Tag: Ahmad Heri

  • Banyak Negara Sulit Ekspor ke AS Gegara Trump, RI Harus Waspada Hal Ini

    Banyak Negara Sulit Ekspor ke AS Gegara Trump, RI Harus Waspada Hal Ini

    Jakarta

    Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump telah mengumumkan pengenaan kebijakan tarif resiprokal kepada sejumlah negara, termasuk Indonesia. Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) menyebut sejumlah negara akan mengalami penurunan ekspor ke Amerika Serikat (AS) yang akan berdampak juga pengalihan perdagangan.

    Peneliti Pusat Industri, Perdagangan, dan Investasi INDEF Ahmad Heri Firdaus memprediksi ekspor Indonesia akan mengalami penurunan sebesar 2,8% dan penurunan impor sebesar 2,2%. Menurutnya, kebijakan ini akan berpengaruh pada rantai pasok dunia.

    China menjadi salah satu target kebijakan tersebut dengan tarif sebesar 34%. Apabila volume perdagangan China ke AS terdampak, Ahmad menilai dapat berdampak juga terhadap ekspor negara lain, termasuk negara-negara yang tidak terkena kebijakan tersebut.

    “Karena kesimbangan perdagangan dunia ini akan berpengaruh. Amerika Serikat itu satu, dua dengan China, negara pengekspor dan pengimpor terbesar di dunia. Artinya kalau ada penurunan volume perdagangan di sana, ini akan berpengaruh terhadap rantai pasok dunia. Rantai pasok yang akhirnya negara-negara yang tidak kena tarif resiprokal juga akan mengalami penurunan ekspor, seperti Australia, Rusia, tidak ada di list tarif resiprokalnya. Ini yang justru dampak tidak langsungnya yang harus diwaspadai,” kata Ahmad dalam acara ‘Waspada Genderang Perang Dagang’ yang disiarkan secara daring, Jumat (4/4/2025).

    Menurut Ahmad, hal ini dapat diantisipasi apabila adanya keberhasilan negosiasi yang dilakukan oleh negara-negara yang terkena kebijakan tersebut. Dia menilai apabila negosiasi tersebut tidak berhasil, akan ada dua kemungkinan yang terjadi, yakni pengalihan perdagangan dan penurunan ekspor.

    “Akan ada trade diversion ke negara-negara yang marketnya besar, salah satunya Indonesia. Kemudian yang kedua adalah akan ada penurunan ekspor ke negara mitra kita sehingga nanti neraca perdagangan itu tidak hanya terpengaruh langsung dari kebijakan AS, tetapi neraca perdagangan kita dengan negara-negara mitra,” jelas Ahmad.

    Untuk menekan laju barang impor, Ahmad menyebut Indonesia dapat menerapkan non-tariff measures (NTMs) atau tindakan non-tarif, salah satunya dengan kebijakan pelabelan produk. Menurut dia, banyak produk-produk impor yang tidak berbahasa Indonesia pada label produknya.

    “Nah kalau misalnya ada kewajiban berbahasa lokal, kan itu juga jadi NTM bagi kita buat menghadang laju impor yang kemungkinan akan besar. Jadi, NTM masih berpeluang besar untuk ditingkatkan, untuk menyeleksi atau menyaring produk impor yang tadi kemungkinan terjadinya trade diversion,” terang dia.

    Kemudian juga Indonesia harus melakukan diversifikasi pasar ekspor akibat kemungkinan terjadinya penurunan ekspor ke negara-negara mitra. Untuk itu, pemerintah harus mulai dipetakan perdagangan dunia seperti apa. Lalu dia juga mengusulkan agar ada kebijakan penguatan ketahanan industri.

    “Industri kita juga perlu didukung dan diperkuat untuk membendung produk-produk impor yang memang dirasa kurang perlu. Itu yang bisa dilakukan,” jelas dia.

    (acd/acd)

  • Kebijakan Proyek Strategis Nasional Era Prabowo Dipertanyakan, Pengamat: Bisa Pengaruhi Kepercayaan Investor

    Kebijakan Proyek Strategis Nasional Era Prabowo Dipertanyakan, Pengamat: Bisa Pengaruhi Kepercayaan Investor

    FAJAR.CO.ID, JAKARTA – Keputusan Presiden Prabowo Subianto untuk membatalkan sejumlah Proyek Strategis Nasional (PSN) yang dirancang pada masa pemerintahan Joko Widodo menuai sorotan.

    Peneliti Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus, menilai langkah tersebut berpotensi berdampak negatif terhadap kredibilitas pemerintah dalam menetapkan proyek strategis.

    Heri menegaskan bahwa penghentian PSN harus didasarkan pada alasan yang jelas agar tidak menimbulkan spekulasi dan ketidakpastian di kalangan investor.

    “Jika ada PSN yang dihentikan, pertama-tama harus dipastikan dulu apa alasannya. Apakah karena ada kesalahan prosedur, kendala investasi, atau faktor lain?” ujar Heri kepada wartawan, dikutip Senin (24/3/2025).

