Tag: Ahmad Bahauddin Nursalim

  • Seruan Taubat Ekologis Gus Baha dan Cak Imin Sebagai Panggilan Moral

    Seruan Taubat Ekologis Gus Baha dan Cak Imin Sebagai Panggilan Moral

    GELORA.CO -Seruan taubat ekologi di tengah maraknya bencana banjir bandang dan tanah longsor yang menimpa Provinsi Sumatera Utara, Barat dan Aceh mendapat dukungan luas dari berbagai kalangan. 

    Ketua Umum PKB Abdul Muhaimin Iskandar menjadi tokoh yang paling lantang menyerukan pentingnya pertaubatan ekologis sebagai sikap moral kolektif untuk menghentikan laju kerusakan lingkungan.

    Di saat yang sama, publik kembali menyorot pesan keagamaan dari ulama karismatik KH. Bahauddin Nursalim atau Gus Baha terkait pentingnya menjaga alam. 

    Sebuah video berdurasi 2 menit 30 detik yang kembali viral di media sosial memperlihatkan Gus Baha menguraikan ayat-ayat Al-Qur’an yang memperingatkan manusia agar tidak congkak dan tidak merusak bumi.

    Video yang diunggah akun Instagram nahdliyyinbersatu itu langsung menjadi rujukan banyak pihak, mengingat relevansinya dengan situasi Indonesia saat ini.

    Dalam video tersebut, Gus Baha menafsirkan pesan kuat dari Surat Al-Mulk (Tabarak) ayat 17, yang mengingatkan manusia tentang bahaya besar akibat kerusakan alam.

    “Kenapa surat Tabarak spesial? Di situ manusia diingatkan oleh Allah Ta’ala: Kok kamu hidup di bumi tenang-tenang saja, bisa saja bumi ini tamur. Tamur itu likuifaksi, bumi bergelombang, bergeliat, lalu menimpa manusia,” jelas Gus Baha dalam video tersebut dikutip Kamis, 4 Desember 2025.

    Ia juga mengingatkan potensi bencana lain seperti benda langit yang bisa jatuh ke bumi, serta bagaimana tanah bisa kehilangan kemampuan menyerap air akibat perilaku manusia. Semua itu, kata Gus Baha, menunjukkan betapa pentingnya manusia berhati-hati dalam mengelola lingkungan.

    “Dengan peringatan Allah seperti ini, orang disuruh hati-hati mengelola bumi. Makanya saya senang kalau ada gerakan-gerakan menyelamatkan bumi. Kata ulama, takhallaqu bi akhlaqillah—berakhlaklah seperti akhlaknya Allah,” tambahnya.

    Lebih jauh, Gus Baha mengutip ayat lain tentang karakter orang yang merusak lingkungan:

    “Allah mengkritik orang yang jahat dan tidak baik. Firman-Nya: Ciri utama orang tidak baik itu yang merusak tanaman, merusak tumbuhan, dan merusak populasi,” ungkapnya.

    Maka dari itu, seruan kolektif dari para tokoh, baik dari unsur politik maupun keagamaan, menegaskan bahwa taubat ekologi bukan sekadar slogan religius, melainkan panggilan moral untuk mengubah cara pandang terhadap alam. Di tengah meningkatnya frekuensi bencana, kesadaran ekologis menjadi agenda mendesak bagi seluruh masyarakat Indonesia. 

  • Gus Sahal Kritisi GP Ansor, Perusak Citra NU Itu Seperti Ketua Ansor DKI

    Gus Sahal Kritisi GP Ansor, Perusak Citra NU Itu Seperti Ketua Ansor DKI

    GELORA.CO – Aktivis Nahdlatul Ulama (NU) Ahmad Sahal atau yang akrab disapa Gus Sahal, menyoroti sikap sebagian kalangan Nahdlatul Ulama (NU) yang dinilainya kini kurang terbuka terhadap kritik.

    Melalui akun media sosial pribadinya, Gus Sahal menulis dirinya tidak merasa takut mengkritik, namun menyayangkan munculnya reaksi berlebihan terhadap kritik di lingkungan NU.

    Hal tersebut disampaikannya lewat status twitternya atau X pribadinya @sahal_AS pada Kamis (30/10/2025). 

