    “Dana otsus Papua yang besar harus dipastikan manfaatnya tepat sasaran. Kami berharap KPK dapat menjadi mitra strategis dalam pengawasan dan pemberantasan korupsi di Papua,” imbuhnya.

  • KPK Nilai Sahbirin Noor Rugi jika Tak Hadir dalam Pemeriksaan Jumat

    KPK Nilai Sahbirin Noor Rugi jika Tak Hadir dalam Pemeriksaan Jumat

    Jakarta, Beritasatu.com – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menilai mantan Gubernur Kalimantan Selatan (Kalsel), Sahbirin Noor merugi jika kembali tidak menghadiri pemeriksaan yang dijadwalkan Jumat (22/11/2024). 

    Sahbirin Noor dipanggil KPK untuk dimintai keterangan sebagai saksi terkait kasus dugaan suap dalam pengerjaan proyek di Pemprov Kalsel.

    Sosok yang akrab disapa Paman Birin itu sejatinya sempat dipanggil KPK untuk diperiksa Senin (18/11/2024). Hanya saja, yang bersangkutan mangkir dari panggilan tersebut.

    “Iyalah (rugi). Nanti siapa yang membela? Kalau dia enggak hadir rugi karena apa yang disampaikan oleh tersangka saksi itu kan nanti akan disampaikan di persidangan dan nanti enggak ada yang bantah,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Alex menerangkan, Sahbirin dapat menyampaikan sejumlah bukti yang membantah dugaan keterlibatannya dalam kasus tersebut saat pemeriksaan. Jika memang ada, bukti tersebut dapat menjadi hal yang meringankan.

    Untuk itu, Alex berharap Sahbirin dapat bersikap kooperatif. Menurut Alex, tim penyidik KPK hanya akan menggali keterangan Sahbirin seputar hal yang diketahui, dilihat, dan dialami.

    “Kalau dia merasa tidak pernah menerima sesuatu atau tidak pernah memerintahkan stafnya untuk menerima uang dan sebagainya, ya tolong sampaikan. Ini supaya imbang antara keterangan dari tersangka dan keterangan dari saksi. Itu akan menjadi pertimbangan hakim untuk memutuskan siapa saja para pihak yang terlibat,” ucap Alex.

    Sementara itu, Alex masih belum berbicara lebih detail seputar peluang menjemput paksa Sahbirin jika tak hadir pada pemeriksaan mendatang. Dia hanya menyebut upaya itu akan ditentukan oleh tim penyidik KPK.

    “Tentu ketika KPK melakukan pemanggilan terhadap para pihak itu pasti sudah diyakini ada relevansinya dengan proses pembuktian. Sejauh ini kan saksi-saksi atau tersangka yang sudah ditetapkan mungkin ada yang menyebut untuk siapa uang itu. Tentu harus kami klarifikasi. Harus kita tanyakan, benar enggak. Jangan sampai keterangan saksi atau tersangka itu bersifat fitnah bisa tidak didukung dengan bukti,” ungkap Alex.

    “Kalau memang tidak pernah menerima uang, sampaikan saja dalam pemeriksaan oleh penyidik KPK itu,” sambungnya.

  • Puluhan Tersangka Belum Ditahan, Pimpinan KPK: Overload Beban Kerja

    Puluhan Tersangka Belum Ditahan, Pimpinan KPK: Overload Beban Kerja

    Jakarta, Beritasatu.com – Puluhan orang yang ditetapkan sebagai tersangka oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) masih belum dilakukan penahanan hingga pengujung masa jabatan pimpinan KPK jilid lima (2019-2024) kali ini. KPK berdalih penahanan terhadap mereka belum dilakukan karena adanya overload beban kerja penyidik maupun jaksa penuntut umum.

    “Kenapa belum dilakukan penahanan, sekali lagi kadang-kadang masuk akal apa yang disampaikan penyidik dan penuntut umum misalnya terkait dengan overload beban pekerjaan,” kata Wakil Ketua KPK, Alexander Marwata di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Alex mengatakan penahanan terhadap seorang tersangka KPK memiliki batas waktu yang mesti diperhatikan. Pihak lembaga antikorupsi itu memiliki proyeksinya sendiri seputar kapan pemberkasan tersangka tersebut akan rampung.