    Ia menambahkan bahwa proyek yang telah masuk dalam kategori PSN semestinya sudah melalui kajian yang mendalam, termasuk dampaknya terhadap pertumbuhan ekonomi.

    Jika proyek-proyek tersebut dihentikan secara tiba-tiba tanpa alasan yang kuat, hal itu bisa mencerminkan ketidakpastian dalam perencanaan kebijakan.

    “Jika proyek sudah ditetapkan sebagai PSN, lalu tiba-tiba dihentikan tanpa alasan yang kuat, ini bisa menunjukkan ketidakpastian dalam perencanaan kebijakan,” lanjutnya.

    Lebih lanjut, Heri menyoroti bahwa keputusan mendadak dalam penghentian PSN dapat menggoyahkan kepercayaan investor, terutama mereka yang telah berinvestasi dalam proyek infrastruktur jangka panjang.

    “Investor bisa kehilangan kepercayaan karena menganggap kebijakan di Indonesia tidak konsisten. Ini bisa berdampak pada menurunnya minat investasi, tidak hanya di sektor infrastruktur, tetapi juga sektor lainnya,” jelasnya.

  • Peneliti INDEF: Hilirisasi tembaga dukung ketahanan energi nasional

    Peneliti INDEF: Hilirisasi tembaga dukung ketahanan energi nasional

    Langkah yang telah diambil pelaku industri, termasuk MIND ID, sudah cukup strategis dalam mendukung hilirisasi…,

    Jakarta (ANTARA) – Peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF) Ahmad Heri Firdaus menilai bahwa hilirisasi tembaga memiliki potensi besar dalam mendukung ketahanan energi dan industri nasional.

    “Langkah yang telah diambil pelaku industri, termasuk MIND ID, sudah cukup strategis dalam mendukung hilirisasi. Namun, agar daya saing produk hilirisasi bisa optimal di pasar global, dibutuhkan dukungan dari berbagai sektor. Misalnya, pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas yang lebih baik,” ujar Heri di Jakarta, Jumat.

    Pernyataan tersebut terkait dengan percepatan pembangunan smelter PT Freeport Indonesia, anggota Grup MIND ID, di Gresik. Pembangunan tersebut dinilai menjadi bagian dari upaya besar untuk meningkatkan nilai tambah sumber daya mineral dalam negeri.

    Selain itu, Heri juga menekankan pentingnya penguatan program pada sisi sumber daya manusia (SDM).

    Terlebih, sektor pertambangan tergolong sebagai industri padat modal dan membutuhkan kapasitas serta kapabilitas SDM yang tinggi demi menjamin keberlanjutan.

    Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi) Rizal Kasli turut menyoroti tantangan utama dalam hilirisasi, yakni membangun industri hilir yang mampu menghasilkan produk akhir (end product).

    Menurutnya, keberadaan Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi (BPI) yang baru terbentuk dapat menjadi salah satu solusi dalam mengembangkan industri hilir tembaga.

    “Danantara telah terbentuk dan MIND ID merupakan bagian darinya. Keberadaan Badan Pengelola Investasi tersebut memberi peluang untuk membangun perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang hilir untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas. Hal ini akan sangat menghemat devisa negara,” kata Rizal.

    Di sisi lain, penguatan sektor hulu juga menjadi faktor penting dalam ekosistem industri tembaga. Data Badan Geologi 2023 menunjukkan bahwa cadangan tembaga Indonesia mengalami penurunan dari 28 juta ton pada 2020 menjadi 20,3 juta ton, dengan total cadangan bijih mencapai 3 miliar ton.

    Saat ini, pengelolaan sumber daya tembaga nasional masih terkonsentrasi di PT Freeport Indonesia, di mana kepemilikan sahamnya terdiri atas 41,23 persen oleh BUMN Holding Industri Pertambangan Indonesia MIND ID, 10 persen oleh Pemerintah Daerah Papua, dan 48,77 persen oleh Freeport McMoRan.

    Dengan total kepemilikan Indonesia mencapai 51,23 persen, penguasaan sumber daya menjadi faktor kunci untuk memperkuat hilirisasi.

    ”Berdasarkan data Badan Geologi, sebaran sumber daya tembaga ini banyak tersebar di Nusa Tenggara, Papua, Kalimantan, dan Sumatera. Sehingga diperlukan penguasaan wilayah pertambangan oleh MIND ID untuk dapat menjadi key player dalam industri tembaga,” ucap Rizal.

    Pewarta: Putu Indah Savitri
    Editor: Abdul Hakim Muhiddin
    Copyright © ANTARA 2025

  • Hilirisasi Industri Tembaga Dinilai Perlu Dukungan Infrastruktur hingga Regulasi – Halaman all

    Hilirisasi Industri Tembaga Dinilai Perlu Dukungan Infrastruktur hingga Regulasi – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM – Hilirisasi industri di sektor tembaga dinilai memerlukan dukungan dari berbagai sektor untuk meningkatkan nilai tambah dan menjadi daya tarik investasi.

