Tag: Ahmad Doli Kurnia

  • Golkar Sebut Penghapusan Presidential Threshold jadi Momentum Penyempurnaan Pemilu

    Golkar Sebut Penghapusan Presidential Threshold jadi Momentum Penyempurnaan Pemilu

    Bisnis.com, JAKARTA — Partai Golkar menilai penghapusan ambang batas atau threshold 20% untuk pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi momentum untuk penyempurnaan sistem Pemilihan Umum (Pemilu). Penyempurnaan dilakukan di antaranya dengan merevisi sejumlah undang-undang (UU). 

    Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara No.62/PUU-XXII/2024 tentang presidential threshold bukanlah isu yang berdiri sendiri. Isu itu dinilai berkaitan juga dengan berbagai aspek seperti keberadaan parpol, penerapan jenis sistem pemilu dan lain-lain. 

    Doli menilai penghapusan ambang batas itu tidak akan mempunyai makna besar apabila tidak diikuti dengan penyempurnaan sistem Pemilu, bahkan sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Hal itu ikut tertuang dari perintah MK kepada pembuat UU agar menindaklanjuti setiap putusan uji materi dengan revisi UU secara komprehensif. 

    “Oleh karena itu, ‘bola’ sekarang ada di tangan Presiden dan para Ketua Umum Partai Politik agar mendorong Pemerintah dan DPR untuk bisa meng-konkret-kan agenda pembahasan revisi UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik untuk segera dimulai,” ujar Doli melalui keterangan tertulis, Minggu (5/1/2024). 

    Adapun Doli menyatakan seluruh pihak harus menghormati dan menerima putusan MK yang bersifar final dan mengikat (binding). Putusan itu harus dilaksanakan, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. 

    Meski demikian, dia menilai putusan itu harus dimaknai dalam perspektif yang lebih luas. Menurutnya, putusan MK yang menghapus presidential threshold itu sejalan dengan momentum untuk perbaikan sistem politik dan demokrasi Indonesia. 

    Dia turut menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-60 Partai Golkar, mengenai wacana Pilkada melalui DPRD. 

    Di sisi lain, Doli menyampaikan bahwa permohonan uji materi terhadap pasal 222 UU Pemilu yang sudah dilakukan lebih dari 30 kali itu bukanlah jawaban untuk seluruh permasalahan mengenai Pemilu di Indonesia. 

    “Presidential threshold cuma salah satu isu dari sekian banyak isu yang menjadi bagian pembahasan penyempurnaan sistem Pemilu kita. Dan setiap isu bukanlah berdiri sendiri. Setiap isu saling terkait satu sama lain,” tuturnya. 

    Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.  

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.  

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025). 

  • KPU usul UU Pemilu dan UU Pilkada disatukan

    KPU usul UU Pemilu dan UU Pilkada disatukan

    Apa pun bunyi dan poin evaluasi kita harus datang dengan kajian terlebih dahulu. Poin saya itu sih termasuk dari sisi penyelenggara

    Jakarta (ANTARA) – Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengusulkan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dapat dijadikan satu.

    Hal itu disampaikan Afifuddin merespons adanya wacana revisi aturan pemilu, terutama UU Pilkada harus bersamaan dengan UU yang berkaitan dengan pemilu lainnya.

    “Mumpung mau ada aturan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, kalau bisa dijadikan satu. Itu juga menjadi concern kita. Kenapa? Karena kalau itu juga dilakukan, maka ada transisi lagi nanti soal masa akhir jabatan dan selanjutnya,” kata Afifuddin di Jakarta, Jumat.

    Dia menjelaskan bahwa pemilu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Sementara pilkada diatur pada UU Nomor 10 Tahun 2016.

    Menurutnya, Pilkada Serentak 2024 yang dilakukan di tahun yang sama dengan pilpres dan pileg terasa sangat melelahkan.

    Tak hanya itu, dirinya mengakui KPU belum sempat melakukan evaluasi atas penyelenggaraan pilpres dan pileg, akan tetapi sudah harus berhadapan dengan Pilkada 2024.

    “Sebagian orang mungkin membayangkan mungkin waktu untuk pileg, pilpres agak digeser, seperti 2 tahun, misalnya, gitu. Nah itu tentu berdampak terhadap riset keserentakan yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

    Meski begitu, ihwal tersebut masih bersifat usulan, pandangan, dan wacana. Hal ini pun masih harus dibahas lebih dalam, karena apa pun yang akan dibahas serius di DPR harus melalui kajian mendalam dulu.

