Tag: Ahmad Doli Kurnia

  • Tok! RUU Minerba Disepakati Jadi Usul Inisiatif DPR

    Tok! RUU Minerba Disepakati Jadi Usul Inisiatif DPR

    loading…

    DPR menyepakati Revisi UU No 4 Tahun 2009 tentang Minerba menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan diambil dalam rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025). Foto/Achmad Al Fiqri

    JAKARTA – DPR menyepakati Revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR. Kesepakatan diambil dalam rapat paripurna pada Kamis (23/1/2025).

    Dalam forum itu, Wakil Ketua DPR, Sufmi Dasco Ahmad yang bertindak sebagai pimlinan rapat, meminta pada perwakilan fraksi untuk memberikan pandangan mini fraksi secara tertulis kepada pimpinan.

    Lantas, Dasco pun menyanakan kesepakatan atas RUU Minerba bisa ditindaklanjuti menjadi usul inisiatif DPR pada peserta rapat.

    “Apakah RUU tentang perubahan kermpat atas Undang-undang nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara dapat disetujui menjadi RUU usul DPR RI?” tanya Dasco.

    “Setujuuu,” jawab peserta rapat.

    Sebelumnya, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI resmi menyetujui Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Keempat atas Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba) menjadi usul inisiatif DPR.

    Persetujuan tersebut disepakati dalam rapat pleno yang digelar pada Senin malam (20/1/2025) di Gedung Nusantara I, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta.

    Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, menjelaskan bahwa revisi UU Minerba didorong oleh dua alasan utama.

  • Golkar Anggap Usulan Perguruan Tinggi Kelola Tambang Bisa Jadi Ajang Terapkan Ilmu
                
                    
                        
                            Nasional
                        
                        22 Januari 2025

    Golkar Anggap Usulan Perguruan Tinggi Kelola Tambang Bisa Jadi Ajang Terapkan Ilmu Nasional 22 Januari 2025

    Golkar Anggap Usulan Perguruan Tinggi Kelola Tambang Bisa Jadi Ajang Terapkan Ilmu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Ketua Fraksi Partai
    Golkar
    di DPR RI,
    Muhammad Sarmuji
    , menilai usulan perguruan tinggi mendapatkan izin mengelola tambang bisa menjadi kesempatan untuk menguji ilmu yang telah didapatkan.
    Adapun usulan ini sedang dikaji dalam revisi Undang-Undang
    Pertambangan
    Mineral dan Batu Bara (
    UU Minerba
    ).
    “Ini kesempatan untuk menguji ilmunya perguruan tinggi bagaimana dia mengelola bisnisnya dan bisa kita harapkan kalau perguruan tinggi terlibat bisa menjadi role model bagi usaha
    pertambangan
    ,” kata Sarmuji usai acara Perayaan Natal 2024 yang digelar DPP AMPI di Kantor Partai Golkar, Jakarta, Rabu (22/1/2025).
    Sarmuji, yang juga Sekretaris Jenderal Partai Golkar, meminta agar perguruan tinggi jangan hanya menjadi menara gading saja.
    Menurutnya, perguruan tinggi juga terlibat dalam pertambangan agar bisa menjadi jembatan antara keilmuan yang dipelajari di kampus dan implementasinya.
    Selain itu, ia berharap kampus juga dapat mengkaji agar usaha pertambangan bisa semakin menghargai lingkungan hidup dan masyarakat lokal.
    “Itu salah satu faedah kenapa perguruan tinggi itu terlibat dalam urusan pertambangan,” katanya.
    Tak hanya perguruan tinggi, ia juga mendukung usulan agar usaha kecil menengah (
    UKM
    ) terlibat mengelola tambang, seperti perguruan tinggi dan ormas keagamaan.
    Sarmuji berharap, jangan sampai UKM hanya menjadi penonton saja terhadap bidang strategis dari bangsa ini.
    UKM juga perlu kesempatan agar memiliki daya ungkit untuk bisa naik ke level yang lebih tinggi.
    “Mumpung ada peluang, kalau UMKM bisa dilibatkan, menurut saya sangat bagus. Karena tidak semua urusan migas itu sebenarnya hanya bisa dikerjakan oleh perusahaan besar. Banyak yang bisa dikerjakan oleh perusahaan kecil,” tuturnya.
    Diberitakan, Badan Legislasi (Baleg) DPR RI sedang melakukan kajian agar perguruan tinggi dan usaha kecil menengah (UKM) juga bisa mengelola tambang seperti ormas keagamaan.
    Wakil Ketua Badan Legislasi DPR RI, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan pemerintah dengan DPR juga sudah sepakat bahwa Undang-Undang Minerba memang harus direvisi.
    Alasannya adalah karena memang ada putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang harus disesuaikan terhadap undang-undang itu.
    “Ini sebetulnya yang kita revisi itu untuk memperkuat affirmative action keberpihakan negara dan pemerintah kepada masyarakat terhadap sumber daya mineral yang dikehendaki oleh negara,” katanya usai rapat di Kompleks Parlemen, Jakarta, 20 Januari 2025.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • DPR Bahas Revisi UU Minerba, Perguruan Tinggi dan UMKM Bisa Kelola Tambang – Halaman all

    DPR Bahas Revisi UU Minerba, Perguruan Tinggi dan UMKM Bisa Kelola Tambang – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Badan Legislasi (Baleg) DPR RI tengah membahas Rancangan Undang-Undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas UU Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (Minerba).