    Hal itu diungkapkan peneliti dari Institute for Development of Economics and Finance (INDEF), Ahmad Heri Firdaus.

    Menurutnya, hilirisasi tembaga punya potensi besar untuk mendukung ketahanan energi dan industri nasional. 

    “Langkah yang telah diambil pelaku industri, termasuk MIND ID, sudah cukup strategis dalam mendukung hilirisasi,” ujarnya dalam keterangan tertulis, dikutip Sabtu (15/3/2025).

    Namun, Ahmad menekankan agar daya saing produk hilirisasi bisa optimal di pasar global, dibutuhkan dukungan dari berbagai sektor. 

    Seperti infrastruktur yang memadai, regulasi yang kondusif, serta ketersediaan energi yang stabil.

    “Misalnya, pembangunan infrastruktur dasar dan konektivitas yang lebih baik,” ungkapnya.

    Sementara itu, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Pertambangan Indonesia (Perhapi), Rizal Kasli, menyoroti tantangan utama dalam hilirisasi.

    Yaitu membangun industri hilir yang mampu menghasilkan produk akhir (end product). 

    Ia mengatakan, keberadaan Danantara sebagai Badan Pengelola Investasi (BPI) yang baru terbentuk dapat menjadi salah satu solusi dalam mengembangkan industri hilir tembaga. 

    “Danantara telah terbentuk dan MIND ID merupakan bagian darinya.”

    “Keberadaan Badan Pengelola Investasi tersebut memberi peluang untuk membangun perusahaan baru yang khusus bergerak di bidang hilir untuk menghasilkan produk akhir yang berkualitas. Hal ini akan sangat menghemat devisa negara,” jelas Rizal.

    Mengutip data dari Badan Geologi 2023, Rizal menyebut cadangan tembaga Indonesia mengalami penurunan dari 28 juta ton pada 2020 menjadi 20,3 juta ton.

    Sementara total cadangan bijih tercatat mencapai 3 miliar ton. 

    “Berdasarkan data Badan Geologi, sebaran sumber daya tembaga ini banyak tersebar di Nusa Tenggara, Papua, Kalimantan, dan Sumatera.”

    “Sehingga diperlukan penguasaan wilayah pertambangan oleh MIND ID untuk dapat menjadi key player dalam industri tembaga,” tutup Rizal.

    Pemerintah Percepat Hilirisasi

    Diketahui, pemerintah menyatakan terus mempercepat hilirisasi industri nasional guna meningkatkan ketahanan energi, menciptakan lapangan kerja, serta mendorong pertumbuhan ekonomi.

    Pada pertemuan yang dipimpin Presiden Prabowo Subianto di Istana Merdeka, Jakarta, pada Senin (3/3/2025), disepakati 21 proyek hilirisasi tahap pertama dengan total investasi mencapai USD40 miliar.

    Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Bahlil Lahadalia, menjelaskan bahwa proyek-proyek ini mencakup berbagai sektor strategis.

    Termasuk sektor minyak dan gas, pertambangan, pertanian, hingga kelautan.

    “Kami telah memutuskan tahap pertama hilirisasi yang ditargetkan kurang lebih sekitar USD618 miliar, untuk di tahun 2025 yang tadi kami paparkan kurang lebih sekitar 21 proyek pada tahap pertama yang total investasinya kurang lebih sekitar USD40 miliar.”

    “Dan tadi kita sudah melakukan pembahasan secara detail termasuk di dalamnya adalah nama-nama proyek investasi apa saja yang akan kita lakukan,” ujar Bahlil dalam keterangan pers.

    (Tribunnews.com)

  • Terungkap! Bikin 1 Kapal di RI Biayanya Lebih Besar Dibanding Korsel

    Terungkap! Bikin 1 Kapal di RI Biayanya Lebih Besar Dibanding Korsel

    Jakarta, CNBC Indonesia – Industri galangan kapal di Indonesia tengah menghadapi tantangan besar. Banyak perusahaan di sektor ini terpaksa gulung tikar akibat tingginya biaya produksi yang membuat daya saing mereka melemah. Salah satu faktor utama yang menjadi biang keroknya adalah tingginya Incremental Capital Output Ratio (ICOR) di Indonesia.

    Peneliti Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus mengungkapkan bahwa ICOR Indonesia masih berada di angka 6,2%. Angka ini menunjukkan, untuk memproduksi satu unit barang, termasuk kapal, Indonesia membutuhkan modal yang lebih besar dibandingkan negara lain, seperti Korea Selatan.

    “Jadi kalau kita mau membuat satu kapal, itu biayanya lebih besar daripada kapal yang sama dibuat di Korea Selatan. ICOR kita mencerminkan ekonomi biaya tinggi, dan ini masih sulit turun dari 6%. Semakin besar ICOR, semakin tidak baik,” jelas Heri di Indonesia Maritime Talk 2025 di Hotel The Ritz-Carlton, Mega Kuningan, Jakarta Selatan, Selasa (25/2/2025).

