Tag: Al Haris

  • Blok Jabung Masuki Tahap Penawaran PI ke Daerah, Tambah Produksi Migas Nasional

    Blok Jabung Masuki Tahap Penawaran PI ke Daerah, Tambah Produksi Migas Nasional

    Liputan6.com, Jakarta Proses penawaran Participating Interest (PI) maksimum 10% di Wilayah Kerja (WK) atau Blok Jabung berlanjut.

    Hal ini seiring dengan penandatanganan Perjanjian Kerahasiaan dan Berita Acara Pemeriksaan Pembukaan Data oleh PetroChina International Jabung Ltd, yang merupakan operator WK Jabung, bersama dengan BUMD Provinsi Jambi PT Jambi Indoguna Internasional, pada Rabu (12/11/2025).

    PT Jambi Indoguna Internasional telah ditunjuk sebagai calon investor alokasi Participating Interest maksimum 10%, sejalan dengan skema Participating Interest yang diatur dalam Peraturan Menteri ESDM No. 37 Tahun 2016.

    Penandatanganan ini merupakan capaian penting dalam proses penawaran PI WK Jabung yang telah berjalan sejak Maret 2023 dan merefleksikan komitmen kuat dari seluruh pemangku kepentingan yang terlibat.

    Gubernur Jambi Al Haris, Ketua Pansus PI DPRD Provinsi Jambi Abun Yani, Inspektur Migas Ditjen Migas Kementerian ESDM Asep Herman dan perwakilan Kantor SKK Migas Perwakilan Sumatera Bagian Selatan turut hadir menyaksikan acara penandatanganan.

    PetroChina Jabung, bersama dengan seluruh pemegang PI WK Jabung lainnya, yaitu PT Pertamina Hulu Energi Jabung, PETRONAS Carigali (Jabung) Ltd., PT GPI Jabung Indonesia dan PT Raharja Energi Tanjung Jabung, menyatakan dukungan penuh mereka dalam keberlanjutan proses ini dan berharap proses Pembukaan Data dapat berjalan lancar dan transparan.

    Alokasi Participating Interest bagi BUMD diharapkan dapat meningkatkan peran daerah dalam pengembangan hulu minyak dan gas bumi serta peningkatan nilai tambah dan manfaat jangka panjang bagi masyarakat di sekitar wilayah kerja.

    Sebagai Kontraktor Kontrak Kerja Sama (KKKS) di bawah pengawasan SKK Migas, PetroChina juga mendapat dukungan penuh SKK Migas untuk pelaksanaan penawaran PI di Wilayah Kerja Jabung.

     

     

     

  • Efek Legalisasi Sumur Rakyat: Lapangan Kerja Baru hingga Ketahanan Energi

    Efek Legalisasi Sumur Rakyat: Lapangan Kerja Baru hingga Ketahanan Energi

    Bisnis.com, JAKARTA — Legalisasi sumur rakyat dinilai bisa menciptakan efek berganda ekonomi berupa peluang lapangan kerja baru hingga memperkuat ketahanan energi nasional.

    Anggota Komisi XII DPR RI, Cek Endra menuturkan penerapan tata kelola sumur minyak rakyat melalui Peraturan Menteri ESDM No. 14/2025 membuat masyarakat di daerah penghasil minyak untuk berpartisipasi secara legal dalam kegiatan migas.

    “Kalau ribuan sumur rakyat ini dilegalkan dan dikelola oleh BUMD, koperasi, atau UMKM, dampaknya bukan cuma pada peningkatan produksi nasional, tapi juga membuka lapangan kerja baru dan menumbuhkan ekonomi rakyat,” kata Endra dalam keterangannya, Rabu (29/10/2025).

    Menurutnya, kebijakan ini dapat menciptakan efek berantai bagi ekonomi lokal dari jasa pengeboran, transportasi, hingga tumbuhnya UMKM di sekitar wilayah operasi. Contohnya seperti di Musi Banyuasin, Aceh, dan Bojonegoro yang mengalami peningkatan produktivitas migas.

    Sementara itu, Gubernur Sumatra Selatan, Herman Deru menuturkan wilayahnya menjadi salah satu contoh daerah dengan potensi besar dalam pengelolaan sumber daya energi rakyat.

    “Selama ini banyak warga kita bekerja di sektor ini tanpa pembinaan dan menghadapi risiko keselamatan. Dengan permen ini, kita ingin masyarakat bisa bekerja secara aman dan berdaya, serta mendapatkan legalitas,” ujarnya.

    Berdasarkan data Kementerian ESDM, Sumatra Selatan tercatat memiliki 26.300 sumur minyak rakyat, jumlah terbanyak secara nasional. Potensi besar ini menjadi modal kuat bagi daerah untuk mendorong pertumbuhan ekonomi berbasis energi rakyat yang berkelanjutan.

    Sementara itu, Gubernur Jambi Al Haris menyatakan bahwa terdapat sekitar 11.509 sumur minyak rakyat di wilayahnya dan kini telah menjadi dasar final untuk proses legalisasi.