    “Bukan takut, tapi eman-eman (sayang) kok NU sekarang ngamukan, alergi terhadap kritik,” tulis Gus Sahal dalam unggahannya, Rabu (30/10/2025).

    Ia menilai, sikap terbuka terhadap kritik justru menjadi ciri khas para tokoh besar NU terdahulu yang dikenal santun dan bijak.

    “Tokoh seperti Gus Dur, Gus Mus, dan Gus Baha membuat NU dihormati, Islam yang ramah, humoris, dan mengayomi,” lanjutnya.

    Dalam unggahan itu, Gus Sahal juga menyinggung adanya perilaku sebagian kader yang dinilai dapat merusak citra organisasi.

    Ia mencontohkan pernyataan keras yang pernah disampaikan Ketua GP Ansor DKI Jakarta, yang sempat mengancam akan melakukan kekerasan.

    “Yang merusak citra NU itu seperti Ketua Ansor DKI yang ancam gorok dan bakar gedung, tapi dibiarkan,” tulisnya.

    Gus Sahal kemudian mengajak warga NU untuk melakukan introspeksi diri agar organisasi tidak kehilangan nilai-nilai dasar yang diwariskan para pendiri dan kiai terdahulu.

    “Introspeksi saja, jangan denial,” pungkasnya.

    GP Ansor: Setakiut Itukah Sama NU?

    Pernyataannya tersebut merujuk postingan Gerakan Pemuda Ansor lewat twitter resminya @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).

    Dalam postingannya, organisasi kepemudaan NU itu menegaskan NU selama ini tetap konsisten menjaga keseimbangan kehidupan beragama dan berbangsa.

    “Setakut Itukah Sama NU?” tulis admin @Official_Ansor pada Kamis (30/10/2025).

    “NU hanya berdiri di tempat yang sama sejak 1 abad silam, sejak 1926. Berdiri di tengah perbedaan dan keberagaman,” tambahnya.

    Dalam pernyataan tersebut, GP Ansor menegaskan NU tetap istikamah menjembatani agama dan kebangsaan sesuai prinsip hubbul wathan minal iman (cinta tanah air bagian dari iman).

    NU juga disebut selalu berupaya membidani kemaslahatan umat dan merawat akal sehat di tengah hiruk pikuk tafsir iman dan kepentingan.

    “NU tidak sedang berebut pengaruh, kami sedang menjaga keseimbangan republik agar tetap waras,” tambahnya.

    GP Ansor juga menyinggung adanya pihak yang dianggap ‘NU-phobia’, yakni mereka yang merasa terganggu ketika NU mulai bersuara atau bergerak di ruang publik.

    “Anehnya, setiap NU mulai bergerak, selalu ada yang gemetar. Hingga muncul gelagat NU-phobia segala,” tulis akun tersebut.

    Dalam postingan tersebut, GP Ansor menegaskan kekuatan NU bukan pada kekuasaan atau pengaruh politik, tetapi pada jamaah, pesantren, dan komitmen menjaga kebangsaan dengan sikap moderat, i’tidal, tawassuth, tawazzun, dan amar ma’ruf nahi munkar.

    “Kalau itu menakutkan, mungkin yang menakutkan bukan NU, tapi bayangan tentang Indonesia tanpa NU yang merawat peradabannya,” tutupnya.

    Ketua GP Ansor Ancam Gorok Karyawan Trans 7

    Ketua Gerakan Pemuda (GP) Ansor DKI Jakarta, Muhammad Ainul Yakin, menjadi sorotan publik setelah orasinya di depan kantor Trans7 viral di media sosial.

    Dalam orasi tersebut, Ainul mengecam isi siaran Trans7 yang dianggap menyinggung ulama Nahdlatul Ulama (NU).

    Ainul hadir bersama anggota GP Ansor dan Banser, sayap organisasi NU, dan menyampaikan ancaman kontroversial terhadap pegawai Trans7.

    Dalam pernyataannya, Ainul menyebut, “halal darah” bagi pihak yang menghina kyai, ulama, atau NU.

    Menurut Ainul, salah satu tugas GP Ansor dan Banser adalah menjaga kyai, ulama, dan pondok pesantren.