    Menurutnya, ada beberapa faktor yang menyebabkan ICOR di Indonesia tinggi, yakni biaya tenaga kerja, transportasi, kebijakan fiskal, hingga suku bunga yang tinggi menjadi tantangan utama dalam industri galangan kapal.

    Foto: Heri Firdaus (INDEF) dalam acara Indonesia Maritime Talk 2025 di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)
    Heri Firdaus (INDEF) dalam acara Indonesia Maritime Talk 2025 di Ritz Carlton, Jakarta, Selasa (25/2/2025). (CNBC Indonesia/Tri Susilo)

    “Tantangan kita adalah bagaimana mengurangi ICOR ini. ICOR ini komponennya apa? Ada biaya upah tenaga kerja, ada biaya transportasi, ada fiskal, ada suku bunga yang tinggi, dan segala macam lainnya. Jadi ICOR ini tinggi,” ujarnya.

    Agar industri galangan kapal bisa bertahan dan berkembang, Ahmad menekankan pentingnya daya dukung yang kuat dari berbagai aspek. Infrastruktur yang memadai, investasi yang cukup, serta regulasi yang mendukung sangat diperlukan agar daya saing industri ini bisa meningkat.

    “Kalau daya dukung dari infrastruktur kurang, dari investasi kurang, dari regulasi kurang, maka akan sulit untuk akselerasi daya saing,” pungkas dia.

    (wur)

  • 2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    2 Hari Lagi PPN 12 Persen Diterapkan, Mudah Bagi Presiden Prabowo Batalkan Jika Ada Kemauan – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Dua hari lagi Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 12 persen dari sebelumnya 11 persen akan diterapkan, tepatnya pada 1 Januari 2025.

    Kenaikan PPN 12 persen merupakan implementasi Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (UU HPP).

    UU tersebut lahir era pemerintahan Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) periode 2019-2024, yang telah disahkan melalui Sidang Paripurna pada Kamis (7/10/2024).

    UU HPP mengamanatkan pemerintah menaikkan tarif PPN dari 10 persen menjadi 11 persen. 

    Tarif pajak 11 persen ini mulai berlaku pada 1 April tahun 2022. 

    Kemudian, pemerintah akan menaikkan kembali tarif PPN sebesar 12 persen pada tahun 2025. 

    Adapun fraksi yang menyetujui UU HPP adalah PDIP, Golkar, Gerindra, Nasdem, PKB, Partai Demokrat, PAN, dan PPP. Sedangkan satu fraksi yang menolak adalah PKS. 

    Mudah Dibatalkan Prabowo 

    Presiden Prabowo Subianto dinilai dapat dengan mudah membatalkan kenaikan PPN 12 persen di awal 2025, jika ada kemauan politik atau political will.

    Direktur Eksekutif Parameter Politik Indonesia Adi Prayitno mengatakan, kenaikan PPN menjadi 12 persen mulai 1 Januari 2025 memang telah diatur dalam UU HPP.

    Namun, mengubah ketentuan itu hanya butuh kemauan politik dari Presiden Prabowo untuk mengajukan inisiatif perubahan ke DPR 

    “Presiden dapat dukungan penuh DPR. 1000 persen DPR tegak lurus ke Prabowo, termasuk PDI-P,” kata Adi yang dikutip dari Kompas.com, ditulis kembali Senin (30/12/2024). 

    Dalam pasal 7 ayat (3) UU HPP, diatur bahwa tarif PPN dapat diubah paling rendah 5 persen dan paling tinggi 15 persen. 

    Selanjutnya, dalam pasal 7 ayat (4) UU HPP disebutkan bahwa perubahan tarif PPN diatur dengan peraturan pemerintah, setelah disampaikan oleh pemerintah kepada DPR untuk dibahas dan disepakati dalam penyusunan RAPBN. 

    “Kalau mau diubah itu peraturan kan mudah. Merem saja beres. Mumpung Istana-DPR akur,” sambungnya. 

    Menurut Adi, jika ada niat untuk mengubah aturan terkait kenaikan PPN 12 persen, mestinya semudah membalik telapak tangan, mengingat mayoritas fraksi di DPR adalah pendukung koalisi pemerintah. 

    Dengan demikian, rakyat tidak lagi disuguhi narasi saling menyalahkan. “Kan, di negara ini tak ada yang sulit mengubah aturan dalam waktu kilat,” ujarnya. 

    Sementara itu, Direktur Eksekutif Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Esther Sri Astuti mengatakan, Presiden bisa langsung menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (Perppu) untuk mengakomodasi pembatalan tersebut.

    “Betul, intinya political will dan itu (menggunakan Perppu) bisa karena saat ini kita akui kondisi ekonomi sedang lesu dan kurang bergairah,” kata Esther.

    Ia menyebut, kenaikan tarif PPN bisa dilakukan oleh pemerintah selama kondisi ekonomi dan daya beli masyarakat telah stabil, sehingga kebijakan itu tak mendistorsi soliditas produk domestik bruto (PDB).