    “Apa pun bunyi dan poin evaluasi kita harus datang dengan kajian terlebih dahulu. Poin saya itu sih termasuk dari sisi penyelenggara,” jelas Afifuddin.

    Afif juga menyebut dalam evaluasi penyelenggaraan pemilihan itu sebaiknya dituangkan dalam sebuah aturan dan tidak hanya menjadi sebuah diskursus.

    “Rekayasa atau engineering yang baik itu jangan hanya berhenti di diskursus. Masukkan dalam aturan. Diskursus kita berbusa-busa di aturan nggak terlalu akomodasi enggak akan bisa direalisasikan. Baik oleh peserta, baik oleh penyelenggara,” tambahnya.

    Sebelumnya, Senin (18/11), Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan dari hasil rapat panja disepakati UU Pemilu dan UU Pilkada bakal masuk ke dalam prolegnas prioritas.

    Pasalnya, penyempurnaan terhadap sistem demokrasi dimulai dari sistem pemilu.

    “Apalagi sebenarnya kita akan lebih nyaman, lebih bebas gitu ya, lebih objektif kalau Undang-undang Pemilu itu dibahas di awal Pemilu, di awal pemerintahan, supaya tidak ada bias pada saat nanti menjelang pemilu,” kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Ia menilai dua UU tersebut perlu dibahas dan dimatangkan segera agar DPR memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi sebelum Pemilu berikutnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Elite Golkar Ungkap Perputaran Uang di Pemilu 2024 Capai Rp 1.000 Triliun – Halaman all

    Elite Golkar Ungkap Perputaran Uang di Pemilu 2024 Capai Rp 1.000 Triliun – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia membeberkan perputaran uang di Pemilu 2024 yang angkanya cukup fantastis, yakni mencapai Rp 1.000 triliun.

    “Karena saya pernah hitung 2024 itu, uang yang beredar nih, uang yang beredar, pada Pemilu 2024, kita hitung-hitung iseng-iseng ada, itu bisa sekitar Rp 1.000 triliun,” kata Doli saat menjadi penanggap di acara penyampaian Survei Nagara Institut, Kamis (19/12/2024).

    Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu lantas menghitung secara rinci temuannya itu.

    Dirinya menghitung soal berapa banyak politikus yang ikut andil di Pemilu lalu.

    “Terus orang tanya, hitungnya gimana? Saya bilang, Rp 1.000 triliun dalam sebuah Pemilu? Orang gak masuk akal kan? Nah, saya bilang gini, Caleg satu partai, dari DPR RI sampai DPRD Kabupaten Kota, itu 20.486. Caleg, kali 18 partai, itu udah 360.000 orang,” kata dia.

    “Kalau ambil rata-rata satu orang satu miliar saja, udah 360.000 miliar. Kalau itu yang minimal,” sambung Doli.

    Angka tersebut kata dia, belum dihitung dari perputaran dana untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.

    Dimana, pada Pilpres kemarin ada tiga pasangan capres-cawapres yang turut andil.

    Bukan tidak mungkin, akan banyak dana yang dikeluarkan oleh Partai Politik untuk Pilpres kemarin.

    “Belum kalau misalnya capres dan cawapres tiga capres dan cawapres, berapa yang dikeluarkan,” kata dia.

    “Jadi kita hitung-hitung aja pake berapa dia beli kaos, berapa dia beli spanduk, apa salah macem. Ditambah lagi yang lain-lainnya itu,” tandas Doli.

     

     

  • Doli Kurnia: Pilkada Bukan Semata Kembali ke DPRD Tapi untuk Perbaiki Sistem Agar Bangsa Tak Hancur – Halaman all

    Doli Kurnia: Pilkada Bukan Semata Kembali ke DPRD Tapi untuk Perbaiki Sistem Agar Bangsa Tak Hancur – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, sejatinya wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang dipilih DPRD adalah untuk perbaikan sistem Pemilu di Indonesia.

    Pernyataan itu didasari Doli dengan berkaca soal tingginya biaya politik yang terjadi saat ini.

    Kata dia, biaya politik untuk Pemilu seperti Pilpres, Pileg maupun Pilkada cukup fantastis, namun tidak bisa menjamin soal kenaikan demokrasi justru kebalikannya.

    “Saya bilang, politik biaya tinggi. Kenapa? Kalau kita biarkan terus menurus, at the end, moral bangsa ini akan hancur,” kata Doli saat hadir dalam agenda Rilis Survei Nagara Institut, di Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Atas adanya biaya politik atau politik uang saat Pemilu itu, akhirnya menimbulkan ketagihan di masyarakat untuk memilih siapa sosok calon pemimpin atau wakil rakyat yang memberikan uang.