    “Kalau kira-kira tidak cukup penahanannya sampai dengan batas waktu yang ditetapkan sampai dilimpahkan pengadilan, tentu lebih baik kita tunda, kan begitu, enggak ada persoalan,” ujar Alex.

    Selain itu, Alex mengungkapkan penahanan terhadap tersangka juga tak kunjung dilakukan jika kasusnya berkaitan dengan kerugian keuangan negara. Dia mengakui proses untuk kasus tersebut cukup lama mengingat mesti menunggu audit baik dari Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) maupun Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP).

    Untuk itu, Alex mengaku telah meminta agar pihak internal KPK sendiri melalui akuntan forensik untuk menghitung dugaan kerugian keuangan negara dalam suatu kasus. Dia menilai hal itu sebagai solusi agar penanganan kasus terkait kerugian negara tidak berlarut-larut.

    “KPK sekarang punya akuntan forensik dan kita sudah pernah mengajukan perkara dengan hasil perhitungan dari akuntan forensik kita dan itu diterima oleh hakim,” tutur Alex.

    “Ini yang saya harus selalu sampaikan dan ingatkan kepada teman-teman di penindakan dan penuntutan KPK ‘jangan lagi menunggu hasil audit BPK atau BPKP.’ Kalau yang sekarang dan masih dalam proses oleh BPK atau BPKP ya kita tunggu tetapi kalau yang belum, masih menunggu antrean dan sebagainya lebih baik kita hitung sendiri,” sambungnya.

  • Alexander Marwata Nilai Pimpinan Baru KPK Tanpa Sosok Perempuan Bukan Masalah

    Pimpinan KPK Tegaskan OTT Mustahil Dihapuskan

    Jakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata menegaskan operasi tangkap tangan (OTT) mustahil dihapuskan. Hal itu mengingat kegiatan penindakan tersebut telah diatur dalam undang-undang (UU).

    Namun, Alex menyebut OTT KPK memang tidak disebutkan secara spesifik dalam kitab undang-undang hukum acara pidana (KUHAP). KUHAP hanya menyebutkan seputar tertangkap tangan. Menurutnya, hanya istilahnya yang dapat dihapus tetapi tidak untuk penindakannya.

    “Istilah OTT itu emang enggak ada di KUHAP, adanya tertangkap tangan, kan begitu. Kalau tertangkap tangan enggak mungkin dihapuskan karena itu diatur dalam undang-undang. Cuma istilah saja mungkin,” kata Alex di gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Rabu (20/11/2024).

    Istilah OTT juga tidak disebutkan secara gamblang dalam UU KPK. Alex menekankan KPK hanya diperintah untuk melakukan penyelidikan, penyidikan, penuntutan, dan eksekusi. Tangkap tangan menurutnya adalah bagian dari penindakan.

    “Kegiatan tangkap tangan itu kan bagian dari penindakan, gitu loh. Jadi saya kira enggak akan. Mungkin lebih selektif bisa,” ujar Alex.

    Sebalumnya, calon pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) 2024-2029 Johanis Tanak menegaskan OTT tidak pas dan tidak tepat dilakukan KPK. Menurut dia, istilah operasi menurut KBBI (kamus besar bahasa Indonesia) adalah penanganan yang dilakukan dokter dengan berbagai persiapan yang sudah matang.

    “OTT menurut hemat saya kurang (pas) mohon izin, walaupun saya pimpinan, saya harus mengikuti tetapi berdasarkan pemahaman saya, OTT itu sendiri tidak pas, tidak tepat,” ujar Tanak saat menjalani uji kelayakan dan kepatutan atau fit and proper test di Komisi III DPR, gedung DPR, kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (19/11/2024).