    Salah satu poin penting yang diusulkan dalam revisi ini adalah memberikan kesempatan kepada perguruan tinggi dan usaha, mikro, kecil, dan menengah (UMKM) untuk turut mengelola tambang, seperti halnya organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

    Wakil Ketua Baleg DPR, Ahmad Doli Kurnia, mengatakan bahwa revisi UU Minerba dilakukan dengan dua alasan utama.

    Pertama, untuk menyesuaikan aturan dengan putusan Mahkamah Konstitusi.

    Kedua, untuk memperkuat kebijakan afirmatif dalam pengelolaan sumber daya mineral oleh masyarakat.

    Doli menjelaskan, perguruan tinggi dan UMKM diusulkan untuk mendapat peran lebih besar dalam pengelolaan sumber daya mineral.

    “Kita ingin semua perwakilan-perwakilan institusi yang selama ini terlibat dengan masyarakat, itu memang mereka betul-betul bisa didukung, ditopang oleh kekuatan ekonomi,” kata Doli di kompleks parlemen, Senayan, Jakarta, Senin (20/1/2025).

    Dia menegaskan, pihaknya ingin memastikan perguruan tinggi bisa menciptakan sumber daya manusia yang berkualitas.

    Usulan ini tercantum dalam Pasal 51A ayat (1) RUU Minerba, yang menyatakan bahwa Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi secara prioritas.

    Pemberian izin tersebut mempertimbangkan luas WIUP, akreditasi perguruan tinggi minimal B, serta kontribusi dalam meningkatkan akses pendidikan.

    Sementara itu, Pasal 51B mengatur pemberian WIUP mineral logam untuk badan usaha swasta dan UMKM.

    Aturan ini bertujuan mendukung hilirisasi, peningkatan nilai tambah, dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri maupun global.

    Poin-poin Revisi Pasal 51A dan 51B
    Pasal 51A

    (1) WIUP mineral logam dapat diberikan kepada perguruan tinggi dengan cara prioritas. 

    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Akreditasi perguruan tinggi dengan status minimal B; c. Peningkatan akses dan layanan pendidikan. 

    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

    Pasal 51B 

    (1) WIUP mineral logam dalam rangka hilirisasi dapat diberikan kepada badan usaha swasta dengan cara prioritas. 

    (2) Pemberian dengan cara prioritas mempertimbangkan: a. Luas WIUP mineral logam; b. Peningkatan tenaga kerja dalam negeri; c. Jumlah investasi; d. Peningkatan nilai tambah dan pemenuhan rantai pasok dalam negeri atau global. 

    (3) Ketentuan lebih lanjut diatur melalui Peraturan Pemerintah.

  • Revisi UU Minerba Bakal Diketok Malam Ini? Ini Kata Baleg

    Revisi UU Minerba Bakal Diketok Malam Ini? Ini Kata Baleg

    Jakarta, CNBC Indonesia – Badan Legislasi (Baleg) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) RI membeberkan bahwa parlemen akan melakukan rapat pleno untuk Revisi Undang-undang (RUU) tentang Perubahan Ketiga atas Undang-undang Nomor 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batu Bara (UU Minerba) malam ini.

    Wakil Ketua Baleg DPR RI, Ahmad Doli Kurnia mengungkapkan, pihaknya sudah menerima semua masukan dari fraksi yang hadir dalam rapat untuk RUU Minerba tersebut dan akan dilakukan Rapat Pleno malam ini pukul 7 WIB.

    “Nanti jam 7 malam kita lanjutkan (Rapat Pleno) dan kita sudah sepakat juga bahwa walaupun ini dalam pembahasan hak inisiatif Baleg dalam rangka untuk memenuhi meaningful participation itu,” katanya saat ditemui di Gedung DPR RI, Jakarta, Senin (20/1/2025).

    Jika sudah ketok palu dalam Rapat Pleno, Revisi UU Minerba ini diusahakan menjadi pembahasan pada Rapat Paripurna DPR RI. Hal ini untuk mendengarkan masukan dari masyarakat sebelum bisa disahkan menjadi Undang-undang yang berlaku.

    “Mungkin satu dua hari besok ini diajukan di Rapat Paripurna menjadi hak inisiatif, kita dengarkan masukan dari masyarakat,” tambahnya.

    Hingga saat ini, Baleg DPR RI masih melakukan Rapat Panja untuk menerima segala masukan dari fraksi.

    Di lain kesempatan, Ketua Baleg DPR RI Bob Hasan menjelaskan bahwa, rapat ini menindaklanjuti hasil rapat pimpinan Baleg bersama Kapoksi Baleg pada 14 Januari 2025 lalu.

    “Terkait hal tersebut, pimpinan Baleg telah menugaskan tim ahli untuk merumuskan RUU Perubahan Keempat atas UU Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara,” ujar Bob saat membuka Rapat Pleno RUU Minerba yang diselenggarakan Baleg DPR RI, Senin (20/1/2025).

    Ia membeberkan bahwa setidaknya terdapat empat poin yang menjadi pokok pembahasan dalam revisi UU Minerba kali ini. Pertama, terkait percepatan hilirisasi mineral dan batu bara.

    Bob menilai program hilirisasi harus didorong agar Indonesia bisa lebih cepat mewujudkan swasembada energi. Kedua, terkait aturan pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada organisasi masyarakat (ormas) keagamaan.