    Sehingga kata dia, Pemilu menjadi tidak lagi rasional dan justru menghadirkan pemimpin yang tidak memiliki kapabilitas.

    “Dan akhirnya apa? Kita akan, masyarakat akan memilih, calon atau memilih wakilnya yang tidak rasional, yang mungkin tidak kapabel, yang pada akhirnya, juga akhirnya, memarakan korupsi. Karena dia akan balikin cair duitnya. Balik,” kata dia.

    Oleh karenanya, Doli menilai apa yang diwacanakan oleh Prabowo selaku Presiden RI bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia adalah untuk perbaikan sistem demokrasi.

    Dirinya lantas membantah kalau wacana dari Prabowo itu bukan untuk mengembalikan sistem demokrasi di orde baru lalu.

    “Nah, jadi oleh karena itu, apa yang disampaikan oleh Pak Bahlil, dan Pak Presiden kemarin itu, bukan mau balik ke (orde baru), bukan mau balik ke DPRD. Tapi poinnya adalah perbaikan sistem,” kata dia.

    Doli juga mengakui kalau sistem pemilu saat ini di Indonesia masih belum ideal.

    Dirinya mendapati banyaknya permasalahan termasuk soal maraknya politik uang.

    “Kita harus koreksi, gini loh, bahwa sistem politik, sistem demokrasi kita, termasuk dalamnya sistem pemilu, belum ideal di Indonesia. Masih banyak problem, masih banyak masalah, maka kita harus perbaiki sistem,” tandas dia.

    Usulan ini sebelumnya disampaikan Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, saat pidato HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam.

    Prabowo mengajak seluruh ketua umum partai politik yang hadir dalam acara tersebut untuk mendukung wacana tersebut. Sebab, sistem politik demokrasi pemilihan langsung dianggap berbiaya mahal.

    “Ketua umum partai Golkar, salah satu partai besar, tadi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol, apalagi ada Mba Puan kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain mari kita berpikir,” kata Prabowo.

    Menurutnya, sistem politik dengan pemilihan langsung menghabiskan banyak uang negara dalam hitungan hari. Tak hanya itu, para tokoh politik juga harus merogoh kocek yang tidak sedikit.

    Prabowo pun memberikan contoh Malaysia, Singapura hingga India yang sudah melakukan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Nantinya, para anggota DPRD menjadi penentu terpilihnya calon kepala daerah.

    “Sekali milih anggota DPRD, DPRD itu lah yang milih gubernur milih bupati. Efisien enggak keluar duit, efisien, kaya kita kaya,” ungkapnya.

    Dengan begitu, kata Prabowo, anggaran negara bisa dipakai untuk keperluan program pemerintah lainnya. Misalnya, makan bergizi gratis bagi anak-anak hingga perbaikan sekolah.

     

     

  • Mendagri Tindak Lanjuti Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Mendagri Tindak Lanjuti Usulan Prabowo Kepala Daerah Dipilih DPRD

    loading…

    Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tito Karnavian segera membahas usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. FOTO/DOK.SINDOnews

    JAKARTA – Menteri Dalam Negeri ( Mendagri ) Tito Karnavian segera membahas usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD . Usulan itu sebelumnya disampaikan Presiden Prabowo Subianto saat menghadiri HUT Partai Golkar.

    “Mesti, pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di Prolegnas (Program Legislasi Nasional). Di Prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU Pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” kata Tito, Selasa (17/12/2024).

    Tito sependapat dengan usulan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Menurutnya, biaya pilkada langsung dinilai sangat tinggi. Selain itu juga adanya tindak kekerasan di beberapa daerah.

    “Ya, saya sependapat tentunya, kita melihat sendirilah bagaimana besarnya biaya untuk pilkada. Belum lagi ada beberapa daerah-daerah yang kita lihat terjadi kekerasan, dari dulu saya mengatakan pilkada asimetris salah satunya melalui DPRD kan,” katanya.

    Mantan Kapolri itu menjelaskan, demokrasi dapat diterjemahkan dengan demokrasi langsung dan perwakilan. Menurutnya pilkada dapat dilakukan dengan demokrasi perwakilan oleh DPRD.

    “Kalau DPRD demokrasi juga, tapi demokrasi perwakilan. Tapi ya kita lihat bagaimana temen-temen di DPR nanti, parpol, akademisi, kemendagri melakukan kajian,” jelasnya.

    Harus Satu Paket dengan Pilpres dan PilegSementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR Ahmad Doli Kurnia Tandjung mengatakan, usulan Presiden Prabowo Subianto soal perbaikan sistem politik dan demokrasi tanah air, salah satunya kepala daerah dipilih oleh DPRD, perlu dilihat secara lengkap dan dalam spektrum yang lebih luas.

