Tag: Alamsyah

  • Polisi Tangkap Komplotan Pembobol Rumah Kosong Surabaya

    Polisi Tangkap Komplotan Pembobol Rumah Kosong Surabaya

     

    Surabaya (beritajatim.com) – Polisi menangkap komplotan pembobol rumah kosong Surabaya. Komplotan itu beranggotakan lima orang yakni Brata Kanda (42), M. Edi Iskandar (44), Hendra (43), Faisal Tanjung (36), dan Juni Alamsyah (47). Kelimanya diamankan di sebuah hotel di Pondok Tjandra.

    Kasat Reskrim Polrestabes Surabaya, AKBP Hendro Sukmono menjelaskan bahwa kelima pelaku sudah 3 kali menyatroni rumah mewah di Surabaya. Pertama, Baruk Utara I/NA 4 No 36 Kedung baruk, lalu perumahan Babatan Pratama 2 /B-8 RT1 RW 8, dan Puri Galaxy cluster Bamboo Lakes 406.

    “Dalam beraksi mereka selalu berenam. Saat ini kami masih mengejar 1 buron otak kejahatan bernama Budi,” kata Hendro, Jumat (17/11/2023).

    Dalam menjalankan aksinya, mereka berlima saling membagi peran. Brata bertugas mencari mobil rental dan sopir yang menunjukan jalan. Edi dan Hendra sebagai eksekutor pembobolan, Faisal dan Juni bagian mengawasi situasi rumah. Mereka hanya butuh waktu 30 menit untuk menguras harta benda dari pemilik rumah.

    BACA JUGA:
    Maling Bobol 3 Rumah Mewah di Surabaya Secara Bersamaan

    “Jadi komplotan ini memang sudah ahli.  Mereka masuk dengan membobol gembok dan memecah kaca jendela lalu masuk dan mengambil barang berharga di rumah korban,” imbuh Hendro.

    Dari kasus ini, pihak kepolisian menyita 5 Handphone, 8 jam tangan mewah, 2 kamera, 7 laptop, puluhan juta uang dalam bentuk rupiah dan dolar. Selain itu, dari data kepolisian, Edi dan Hendra pernah melakukan kejahatan serupa di Bandung dan Sidoarjo.

    BACA JUGA:
    Penolakan Politik Dinasti Menggelora di Unitomo Surabaya

    “Dua pelaku (Edi dan Hendra) pernah ditangkap oleh Polrestabes Bandung,” tutup Hendro.

    Kepada kelima pelaku yang diamankan, polisi mengenakan pasal 363 KUHP dengan ancaman pidana 7 tahun kurungan penjara. (ang)

  • Hati-Hati Mafia Tanah Berkedok Tawarkan Bantuan Balik Nama, Marak Terjadi di Jatim

    Hati-Hati Mafia Tanah Berkedok Tawarkan Bantuan Balik Nama, Marak Terjadi di Jatim

    Surabaya (beritajatim.com) – Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Jawa Timur berhasil membongkar mafia tanah berkedok menawarkan bantuan balik nama. Lima Tersangka ditetapkan oleh penyidik korps Bhayangkara ini.

    Kabid Humas Polda Jatim Kombes Pol Dirmanto, bersama Wadirreskrimum AKBP Pitter Yanottama, mengatakan peristiwa ini terjadi di Kabupaten Malang dan Kota Batu, pada awal tahun 2016.

    Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Piter Yanottama, menjelaskan, bahwa perkara mafia tanah yaitu dugaan tindak pidana membuat dan menggunakan surat otentik palsu yang berhasil diungkap oleh jajaran penyidik Subdit I Kamnek Ditreskrimum Polda Jatim.

    Baca Juga: 20 Ribu Buruh Tani Tembakau di Jember Jadi Peserta Jamsostek

    “Perkara ini diawali dari adanya laporan polisi model B yaitu dilaporkan oleh pelapor pada tanggal 17 Desember 2021. Jadi dilaporkan Desember 2021 tetapi peristiwa pidananya dimulai sejak tahun 2016,” kata Wadirreskrimum Polda Jatim, AKBP Piter Yanottama.