    Kemudian yang ketiga, terkait pemberian IUP kepada perguruan tinggi. Keempat, terkait pemberian IUP untuk Usaha Mikro, Kecil, dan Menengah (UMKM).

    Terpisah, Anggota Badan Legislasi (Baleg) DPR RI, Bambang Haryadi, menjelaskan bahwa revisi ini masih berada dalam tahap awal dan baru berupa usulan inisiatif dari DPR.

    “Ini masih usul inisiatif, masih jauh. Nanti nunggu surpres (surat presiden) lah, baru mau diajukan ke Paripurna sebagai usul inisiatif. Setelah diparipurnakan baru ini dikirim ke pemerintah. Pemerintah setuju gak itu kan ntar baru ada daftar inventarisasi masalah,” ujar Bambang kepada CNBC Indonesia, Senin (20/1/2025).

    Menurut Bambang, revisi ini akan menyasar beberapa poin pembahasan, salah satunya seperti penyesuaian pasal terkait hilirisasi di sektor pertambangan.

    Selain itu, revisi juga akan mencakup perluasan pembagian Wilayah Izin Usaha Pertambangan Khusus (WIUPK) kepada sejumlah Perguruan Tinggi Negeri di Indonesia. Langkah ini ditujukan agar dapat mengurangi biaya UKT yang merupakan dana kuliah yang harus dibayarkan mahasiswa per semester.

    “Perguruan tinggi negeri untuk mengurangi biaya UKT lah. Jadi biar merekal, ormas kan udah dikasih ormas keagamaan, nah perguruan tinggi UGM, Undip gitu-gitulah untuk biar mereka bisa mengelola dengan baik,” kata Bambang.

    Meski begitu, ia menekankan kembali bahwa agenda ini masih dalam tahap usulan dan belum masuk ke tahap pembahasan mendalam. Adapun, proses rapat untuk pembahasan usulan inisiatif ini dijadwalkan berlangsung pada hari ini dan bersifat tertutup.

    Bambang membeberkan, setelah usulan disetujui dalam sidang Paripurna, baru nantinya akan dilakukan pembahasan bersama pemerintah.

    “Ormas kan juga dulu skemanya belum ada sih, Makanya diperbaiki Skema pemberian itu kan Pemberian langsung itu kan di undang-undangnya nggak ada, makanya diperbaiki sekalian,” ujar Bambang.

    (pgr/pgr)

  • MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR Ancang-ancang Omnibus Law Politik

    MK Hapus Presidential Threshold 20%, DPR Ancang-ancang Omnibus Law Politik

    Bisnis.com, JAKARTA — Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) berpotensi memuluskan jalan bagi sebagain pihak yang ingin mengubah sistem pemilu. Golkar dan Gerindra mulai mendorong wacana tentang ‘penguatan demokrasi’ pasca putusan melalui amandemen UU Pemilu. 

    Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung, misalnya, secara eksplisit menuturkan bahwa putusan Mahkamah Konstitusi (MK) putusan perkara No.62/PUU-XXII/2024 itu sejalan dengan momentum untuk perbaikan sistem politik dan demokrasi Indonesia. 

    Dia turut menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-60 Partai Golkar, mengenai wacana Pilkada melalui DPRD. Prabowo memang sedang mendorong supaya pilkada langsung diganti dengan sistem representasi melalui parlemen. Hanya saja, wacana itu menuai polemik karena akan ‘merampas’ hak masyarakat untuk memilih pemimpinnya secara langsung. 

    Kendati demikian, Doli menyampaikan bahwa permohonan uji materi terhadap pasal 222 UU Pemilu yang sudah dilakukan lebih dari 30 kali itu bukanlah jawaban untuk seluruh permasalahan mengenai Pemilu di Indonesia. 

    “Presidential threshold cuma salah satu isu dari sekian banyak isu yang menjadi bagian pembahasan penyempurnaan sistem Pemilu kita. Dan setiap isu bukanlah berdiri sendiri. Setiap isu saling terkait satu sama lain,” tuturnya belum lama ini. 

    Senada dengan Golkar, Ketua Fraksi Gerindra DPR, Budisatrio Djiwandono, menyatakan pihaknya memandang putusan Mahakamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20% merupakan langkah penting dalam penguatan demokrasi di Indonesia.

    Keponakan Prabowo ini menambahkan bahwa Fraksi Gerindra akan menjadikan putusan MK sebagai acuan penting dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di DPR.

    “Kami menghormati dan siap mematuhi keputusan MK. Segera setelah ini kami akan mempelajari lebih detail putusan tersebut sebelum kami jadikan acuan dalam pembahasan revisi UU Pemilu,” ucap Budisatrio dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1/2025).

    Budi juga menegaskan, Gerindra berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi sehingga partainya memastikan akan menjunjung putusan MK sebagai bagian dari amanat demokrasi. Menurutnya, Gerindra sepenuhnya sadar bahwa putusan MK bersifat mengikat dan bagian dari pilar demokrasi yang harus dijaga.

    “Masih ada sejumlah tahapan yang harus dilewati sebelum putusan ini diresmikan sebagai produk revisi UU. Maka dari itu, Fraksi Gerindra akan terus mengawal prosesnya, agar penerapan putusan bisa berjalan efektif dan selaras dengan amanat dalam putusan MK,” ujar Budi.