    Lebih lanjut, Tanak berjanji bakal menghapus OTT apabila ia menjadi ketua KPK periode 2024-2029. Menurutnya, operasi itu tak sesuai KUHP.

  • Pilkada Ulang Dimenangkan Kotak Kosong Paling Lambat November 2025

    Pilkada Ulang Dimenangkan Kotak Kosong Paling Lambat November 2025

    Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 126/PUU-XXII/2024 terkait waktu pelaksanaan pilkada ulang di daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong. MK memutuskan pilkada ulang tersebut harus digelar paling lambat pada 27 November 2025.

    “Pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak hari pemungutan suara, dan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak berikuthya, sepanjang tidak melebihi masa waktu 5 (lima) tahun sejak pelantikan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam pengucapan putusan dalam sidang MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 14 November 2024. 

    Baca juga: 7 Fakta Gugatan Alexander Marwata ke MK Terkait Larangan Pimpinan KPK Bertemu Pihak Berperkara

    Perkara ini menguji materiil Pasal 54D UU 10 Tahun 2016. MK menyatakan bahwa frasa “pemilihan berikutnya” harus dipahami sebagai satu kesatuan waktu, yaitu paling lama satu tahun setelah pemungutan suara awal, yakni 27 November 2024.
    Kepala Daerah Terpilih Berisiko Kehilangan Masa Jabatan Penuh

    Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyoroti kekhawatiran terkait masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang yang berpotensi lebih singkat dari lima tahun. Saldi menyatakan bahwa dalam situasi ini, perlu dipikirkan perlindungan hukum berupa kompensasi untuk kepala daerah yang mengalami pengurangan masa jabatan.

    “Jika pilkada ulang dilakukan paling lambat pada 27 November 2025, kepala daerah terpilih mungkin hanya menjabat kurang dari lima tahun demi menjaga keserentakan pilkada nasional 2029,” ujar Saldi. 
    Dampak pada Pilkada Serentak 2029

    Putusan ini memberi implikasi besar pada penjadwalan pilkada serentak 2029. Dengan adanya pilkada ulang hingga akhir 2025, terjadi pergeseran masa jabatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu keserentakan pilkada nasional lima tahun mendatang. 

    Ia juga menyebut opsi kompensasi, yang bisa diatur dalam bentuk tunjangan atau mekanisme lain yang disesuaikan dengan kondisi ini.

    “Pengurangan masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang adalah konsekuensi logis dari menjaga keserentakan di masa mendatang,” jelas Saldi.

    Jakarta: Mahkamah Konstitusi (MK) mengabulkan gugatan perkara nomor 126/PUU-XXII/2024 terkait waktu pelaksanaan pilkada ulang di daerah yang dimenangkan oleh kotak kosong. MK memutuskan pilkada ulang tersebut harus digelar paling lambat pada 27 November 2025.
     
    “Pemilihan berikutnya dilaksanakan dalam waktu paling lama 1 (satu) tahun sejak hari pemungutan suara, dan kepala daerah/wakil kepala daerah yang terpilih berdasarkan hasil pemilihan berikutnya tersebut memegang masa jabatan sampai dilantiknya kepala daerah dan wakil kepala daerah hasil pemilihan serentak berikuthya, sepanjang tidak melebihi masa waktu 5 (lima) tahun sejak pelantikan,” kata Ketua MK Suhartoyo dalam pengucapan putusan dalam sidang MK di Gedung MK, Jakarta Pusat, Kamis 14 November 2024. 
     
    Baca juga: 7 Fakta Gugatan Alexander Marwata ke MK Terkait Larangan Pimpinan KPK Bertemu Pihak Berperkara
    Perkara ini menguji materiil Pasal 54D UU 10 Tahun 2016. MK menyatakan bahwa frasa “pemilihan berikutnya” harus dipahami sebagai satu kesatuan waktu, yaitu paling lama satu tahun setelah pemungutan suara awal, yakni 27 November 2024.