    “Poin yang paling penting dari pidato itu adalah bahwa ada sesuatu atau masalah dalam sistem politik dan demokrasi kita. Poin kedua, oleh karena itu kita perlu melakukan perbaikin dalam sistem politik dan demokrasi kita. Digambarkan dalam pernyataan itu bahwa salah satu isu yang menjadi masalah adalah politik berbiaya tinggi,” kata Doli saat dihubungi, Senin (16/12/2024).

    Menurutnya, tingginya biaya politik juga terjadi pada Pilpres dan Pileg. Ia tak memungkiri praktik moral hazard Pemilu, seperti politik uang, beli suara, political transactional, semakin permisif dan massif di tengah-tengah masyarakat. Menurutnya, degredasi moral bisa terjadi bila praktik-praktik itu dibiarkan.

  • Omnibus Law Politik Tampung Pembahasan Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Omnibus Law Politik Tampung Pembahasan Kepala Daerah Dipilih DPRD

    Jakarta, CNN Indonesia

    Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyebut wacana kepala daerah dipilih DPRD akan dibahas saat revisi Undang-Undang Pemilu dan Undang-Undang Pilkada.

    Tito mengatakan revisi dua undang-undang itu sudah masuk program legislasi nasional (prolegnas). Menurutnya, akan ada pembahasan mengenai wacana tersebut sebelum dibawa ke rapat revisi undang-undang.

    “Pasti kita akan bahas. Kan salah satunya sudah ada di prolegnas. Di prolegnas kalau saya tidak salah, termasuk UU pemilu dan UU Pilkada. Nanti gongnya akan dicari, tapi sebelum itu kita akan adakan rapat,” kata Tito di Istana Kepresidenan Jakarta, Senin (16/12).

    Tito mengatakan setuju dengan wacana yang digulirkan Presiden Prabowo Subianto itu. Dia berkata sejak lama mendorong pilkada asimetris, salah satunya dengan metode pemilihan di DPRD.

    Dia berpendapat pilkada lewat DPRD juga bisa diterjemahkan sebagai demokrasi. Menurutnya, demokrasi bisa langsung ataupun perwakilan.

    “Kalau DPRD demokrasi juga, tapi demokrasi perwakilan. Tapi ya kita lihat bagaimana teman-teman di DPR nanti, parpol, akademisi, Kemendagri melakukan kajian,” ujarnya.

    Ketua Komisi II DPR RI Muhammad Rifqinizamy Karsayuda mengatakan wacana gubernur dipilih oleh DPRD nantinya akan dibahas dalam revisi paket undang-undang politik dengan sistem omnibus law.

    Rifqi menjelaskan omnibus law nantinya akan menggabungkan UU Partai Politik, UU Pemilu, dan UU Pilkada.

    “Bagi Komisi II DPR RI hal ini menjadi penting sebagai salah satu bahan untuk kami melakukan revisi terhadap omnibus law politik yang di dalamnya terkait bab Pilkada, terkait slide bab tentang Pemilu, bab tentang Partai Politik, bab tentang Hukum Acara Sengketa Kepemiluan,” kata Rifqi saat dihubungi, Senin (16/12).

    Sebelumnya, Prabowo melempar wacana pemilihan kepala daerah melalui DPRD karena merasa pilkada secara langsung terlalu mahal.

    Ia menilai Pilkada melalui DPRD lebih efisien. Ia mengambil contoh sejumlah negara tetangga yang dinilai telah berhasil mempraktikkan hal tersebut.

    “Saya lihat negara-negara tetangga kita efisien, Malaysia, Singapura, India, sekali milih anggota DPRD, sekali milih, ya sudah DPRD itulah yang milih gubernur, milih bupati,” kata Prabowo.

    Kajian menyeluruh

    Anggota Komisi II DPR Ahmad Doli Kurnia sementara itu membuka opsi untuk mengkaji sistem pemilu secara keseluruhan mulai Pilkada, Pilpres, Pileg, maupun Pilkades.

    Menurut Doli, pembahasan sistem pemilu tidak bisa dilakukan secara parsial, misalnya hanya untuk pilkada. Menurut dia, pembahasannya harus dilakukan menyeluruh, bahkan termasuk di dalamnya menyangkut sistem kepartaian.

    “Perbaikan sistem pemilu itu harus satu paket dengan semua urusan pemilihan lainnya, pilpres, pileg, pilkada, dan seharusnya juga termasuk pilkades di dalamnya. Bahkan juga sangat erat kaitannya dengan sistem kepartaian kita,” kata Doli saat dihubungi, Senin (16/12).