    “Peran Presiden untuk memutuskan dan menunda kebijakan tarif PPN ini sangat memungkinkan. Pertanyaannya, apakah hal itu mau dilakukan? Menurut saya kenaikan PPN ini bisa ditunda sampai ekonomi kita benar-benar kembali berkeliaran,” tuturnya.

    Ia pun mengingatkan pemerintah untuk melihat Pemerintah Malaysia yang sempat menaikkan tarif PPN dan berdampak buruk pada perekonomian negara tersebut. Alhasil, Malaysia pun menurunkan tarif PPN tersebut.

    “Pemerintah Malaysia saja menaikkan tarif PPN kemudian setelah tahu dampak kenaikan tarif itu mengakibatkan volume ekspor turun, maka kemudian dievaluasi kebijakan itu dan diturunkn kembali tarif PPN seperti semula,” ujarnya.

    Demo Tolak PPN 12 Persen

    Aliansi mahasiswa yang tergabung dalam Badan Eksekutif Mahasiswa Seluruh Indonesia (BEM SI) melakukan aksi unjuk rasa menolak kenaikan PPN 12 persen di depan Istana Merdeka, Jakarta, Jumat (27/12/2024). 

    Aksi penolakan ini dilakukan karena mahasiswa menilai kenaikan PPN menjadi 12 persen bukan solusi, tapi ancaman bagi rakyat kecil. 

    Mahasiswa beranggapan, kebutuhan hidup saat ini semakin mahal dan merugikan semua elemen masyarakat.

    Dongkrak Inflasi

    sosiasi Pengusaha Indonesia (APINDO) memprediksi kenaikan PPN menjadi 12 persen pada 1 Januari 2025 akan meningkatkan tingkat inflasi Indonesia.

    Ketua Umum APINDO Shinta Kamdani mengatakan bahwa pihaknya memproyeksikan inflasi pada 2025 terjaga di kisaran 2,5 plus minus 1 persen sesuai dengan target Bank Indonesia.

    “Kami memproyeksikan bahwa di 2025 ini kita juga lihat juga Bank Indonesia melakukan substitusi komoditas energi dan mengendalikan produksi pangan melalui program ketahanan pangan,” katanya dalam konferensi pers di kantor APINDO, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Ia mengatakan tekanan inflasi diperkirakan akan meningkat di awal 2025 karena dorongan sejumlah faktor.

    Faktor-faktor itu seperti kenaikan Upah Minimum Provinsi (UMP) sebesar 6,5 persen dan PPN menjadi 12 persen.

    “Jadi ini tekanan inflasi diperkirakan akan juga meningkat di awal tahun didorong oleh sejumlah faktor seperti kita tahu kenaikan UMP, implementasi PPN 12 persen, serta permintaan musiman yang di kuartal 1 yang terkait dengan momentum Ramadan dan Lebaran,” ujar Shinta.

    Prediksi angka inflasi naik pada tahun akibat PPN 12 persen juga diungkap oleh peneliti Center of Industry, Trade, and Investment (INDEF) Ahmad Heri Firdaus.

    Ia mengatakan, pada April 2022 ketika PPN naik dari 10 persen ke 11 persen, angka inflasi di bulan tersebut ikut meningkat.

    “Ini waktu bulan April 2022 ya ketika terjadi kenaikan PPN dari 10 persen jadi 11 persen ya, dampak yang terjadi pada saat itu adalah inflasi yang terjadi cukup tinggi,” katanya dalam diskusi daring bertajuk “PPN Naik, Beban Rakyat Naik”, Rabu (20/3/2024).

    Saat itu, inflasi pada April 2022 sebesar 0,95 persen. Dibanding periode yang sama pada tahun sebelumnya (Year on Year/YoY), angkanya meningkat 3,47 persen.

    Menurut Heri, jika melihat dari apa yang terjadi pada April 2022, ada kemungkinan angka inflasi pada bulan di mana PPN dinaikkan di tahun 2025 bisa lebih tinggi.

    “Nah, jadi kira-kira arahnya tuh nanti akan seperti ini ya, di mana nanti inflasi bisa mencapai lebih dari 0,90 persen,” katanya.

    Kemudian, berdasarkan kelompok pengeluaran, andil inflasi disumbang paling banyak dari kelompok makanan, minuman, dan tembakau. Pada April 2022, kelompok ini menyumbang inflasi sebesar 0,46 persen.

    Nantinya ketika PPN naik pada 2025, Heri memandang kelompok makanan, minuman, dan tembakau juga akan menjadi penyumbang utama inflasi di bulan tersebut.

    Menurut Heri, hal itu karena sebagian masyarakat, contohnya golongan menengah bawah, 80-90 persen pendapatannya digunakan untuk membeli kelompok makanan, minuman, dan tembakau.

    Jika ada kenaikan inflasi yang besar di kelompok makanan, minuman, dan tembakau, Heri menilai akan sangat memukul perekonomian atau daya beli masyarakat menengah ke bawah.