    Masuk Omnibus Law Politik?

    Adapun Wakil Ketua DPR Sufmi Dasco Ahmad menyebut akan mengkaji putusan MK soal penghapusan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20%.

    Kendati demikian, dia belum bisa memastikan secara pasti apakah memang betul putusan itu bisa dimasukkan dalam revisi UU Pemilu atau bahkan penyusunan Omnibus Law tentang politik.

    “Saya belum tahu. Bahwa itu kemudian akan dimasukkan dalam revisi undang-undang atau kemudian ada undang-undang yang diomnibuskan itu nanti belum kita putuskan,” katanya di Gedung DPR, Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta Pusat, pada Selasa (7/1/2025).

    Dilanjutkan Dasco, putusan MK pada 2 Januari 2025 kemarin nantinya pasti akan disikapi lebih lanjut oleh DPR dengan melakukan kajian-kajian. Ketua Harian Gerindra ini turut mengemukakan bahwa putusan MK bersifat final dan mengikat. Oleh sebab itu, putusannya wajib untuk ditaati

    Menurut dia, dengan adanya putusan itu maka diketahui MK membuka ruang untuk pencalonan presiden dan wakil presiden, tetapi juga ada keinginan agar jangan sampai calonnya terlalu banyak ataupun sedikit.

    “Sehingga kita akan coba kaji dengan teman-teman di parlemen untuk mengupas dan juga kemudian membahas bagaimana sih itu yang namanya rekayasa konstitusi yang diputuskan oleh MK itu akan dijalankan oleh DPR, supaya kemudian tidak menyalahi lagi aturan yang ada,” pungkasnya.

    Menteri Sudah Berembuk

    Sementara itu, Menteri Koordinator Bidang Hukum, HAM, Imigrasi, dan Pemasyarakatan (Menko Kumham Imipas) Yusril Ihza Mahendra mengatakan bahwa para menteri dan perwakilan partai-partai politik sudah berkoordinasi untuk menindaklanjuti putusan terbaru Mahkamah Konstitusi (MK) terkait presidential threshold (PT).

    “Memang belum ada rapat koordinasi secara langsung untuk membahas masalah (putusan MK) ini, tapi konsultasi antar para menteri juga dengan parpol-parpol itu sudah terjadi untuk membahas implikasi dari putusan MK yang merupakan pasal 222 UU No. 7 Tahun 2017 itu,” kata Yusril.

    Yusril menyebutkan setelah adanya putusan terbaru MK, pasal 222 UU no. 7 tahun 2017 yang mengatur ketentuan presidential threshold artinya sudah tidak relevan dan dinyatakan bertentangan dengan Undang-Undang Dasar (UUD) 1945 sehingga dibutuhkan pengaturan baru.

    Maka dari itu pemerintah harus berkoordinasi dengan pihak yang paling terdampak yaitu partai-partai politik agar pengaturan baru terkait pemilihan umum (pemilu) bisa diajukan dengan lebih tepat kepada DPR untuk membuat regulasi baru sejalan dengan putusan MK.

    Lebih lanjut, Yusril menyebutkan bahwa pengaturan baru yang akan diajukan nantinya berdasarkan lima panduan rekayasa konstitusional yang telah dikeluarkan lembaga yudikatif tersebut.

    Salah satu rekomendasi rekayasa konstitusional tersebut ialah terkait pengaturan pencalonan dari setiap partai politik yang harus proposional. Yusril mencontohkan misalnya ada 30 partai politik yang akan menjadi peserta pemilu, artinya ada kemungkinan 30 calon presiden bisa diajukan dalam pemilu terkait. Namun tentu hal itu tidak akan efektif sehingga mekanisme koalisi seharusnya diperbolehkan.

    “Tapi kalau bergabung jangan sampai 29 (partai) mencalonkan satu orang, lalu yang satu partai mencalonkan, akhirnya cuma jadi dua lagi (capresnya). Jadi bagaimana mekanismenya? In between, antara terlalu banyak atau terlalu sedikit, nah itu yang mesti dikompromikan,” katanya.

    Maka dari itu koordinasi dengan partai politik dibutuhkan sehingga pemerintah bisa menyusun rancangan kebijakan yang tepat untuk menjaga berlangsungnya proses demokrasi setelah putusan baru MK tersebut.

    Rancangan itu tentu akan disampaikan Pemerintah ke DPR agar bisa memastikan pemilu selanjutnya berjalan dengan lancar, meski begitu Yusril mengatakan rancangan itu masih belum akan disampaikan dalam waktu dekat mengingat pemilu terdekat akan berlangsung 5 tahun lagi yaitu 2029.

    “Satu sikap nanti dibawa ke DPR karena memang memerlukan pembentukan peraturan perundang-undangan yang baru,”tutupnya.

  • Beragam Respons Parpol usai MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Beragam Respons Parpol usai MK Hapus Presidential Threshold 20%

    Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah partai politik menanggapi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden alias presidential threshold 20% setelah digugat lebih dari 30 kali. 

    Putusan itu membuka keran kompetisi politik yang lebih transparan di tengah karut marut demokrasi. Partai baik itu kecil atau besar, punya kursi sedikit atau banyak di parlemen, bisa mengajukan calonnya sendiri dalam kontestasi pemilihan presiden alias Pilpres. 