    Menurut Doli, perubahan UU Politik bisa dilakukan secara kodifikasi, bersama UU Pemilu dan UU Penyelenggara Pemilu. Namun, sebelum perubahan secara menyeluruh, dia menilai perlu ada identifikasi masalah.

    Menurut Doli, masalah biaya politik hanya salah satunya. Faktanya, kata dia, masalah lain seperti money politics, vote buying, political transactional, juga semakin permisif dan massif terjadi di tengah masyarakat.

    “Setelah kita sepakat untuk perbaikan sistem, maka yang kita lakukan adalah evaluasi secara menyeluruh terhadap apa kelemahan dan kekurangan sistem yang kita gunakan sekarang. Baru kita masuk pada sistem paling ideal seperti apa yang perlu kita elaborasi,” katanya.

    Oleh karena itu, Doli mengatakan pernyataan Presiden dengan mengambil contoh sistem pemilu di Malaysia, Singapura, dan India akan menjadi opsi yang akan dikaji DPR. Dia menilai, di awal pemerintahan saat ini mestinya menjadi momentum untuk sistem pemilu.

    “Oleh karena sebaiknya pidato Presiden itu harus ditindak lanjuti oleh pihak pemerintah, seluruh pimpinan Partai Politik dan DPR. Apalagi DPR bersama pemerintah sudah memasukkan revisi UU Pemilu, Pilkada dan Parpol di dalam Prolegnas prioritas,” katanya. 

    (dhf/rzr/thr/gil)

  • Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang

    Mengakhiri Brutalitas Pemilu Lewat Revisi Undang-Undang
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Kata “brutal” menjadi favorit para elite politik untuk mengomentari jalannya Pemilihan Umum (Pemilu) 2024.
    Mereka menggunakan kata ini sebagai simbol bahwa pemilihan umum yang digelar 2024 sangat jauh dari cita-cita demokrasi.
    Tentu, yang paling banyak memakai kata “brutal” untuk mengomentari
    Pemilu 2024
    adalah mereka yang kalah. 
    Ucapan brutalitas pemilu ini diungkapkan berbagai elite politik, baik yang telah pensiun dari jabatan publik, maupun mereka yang saat itu berada di dalam kekuasaan.
    Diksi berbeda pernah diucapkan oleh Wakil Presiden Ke-10 dan 12 RI Jusuf Kalla, meskipun maknanya tak jauh berbeda.
    Dia menyebut, Pemilu 2024 sebagai ajang pemilihan presiden, wakil presiden sekaligus parlemen yang paling buruk sepanjang sejarah sejak tahun 1955.
    “Artinya adalah demokrasi pemilu yang kemudian diatur oleh minoritas, artinya oleh orang yang mampu, orang pemerintahan, orang yang punya uang,” katanya setelah Pemilu 2024 tiga minggu berlalu, tepatnya pada Kamis (7/3/2024).
    Dia mengatakan, Pemilu 2024 tak seharusnya mundur seperti saat ini agar proses pergantian kepemimpinan bisa semakin baik dan berkualitas.
    Selebihnya, tiga tokoh yang mengucapkan kata “brutal” untuk menggambarkan Pemilu 2024 ialah Eks Menkopolhukam Mahfud MD yang juga kontestan Pilpres 2024, dan Ketua MPR-RI Bambang Soesatyo.
    Ada juga Muhaimin Iskandar atau Cak Imin yang saat itu menjabat sebagai Wakil Ketua DPR RI sekaligus cawapres nomor urut 1.
    Dari kalangan masyarakat sipil, ada pengajar hukum pemilu Fakultas Hukum UI Titi Anggraini.
    Wakil Menteri Dalam Negeri Bima Arya pun mengakui perlunya perbaikan pemilu, berkaca pada
    pemilu 2024
    lalu.
    Pada sebuah acara diskusi 19 November lalu, Bima Arya menjelaskan, Presiden memiliki perhatian terhadap penyelenggaraan Pemilu 2024 sehingga ada amanat yang diberikan secara langsung kepada Kementerian Dalam Negeri untuk memperbaikinya.
    “Yang pertama kali dia sampaikan adalah ‘tolong Kemendagri lakukan kajian tentang sistem pemiliu kita, tidak efektif, tidak efisien,’ kira-kira begitu,” ujar Bima.
    Ia menyebut, Presiden Prabowo Subianto menangkap keresahan masyarakat terkait apa yang disebut “brutalitas” dalam Pemilu 2024, mulai dari biaya politik hingga isu yang mungkin bisa memecah belah bangsa.
    “Nah ini saya kira apa yang ditangkap Presiden dengan apa yang disuarakan juga oleh para pemikir, peneliti di kampus, juga teman-teman politisi,” ucap dia.
    Hal yang menjadi sorotan dan dalil gugatan di Mahkamah Konstitusi (MK) saat perselisihan hasil pemilihan presiden 2024 adalah politisasi bantuan sosial.
    Putusan MK memang tak mengubah hasil apa pun dari keputusan Komisi Pemilihan Umum (KPU) RI terkait pemenang Pilpres.
    Namun, pendapat berbeda dari Hakim Konstitusi Saldi Isra menjadi catatan penting penyelenggaraan Pemilu 2024.
    Wakil Ketua MK ini beranggapan bahwa dalil Anies Baswedan-Muhaimin Iskandar berkaitan dengan politisasi bansos seharusnya tidak ditolak Mahkamah.
    “Saya berkeyakinan bahwa dalil pemohon terkait dengan politisasi bansos beralasan menurut hukum,” ujar Saldi membacakan pendapat berbedanya (dissenting opinion) dalam sidang pembacaan putusan sengketa Pilpres 2024, Senin (22/4/2024).
    Dia mengungkit bahwa pembagian bansos atau nama lainnya untuk kepentingan elektoral tidak mungkin untuk dinafikan sama sekali.
    Menurut Saldi, terdapat fakta persidangan perihal pemberian atau penyaluran bansos atau sebutan lainnya yang lebih masif dibagikan dalam rentang waktu yang berdekatan/berhimpitan dengan pemilihan umum (Pemilu) 2024.
    “Praktik demikian merupakan salah satu pola yang jamak terjadi untuk mendapatkan keuntungan dalam pemilu (electoral incentive),” kata Saldi.
    Hal ini secara tak langsung juga menjadi ketakutan dalam penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024. K
    Ketakutan yang membesar ini disalurkan lewat Komisi II DPR-RI sehingga pemerintah mengeluarkan kebijakan menghentikan penyaluran bantuan sosial agar tak terjadi politisasi oleh calon kepala daerah petahana yang memiliki kewenangan terkait bansos ini.
    Selain masalah bansos, dukungan Kepala Negara kepada kontestan pemilu menjadi sorotan publik dalam konteks brutalitas pemilu.
    Meski secara aturan tak ada yang melarang, hal yang dilakukan kali pertama oleh Presiden Joko Widodo ini dilanjutkan Prabowo saat ini di masa Pilkada.
    Sedikitnya, Presiden Prabowo blak-blakan meng-endorse tiga pasangan calon kepala daerah, yakni calon gubernur dan wakil gubernur (cagub-cawagub) Jawa Tengah, Ahmad Luthfi dan Taj Yasin, lalu cagub-cawagub Banten, Andra Soni-Dimyati Natakusumah. Terakhir dukungan untuk cagub-cawagub Jakarta, Ridwan Kamil dan Suswono.
    Bentuk brutalitas lainnya yang paling terlihat di Pilkada Serentak 2024 adalah aksi borong tiket.
    Hal ini jelas terlihat pada saat pendaftaran calon kepala daerah untuk Pilgub Jakarta. Eks Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang saat itu memiliki elektabilitas paling tinggi tak dapat tiket karena tak ada yang mencalonkan.
    Sedangkan paslon Ridwan Kamil-Suswono melanggeng dengan memborong 15 partai.
    Beruntung putusan MK Nomor 60/PUU-XXII/2024 tentang ambang batas pencalonan kepala daerah memberikan kesempatan PDI-Perjuangan mengusung calonnya sendiri sehingga Pilkada Jakarta berjalan dengan lebih dari dua pasangan calon.
    Namun nasib berbeda terlihat di beberapa daerah yang masih menyuguhkan kotak kosong sebagai lawan calon tunggal yang memborong tiket pilkada.
    Terbanyak berada di Provinsi Bangka Belitung dengan tiga daerah kabupaten/kota yang berkontestasi dengan kotak kosong.
    Cegah terulang dengan perbaikan hukum pemilu
    Ada harapan besar dari masyarakat agar pemilu di masa depan tak lagi sebrutal saat ini dengan jalan memperbaiki aturan main pemilihan.
    Revisi UU Pemilu
    digaungkan, baik dari kalangan elite politik, legislatif, pemerintah dan masyarakat sipil.
    Pakar hukum kepemiluan Universitas Indonesia, Titi Anggraeni mengatakan,
    revisi UU Pemilu
    dan Pilkada yang menjadi prioritas program legislasi nasional (prolegnas) sangat diperlukan.
    Salah satu yang paling krusial adalah pemisahan antara pemilu dan pilkada di tahun yang berbeda untuk menghindari rendahnya tingkat partisipasi pemilih.
    “Ada sejumlah hal yang mendesak dievaluasi dan diperbaiki dalam UU Pilkada berkaca dari penyelenggaraan Pilkada Serentak 2024 yang terselenggara di tahun yang sama dengan Pemilu Serentak 2024,” ujarnya pada Jumat (29/11/2024).
    Ia juga menyoroti beban berat yang dihadapi penyelenggara akibat harus mengelola tahapan pemilu dan pilkada secara bersamaan.
    Hal penting lainnya adalah membuat ambang batas calon kontestan pemilu dan pilkada yang dilakukan secara lebih adil.
    Wamendagri Bima Arya mengatakan, ambang batas pencalonan tak hanya mengatur batas bawah suara yang harus diperoleh partai atau kumpulan partai, tetapi juga harus mengatur batas atas suara partai atau kumpulan partai dalam mencalonkan pasangan calon tertentu.
    Hal ini perlu dilakukan, agar aksi borong tiket tak lagi terjadi di masa depan.
    Terakhir dan yang mungkin paling penting di luar hal teknis lainnya adalah segera merevisi UU Pemilu setelah Pilkada Serentak 2024 dinyatakan selesai.
    Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengatakan,
    revisi UU pemilu
    harus segera dilakukan agar terbebas dari intervensi dan kepentingan politik yang kuat.
    Jika revisi UU Pemilu dan Pilkada direvisi mendekati tahun pemilihan, dia khawatir akan ada intervensi yang kuat dan titipan pasal yang bisa menguntungkan para kontestan pemilu.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama Nasional 19 November 2024