    “Nah ini yang terjadi pada 2022. Jadi inflasi tinggi disumbang salah satunya oleh kenaikan PPN dari 10 ke 11 [persen] ya, meskipun memang banyak faktor lain sepanjang tahun 2022,” ujarnya.

    Prabowo Baru Sekali Bersuara Soal PPN

    Meski banyak penolakan, Prabowo diketahui baru memberikan komentar satu kali secara jelas terkait kenaikan PPN jadi 12 persen.

    Prabowo mengatakan kenaikan tarif PPN akan akan berlaku selektif. 

    Kenaikan tarif PPN yang tadinya 11 persen menjadi 12 persen hanya untuk barang-barang mewah saja.

    Hal itu disampikan Prabowo sebelum meninggalkan Istana Negara, Jakarta, pada Jumat malam, (6/12/2024).

    “Kan sudah diberi penjelasan PPN adalah undang-undang, ya kita akan laksanakan, tapi selektif hanya untuk barang mewah,” kata Prabowo.

    “Jadi kalaupun naik itu hanya untuk barang mewah,” Imbuhnya.

    Presiden Prabowo memastikan bahwa kenaikan tarif PPN tidak akan membebani rakyat kecil. Menurutnya rakyat kecil tetap terlindungi dari kenaikan tarif PPN.

    “Sudah sejak akhir 2023 pemerintah tidak memungut yang seharusnya dipungut untuk membela, membantu rakyat kecil ya,” katanya.

     

  • Kejar Target Ekonomi 8%, Manufaktur Harus Tumbuh 9% Per Tahun

    Kejar Target Ekonomi 8%, Manufaktur Harus Tumbuh 9% Per Tahun

    Bisnis.com, JAKARTA — Institute for Development of Economics and Finance alias Indef memperkirakan bahwa industri pengolahan atau manufaktur harus tumbuh rata-rata 8,5%—9% per tahun agar pertumbuhan ekonomi 8% bisa tercapai hingga 2045.

    Sebagai informasi, pertumbuhan ekonomi 8% merupakan target yang dicanangkan oleh Presiden Prabowo Subianto. Untuk mencapai target tersebut, Peneliti Indef Ahmad Heri Firdaus menilai pemerintahan Prabowo harus memberi perhatian khusus ke sektor manufaktur.

    “Karena industri pengolahan adalah kontributor terbesar dalam PDB [produk domestik bruto] dan biasanya pertumbuhan ekonomi itu selalu bergantung kepada pertumbuhan industri,” jelas Ahmad dalam diskusi publik Indef secara daring, Senin (18/11/2024).

    Secara historis, sambungnya, jika sektor manufaktur tumbuh maka perekonomian secara keseluruhan juga ikut tumbuh. Sebaliknya, jika pertumbuhan sektor manufaktur melambat maka pertumbuhan ekonomi secara umum juga melambat.

    Ahmad menjelaskan, Indef menghitung jika pertumbuhan sektor manufaktur mencapai 8,5%—9% per tahunnya maka sumbangannya ke PDB atas dasar harga konstan (ADHK) akan mencapai tak kurang dari Rp16.000 triliun pada 2045.

    “Kontribusinya sampai 30% terhadap PDB. Ini yang agak menyulitkan sehingga industrinya harus tumbuh lebih besar,” jelasnya.

    Sebagai perbandingan, Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat bahwa pertumbuhan sektor manufaktur ‘hanya’ sebesar 4,24% pada Kuartal III/2024. Secara struktur, sektor manufaktur berkontribusi sebesar 19,02% dalam PDB harga berlaku.

    Sementara itu, sumbangan sektor manufaktur baru mencapai Rp242 triliun ke PDB ADHK pada Kuartal III/2024.

    Oleh sebab itu, Ahmad menekankan pentingnya industri pengolahan mendapat dukungan penuh dari pemerintah. Dia mencontoh dari sisi pembiayaannya: jika likuiditasnya masih kurang maka perlu investasi ke sektor industri.

    Kemudian, sambungnya, infrastuktur juga harus terus ditingkatkan sehingga biaya logistik dan sejenisnya bisa berkurang. Tak lupa, faktor akses pasar dan inovasi juga harus diberi kemudahan dan dukungan dari pemerintah.

    “Intinya adalah, kalau kita ingin membangun sebuah ekonomi yang produktif dan berdaya saing ya harus dimulai dari bagaimana menata dari sisi hulu ke hilir sehingga bisa semakin kuat strukturnya,” ujar Ahmad.

    Senada, Direktur Pengembangan Big Data Indef Eko Listiyanto mengingatkan bahwa Indonesia beberapa kali pernah merasakan pertumbuhan ekonomi 8% atau bahkan lebih ketika masa Orde Baru. Oleh sebab itu, target pemerintahan Prabowo bukanlah suatu hal yang mustahil tercapai.