    “Sesuai arahan dan regulasi dari Kementerian ESDM, sumur-sumur ini harus dilegalkan,” kata Al Haris.

    Dia menjelaskan, hasil verifikasi menunjukkan Kabupaten Batang Hari memiliki jumlah sumur terbanyak yakni 9.885, disusul Muaro Jambi sebanyak 1.336, dan Sarolangun sebanyak 288.

    Selain Sumatra Selatan dan Jambi, sejumlah provinsi lain juga memiliki potensi besar, di antaranya Jawa Tengah (4.391 sumur), Aceh (1.490), Jawa Timur (708), dan Sumatra Utara (607).

  • Wamendagri Wiyagus Tekankan Peran APPSI dalam Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah – Page 3

    Wamendagri Wiyagus Tekankan Peran APPSI dalam Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah – Page 3

    Wiyagus menambahkan, Presiden Prabowo secara tegas menyoroti praktik korupsi yang hingga kini masih menjadi tantangan dalam pembangunan nasional. Karena itu, baik aparat pemerintah pusat maupun daerah memiliki tanggung jawab penting untuk memastikan pengelolaan anggaran negara dilakukan secara bersih, transparan, dan berintegritas.

    Lebih lanjut, Wiyagus menyampaikan bahwa Presiden juga mendorong penerapan teknologi digital seperti e-katalog dan e-government guna meminimalkan peluang korupsi dalam birokrasi. “Presiden Prabowo Subianto telah menginstruksikan seluruh jajaran pemerintah, termasuk yudikatif, legislatif untuk bekerja sama demi menciptakan pemerintahan yang bersih,” ujarnya.

    Dalam kesempatan itu, Wiyagus mengimbau APPSI agar semakin memperkuat perannya sebagai wadah berhimpun pemerintah provinsi (pemprov) di seluruh Indonesia. APPSI diharapkan mampu memfasilitasi kepentingan daerah dalam penguatan kapasitas, optimalisasi otonomi daerah, serta penguatan peran gubernur sebagai wakil pemerintah pusat di daerah.

    “Keberadaan APPSI sebagai wadah berhimpun bagi pemerintah provinsi seluruh Indonesia harus mampu menunjukkan kinerja yang optimal, baik dalam rangka meningkatkan kapasitas para anggotanya, maupun dalam memberikan masukan kepada pemerintah pusat,” imbuhnya.

    Wiyagus juga menyampaikan apresiasi Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) kepada APPSI atas konsistensinya dalam meningkatkan kompetensi anggota. Hal ini diwujudkan melalui berbagai kegiatan, seperti berbagi praktik terbaik (best practice), memperkuat kerja sama, serta menyosialisasikan peraturan perundang-undangan.

    Ia optimistis, keberadaan APPSI akan memberikan manfaat nyata, baik secara langsung bagi pemprov di seluruh Indonesia, maupun secara tidak langsung bagi masyarakat luas melalui penguatan tata kelola dan kemajuan daerah.

    “Dengan mengucapkan Bismillahirrahmanirrahim, acara Musyawarah Nasional ke-7 APPSI dengan tema ‘Menjaga Integritas Pemerintahan Daerah yang Bersih dan Kreatif’ secara resmi dibuka,” tandasnya.

    Sebagai informasi, kegiatan Munas VII APPSI ini turut dihadiri oleh sejumlah gubernur, di antaranya Gubernur Jambi Al Haris, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda, Gubernur Kalimantan Timur Rudy Mas’ud, Gubernur Sumatera Utara Muhammad Bobby Afif Nasution, dan Gubernur Banten Andra Soni. Hadir pula dalam acara itu Kepala Staf Kepresidenan Muhammad Qodari dan Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda.

  • Mensesneg: Kepala daerah sudah diberi penjelasan soal pemotongan TKD

    Mensesneg: Kepala daerah sudah diberi penjelasan soal pemotongan TKD

    “Bukan menggeruduk lah itu, bukan. Mereka menyampaikan apa yang menjadi dinamika, dan kemarin sudah diterima oleh Menteri Keuangan, juga oleh Mendagri. Kita berikan pemahaman bersama bahwa yang berkenaan dengan masalah transfer ke daerah ini sekarang

    Jakarta (ANTARA) – Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengatakan para kepala daerah telah diberi penjelasan terkait dinamika pemotongan Transfer ke Daerah (TKD) yang belakangan menimbulkan keresahan di sejumlah provinsi.

    Menurut Prasetyo, pertemuan antara para gubernur dan Kementerian Keuangan baru-baru ini bukan merupakan bentuk protes, melainkan penyampaian aspirasi mengenai skema penyaluran TKD.

    “Bukan menggeruduk lah itu, bukan. Mereka menyampaikan apa yang menjadi dinamika, dan kemarin sudah diterima oleh Menteri Keuangan, juga oleh Mendagri. Kita berikan pemahaman bersama bahwa yang berkenaan dengan masalah transfer ke daerah ini sekarang dibagi menjadi dua, yaitu transfer ke daerah langsung dan transfer ke daerah tidak langsung,” ujar Prasetyo dalam rekaman suara yang diterima, Sabtu.