    Ia menilai tindakan Trans7 melalui beberapa siaran telah menghina tokoh-tokoh NU, sehingga menuntut peringatan keras terhadap pihak yang bersangkutan.

    “Trans7 telah menghina melalui siaran-siarannya terhadap kyai dan ulama Nahdlatul Ulama,” kata Ainul dalam orasinya.

    Dalam orasinya, Ainul juga menekankan sejarah panjang perjuangan Ansor dan Banser dalam menjaga republik.

    Ia mengingatkan pegawai Trans7 akan pengorbanan ribuan kadernya.

    “Saudara-saudara Trans7 yang masih muda, kalian ingat sejarah. Sudah ribuan anak Ansor dan Banser tewas memperjuangkan republik ini. Kalian ada karena adanya Nahdlatul Ulama,” ujarnya.

    Pernyataan Ainul kemudian memicu kontroversi karena ia membandingkan insiden yang sedang terjadi dengan pembantaian anggota Partai Komunis Indonesia (PKI) pada 1965-1966.

    Ia menegaskan ancaman yang dilontarkan dalam konteks menjaga martabat ulama NU.

    “Jangan sampai kader-kader Banser menggorok leher kalian, seperti kader Banser menggorok PKI. Halal darah kalian apabila mengolok-olok ulama Nahdlatul Ulama,” ucap Ainul.

  • Santri Menjawab Tantangan Modernitas

    Santri Menjawab Tantangan Modernitas

    Jakarta

    Santri dan pesantren kerap kali diasosiasikan ‘ndeso’, kurang pergaulan, berpandangan kolot-bahkan digambarkan memelihara budaya feodal seperti tayangan konten di televisi beberapa waktu lalu. Benarkah asosiasi dan penggambaran ini?

    Kita memang tidak bisa melarang pihak lain membangun persepsi. Namun, santri dan dunia pesantren saat ini telah berkembang pesat. Banyak sekali pesantren yang telah berakselerasi dengan perkembangan zaman. Para santri dengan bimbingan kiai telah mampu menumbuhkan jiwa wirausaha.

    Sebagai contoh, Pesantren Sidogiri di Pasuruan mampu mendirikan jaringan toko ritel di 125 lokasi di Jawa dan Kalimantan. Konsep ritelnya menyerap produk-produk UMKM lokal sehingga memberdayakan masyarakat sekitarnya.

    Di Lirboyo, Kediri, para santri mendirikan Lirboyo Bakery, toko roti yang diproduksi oleh mereka sendiri dengan memanfaatkan ceruk pasar dari para santri dan masyarakat sekitar Ponpes Lirboyo. Selain usaha toko roti, para santri juga memiliki usaha pengolahan sampah plastik dan depot air minum.

    Dua contoh di atas hanya sedikit ulasan dari banyaknya kegiatan wirausaha di pesantren. Bila kita ulas satu per satu, akan sangat banyak sekali gambaran kegiatan usaha yang digawangi oleh para santri di pesantren.

    Di pesantren, santri tidak hanya dibekali ilmu agama, tetapi juga dibekali berbagai keahlian lain seperti ilmu komputer, bahasa asing selain bahasa arab, menjahit, beternak, hingga fotografi serta jurnalisme.

    Bertebarannya ceramah-ceramah keagamaan oleh banyak ulama populer seperti Gus Baha, Gus Muwafiq, KH Anwar Zahid, dan lainnya adalah buah karya ketekunan para santri dalam mengunggah konten-konten ceramah para kiainya di berbagai platform media sosial. Ini menandakan para santri juga bisa berakselerasi dengan kemajuan zaman.

    Lebih dari itu, santri telah menjadi kekuatan diaspora dan menggeluti berbagai profesi tanpa kehilangan identitasnya sebagai santri. Tidak ada satupun partai politik, khususnya di DPR yang tidak ada keterwakilan santri. Santri tidak hanya bersiyasah semata-mata dari partai politik berideologi Islam saja. Banyak partai-partai nasionalis juga menjadi ruang artikulasi para santri. Saya sendiri sebagai santri, namun sejak tahun 1988 sudah aktif di PDI dan tahun 1999 menjadi PDI Perjuangan.

    Diaspora santri ada di semua tempat dan berbagai organisasi profesi, baik kepengacaran, aktivis LSM, guru, dosen tenaga medis, TNI dan Polri, bahkan diantaranya memuncaki karir menjadi jenderal-serta berbagai profesi lainnya.