    Jadi singkatnya pada tahun 2016 awal. Pemilik tanah ini ingin mendaftarkan balik nama objek tanah sertifikat sebanyak 11 bidang, oleh karena itu atas keinginan tersebut kemudian menghubungi seseorang dan berangkai.

    “Ada lima orang yang kemudian pada akhirnya melakukan tindak pidana yang kemudian kita jadikan tersangka,” jelasnya.

    Tersangka satu bernama Eka Wulandari, kepada tersangka Eka, pemilik tanah menyampaikan maksud dan tujuannya untuk minta tolong agar proses balik nama proses mensertifikatkan sebanyak 11 bidang dibantu.

    Baca Juga: Ratusan Korban PHK Pabrik Rokok di Blitar Gelar Aksi Duduk Depan Perusahaan Selama 1 Bulan

    “Tersangka Eka menyanggupi dan kemudian meminta bantuan kawannya tersangka Henry, dari tersangka Henry kemudian menghubungi kawannya lagi bernama Sultan Alamsyah untuk bisa membantu keinginan dari korban atau pemilik tanah tersebut,” ungkapnya.

    Namun yang dilakukan ketiga tersangka ini adalah membuat dokumen palsu, yaitu berupa delapan akte pembagian hak bersama dan 3 akte hibah termasuk juga surat pajak palsu dokumen-dokumen yang dibuat palsu tersebut. Kemudian dibantu oleh dua orang yang berprofesi sebagai makelar untuk memuluskan proses balik namanya di Kantor Pertanahan yaitu Nanang Sugiarto dan Andi Lala.

    “Jadi objek perkara dari pengungkapan ini adalah adanya beberapa dokumen palsu yang dibuat oleh tersangka. Antara lain berupa delapan akte pembagian hak bersama kemudian 3 akte hibah termasuk juga surat pajak yang belakangan tahun 2017 melalui cek dan Ricek dari PPAT Novitasari Dian Priharini. Menyatakan bahwa dokumen-dokumen yang palsu tersebut memang palsu karena tidak dikeluarkan oleh Kantor PPAT,” beber dia.

    Baca Juga: Masih Pemantauan Pasca Karhutla, Jalur Pendakian Gunung Lawu Belum Buka 

    Atas dasar itulah kemudian bergulirnya laporan polisi ini pada tahun 2021 kemudian langsung dilanjutkan penyelidikan dan penyidikan oleh penyidik subdit I kamnek hingga sudah ditetapkan 5 orang tersangka.

    “Kami telah menetapkan 5 orang tersangka, pertama EW, HEA, SA, MS dan AL. Dan sudah memeriksa 17 orang saksi untuk bisa mengumpulkan alat bukti guna membuat terang tindak pidana,” tegas dia. [Uci/ian]

  • Selundupkan Solar Subsidi, Chintya Sondakh Dihukum 15 Bulan

    Selundupkan Solar Subsidi, Chintya Sondakh Dihukum 15 Bulan

    Surabaya (beritajatim.com) – Majelis Hakim PN Surabaya yang diketuai Taufik Tatas menghukum penjara 15 bulan pada Chintya V Sondakh. Direktur PT Bentang Mega Nusantara itu dinyatakan bersalah melakukan penyelundupan 8.000 liter solar bersubsidi.

    “Menjatuhkan pidana penjara kepada terdakwa Chintya V Sondakh selama 1 tahun 3 bulan (15 bulan),” ujar Hakim Tatas membacakan amar putusan pada sidang di Pengadilan Negeri (PN) Surabaya, Selasa (12/9/2023).

    Selain hukuman badan, terdakwa Chintya juga diganjar denda Rp50 juta. “Dengan ketentuan apabila denda tersebut tidak dibayar maka diganti dengan pidana kurungan selama 2 bulan,” terang hakim Tatas.