    Dia menjelaskan, skema transfer tidak langsung meliputi berbagai program nasional pemerintah pusat yang juga diterima oleh masyarakat di daerah, seperti program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dialokasikan sekitar Rp335 triliun dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).

    “Nah ini kan dinikmati juga oleh seluruh daerah, kan begitu,” kata Prasetyo.

    Menanggapi kekhawatiran sebagian kepala daerah yang ingin menyalurkan anggaran sesuai dengan janji kampanye politik mereka, Prasetyo mengatakan bahwa pemerintah pusat dan daerah perlu menyelaraskan tata kelola anggaran agar setiap program benar-benar berdampak bagi masyarakat.

    “Itulah yang diberikan pemahaman dan penjelasan, oleh sekarang ini kita bersama-sama antara pemerintah pusat, pemerintah provinsi, nanti pemerintah daerah, mari kita perbaiki tata kelola anggaran kita supaya semua kita desain untuk program-program yang memang betul-betul berdampak kepada kepentingan masyarakat,” ujarnya.

    Sebelumnya, Ketua Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) sekaligus Gubernur Jambi Al Haris mengungkapkan sejumlah tantangan yang dihadapi daerah akibat pengurangan transfer ke daerah (TKD), usai bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Jakarta, Selasa (7/10).

    Haris menuturkan penurunan TKD berdampak besar terhadap kemampuan daerah di antaranya dalam membayar tunjangan tambahan penghasilan (TPP) dan mengelola belanja operasional pegawai.

    Menurutnya, banyak daerah kini menghadapi kesulitan menjaga keseimbangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) 2026 akibat berkurangnya alokasi Dana Alokasi Umum (DAU), Dana Bagi Hasil (DBH), dan tunda salur.

    Ia menambahkan, pemerintah daerah dengan Pendapatan Asli Daerah (PAD) kecil sangat bergantung pada Transfer ke Daerah dan Dana Desa (TKDD), sehingga pengurangan dana ini berpotensi menurunkan kemampuan daerah dalam menjalankan program pembangunan prioritas.

    Ia menyebut beberapa kepala daerah menyampaikan kekhawatiran bahwa penurunan TKD bisa mengganggu kinerja aparatur sipil negara karena keterlambatan pembayaran hak pegawai yang berdampak pada produktivitas pemerintahan daerah.

    Pewarta: Fathur Rochman
    Editor: Agus Setiawan
    Copyright © ANTARA 2025

    Dilarang keras mengambil konten, melakukan crawling atau pengindeksan otomatis untuk AI di situs web ini tanpa izin tertulis dari Kantor Berita ANTARA.

  • Natalius Pigai Minta Menkeu Tak Potong Dana Daerah Otonomi Khusus

    Natalius Pigai Minta Menkeu Tak Potong Dana Daerah Otonomi Khusus

    Bisnis.com, JAKARTA – Menteri Hak Asasi Manusia Natalius Pigai menanggapi mengenai pemotongan dana daerah oleh Menteri Keuangan Purbaya. Beberapa di antaranya adalah dana daerah otonomi khusus (Otsus)

    Menurut Pigai, pemotongan dana otonomi khusus untuk wilayah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY), Aceh, dan Papua seharusnya tidak dilakukan. Dia menilai dana otsus memiliki dasar historis dan rekonsiliatif yang berbeda dari alokasi anggaran reguler kementerian atau lembaga.

    “Kementerian HAM memandang bahwa dana otonomi khusus adalah bagian dari hak asasi daerah istimewa, sekaligus perekat persatuan dan kepercayaan masyarakat DIY, Aceh, dan Papua terhadap pemerintah pusat,” ujarnya, dikutip Kamis (9/10/2025).

    Dia mengatakan dana tersebut merupakan bentuk pengakuan negara atas daerah khusus yang telah dibentuk berdasarkan hasil perundingan politik serta komitmen nasional.

    Dia menegaskan anggaran otsus merupakan cara negara mengakui keberadaan daerah khusus. Melalui dana ini, daerah otsus memperoleh kesempatan yang setara guna memajukan daerahnya tanpa mengesampingkan identitasnya.

    “Pemotongan terhadap dana Otsus tidak hanya berdampak pada aspek fiskal, tetapi juga berpotensi mengikis kepercayaan publik dan mengganggu kesinambungan proses perdamaian didaerah-daerah tersebut,” jelas Pigai.

    Dia berharap Menteri Keuangan, Purbaya mengaji ulang aturan dan tidak memotong dana daerah otsus. Sebab, menurutnya daerah Otsus memiliki perbedaan tersendiri.

    “Dana Otsus adalah simbol keadilan dan penghormatan negara terhadap kesepakatan politik yang menjadi dasar persatuan bangsa. Karena itu kebijakannya tidak boleh sama,” pungkasnya.

    Dalam catatan Bisnis, sejumlah gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (Appsi) sempat melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).