    Dalam kepemimpinan nasional, santri juga sudah teruji. KH Abdurrahman Wahid atau Gus Dur. Sejak kecil ia hidup dalam komunitas pesantren, pikiran-pikirannya berdialektika dengan filsafat barat dengan jaringan yang begitu luas di timur tengah hingga ke Eropa. Gus Dur menjadi contoh nyata bahwa santri bisa menjadi pemimpin nasional dan pemimpin kultural kelas dunia.

    Poin yang ingin saya katakan, santri adalah jati diri yang terbuka, entitas yang bisa sangat kosmopolit dalam berpikir dan bertindak. Santri bisa menjadi jangkar perdamaian, menyebarkan Islam yang rahmatan lil alamin, serta menjadi rahmat bagi seluruh alam.

    Oleh sebab itu, menjaga diri sebagai santri sekaligus tanggung jawab yang besar. Di pundaknya, orang mempersepsikan perwajahan tentang Islam, sehingga harus selalu mawas dan koreksi diri.

    Selamat Hari Santri Tahun 2025.

    Said Abdullah, Ketua DPP PDI Perjuangan

    (akn/ega)

  • Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

    Sri Mulyani ‘Bingung’ WTO Letoy

       

    Oleh: Sefdin Alamsyah*

    MENTERI Keuangan Sri Mulyani menyebut Organisasi Perdagangan Dunia (WTO) sangat tidak berguna di era sekarang. Itu dikatakan perempuan berdarah Kebumen yang lahir di Lampung itu, dalam forum CNBC Economic Update 2025 di Hotel Borobudur, Jakarta Pusat, Rabu 18 Juni 2025, yang dilansir banyak media.

    “Hari ini negara-negara besar tidak mempercayai lembaga multilateral karena merasa tidak terwadahi interest-nya. Sehingga negara-negara yang kuat merasa; ‘That I have to solve my own problem, without using those multilateral institution’,” tegas Ani.

    Masih kata Ani, saat ini era sudah bergeser ke unilateral. Ini utamanya terjadi imbas Amerika Serikat (AS) yang selalu merasa sebagai korban globalisasi. Padahal, lanjut Ani, WTO dan organisasi global lain awalnya dibentuk oleh AS bersama negara G7.

    Ani juga menyinggung negara di dunia sekarang lebih memilih mengamankan kepentingan masing-masing. Ini yang akhirnya melanggengkan persaingan politik, ideologi, militer, keamanan, sampai ekonomi.

    “Coba kita lihat akhir-akhir ini, dalam dua bulan terakhir. Negara terbesar, Amerika Serikat, terkuat, ekonominya terbesar yang merasa menjadi victim dari globalisasi yang merupakan sistem yang diadvokasi oleh Amerika Serikat sendiri,” sambung Ani.

    Pernyataan Ani ini seperti menunjukkan kebingungan. Karena tidak ada teori yang bisa menjawab situasi saat ini. Padahal, teorinya sederhana: Karma. Negara-negara yang dulu mengimpor mazhab pasar bebas, ekonomi neoliberal dan globalisasi sekarang sedang terkena karmanya sendiri.

    AS sekarang APBN-nya suffering. Karena harus menanggung biaya social safety net yang begitu besar. Akibat dari industri manufakturnya yang jeblok. Karena perusahaan di AS yang sudah diberi ruang oleh globalisasi melalui model ekonomi pasar bebas, memindahkan pabrik-pabriknya ke Asia-Afrika yang biaya buruhnya lebih murah. 

    Celakanya, hasil keuntungan mereka tidak lagi masuk ke AS. Tapi parkir dan diinvestasikan lagi di beberapa negara di luar AS. Hasilnya? Pajak yang masuk ke AS mengecil. Akibatnya: APBN negara Paman Sam itu “keringat dingin”. Karena harus membiayai penduduknya yang menjadi pengangguran dan angkanya meningkat.

    Skenario Trump menggunakan senjata hambatan tarif sejatinya adalah upaya untuk melakukan Reshoring. Untuk memindahkan kembali operasi produksi perusahaan AS dari luar negeri ke AS. Tapi rupanya doktrin ekonomi liberal dan globalisasi lebih menarik perusahaan AS untuk melakukan offshoring. Alias memindahkan operasi produksi ke luar negeri untuk mengurangi biaya produksi.