    RUU Tax Amnesty Jilid III, Komisi XI DPR Sebut Tak Revisi Aturan Lama
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua
    Komisi XI DPR
    RI
    Mukhamad Misbakhun
    mengatakan, Rancangan Undang-Undang (RUU) Tax Amnesty (Pengampunan Pajak) tidak akan merevisi undang-undang yang telah ada sebelumnya.
    RUU ini telah dimasukkan ke dalam daftar program legislasi nasional (prolegnas) prioritas pada 2025.
    “Jadi, kalau menurut saya, jika ada tax amnesty berikutnya, itu adalah jilid tiga,” kata Misbakhun usai acara diskusi Fraksi Partai Golkar bertajuk “Mencari Cara Ekonomi Tumbuh Tinggi” di Kompleks Parlemen, Jakarta, pada Selasa (19/11/2024).
    Misbakhun menjelaskan bahwa DPR RI bersama pemerintah akan merumuskan kembali
    RUU Tax Amnesty
    jilid III ini.
    “Ya kita konsepkan kembali seperti apa? Pemerintah punya konsep seperti apa? Didiskusikan dengan DPR seperti apa? Nanti akan menjadi keputusan inisiatif siapa? Nah ini kan tinggal kita bicarakan,” ujarnya.
    Ia juga menekankan bahwa RUU Tax Amnesty tidak akan merevisi undang-undang sebelumnya.
    Menurutnya, beleid Tax Amnesty jilid I dan jilid II adalah dua aturan yang tidak saling berkaitan.
    “Jadi,
    one of regulation
    . Undang-undang Tax Amnesty pertama sudah tertutup. Pengampunan sukarela juga sudah tutup,” jelasnya.
    Lebih lanjut, Misbakhun mengungkapkan bahwa RUU Tax Amnesty awalnya merupakan usulan dari Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, bukan dari Komisi XI.
    Namun demikian, Komisi XI kemudian mengambil alih RUU tersebut untuk menjadi usulannya, mengingat urusan
    tax amnesty
    berkaitan dengan mitra kerja mereka, yaitu Kementerian Keuangan.
    “Nah itulah kemudian saya rapatkan internal dengan persetujuan semua anggota Komisi XI. Diputuskan bahwa Komisi XI untuk prolegnas prioritas meminta kepada Badan Legislasi melalui surat untuk dijadikan prolegnas prioritas yang diusulkan oleh Komisi XI,” ungkap Misbakhun.
    Diketahui, RUU Tax Amnesty telah resmi masuk ke dalam daftar prolegnas prioritas 2025, yang dikonfirmasi oleh Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia.
    Hal ini ditetapkan dalam rapat pembahasan mengenai daftar prolegnas prioritas 2025 dan prolegnas jangka menengah 2025-2029 yang berlangsung pada Senin (18/11/2024) sore.
    “(RUU Tax Amnesty) jadi masuk tadi,” ujar Doli kepada wartawan.
    Dalam rapat paripurna DPR RI yang berlangsung hari ini juga ditetapkan bahwa RUU Tax Amnesty akan dibahas tahun depan.
    Copyright 2008 – 2024 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Masukkan RUU Tax Amnesty dalam Prolegnas Prioritas 2025