    Gubernur Jambi Al Haris, selaku ketua umum Appsi, menjelaskan bahwa para kepala daerah menyatakan keluh kesah kepada Purbaya terkait pemotongan transfer ke daerah pada tahun depan.

    Adapun dana transfer ke daerah mencapai Rp692,99 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    Para kepala daerah yang hadir langsung itu berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta.

    Kemudian Papua Pegunungan, ⁠Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, Papua Barat Daya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, hingga Sumatra Selatan.

  • Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        9 Oktober 2025

    Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah Nasional 9 Oktober 2025

    Rapat Koordinasi DPR dan Pemerintah Turut Bahas Polemik Transfer Dana ke Daerah
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Pimpinan DPR bersama pemerintah turut membahas polemik pengurangan transfer ke daerah (TKD) yang belakangan dikeluhkan para kepala daerah.
    Isu tersebut menjadi salah satu pembahasan yang digelar dalam rapat koordinasi antara Pimpinan DPR bersama pemerintah, pada Rabu (8/10/2025) kemarin.
    “Ya sama Menteri Keuangan juga kita dinamika terkini transfer daerah juga kita bicarakan,” ujar Wakil Ketua DPR RI Sufmi Dasco Ahmad, saat ditemui di Gedung DPR RI, Kamis (9/10/2025).
    Meski begitu, Dasco mengakui bahwa pembahasan terkait TKD itu belum sampai pada kesimpulan dan masih akan didiskusikan dalam rapat-rapat selanjutnya.
    “Belum, masih panjang,” ujar Dasco.
    Dalam rapat itu, Dasco didampingi perwakilan pimpinan Komisi di DPR RI, di antaranya Ketua Komisi III DPR RI Habiburokhman dan Ketua Komisi I DPR Budisatrio Djiwandono.
    Sementara dari perwakilan pemerintah, hadir Menteri Sekretaris Negara Prasetyo Hadi, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian, hingga Sekretaris Kabinet Teddy Indra Wijaya.
    Sejumlah pejabat perwakilan Kementerian Hukum, Kementerian HAM, Badan Intelijen Negara (BIN), hingga Mabes TNI juga hadir dalam pertemuan itu.
    Politikus Gerindra itu menegaskan bahwa rapat koordinasi ini digelar dalam rangka bertukar informasi antara pihak eksekutif dan legislatif.
    “Ya kita koordinasi antara eksekutif dan legislatif tukar menukar informasi mengenai situasi terkini tentang politik, ekonomi, keamanan, dan lain-lain,” ungkap Dasco.
     
    Diberitakan sebelumnya, 18 orang gubernur menemui Purbaya di kantor Kementerian Keuangan, pada Selasa (7/10/2025), agar pemangkasan TKD dibatalkan.
    Sebagian besar kepala daerah menilai pengurangan transfer akan berdampak langsung terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan dan menggaji pegawai.
    “Banyak sekali yang merasakan dampak dari TKD itu sendiri. Di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar pegawainya. Belanja pegawai besar sekali, apalagi ada keharusan membayar PPPK dan sebagainya, nah ini luar biasa berdampak terhadap APBD kami 2026 ke depan,” ungkap Gubernur Jambi Al Haris, setelah pertemuan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa.
    Pada kesempatan yang sama, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menambahkan, anggaran TKD 2026 yang telah dipangkas hanya cukup untuk melakukan belanja rutin.
    Sementara itu, belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang.
    Padahal, pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
    “Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil,” kata Sherly.
    Diketahui, pemerintah memangkas anggaran TKD dalam APBN 2026.
    Pemerintah pusat menetapkan TKD 2026 sebesar Rp 693 triliun, meningkat sebesar Rp 43 triliun dari usulan semula sebesar Rp 649,99 triliun.
    Namun, meski telah ditambah, anggaran TKD 2026 tetap lebih kecil dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
    Salah satunya dengan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara besar-besaran.
    Namun, keputusan ini menuai protes dari masyarakat, seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Purbaya Ungkap Kemungkinan Naikkan TKD Usai Digeruduk 18 Gubernur
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        8 Oktober 2025

    Purbaya Ungkap Kemungkinan Naikkan TKD Usai Digeruduk 18 Gubernur Nasional 8 Oktober 2025