    Alasan itu pula yang memicu MK untuk menyatakan Pasal 222 UU No.7/2017 tentang Pemilu bertentangan dengan konstitusi UUD 1945. Selain dinilai memasung aspirasi demokrasi, juga berpotensi memicu konflik hingga polarisasi karena calon-calon yang diusung hanya itu-itu saja.

    Surat Suara Pilpres 2019Perbesar

    Pilpres 2014, 2019, dan 2024, misalnya, publik nyaris hanya disuguhkan oleh 3 calon yang notabene diusung oleh partai pendukung Joko Widodo alias Jokowi pada pemerintahan sebelumnya. Calon atau tokoh yang berpotensi maju dalam kontestasi Pilpres terpaksa gigit jari karena tidak memiliki kendaraan politik atau kalaupun punya kendaraan politik, kursi dan suaranya belum memenuhi syarat tembus threshold 20%.

    Adapun para politikus menanggapi beragam putusan MK. Sebagian dari mereka menghormati Putusan MK dan mendorong perbaikan sistem pemilihan umum melalui adopsi norma baru dalam UU Pemilu. Lantas apa rencana mereka setelah putusan itu terbit?

    Golkar Dapat Momentum 

    Partai Golkar mendapat momentum melalui putusan penghapusan ambang batas atau threshold 20%untuk pencalonan presiden dan wakil presiden. Mereka menganggap bahwa putusan itu menjadi jalan untuk penyempurnaan sistem Pemilihan Umum (Pemilu). Penyempurnaan dilakukan di antaranya dengan merevisi sejumlah undang-undang (UU). 

    Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara No.62/PUU-XXII/2024 tentang  presidential threshold bukanlah isu yang berdiri sendiri. Isu itu dinilai berkaitan juga dengan berbagai aspek seperti keberadaan parpol, penerapan jenis sistem pemilu dan lain-lain. 

    Doli menilai penghapusan ambang batas itu tidak akan mempunyai makna besar apabila tidak diikuti dengan penyempurnaan sistem Pemilu, bahkan sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Hal itu ikut tertuang dari perintah MK kepada pembuat UU agar menindaklanjuti setiap putusan uji materi dengan revisi UU secara komprehensif.

    “Oleh karena itu, ‘bola’ sekarang ada di tangan Presiden dan para Ketua Umum Partai Politik agar mendorong Pemerintah dan DPR untuk bisa meng-konkret-kan agenda pembahasan revisi UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik untuk segera dimulai,” ujar Doli melalui keterangan tertulis, Minggu (5/1/2024). 

    Partai GolkarPerbesar

    Adapun Doli menyatakan seluruh pihak harus menghormati dan menerima putusan MK yang bersifat final dan mengikat (binding). Putusan itu harus dilaksanakan, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. 

    Meski demikian, dia menilai putusan itu harus dimaknai dalam perspektif yang lebih luas. Menurutnya, putusan MK yang menghapus presidential threshold itu sejalan dengan momentum untuk perbaikan sistem politik dan demokrasi Indonesia. 

    Dia turut menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-60 Partai Golkar, mengenai wacana Pilkada melalui DPRD. Di sisi lain, Doli menyampaikan bahwa permohonan uji materi terhadap pasal 222 UU Pemilu yang sudah dilakukan lebih dari 30 kali itu bukanlah jawaban untuk seluruh permasalahan mengenai Pemilu di Indonesia. 

    “Presidential threshold cuma salah satu isu dari sekian banyak isu yang menjadi bagian pembahasan penyempurnaan sistem Pemilu kita. Dan setiap isu bukanlah berdiri sendiri. Setiap isu saling terkait satu sama lain,” tuturnya.

    PDIP Dorong Adopsi Norma 

    Sementara itu, Ketua DPP PDI Perjuangan (PDIP), Said Abdullah mengusulkan akomodasi rekayasa konstitusional seperti yang tertuang dalam putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pasca dihapusnya ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold 20%.

    Said menuturkan bahwa PDIP mengusulkan supaya ada mekanisme yang mengatur mekanisme kerja sama atau koalisi partai untuk mengajukan pasangan calon presiden dan wakil presiden.

    Megawati Soekarnoputri dan Ganjar Pranowo Perbesar

    Menurutnya, dengan mengatur mekanisme kerja sama partai itu dan selama tanpa mengurangi hak setiap partai untuk mengajukan calon presiden dan wakil presiden, maka presiden dan wakil presiden terpilih tetap akan memiliki dukungan politik yang kuat di DPR

    “Semangat kami di DPR saat pembahasan pasal 222 dalam Undang-Undang Pemilu adalah untuk memperkuat dukungan politik yang kuat di DPR terhadap pasangan calon presiden dan wakil presiden terpilih,” katanya saat dikonfirmasi Bisnis, pada Kamis (2/1/2025).

    Dukungan DPR yang kuat menurut Said akan mempengaruhi kelancaran agenda kebijakan, anggaran, dan legislasi dari pasangan presiden dan wakil presiden terpilih itu sendiri.

    Tak hanya itu, Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR RI ini juga menyebut perekayasaan konstitusional yang diperintahkan oleh MK dalam putusannya, juga bisa dilakukan dengan cara mengatur persyaratan calon presiden dan wakil presiden yang akan maju di ajang kontestasi Pemilu.