    DPR Masukkan RUU Tax Amnesty dalam Prolegnas Prioritas 2025

    Jakarta, Beritasatu.com – Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) melalui Badan Legislasi memasukkan Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak untuk masuk dalam Program Legislasi Nasional (Prolegnas) RUU Prioritas 2025. Hal itu sesuai draf usulan Prolegnas RUU Prioritas 2025 yang disampaikan oleh tim ahli dalam rapat kerja Kemendagri, Kemhum, dan DPR.

    “RUU tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2016 tentang Pengampunan Pajak atau tax amnesty ini juga menjadi direkomendasikan diusulkan oleh Baleg (Badan Legislasi),” papar tim ahli dalam agenda rapat kerja dengan Kemendagri, Kemhum dan DPR RI yang disiarkan secara virtual, Senin (18/11/2024).

    Beleid UU Nomor 11/2016 mengatur soal pengampunan pajak dilaksanakan berdasarkan asas kepastian hukum, keadilan, kemanfaatan dan kepentingan nasional.

    Selain itu, pengampunan pajak bertujuan untuk tiga hal, antara lain mempercepat pertumbuhan dan restrukturisasi ekonomi melalui pengalihan harta, yang akan berdampak terhadap peningkatan likuiditas domestik, perbaikan nilai tukar rupiah, penurunan suku bunga, dan peningkatan investasi.

    Kedua, mendorong reformasi perpajakan menuju sistem perpajakan yang lebih berkeadilan serta perluasan basis data  perpajakan yang lebih valid, komprehensif, dan terintegrasi.

    Ketiga, meningkatkan penerimaan pajak, yang antara lain akan digunakan untuk pembiayaan pembangunan.

    Dalam kesempatan yang sama, Wakil Ketua Baleg DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan draf yang sudah dipaparkan sebelumnya hanya berupa kompilasi usulan dari komisi dan fraksi di DPR serta masyarakat. Dengan demikian, Doli mengusulkan perlu dilakukan rapat sebelum nantinya mengambil keptusan final.

    “Contoh hari ini dapat masukan, bahan ini yang di depan ini adalah kompliasi semua usulan dari komisi dan fraksi dan juga masyarakat. Kita perlu ada rapat sekali lagi sebelum nanti kita ambil keputusan,” ujarnya.

  • Gaji Anggota KPPS Pilkada 2024, Bisa Bawa Pulang Segini Sebulan – Page 3

    Gaji Anggota KPPS Pilkada 2024, Bisa Bawa Pulang Segini Sebulan – Page 3

    Sebelumnya, Ketua Komisi II DPR, Ahmad Doli Kurnia menyatakan pihaknya menunda memanggil KPU, Bawaslu terkait rapat evaluasi Pemilu. Doli menyebut KPU meminta Komisi II menunda dapat lantaran saat ini masih sibuk dengan rekapitulasi suara.

    “Alasan temen-temen KPU meminta penundaan karena memang ini masih dalam tahap rekapitulasi dan memang mereka lagi sibuk sibuknyalah,” kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Rabu (13/3/2024).

    Oleh karena itu, Doli menyebut rapat evaluasi akan digelar pasca pengumuman resmi KPU pada 20 Maret mendatang, ia mengusulkan tanggal 21 Maret.

    “Setelah tanggal 20 lah segera, saya kemarin memberitahukan kalau bisa diajukan surat lagi tanggal 21 aja, jadi biar kita langsung evaluasi begitu selesai besoknya kita langsung rapat evaluasi,” kata dia.

    Menurut Doli, rapat nanti akan membahas semua aspek, dari Sirekap hingga aduan dan keluhan dari masyarakat.

    “Semua, kan Komisi 2 selama ini intens juga baik mulai dari tahapan persiapan, dari sekitar 3 tahun yang lalu,” kata dia.

    “Termasuk soal yang rame-rame, soal sirekap, terus kemudian ada soal PSU di luar negeri, ada kejadian misalnya rusuh di dalam rekapitulasi provinsi maupun kabupaten/kota, overall, semuanya kita akan evaluasi, kita kaji, dan kita dengarkan laporan,” pungkasnya