    Melalui amar putusannya, Hakim Tatas juga memerintahkan agar dilakukan perampasan terhadap barang bukti berupa truk tangki beserta solar bersubsidi. “Satu unit kendaraan truk tangki jenis light truck dump tahun 2015 warna putih biru nopol Z-9118-TC dan bio diesel B30 sebanyak 8.000 liter dirampas untuk negara,” katanya.

    Vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa Chintya conform alias sama persis dengan tuntutan yang diajukan jaksa penuntut umum. Namun meski vonis conform, jaksa penuntut umum dan terdakwa Chintya kompak menyatakan pikir-pikir.

    “Pikir-pikir,” jawab jaksa penuntut umum Herlambang Adhi Nugroho saat majelis hakim bertanya apakah akan menempuh upaya hukum banding.

    BACA JUGA:
    Penyelundupan Sabu ke Rutan Ponorogo, Pengakuan Pelaku : 2 Kali, Dipesan Lewat WA

    Sementara itu pada sidang terpisah, terdakwa Riky Pradana yang merupakan anak buah Chintya divonis penjara selama 1 tahun dan denda Rp50 juta subsider 2 bulan kurungan. Sedangkan terdakwa Yudha Dwi Raharjo, broker solar subsidi divonis 15 bulan penjara dan denda Rp 50 juta, subsider 2 bulan kurungan.

    Perlu diketahui, dalam surat dakwaan dijelaskan bahwa terdakwa Chintya V Sondakh yang merupakan Direktur Utama PT Bentang Mega Nusantara mengenal seseorang bernama Andrian Sarwoko untuk melaksanakan kerjasama niaga bahan bakar minyak dengan PT Arinda Ananda Arsindo. Atas kerjasama itu, terdakwa Chintya memerintahkan saksi Aghi Setiawa Tubagus yang bertugas pada bagian admin perusahaan PT Bentang Mega Nusantara untuk membuat surat kerjasama.

    Kemudian pada 30 Maret 2023, terdakwa Chintya memperoleh telepon dari seseorang bernama Agus alias Dhani Maulana untuk mengirimkan bahan bakar minyak jenis bio diesel B30 atau solar sebanyak 13 ribu liter ke Tanjung Perak. Namun terdakwa Chintya menyampaikan hanya dapat mengirimkan sebanyak 8 ribu liter solar subsidi.

    Setelah mendapat persetujuan dari Agus, kemudian terdakwa Chintya menghubungi Yudha Dwi Raharjo (terdakwa berkas terpisah) selaku broker solar. Kepada Yudha, terdakwa Chintya membeli 8 ribu liter dengan harga Rp8.500 perliter.

    BACA JUGA:
    Penyelundupan Pupuk Bersubsidi Gunakan Sistem ‘Ranjau’

    Atas order tersebut, Yudha Dwi Raharjo berdasarkan perintah dari terdakwa Chintya menyuruh Danurih (almarhum) dan Riky Pradana Surya Alamsyah (terdakwa berkas terpisah) menggunakan sarana mobil tangki bertuliskan PT Bentang Mega Nusantara dengan nopol Z-9118-TC mengangkut solar subsidi. Solar tersebut diambil dari gudang di daerah Solo Jawa Tengah dengan tujuan Pelabuhan Nilam Tanjung Perak Surabaya untuk mengisi solar Kapal TB LLB Sukses 22.

    Dalam surat dakwaan ditegaskan bahwa terdakwa Chintya bersama-sama dengan Riky Pradana Surva Alamsyah dan Yudha Dwi Raharjo tidak memiliki izin operasional pengangkutan solar bersubsidi. Atas perbuatannya, terdakwa Chintya didakwa melanggar Pasal 40 angka 9 Peraturan Pemerintah Pengganti UU RI Nomor 2 Tahun 2022 tentang Cipta Kerja jo Pasal 55 UU RI Nomor 22 Tahun 2001 tentang Minyak dan Gas Bumi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. [uci/beq]