    Menurutnya, rezim Orde Baru bisa mencapai pertumbuhan ekonomi hingga 8% karena ditopang pertumbuhan ektor manufaktur yang tinggi. Oleh sebab itu, tegasnya, jika industri pengolahan tidak bangkit maka akan sangat berat mencapai target pertumbuhan ekonomi 8%

    “Faktor kuncinya ada di sektor industri. Ketika tumbuh 8%, industri kita itu tumbuhnya double digit, bukan setara dengan pertumbuhan ekonomi atau bahkan di bawah pertumbuhan ekonomi,” tambah Eko dalam kesempatan yang sama.

  • Ekspor Indonesia Oktober 2024 Capai USD 24,41 Miliar – Page 3

    Ekspor Indonesia Oktober 2024 Capai USD 24,41 Miliar – Page 3

    Donald Trump memenangkan suara mayoritas Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS). Kebijakan ekonomi yang disebut akan diterapkan Trump dinilai bisa menurunkan tingkat ekspor Indonesia ke AS.

    Ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus menilai Donald Trump akan kembali menerapkan kebijakan proteksionisme pada sektor ekonominya. Secara langsung, produk-produk hilirisasi Indonesia akan terancam menurun ke negeri Paman Sam.

    “Artinya secara langsung misalnya kita mengekspor produk-produk seperti keplapa sawit dan turunannya, kemudian tekstil dan sebagainya, mineral turunannya, produk hilir mineral seperti aluminium dan turunannya, jadi berpotensi berkurang atau melambat pertumbuhannya dgn berbagai macam argumen yang mungkin annti akan disiapkan oleh AS,” kata Heri dalam Liputan6 Update, Kamis (7/11/2024).

    Misalnya, kata Heri, adalah tudingan terkait dengan dumping oleh AS yang bisa menurunkan daya saing produk ekspor Indonesia ke negara tersebut. Atas tuduhan dumping, AS akan berhak menerapkan bea masuk tambahan yang membuat produk asal Indonesia menjadi lebih mahal.

    “Kalau kita dituduh dumping, maka AS berhak untuk menerapkan bea masuk anti dumping, artinya kita jualan ke sana produk kita menjadi lebih mahal harganya. Sehingga berpotensi akan menggerus daya saing,” ujar dia.

    Sementara itu, di sisi tren ekspor Indonesia ke AS, Heri juga melihat adanya kecenderungan penurunan. Saat ini ekspor Indonesia sebanyak 9 persen ke AS. 

    Melalui kebijakan proteksionisme tadi, tingkat ekspor Indonesia dikhawatirkan akan terus mengalami penurunan.

    “Artinya secara langsung ada kemungkinan yang tadinya porsi ekspor kita 10 persenan, sekarang ini tinggal 9 persen, kedepan porsi ekspor Indonesia ke AS itu bisa semakin berkurang. Jadi untuk saat ini 9 persen ekspor Indonesia ke AS, jadi cukup besar ya, nah kedepan ini bisa jadi akan semakin kecil, karena kalau dilihat tren ini terus turun,” bebernya.

  • Perang Dagang AS-China, RI Berpotensi Terima Relokasi Pabrik Tekstil dan Logam Dasar

    Perang Dagang AS-China, RI Berpotensi Terima Relokasi Pabrik Tekstil dan Logam Dasar

    Bisnis.com, JAKARTA — Ekonom mengungkapkan intensitas perang dagang antara AS dan China berpotensi meningkat sejalan dengan terpilihnya Donald Trump untuk kedua kalinya sebagai presiden Amerika.

    Meski kedua negara yang bersitegang, Indonesia berpeluang menangkap relokasi perusahaan-perusahaan di China dan sekitarnya yang terkena dampak perang dagang tersebut.

    Ekonom Center of Industry, Trade, and Investment Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Ahmad Heri Firdaus menyampaikan bahwa dua industri, yakni tekstil dan produk tesktil (TPT) dan logam dasar paling berpotensi masuk ke Tanah Air.

    “Pabrik tekstil di Vietnam itu berpeluang untuk relokasi ke Indonesia. Kemudian industri yang terkait dengan logam dasar dan turunannya [penghiliran]. Itu komoditas yang benar-benar direkstriksi Amerika Serikat, salah satunya baja. Sehingga Indonesia juga dapat menangkap peluang itu,” ujarnya, Senin (11/11/2024).

    Meski industri TPT tengah ‘babak belur’, Heri melihat industri TPT dari luar negeri masih dapat masuk, tetapi khusus yang berorientasi ekspor sehingga tidak mengganggu industri dalam negeri.

    Harapan investasi yang masuk dari relokasi tersebut tidak dapat langsung terwujud. Heri menilai saat ini industri dalam negeri masih menghadapi beberapa persoalan internal.

    Mulai dari daya saing, lahan, biaya energi, listrik, upah buruh, hingga biaya logistik. Sementara perusahaan multinasional kebanyakan mencari negara-negara yang biayanya relatif kompetitif. 

    “Kalau kita mau menangkap peluang, maka biaya-biaya yang terkait dengan infrastruktur yang harus dibenahi. Kita harus bisa menyiapkan semacam paket kebijakan untuk menangkap itu,” tuturnya.