    China, sejak 40 tahun yang lalu, sebagai negara yang paling banyak menerima tamu perusahaan-perusahaan asing, cerdik mengelola. China sadar. Dirinya dituju karena upah buruh yang murah. Bukan karena persahabatan. Tapi karena buruh yang pekerja keras. Tidak banyak istirahat. Apalagi merokok sambil kerja. 

    Sekarang tiba-tiba Trump marah-marah ke China. Rupanya Trump terlambat menbaca buku ‘Globalization and Its Discontents’ karya Joseph E. Stiglitz. Yang membahas kritik terhadap dampak negatif globalisasi. Terutama dalam hubungannya dengan negara berkembang. 

    Trump rupanya juga lupa sejarah. Bahwa gagasan globalisasi melalui pendirian World Bank, IMF, GATT yang dilahirkan dalam pertemuan di Bretton Woods juga inisiasi AS. Hakikat tujuan pertemuan itu adalah agar kolonialisme tetap dapat dilanjutkan tanpa harus melakukan pendudukan fisik. 

    Rupanya dunia harus mulai sadar. Sistem pasar bebas yang menyerahkan ekonomi tersusun dengan sendirinya oleh mekanisme pasar: gagal. Sekarang saatnya kita kembali menengok sejarah. Menengok pikiran para hikmat yang dulu di Indonesia pernah ada. Mereka bersidang di Badan Penyelidik Usaha Persiapan Kemerdekaan (BPUPK) dan Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI). 

    Mereka menawarkan sistem Negara Sosialisme yang Berketuhanan melalui Lima Sila yang dijabarkan dalam Undang-Undang Dasar 1945 naskah asli. Sebelum diobrak-abrik dalam Amandemen pada tahun 1999 hingga 2002. 

    Negara dengan sistem Sosialisme yang Berketuhanan ini adalah penjabaran dari lima Sila di dalam Pancasila. Sila Pertama, Ketuhanan yang berarti ekonomi harus mendasarkan kepada moral, karena pemilik sejati adalah Tuhan. 

    Sila Kedua, Kemanusian yang Adil dan Beradab, artinya ekonomi itu harus bersifat manusiawi dan adil, dengan menganggap sama semua manusia. Satu dengan yang lain tidak boleh ada yang memiliki kedudukan atau hak yang lebih tinggi untuk melakukan penghisapan kepada yang lemah. 

    Lalu Sila Ketiga, Persatuan Indonesia, adalah wujud dari nasionalisme ekonomi, sehingga semua kebijakan harus sejalan dengan nasionalisme. Contoh teranyar: Jangan membuat gaduh dengan memindahkan hak atas pulau-pulau kecil. 

    Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan, adalah prinsip demokrasi ekonomi. Setiap orang, meskipun dia miskin atau lemah, tetap harus diikutsertakan melalui perwakilan yang utuh dan perwakilan yang mewakili mereka dalam setiap pembuatan kebijakan. 

    Dan yang terakhir, Sila Keadilan Sosial adalah tujuan dari semuanya itu. 

    Kalau diperas: Sila Pertama dan Kedua adalah dasarnya, yaitu moral dan kemanusiaan. Sila Ketiga dan Keempat adalah caranya. Dan Sila Kelima adalah tujuannya.

    Jadi, wajar kalau Sri Mulyani bingung melihat situasi global hari ini. Tapi kata Gus Baha: Bingung itu perlu. Katanya: Barokahnya bingung orang tidak menjadi sombong dan tidak merasa paling tahu. Karena segala sesuatu harus dipikirkan dan dikaji dulu secara mendalam. 

    *(Penulis adalah pendiri Pusat Studi Pembangunan berbasis Pancasila. Kandidat Doktor Hukum dan Pembangunan, Sekolah Pasca Sarjana Universitas Airlangga Surabaya.)