    Purbaya Ungkap Kemungkinan Naikkan TKD Usai Digeruduk 18 Gubernur
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com –
    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa membuka peluang untuk menaikkan dana transfer ke daerah (TKD) dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2026 setelah diprotes 18 orang gubernur.
    Purbaya mengatakan, anggaran itu dapat dinaikkan pada pertengahan tahun 2026 jika situasi ekonomi sudah membaik.
    “Saya bilang ya pertengahan tahun depan mungkin ada ruang untuk mengini ke atas prosesnya
    upgrade
    kalau ekonominya udah mulai bagus dan pajak kita membaik. Kalau ekonomi bagus kan otomatis pajak naik kan,” kata Purbaya di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Rabu (8/10/2025).
    Purbaya menambahkan, Kementerian Keuangan juga akan memastikan setiap daerah memiliki penyerapan anggaran yang bagus agar anggarannya bisa dinaikkan.
    Ia mengaku sudah menyampaikan hal ini kepada kepala daerah yang melakukan protes.
    “Pastikan aja penyerapan anggaran bagus, tepat waktu, dan jangan bocor. Kalau itu terjadi maka tahun depan kita bisa
    propose
    ke atas dan ke DPR untuk menambah,” kata Purbaya.
    “Tapi kalau ke sana itu gabisa dihilangkan, susah kita menjalankan atau menambah anggaran ke daerah. Itu utamanya saya sampaikan,” ujar dia.
    Kendati demikian, Purbaya memaklumi langkah para kepala daerah yang melayangkan protes karena pemangkasan TKD.
    “Jadi dia bukan apa, semua kan kalau dipotong anggaran pasti protes,” kata Purbaya.
    Diberitakan sebelumnya, 18 orang gubernur menemui Purbaya di kantor Kementerian Keuangan pada Selasa (7/10/2025) agar pemangkasan TKD dibatalkan.
    Sebagian besar kepala daerah menilai pengurangan transfer akan berdampak langsung terhadap kemampuan daerah membiayai pembangunan dan menggaji pegawai.
    “Banyak sekali yang merasakan dampak dari TKD itu sendiri. Di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar pegawainya. Belanja pegawai besar sekali, apalagi ada keharusan membayar PPPK dan sebagainya, nah ini luar biasa berdampak terhadap APBD kami 2026 ke depan,” ungkap Gubernur Jambi Al Haris setelah pertemuan di Gedung Kemenkeu, Jakarta, Selasa.
    Pada kesempatan yang sama, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda menambahkan, anggaran TKD 2026 yang telah dipangkas hanya cukup untuk melakukan belanja rutin.
    Sementara belanja untuk pembangunan infrastruktur menjadi berkurang.
    Padahal pembangunan infrastruktur sangat penting untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi daerah.
    “Kita minta untuk jangan ada pemotongan. Pak Menteri Keuangan akan mencari solusi yang terbaik bagaimana sehingga pertumbuhan ekonomi di daerah tetap jalan dan stabil,” kata Sherly.
    Diketahui, pemerintah memangkas anggaran TKD dalam APBN 2026.
    Pemerintah pusat menetapkan TKD 2026 sebesar Rp 693 triliun, meningkat sebesar Rp 43 triliun dari usulan semula sebesar Rp 649,99 triliun.
    Namun meski telah ditambah, anggaran TKD 2026 tetap lebih kecil dibandingkan alokasi pada APBN 2025 sebesar Rp 919,87 triliun.
    Beberapa kepala daerah telah mengambil ancang-ancang untuk mengantisipasi pengurangan TKD tahun depan.
    Salah satunya dengan menaikkan tarif Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) secara besar-besaran.
    Namun keputusan ini menuai protes dari masyarakat seperti yang terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah, beberapa waktu lalu.
     
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Titik Balik Desentralisasi Fiskal, Benarkah RI Kembali ke Era Orde Baru?

    Titik Balik Desentralisasi Fiskal, Benarkah RI Kembali ke Era Orde Baru?

    Bisnis.com, JAKARTA – Puluhan kepala daerah menemui Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Mereka memprotes kebijakan pemerintah pusat yang secara serta merta memangkas anggaran transfer ke daerah (TKD). 

    Sekadar catatan, pemerintah pusat telah mengalokasikan anggaran dana transfer ke daerah sebesar Rp692,995 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih kecil dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    Pemangkasan anggaran ini memicu pertanyaan besar tentang nasib desentralisasi fiskal. Apalagi, pusat juga akan mengambil sebagian peran mereka meski dengan iming-iming dana berjuluk kompensasi lebih dari Rp1.000 triliun yang disalurkan dalam bentuk program, tentu saja programnya milik pemerintah pusat.

    “Daerah tentu banyak sekali yang merasakan dampak dari [pemotongan] TKD itu, di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar belanja pegawai, besar sekali. Apalagi ada keharusan membayar P3K dan sebagainya. Nah, ini luar biasa berdampak terhadap APBD 2026,” ujar Gubernur Jambi Al Haris, Selasa (8/10/2025).

    Desentralisasi fiskal sendiri merupakan amanat dari Undang-undang Otonomi Daerah yang muncul dalam proses demokratisasi pasca reformasi 1998. Salah satu dalil dalam aturan itu adalah mengenai hak kewenangan keuangan yang dikelola oleh daerah. Selain itu, prinsip desentralisasi fiskal itu juga lahir dari implementasi UU tentang Perimbangan Keuangan Pusat dan Daerah.

    Wujud desentralisasi fiskal itu adalah lahirnya kebijakan untuk memberikan dana transfer ke daerah, misalnya, melalui pengalokasian dana bagi hasil (DBH) hingga dana alokasi umum. Pada tahun 2009 muncul amandemen UU Pajak Daerah dan Retribusi Daerah yang memberikan kewenangan ke daerah untuk mengelola pajak khususnya pajak bumi dan bangunan, pajak restoran, hingga retribusi daerah. Tujuannya supaya daerah lebih mandiri dari sisi fiskal.