    Nantinya, ujar Said, pengujian syarat aspek-aspek tersebut yang bersifat kualitatif terhadap bakal calon dapat juga dilakukan oleh unsur dari perwakilan lembaga negara dan perwakilan tokoh masyarakat, sebagai bagian syarat sahnya penetapan calon presiden dan wakil presiden oleh KPU.

    Gerindra Sebut Penguatan Demokrasi

    Di sisi lain, Ketua Fraksi Gerindra DPR RI, Budisatrio Djiwandono, menyatakan pihaknya memandang putusan Mahkamah Konstitusi (MK) yang menghapus ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden (presidential threshold) minimal 20% merupakan langkah penting dalam penguatan demokrasi di Indonesia.

    Budisatrio mengemukakan Fraksi Gerindra akan menjadikan putusan MK sebagai acuan penting dalam pembahasan revisi Undang-Undang (UU) Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu di DPR.

    “Kami menghormati dan siap mematuhi keputusan MK. Segera setelah ini kami akan mempelajari lebih detail putusan tersebut sebelum kami jadikan acuan dalam pembahasan revisi UU Pemilu,” ucap Budisatrio dalam keterangan resmi, Sabtu (4/1/2025).

    Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto Perbesar

    Budi menegaskan, Fraksi Gerindra berpegang teguh pada prinsip-prinsip demokrasi sehingga partainya memastikan akan menjunjung putusan MK sebagai bagian dari amanat demokrasi.

    Dia menambahkan bahwa Fraksi Gerindra sepenuhnya sadar bahwasannya putusan MK bersifat mengikat dan bagian dari pilar demokrasi yang harus dijaga.

    “Masih ada sejumlah tahapan yang harus dilewati sebelum putusan ini diresmikan sebagai produk revisi UU. Maka dari itu, Fraksi Gerindra akan terus mengawal prosesnya, agar penerapan putusan bisa berjalan efektif dan selaras dengan amanat dalam putusan MK,” pungkas Budi.

  • Golkar Sebut Penghapusan Presidential Threshold jadi Momentum Penyempurnaan Pemilu

    Golkar Sebut Penghapusan Presidential Threshold jadi Momentum Penyempurnaan Pemilu

    Bisnis.com, JAKARTA — Partai Golkar menilai penghapusan ambang batas atau threshold 20% untuk pencalonan presiden dan wakil presiden menjadi momentum untuk penyempurnaan sistem Pemilihan Umum (Pemilu). Penyempurnaan dilakukan di antaranya dengan merevisi sejumlah undang-undang (UU). 

    Wakil Ketua Umum Golkar Ahmad Doli Kurnia Tanjung mengatakan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) pada perkara No.62/PUU-XXII/2024 tentang presidential threshold bukanlah isu yang berdiri sendiri. Isu itu dinilai berkaitan juga dengan berbagai aspek seperti keberadaan parpol, penerapan jenis sistem pemilu dan lain-lain. 

    Doli menilai penghapusan ambang batas itu tidak akan mempunyai makna besar apabila tidak diikuti dengan penyempurnaan sistem Pemilu, bahkan sistem politik dan demokrasi di Indonesia. Hal itu ikut tertuang dari perintah MK kepada pembuat UU agar menindaklanjuti setiap putusan uji materi dengan revisi UU secara komprehensif. 

    “Oleh karena itu, ‘bola’ sekarang ada di tangan Presiden dan para Ketua Umum Partai Politik agar mendorong Pemerintah dan DPR untuk bisa meng-konkret-kan agenda pembahasan revisi UU Pemilu, UU Pilkada, dan UU Partai Politik untuk segera dimulai,” ujar Doli melalui keterangan tertulis, Minggu (5/1/2024). 

    Adapun Doli menyatakan seluruh pihak harus menghormati dan menerima putusan MK yang bersifar final dan mengikat (binding). Putusan itu harus dilaksanakan, suka atau tidak suka, mau atau tidak mau. 

    Meski demikian, dia menilai putusan itu harus dimaknai dalam perspektif yang lebih luas. Menurutnya, putusan MK yang menghapus presidential threshold itu sejalan dengan momentum untuk perbaikan sistem politik dan demokrasi Indonesia. 

    Dia turut menyinggung pernyataan Presiden Prabowo Subianto di HUT ke-60 Partai Golkar, mengenai wacana Pilkada melalui DPRD. 

    Di sisi lain, Doli menyampaikan bahwa permohonan uji materi terhadap pasal 222 UU Pemilu yang sudah dilakukan lebih dari 30 kali itu bukanlah jawaban untuk seluruh permasalahan mengenai Pemilu di Indonesia. 

    “Presidential threshold cuma salah satu isu dari sekian banyak isu yang menjadi bagian pembahasan penyempurnaan sistem Pemilu kita. Dan setiap isu bukanlah berdiri sendiri. Setiap isu saling terkait satu sama lain,” tuturnya. 

    Sebelumnya, MK mengabulkan uji materi terhadap pasal 222 Undang-undang (UU) No.7/2017 tentang Pemilihan Umum (Pemilu) berkaitan dengan ambang batas pencalonan presiden dan wakil presiden.  

    Dalam amar putusan yang dibacakan pada perkara No.62/PUU-XXII/2024, MK menyatakan ambang batas pencalonan presiden yang saat ini berlaku 20% inkonstitusional. Artinya, pencalonan presiden oleh partai politik tidak harus memiliki suara 20% di DPR.  