    Kepala Daerah Terpilih Berisiko Kehilangan Masa Jabatan Penuh

    Dalam pertimbangannya, Wakil Ketua MK Saldi Isra menyoroti kekhawatiran terkait masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang yang berpotensi lebih singkat dari lima tahun. Saldi menyatakan bahwa dalam situasi ini, perlu dipikirkan perlindungan hukum berupa kompensasi untuk kepala daerah yang mengalami pengurangan masa jabatan.
     
    “Jika pilkada ulang dilakukan paling lambat pada 27 November 2025, kepala daerah terpilih mungkin hanya menjabat kurang dari lima tahun demi menjaga keserentakan pilkada nasional 2029,” ujar Saldi. 

    Dampak pada Pilkada Serentak 2029

    Putusan ini memberi implikasi besar pada penjadwalan pilkada serentak 2029. Dengan adanya pilkada ulang hingga akhir 2025, terjadi pergeseran masa jabatan yang dikhawatirkan dapat mengganggu keserentakan pilkada nasional lima tahun mendatang. 
     
    Ia juga menyebut opsi kompensasi, yang bisa diatur dalam bentuk tunjangan atau mekanisme lain yang disesuaikan dengan kondisi ini.
     
    “Pengurangan masa jabatan kepala daerah hasil pilkada ulang adalah konsekuensi logis dari menjaga keserentakan di masa mendatang,” jelas Saldi.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (DHI)

  • KPK Geledah Kantor Setda Papua, Usut Dugaan Korupsi Dana Operasional Gubernur

    KPK Geledah Kantor Setda Papua, Usut Dugaan Korupsi Dana Operasional Gubernur

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengusut dugaan korupsi terkait dengan penyalahgunaan dana penunjang operasional dan program peningkatan pelayanan kedinasan Kepala Daerah dan Wakil Kepala Daerah Pemerintah Provinsi (Pemprov) Papua.

    Teranyar, penyidik KPK melakukan penggeledahan untuk mencari bukti-bukti terkait dengan dugaan korupsi itu di Kantor Setda Papua, Senin (4/11/2024). 

    “Dari kegiatan tersebut, ditemukan atau dilakukan proses penyitaan dalam bentuk dokumen dan barang bukti elektronik. Dan selanjutnya dilakukan proses pemeriksaan saksi-saksi,” jelas Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawa di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, dikutip Minggu (10/11/2024). 

    Bukti-bukti yang didapatkan oleh penyidik saat penggeledahan, lanjut Tessa, lalu dikonfirmasi ke sejumlah saksi. Mereka diperiksa di Polda Papua, Jumat (8/11/2024). 

    Terdapat delapan saksi yang hadir dalam pemeriksaan yaitu di antaranya Staf Bendahara Pemprov Papua Muhajir Suronoto serta Direktur CV Walibhu Irianti YY Telenggen Yoman. Kemudian, ada tiga orang swasta masing-masing yaitu Frederik Banne, Astract Bona dan Yulce Wenda. 

    Selain itu, terdapat empat PNS yang ikut diperiksa yakni Jhon Kennedy Thesia, Sahar, Anies Liando serta Magdalena Widayati.

    “[Saksi] didalami terkait dengan dana operasional kepala daerah dan wakil provinsi Papua 2020-2022,” ujar Tessa pada keterangan terpisah. 

    KPK masing belum mengungkap secara terperinci kasus tersebut. Namun, diduga terjadi kerugian keuangan negara pada dugaan korupsi dana operasional kepala daerah di Papua yang berasal dari anggaran negara itu. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, KPK sempat menyampaikan tengah mendalami dugaan korupsi itu pada 2023 lalu. Pada saat itu, lembaga antirasuah juga tengah mengusut kasus dugaan suap dan gratifikasi yang menjerat gubernur saat itu, Lukas Enembe.

    Pada Juni 2023, KPK menyampaikan bahwa dana operasional yang dialokasikan untuk Lukas yakni mencapai Rp1 triliun. Terdapat dugaan bahwa dana operasional yang berasal dari APBD Papua itu turut dipakai olehnya untuk berjudi di luar negeri. 