    Membaca Peluang Pasar

    Menurut Ahmad, perusahaan-perusahaan besar juga mempertimbangkan peluang pasar di tempat tujuan relokasinya.

    Salah satunya, keberadaan perjanjian dagang antara Indonesia dan Eropa dalam Indonesia-European Union Comprehensive Economic Partnership Agreement (IEU-CEPA). Melalui kebijakan ini, memungkinkan produk-produk dari Indonesa untuk masuk ke ranah Eropa tanpa bea masuk.

    Tanpa perjanjian dagang tersebut, saat ini produk-produk Indonesia yang masuk ke Eropa dikenakan tarif 16% hingga 20%.

    Maka dari itu, penyelesaian perundingan IEU-CEPA akan menjadi penentu bagi perusahaan multinasional memarkirkan pabriknya  di Indonesia. Sayangnya, saat ini proses tersebut belum menemukan titik terang khususnya perkara kebijakan produk bebas deforestrasi atau European Union on Deforestation-free Regulation (EUDR). 

    “IEU CEPA itu menjadi senjata untuk menarik investor asing. Khususnya yang sektor-sektor yang sudah siap, seperti TPT,” lanjutnya.

    Sebelumnya pun, persoalan IEU-CEPA sempat disinggung oleh 15 investor asal Taiwan—yang berencana merelokasi pabriknya ke RI—saat menghadap Menteri Koordinator bidang Perekonomian Airlangga Hartarto.

    Di mana pengusaha tersebut selama ini mendapatkan keuntungan dari investasi di China dan Vietnam. Sementara Vietnam memiliki keuntungan dalam ekspor ke ranah Eropa karena telah memiliki perjanjian mengenai Free Trade Agreement (FTA).

    Berkaca pada ‘perang dagang’ AS-China sebelumnya, sejak 2019, Indonesia menerima relokasi dan diversifikasi investasi dari 58 perusahaan senilai US$14,7 miliar yang berasal dari AS, Eropa, dan Asia, menurut data Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM).

    Meski demikian, Prabowo dalam Asta Cita miliknya, mendorong peningkatan daya saing dan iklim investasi di Indonesia, khususnya di sejumlah sektor prioritas seperti hilirisasi SDA, investasi berbasis riset dan inovasi, investasi berorientasi ekspor, serta sektor pendidikan dan kesehatan.

  • Donald Trump Jadi Presiden AS, Ekspor Indonesia Bakal Terganggu? – Page 3

    Donald Trump Jadi Presiden AS, Ekspor Indonesia Bakal Terganggu? – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Donald Trump telah memenangkan suara mayoritas dalam kontestasi Pemilihan Presiden Amerika Serikat (AS). Hal ini disebut-sebut dapat berdampak pada perdagangan internasional Indonesia.

    Ekonom Institute for Economic and Finance (Indef), Ahmad Heri Firdaus, mengatakan kebijakan ekonomi Donald Trump akan berpengaruh pada sektor perdagangan, termasuk Indonesia. Meskipun tidak menjadi mitra dagang utama, porsi ekspor Indonesia ke AS mencapai 9 persen.

    “Jadi dampaknya jelas. Kalau ekspor kita ke Amerika Serikat bisa berkurang, itu mungkin tidak seberapa, karena kontribusi pasar Amerika Serikat terhadap ekspor Indonesia itu kan 9 persen. Memang relatif tinggi, tapi saya rasa meskipun berkurang, itu tidak signifikan, karena dampak yang tidak langsung ini yang saya rasa akan lebih besar impact-nya,” ujar Heri dalam Liputan6 Update, Kamis (7/11/2024).

    Dia mengatakan ekspor Indonesia terancam berkurang ke negara-negara mitra dagang utama AS, seperti China, Jepang, Korea Selatan, hingga Vietnam.

    “Dampak tidak langsung ini berarti ada potensi perlambatan ekspor Indonesia ke negara-negara mitra dagang utama Amerika Serikat, potensi perlambatan ekspor Indonesia ke China, Vietnam, Thailand, Jepang, dan Korea,” bebernya.

    Pasalnya, kebijakan ekonomi Donald Trump bisa saja salah satunya berupaya mengurangi defisit neraca perdagangan dengan negara-negara seperti China, Jepang, hingga Vietnam. Salah satu caranya bisa dengan penambahan tarif impor atau pengaturan kuota.

    Alhasil, Indonesia sebagai pengekspor ke negara-negara tersebut juga ikut terdampak karena penyesuaian yang dilakukan ke depannya.

    “Ini yang seringkali juga AS tidak berpaduan lagi pada aturan-aturan atau kesepakatan yang ada di WTO. AS mencoba untuk mencari celah apa yang masih diperbolehkan dalam mengatur arus impor yang masuk ke negaranya,” kata dia.

    “Salah satunya adalah adanya kebijakan non-tariff measure atau kebijakan hambatan non-tarif. Nah, ini yang sangat tinggi di AS,” sambungnya.