    “Mengabulkan permohonan Pemohon untuk seluruhnya,” ujar Ketua MK Suhartoyo dalam sidang pembacaan putusan, Kamis (2/1/2025). 

  • KPU usul UU Pemilu dan UU Pilkada disatukan

    KPU usul UU Pemilu dan UU Pilkada disatukan

    Apa pun bunyi dan poin evaluasi kita harus datang dengan kajian terlebih dahulu. Poin saya itu sih termasuk dari sisi penyelenggara

    Jakarta (ANTARA) – Ketua KPU RI Mochammad Afifuddin mengusulkan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada dapat dijadikan satu.

    Hal itu disampaikan Afifuddin merespons adanya wacana revisi aturan pemilu, terutama UU Pilkada harus bersamaan dengan UU yang berkaitan dengan pemilu lainnya.

    “Mumpung mau ada aturan Undang-Undang Pemilu dan Pilkada, kalau bisa dijadikan satu. Itu juga menjadi concern kita. Kenapa? Karena kalau itu juga dilakukan, maka ada transisi lagi nanti soal masa akhir jabatan dan selanjutnya,” kata Afifuddin di Jakarta, Jumat.

    Dia menjelaskan bahwa pemilu diatur dalam UU Nomor 7 Tahun 2017. Sementara pilkada diatur pada UU Nomor 10 Tahun 2016.

    Menurutnya, Pilkada Serentak 2024 yang dilakukan di tahun yang sama dengan pilpres dan pileg terasa sangat melelahkan.

    Tak hanya itu, dirinya mengakui KPU belum sempat melakukan evaluasi atas penyelenggaraan pilpres dan pileg, akan tetapi sudah harus berhadapan dengan Pilkada 2024.

    “Sebagian orang mungkin membayangkan mungkin waktu untuk pileg, pilpres agak digeser, seperti 2 tahun, misalnya, gitu. Nah itu tentu berdampak terhadap riset keserentakan yang sudah diputuskan Mahkamah Konstitusi,” ujarnya.

    Meski begitu, ihwal tersebut masih bersifat usulan, pandangan, dan wacana. Hal ini pun masih harus dibahas lebih dalam, karena apa pun yang akan dibahas serius di DPR harus melalui kajian mendalam dulu.

    “Apa pun bunyi dan poin evaluasi kita harus datang dengan kajian terlebih dahulu. Poin saya itu sih termasuk dari sisi penyelenggara,” jelas Afifuddin.

    Afif juga menyebut dalam evaluasi penyelenggaraan pemilihan itu sebaiknya dituangkan dalam sebuah aturan dan tidak hanya menjadi sebuah diskursus.

    “Rekayasa atau engineering yang baik itu jangan hanya berhenti di diskursus. Masukkan dalam aturan. Diskursus kita berbusa-busa di aturan nggak terlalu akomodasi enggak akan bisa direalisasikan. Baik oleh peserta, baik oleh penyelenggara,” tambahnya.

    Sebelumnya, Senin (18/11), Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI Ahmad Doli Kurnia mengatakan dari hasil rapat panja disepakati UU Pemilu dan UU Pilkada bakal masuk ke dalam prolegnas prioritas.

    Pasalnya, penyempurnaan terhadap sistem demokrasi dimulai dari sistem pemilu.

    “Apalagi sebenarnya kita akan lebih nyaman, lebih bebas gitu ya, lebih objektif kalau Undang-undang Pemilu itu dibahas di awal Pemilu, di awal pemerintahan, supaya tidak ada bias pada saat nanti menjelang pemilu,” kata Doli di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Senin.

    Ia menilai dua UU tersebut perlu dibahas dan dimatangkan segera agar DPR memiliki waktu yang cukup untuk melakukan sosialisasi sebelum Pemilu berikutnya.

    Pewarta: Narda Margaretha Sinambela
    Editor: Chandra Hamdani Noor
    Copyright © ANTARA 2024

  • Elite Golkar Ungkap Perputaran Uang di Pemilu 2024 Capai Rp 1.000 Triliun – Halaman all

    Elite Golkar Ungkap Perputaran Uang di Pemilu 2024 Capai Rp 1.000 Triliun – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia membeberkan perputaran uang di Pemilu 2024 yang angkanya cukup fantastis, yakni mencapai Rp 1.000 triliun.

    “Karena saya pernah hitung 2024 itu, uang yang beredar nih, uang yang beredar, pada Pemilu 2024, kita hitung-hitung iseng-iseng ada, itu bisa sekitar Rp 1.000 triliun,” kata Doli saat menjadi penanggap di acara penyampaian Survei Nagara Institut, Kamis (19/12/2024).

    Wakil Ketua Badan Legislasi (Baleg) DPR RI itu lantas menghitung secara rinci temuannya itu.

    Dirinya menghitung soal berapa banyak politikus yang ikut andil di Pemilu lalu.

    “Terus orang tanya, hitungnya gimana? Saya bilang, Rp 1.000 triliun dalam sebuah Pemilu? Orang gak masuk akal kan? Nah, saya bilang gini, Caleg satu partai, dari DPR RI sampai DPRD Kabupaten Kota, itu 20.486. Caleg, kali 18 partai, itu udah 360.000 orang,” kata dia.

    “Kalau ambil rata-rata satu orang satu miliar saja, udah 360.000 miliar. Kalau itu yang minimal,” sambung Doli.