    Namun demikian, kebijakan itu memang tidak sepenuhnya berlangsung optimal. Banyak terjadi penyelewengan anggaran daerah entah itu anggarannya dikorupsi atau pengalokasiannya tidak sesuai dengan tujuan pemberian desentralisasi fiskal. Setidaknya ada 200 kepala dan wakil kepala daerah yang dicokok KPK sejak 2005 lalu.

    Tidak sampai di situ, sampai tahun 2024 lalu, masih banyak daerah yang memiliki kapasitas fiskal terbatas. Data Kementerian Keuangan (Kemenkeu) bahkan mencatat masih ada sebanyak 166 kabupaten dan kota di seluruh Indonesia yang memiliki pendapatan asli daerah alias PAD di bawah Rp100 miliar.

    Situasi semakin pelik, alih-alih memperbaiki governance-ya, pemerintah pusat justru memangkas kewenangan daerah. Lahirnya UU Hubungan Keuangan Pusat dan Daerah alias HKPD menjadi salah satu buktinya. Pemerintah pusat, bisa mengintervensi kebijakan tarif yang dikeluarkan oleh pemerintah daerah. Tujuannya, konon adalah untuk mendorong efektivitas aktivitas perekonomian, meskipun faktanya sejak UU HKPD lahir, termasuk UU Cipta Kerja, ekonomi Indonesia masih stagnan di angka 5%.

    Purbaya Dorong Tata Kelola 

    Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa tidak menampik terkait adanya isu desentralisasi fiskal di bakim kebijakan pemangkasan anggaran. Dia justru mendorong supaya pemerintah daerah memperbaiki tata kelola fiskal agar upaya desentralisasi tidak terhalang.

    Pernyataan itu Purbaya sampaikan usai puluhan gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (Appsi) menyampaikan protes langsung atas pemotongan dana transfer ke daerah pada tahun depan.

    Purbaya mengakui bahwa desentralisasi merupakan semangat Reformasi ’98. Hanya saja, pemerintah pusat menganggap tata kelola fiskal pemerintah daerah masih kurang baik meski sudah dilakukan desentralisasi.

    “Desentralisasi enggak jelek-jelek amat, tapi pelaksanaan selama kemarin-kemarin mungkin ada kesan kurang bagus. Ada kesan ya, saya enggak tahu [aslinya],” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Kamis (7/10/2025).

    Oleh sebab itu, Purbaya mendorong agar pemerintah daerah memperbaiki tata kelola fiskalnya terlebih dahulu. Misalnya, dia mendorong pemerintah daerah mempercepat realisasi belanja. Jika dengan demikian maka tercipta kesan yang baik. Pemerintah pusat dan DPR pun tidak akan segan apabila dana transfer ke daerah kembali dinaikkan.

    “[Tapi] bukan saya. Kan bukan saya yang ambil keputusan. Ini DPR, di atas-atas sana. Nanti baru bisa dibalik lagi arahnya ke arah desentralisasi,” jelas Purbaya.

    Di samping itu, dia berjanji jika perekonomian sudah membaik yang ditandai dengan penerimaan pajak meningkat maka pemerintah pusat akan meningkatkan kembali dana transfer ke daerah. Purbaya mengaku akan melakukan evaluasi ulang pada pertengahan kuartal II/2026.

    “Kalau naik semua, kita bagi. Tapi saya tidak dalam posisi sekarang membahayakan sustainabilitas kebijakan fiskal,” tekannya.

    Kembali ke Zaman Orba? 

    Sementara itu, pengamat ekonomi Universitas Mulawarman, Hairul, menilai kebijakan tersebut justru kontraproduktif di tengah kondisi perekonomian yang membutuhkan stimulus fiskal agresif. 

    Hariul bahkan mengatakan bahwa kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah pusat justru kembali mengingatkan kepada pola pikir sentralistik yang pernah berlaku kerika Orde Baru berkuasa.

    “Yang lebih penting itu bagaimana meyakinkan kelas menengah untuk kembali belanja bukan ngisi celengan untuk motif berjaga-jaga. Kalo gak gitu, jangan-jangan Rp200 Triliun hanya mutar-mutar di pasar uang, gak nyampe ke sektor riil,” ujarnya melalui keterangan tertulis, Senin (6/10/2025).

    Kebijakan pemotongan DBH ini, kata Hairul, mengacak-acak prinsip fundamental desentralisasi fiskal yang dikenal dengan istilah money follows function atau konsep yang menegaskan bahwa alokasi anggaran harus selaras dengan kewenangan yang diberikan kepada daerah. 

    Dalam konteks ini, ketika transfer dana dipangkas secara signifikan, maka secara logis kewenangan pemerintah daerah juga harus dikurangi secara proporsional.

    Namun demikian, realitas yang terjadi justru sebaliknya. Menurutnya, Pemerintah daerah tetap dibebani tanggung jawab yang sama, sementara sumber pendanaan untuk menjalankan fungsi-fungsi tersebut mengalami penyusutan drastis. 