    “Dari sisi aliran dana itu yang mungkin bisa kita lihat sebagian besar dana yang digunakan oleh yang bersangkutan untuk berjudi. Dari mana dana-dana itu diperoleh sejauh ini memang sebagian besar berasal dari penyalahgunaan APBD,” terang Wakil Ketua KPK Alexander Marwata pada konferensi pers, Senin (26/6/2023).

    Meski demikian, Lukas meninggal dunia saat masih mengajukan upaya hukum lanjutan terhadap putusan pengadilan terhadapnya. Dia menghembuskan nafas terakhirnya di RSPAD Gatot Soebroto pada Desember 2023. 

    Pada saat itu, Lukas dijatuhi vonis delapan tahun penjara pada pengadilan tingkat pertama. Hukuman itu lalu diperberat oleh Pengadilan Tinggi (PT) Jakarta di tingkat banding menjadi 10 tahun. Di sisi lain, dia juga ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan pencucian uang. 

  • Alexander Marwata Gugat UU KPK, Pukat UGM: Pasal 36 Harus Dipertahankan untuk Cegah Penyalahgunaan Wewenang

    Alexander Marwata Gugat UU KPK, Pukat UGM: Pasal 36 Harus Dipertahankan untuk Cegah Penyalahgunaan Wewenang

    Yogyakarta, Beritasatu.com – Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Alexander Marwata mengajukan uji materi terhadap Pasal 36 ayat (a) Undang-Undang KPK ke Mahkamah Konstitusi (MK). Pasal ini melarang pimpinan dan pegawai KPK berkomunikasi dalam bentuk apapun dengan pihak yang tengah berperkara di lembaga antirasuah tersebut.

    Menanggapi hal ini, Pusat Kajian Antikorupsi Fakultas Hukum Universitas Gadjah Mada (Pukat FH UGM) menilai keberadaan Pasal 36 sangat penting untuk menjaga independensi dan integritas KPK. Peneliti Pukat UGM, Zaenur Rohman, menyatakan bahwa aturan ini merupakan upaya untuk mempertahankan profesionalisme KPK sebagai lembaga pemberantas korupsi.

    “Kami menghormati langkah Alexander Marwata mengajukan uji materi. Namun, kami tidak sependapat jika Pasal 36 dipertanyakan. Pasal ini melarang insan KPK, baik pimpinan maupun pegawai, berkomunikasi dalam bentuk apapun dengan pihak berperkara,” ujar Zaenur kepada Beritasatu.com pada Jumat (9/11/2024).

    Menurut Zaenur, penghapusan Pasal 36 berpotensi menimbulkan risiko besar bagi KPK. Tanpa aturan ini, ada kekhawatiran bahwa pegawai maupun pimpinan KPK dapat menggunakan pengaruhnya demi kepentingan pribadi atau membangun jejaring yang merusak integritas penegakan hukum. Ia menekankan, potensi penyalahgunaan kewenangan di KPK sangat besar mengingat kewenangan luas yang dimiliki lembaga ini.

    “Jika Pasal 36 dihapus, KPK berisiko menjadi seperti lembaga penegak hukum lainnya. Standar integritas yang tinggi dapat menurun, yang dapat membuka celah penyalahgunaan kekuasaan dan praktik jual beli perkara,” lanjut Zaenur.

    Zaenur juga menegaskan Pasal 36 tidak sepenuhnya melarang pertemuan dengan pihak berperkara. Ia menjelaskan, pertemuan kedinasan atau kehadiran di acara publik seperti seminar atau kondangan tidak akan melanggar aturan. Menurutnya, selama pimpinan dan pegawai KPK menjalankan tugas secara profesional, kekhawatiran terhadap pasal ini tidak perlu dibesar-besarkan.

    “Selama pertemuan dilakukan dalam konteks kedinasan atau acara publik, Pasal 36 tidak akan menjerat mereka. Jadi, selama pimpinan dan pegawai KPK tidak menyalahgunakan wewenang atau bertindak tidak profesional, mereka aman dari pasal ini,” tutup Zaenur.