    Angka tersebut kata dia, belum dihitung dari perputaran dana untuk Pemilihan Presiden (Pilpres) lalu.

    Dimana, pada Pilpres kemarin ada tiga pasangan capres-cawapres yang turut andil.

    Bukan tidak mungkin, akan banyak dana yang dikeluarkan oleh Partai Politik untuk Pilpres kemarin.

    “Belum kalau misalnya capres dan cawapres tiga capres dan cawapres, berapa yang dikeluarkan,” kata dia.

    “Jadi kita hitung-hitung aja pake berapa dia beli kaos, berapa dia beli spanduk, apa salah macem. Ditambah lagi yang lain-lainnya itu,” tandas Doli.

     

     

  • Doli Kurnia: Pilkada Bukan Semata Kembali ke DPRD Tapi untuk Perbaiki Sistem Agar Bangsa Tak Hancur – Halaman all

    Doli Kurnia: Pilkada Bukan Semata Kembali ke DPRD Tapi untuk Perbaiki Sistem Agar Bangsa Tak Hancur – Halaman all

    Laporan Reporter Tribunnews.com, Rizki Sandi Saputra 

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Wakil Ketua Umum DPP Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia menyatakan, sejatinya wacana Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) mendatang dipilih DPRD adalah untuk perbaikan sistem Pemilu di Indonesia.

    Pernyataan itu didasari Doli dengan berkaca soal tingginya biaya politik yang terjadi saat ini.

    Kata dia, biaya politik untuk Pemilu seperti Pilpres, Pileg maupun Pilkada cukup fantastis, namun tidak bisa menjamin soal kenaikan demokrasi justru kebalikannya.

    “Saya bilang, politik biaya tinggi. Kenapa? Kalau kita biarkan terus menurus, at the end, moral bangsa ini akan hancur,” kata Doli saat hadir dalam agenda Rilis Survei Nagara Institut, di Kawasan Pancoran, Jakarta Selatan, Kamis (19/12/2024).

    Atas adanya biaya politik atau politik uang saat Pemilu itu, akhirnya menimbulkan ketagihan di masyarakat untuk memilih siapa sosok calon pemimpin atau wakil rakyat yang memberikan uang.

    Sehingga kata dia, Pemilu menjadi tidak lagi rasional dan justru menghadirkan pemimpin yang tidak memiliki kapabilitas.

    “Dan akhirnya apa? Kita akan, masyarakat akan memilih, calon atau memilih wakilnya yang tidak rasional, yang mungkin tidak kapabel, yang pada akhirnya, juga akhirnya, memarakan korupsi. Karena dia akan balikin cair duitnya. Balik,” kata dia.

    Oleh karenanya, Doli menilai apa yang diwacanakan oleh Prabowo selaku Presiden RI bersama Ketua Umum DPP Partai Golkar Bahlil Lahadalia adalah untuk perbaikan sistem demokrasi.

    Dirinya lantas membantah kalau wacana dari Prabowo itu bukan untuk mengembalikan sistem demokrasi di orde baru lalu.

    “Nah, jadi oleh karena itu, apa yang disampaikan oleh Pak Bahlil, dan Pak Presiden kemarin itu, bukan mau balik ke (orde baru), bukan mau balik ke DPRD. Tapi poinnya adalah perbaikan sistem,” kata dia.

    Doli juga mengakui kalau sistem pemilu saat ini di Indonesia masih belum ideal.

    Dirinya mendapati banyaknya permasalahan termasuk soal maraknya politik uang.

    “Kita harus koreksi, gini loh, bahwa sistem politik, sistem demokrasi kita, termasuk dalamnya sistem pemilu, belum ideal di Indonesia. Masih banyak problem, masih banyak masalah, maka kita harus perbaiki sistem,” tandas dia.

    Usulan ini sebelumnya disampaikan Presiden sekaligus Ketua Umum Partai Gerindra, Prabowo Subianto, saat pidato HUT ke-60 Partai Golkar di Sentul Internasional Convention Center (SICC), Jawa Barat, Kamis (12/12/2024) malam.

    Prabowo mengajak seluruh ketua umum partai politik yang hadir dalam acara tersebut untuk mendukung wacana tersebut. Sebab, sistem politik demokrasi pemilihan langsung dianggap berbiaya mahal.

    “Ketua umum partai Golkar, salah satu partai besar, tadi menyampaikan perlu ada pemikiran memperbaiki sistem parpol, apalagi ada Mba Puan kawan-kawan dari PDIP, kawan-kawan partai-partai lain mari kita berpikir,” kata Prabowo.

    Menurutnya, sistem politik dengan pemilihan langsung menghabiskan banyak uang negara dalam hitungan hari. Tak hanya itu, para tokoh politik juga harus merogoh kocek yang tidak sedikit.

    Prabowo pun memberikan contoh Malaysia, Singapura hingga India yang sudah melakukan pemilihan kepala daerah melalui DPRD. Nantinya, para anggota DPRD menjadi penentu terpilihnya calon kepala daerah.

    “Sekali milih anggota DPRD, DPRD itu lah yang milih gubernur milih bupati. Efisien enggak keluar duit, efisien, kaya kita kaya,” ungkapnya.

    Dengan begitu, kata Prabowo, anggaran negara bisa dipakai untuk keperluan program pemerintah lainnya. Misalnya, makan bergizi gratis bagi anak-anak hingga perbaikan sekolah.