    Kondisi ini, kata dia, berpotensi melumpuhkan kapasitas pemerintah provinsi dalam menjalankan kewenangannya secara efektif.

    Adapun, dia menuturkan jika program-program strategis seperti pembangunan infrastruktur dialihkan kembali ke tangan pemerintah pusat melalui mekanisme K/L, fungsi dan relevansi keberadaan pemerintah provinsi berpotensi terdegradasi perannya dalam tata kelola pemerintahan.

    “Lah ini kan cara berpikir orba banget dengan sentralisasinya. Kalo begitu hapuskan aja provinsi, cukup K/L & kabupaten/kota, (maka) hilang fungsi kan provinsi,” pungkasnya. 

  • Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Gubernur Usul Pemerintah Pusat Tanggung Gaji ASN Daerah, Begini Respons Purbaya

    Bisnis.com, JAKARTA — Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa belum mempertimbangkan terkait usulan Gubernur Sumatra Barat Mahyeldi Ansharullah agar pemerintah pusat menanggung gaji ASN daerah akibat pemangkasan transfer ke daerah (TKD) pada tahun depan.

    Purbaya mengaku usulan Mahyeldi itu sangat wajar. Menurutnya, jika memungkinkan maka pemerintah daerah akan meminta setiap bebannya ditanggung pemerintah pusat.

    “Tapi kan kita hitung kemampuan APBN saya seperti apa. Apalagi ini kan 9 bulan pertama kan ekonominya melambat. Ya naik turun, tapi turun terus kan. Jadi kalau diminta sekarang ya pasti saya enggak bisa,” ujar Purbaya di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Dia merasa bisa saja mengambil alih sebagian besar tanggung jawab daerah. Hanya saja, batas defisit APBN 3% terhadap produk domestik bruto (PDB) harus terlampaui.

    Bendahara negara itu belum ingin melangkahi aturan tersebut. Dia meyakini institusi internasional akan langsung mengkritisinya apabila melampaui batas defisit 3%.

    “Jadi, saya jaga itu. Saya jaga semuanya dulu. Saya optimalkan belanja, saya optimalkan pendapatan, saya hilangkan gangguan di bisnis,” ungkap Purbaya.

    Sebelumnya, Mahyeldi memprotes keputusan pemerintah pusat yang memotong anggaran TKD pada tahun depan. Dia pun mengusulkan jika tetap kukuh memotong TKD maka gaji ASN daerah juga harus ditanggung pemerintah pusat.

    “Harapan kita di daerah adalah bagaimana TKD ini dikembalikan lagi. Kalau enggak mungkin gaji pegawai bisa diambil oleh pusat, karena ini kan kaitan dengan DAU [dana alokasi umum]. Kan [DAU] juga pengurangan,” ujarnya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (7/10/2025).

    Protes Kepala Daerah

    Sebelumnya, puluhan gubernur dan wakil gubernur yang tergabung dalam Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) melakukan pertemuan dengan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa di Kantor Kementerian Keuangan, Jakarta pada Selasa (7/10/2025).

    Gubernur Jambi Al Haris, selaku ketua umum APPSI, menjelaskan bahwa para kepala daerah menyatakan keluh kesah kepada Purbaya terkait pemotongan transfer ke daerah pada tahun depan.

    Adapun dana transfer ke daerah mencapai Rp692,995 triliun dalam APBN 2026. Dana transfer ke daerah itu jauh lebih rendah dibandingkan dengan tahun ini senilai Rp919,9 triliun, turun 24,7% atau setara Rp226,9 triliun.

    “Daerah tentu banyak sekali yang merasakan dampak dari [pemotongan] TKD itu, di antaranya ada daerah yang mungkin sulit membayar belanja pegawai, besar sekali. Apalagi ada keharusan membayar P3K dan sebagainya. Nah, ini luar biasa berdampak terhadap APBD 2026,” ujar Al Haris usai pertemuan.

    Dia tidak menampik bahwa pemerintah pusat memiliki berbagai program yang akan dijalankan di daerah dengan anggaran Rp1.300 triliun pada tahun depan. Kendati demikian, pemerintah daerah tidak tahu menahu terkait program tersebut.

    Apalagi, sambungnya, masih banyak daerah yang pendapatan asli daerah (PAD) rendah. Al Haris khawatir daerah-daerah tersebut akan semakin kesulitan apabila dana transfer ke daerah dan dana desa (TKDD) yang diterima juga semakin kecil.

    “Kalau daerah PAD-nya kecil, yang banyak menggantungkan nasib dengan TKDD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya,” jelasnya.

    Sementara itu, Gubernur Maluku Utara Sherly Tjoanda Laos menambahkan bahwa dana transfer ke daerah yang telah direncanakan pada tahun depan hanya akan cukup untuk belanja rutin pemerintah provinsi.