  • Zakat Fitrah: Beras atau Uang? Perspektif Fikih dan Pendekatan Fleksibel

    Zakat Fitrah: Beras atau Uang? Perspektif Fikih dan Pendekatan Fleksibel

    Zakat fitrah merupakan kewajiban bagi setiap Muslim yang mampu sebelum Idulfitri. Tujuan utama zakat fitrah adalah menyucikan jiwa dan memberikan kebahagiaan bagi kaum dhuafa agar mereka dapat turut merasakan kegembiraan di hari raya.

    Dalam pelaksanaannya, terdapat perbedaan pendapat di kalangan ulama mengenai bentuk zakat fitrah, apakah harus berupa makanan pokok seperti beras atau boleh dikonversi menjadi uang? Perdebatan ini menjadi semakin menarik dalam konteks masyarakat modern, terutama di Indonesia yang mayoritas mengikuti mazhab Syafi’i.

    Secara turun-temurun, masyarakat Indonesia membayar zakat fitrah dalam bentuk beras sesuai dengan ketentuan mazhab Syafi’i. Namun, dengan perkembangan zaman dan perubahan kebutuhan sosial ekonomi, banyak yang memilih membayar dalam bentuk uang karena dinilai lebih praktis dan lebih bermanfaat bagi mustahiq. Oleh karena itu, penting untuk memahami berbagai pandangan fikih mengenai hal ini agar umat Islam dapat menjalankan kewajiban zakat fitrah dengan lebih bijak.

    Mazhab Syafi’i mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok. Imam Syafi’i dalam Al-Majmu’ Syarh Al-Muhadzdzab menegaskan bahwa zakat fitrah tidak boleh diganti dengan uang, karena tidak sesuai dengan sunnah Rasulullah

    Pendapat ini didasarkan pada hadis yang diriwayatkan oleh Ibnu Umar:

    فَرَضَ رَسُولُ اللَّهِ ﷺ زَكَاةَ الفِطْرِ صَاعًا مِنْ تَمْرٍ، أَوْ صَاعًا مِنْ شَعِيرٍ، عَلَى العَبْدِ وَالحُرِّ، وَالذَّكَرِ وَالأُنْثَى، وَالصَّغِيرِ وَالكَبِيرِ مِنَ المُسْلِمِينَ، وَأَمَرَ بِهَا أَنْ تُؤَدَّى قَبْلَ خُرُوجِ النَّاسِ إِلَى الصَّلَاةِ

    Artinya: “Rasulullah SAW mewajibkan zakat fitrah satu sha’ kurma atau satu sha’ gandum atas setiap Muslim, baik budak maupun merdeka, laki-laki maupun perempuan, kecil maupun besar, dan beliau memerintahkan agar ditunaikan sebelum orang-orang keluar untuk salat (Idulfitri).” (HR. Bukhari dan Muslim)

    Hadis ini menjadi dasar bagi mazhab Syafi’i untuk menegaskan bahwa zakat fitrah harus diberikan dalam bentuk makanan pokok yang umum dikonsumsi di masyarakat setempat, seperti beras di Indonesia. Dalam pandangan mereka, pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang tidak diperbolehkan karena dianggap menyelisihi praktik yang dicontohkan Rasulullah SAW.

    Sebaliknya, mazhab Hanafi membolehkan pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang. Imam Abu Hanifah berpendapat bahwa tujuan utama zakat fitrah adalah mencukupi kebutuhan mustahiq pada hari raya. Oleh karena itu, memberikan uang kepada mereka dianggap lebih bermanfaat karena dapat digunakan untuk memenuhi kebutuhan lain yang lebih mendesak, seperti pakaian, obat-obatan, atau kebutuhan rumah tangga lainnya.

    Pandangan mazhab Hanafi ini juga didukung oleh sebagian ulama kontemporer yang melihat bahwa kondisi masyarakat modern sudah berbeda dibandingkan masa Rasulullah SAW. Di zaman sekarang, banyak orang yang lebih membutuhkan uang dibandingkan makanan pokok, sehingga pemberian zakat fitrah dalam bentuk uang dapat lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan mereka.

    Pandangan Gus Baha: Fleksibilitas dalam Berzakat

    Gus Baha, seorang ulama kontemporer yang dikenal dengan pemikirannya yang moderat dan fleksibel, menekankan pentingnya maslahat bagi penerima zakat. Menurutnya, dalam kondisi tertentu, uang lebih bermanfaat dibandingkan beras. Sebab, sebagian besar mustahiq mungkin sudah memiliki beras tetapi membutuhkan uang untuk kebutuhan lain. Oleh karena itu, memberikan uang dalam jumlah yang setara atau lebih dari harga beras menjadi solusi yang lebih praktis.