    Sementara belanja infrastruktur seperti untuk pembangunan jalan hingga jembatan menjadi berkurang. Oleh sebab itu, Sherly mengungkapkan bahwa semua gubernur dan wakil gubernur yang hadir satu suara meminta Purbaya mempertimbangkan ulang pemotongan dana transfer ke daerah pada 2026.

    “Semuanya tidak setuju, karena kemudian kan ada beban P3K yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20%—30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60%—70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” ungkapnya.

    Adapun, setidaknya ada 24 gubernur dan wakil gubernur yang menemui Purbaya dalam pertemuan tersebut. Para kepala daerah yang hadir langsung itu berasal dari Jambi, Kalimantan Timur, Kalimantan Utara, Kep. Bangka Belitung, Banten, Kepulauan Riau, Jawa Tengah, Sulawesi Tengah, Maluku Utara, Sumatra Barat, DI Yogyakarta.

    Kemudian Papua Pegunungan, ⁠Bengkulu, Aceh, Sumatra Utara, Lampung, Sulawesi Selatan, NTB, Papua Barat Daya, Kalimantan Selatan, Kalimantan Tengah, Jawa Timur, Gorontalo, hingga Sumatra Selatan.

  • ‘Geruduk’ Kantor Purbaya, Gubernur Protes Transfer ke Daerah Dipotong!

    ‘Geruduk’ Kantor Purbaya, Gubernur Protes Transfer ke Daerah Dipotong!

    Jakarta

    Asosiasi Pemerintah Provinsi Seluruh Indonesia (APPSI) mendatangi Kementerian Keuangan untuk bertemu Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa. Sebanyak 18 gubernur hadir langsung, 15 daerah diwakili, dan 5 daerah tidak hadir.

    Usai pertemuan, Gubernur Maluku Utara (Malut) Sherly Tjoanda mengatakan semua pemerintah daerah (Pemda) tidak setuju dengan pemotongan transfer ke daerah (TKD) yang dilakukan Kementerian Keuangan.

    “Kita semua tadi masing-masing dari gubernur sudah menyuarakan pendapat ke Pak Menteri Keuangan untuk dipertimbangkan, karena dengan perencanaan dana transfer pusat ke daerah yang ada saat ini hanya cukup untuk belanja rutin. Belanja infrastruktur, jalan, jembatan itu menjadi berkurang sehingga kita minta untuk jangan ada pemotongan,” kata Sherly di Kementerian Keuangan, Jakarta Pusat, Selasa (7/10/2025).

    Sherly mengaku Provinsi Maluku Utara mendapat TKD Rp 6,7 triliun pada 2026, turun dari pagu 2025 yang mencapai Rp 10 triliun. Potongan terbesar berada pada komponen Dana Bagi Hasil (DBH).

    “Semuanya tidak setuju karena kemudian kan ada beban PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) yang cukup besar dan ada janji untuk pembangunan jalan dan jembatan yang cukup besar. Dengan pemotongan yang rata-rata setiap daerah hampir sekitar 20-30% untuk level provinsi dan di level kabupaten bahkan ada tadi dari Jawa Tengah yang hampir 60-70%, itu berat untuk pembangunan infrastruktur,” tutur Sherly.

    Keluhan serupa disampaikan Gubernur Aceh Muzakir Manaf yang anggaran daerahnya dipotong hingga 25% pada 2026. Ia berharap Purbaya mengevaluasi agar pertumbuhan ekonomi bisa seperti yang diharapkan.

    “Semuanya kami mengusulkan supaya tidak dipotong, anggaran kita tidak dipotong karena itu beban semua di provinsi kami masing-masing,” katanya.

    Daerah Kesulitan Bayar Gaji Pegawai

    Sementara itu, Ketua Umum APPSI, Al Haris menegaskan para gubernur memang sengaja meminta waktu Purbaya. Ia bersama gubernur lain ingin menyampaikan keluh kesah terkait pemotongan TKD.

    Pria yang juga menjabat sebagai Gubernur Jambi itu mencontohkan ada daerah yang kesulitan membayar operasional belanja pegawai, termasuk gaji PPPK. Al Haris mengklaim dampak yang dirasakan daerah sangat luar biasa.

    “Memang repot, saya bilang tadi, kalau daerah PAD (pendapatan asli daerah)-nya kecil yang banyak menggantungkan nasib dengan TKD, maka sulit mereka untuk mengembangkan daerahnya. Apalagi bicara visi misi. Tidak lagi bicara visi misi, yang penting roda pemerintahan jalan,” tutur Al Haris.

    Menurut Al Haris, Purbaya cukup responsif terhadap keluhan para kepala daerah. Pemerintah diklaim nantinya akan melakukan evaluasi TKD di 2026.

    “Pak Menteri (Purbaya) respons tadi, beliau responsif sekali. Nanti di 2026 karena sudah menjadi produk hukum undang-undang, APBN, beliau tadi berjanji di 2026 sambil nanti berjalan, evaluasi lagi yang TKD ke daerah,” bebernya.

    Lihat juga Video: Nasib Pemprov Yogyakarta Usai Dana Istimewa Dipotong 50 Persen

    Halaman 2 dari 2

    (aid/ara)