    Gus Baha juga menekankan bahwa esensi dari zakat fitrah adalah membantu fakir miskin agar mereka dapat merayakan Idulfitri dengan layak. Jika tujuan tersebut bisa tercapai dengan lebih baik melalui pemberian uang, maka hal itu tidak bertentangan dengan semangat zakat fitrah itu sendiri. Pendekatan fleksibel ini juga relevan dengan realitas kehidupan masyarakat modern yang semakin kompleks.

    Keputusan Lembaga Bahtsul Masail PBNU

    Lembaga Bahtsul Masail PBNU telah membahas kebolehan zakat fitrah dalam bentuk uang dengan beberapa pertimbangan:

    Tujuan zakat fitrah adalah memastikan penerima dapat merayakan Idul Fitri dengan layak.Sebagian ulama membolehkan zakat dalam bentuk uang selama tidak bertentangan dengan ijma’ ulama.Jika terjadi perbedaan pendapat, maka maslahat penerima zakat menjadi prioritas utama.Dengan pertimbangan ini, PBNU membolehkan zakat fitrah dalam bentuk uang dengan nominal setara dengan harga 2,7 kg hingga 3 kg beras. Keputusan ini memberikan keleluasaan bagi masyarakat untuk memilih bentuk zakat yang paling sesuai dengan kebutuhan mustahiq, tanpa meninggalkan prinsip-prinsip dasar dalam fikih.Praktik di Masyarakat dan Tantangan Sosialisasi

    Di Indonesia, mayoritas masyarakat masih mengikuti mazhab Syafi’i yang mengutamakan beras sebagai zakat fitrah. Namun, dalam praktiknya, banyak yang memilih membayar dengan uang. Hal ini menunjukkan perlunya edukasi agar masyarakat memahami dasar hukum di balik setiap keputusan.

    Sebagai solusi, beberapa pesantren, seperti Sirojuth Tholibin Grobogan, menerapkan konsep ‘melalui uang’, yakni zakat tetap diberikan dalam bentuk beras, tetapi bisa dibeli menggunakan uang agar tetap sesuai dengan mazhab Syafi’i. Metode ini memungkinkan masyarakat tetap menjalankan ketentuan mazhab yang mereka anut, sekaligus memberikan fleksibilitas bagi mustahiq dalam memanfaatkan zakat fitrah yang diterima.

    Selain itu, tantangan utama dalam sosialisasi pembayaran zakat fitrah dalam bentuk uang adalah adanya persepsi bahwa hanya bentuk beras yang sah dalam mazhab Syafi’i. Oleh karena itu, diperlukan pendekatan yang bijak dalam menyampaikan fatwa dan pandangan ulama, agar tidak menimbulkan kebingungan atau perpecahan di tengah masyarakat.

    Gus Baha juga memberikan solusi berdasarkan pengalamannya dengan mengatakan bahwa beliau selalu melebihkan jumlah beras yang diberikan sebagai zakat, misalnya dari 2,5 kg menjadi 3 kg atau bahkan 5 kg, untuk memastikan penerima mendapatkan manfaat yang lebih optimal. “Jadi, saya tetap manut kepada Imam Syafi’i tapi realistis. Karena kebanyakan orang lebih membutuhkan uang,” jelasnya.

    Kesimpulan

    Polemik zakat fitrah antara beras dan uang merupakan bagian dari kekayaan khazanah fikih Islam. Mazhab Syafi’i mewajibkan zakat fitrah dalam bentuk makanan pokok, sedangkan mazhab Hanafi membolehkan pembayaran dalam bentuk uang. Pendapat fleksibel dari Gus Baha dan PBNU menunjukkan bahwa maslahat penerima harus menjadi pertimbangan utama dalam menentukan bentuk zakat yang diberikan.

    Dalam konteks masyarakat modern, kebutuhan mustahiq semakin beragam dan tidak hanya terbatas pada makanan pokok. Oleh karena itu, kebolehan membayar zakat fitrah dalam bentuk uang dapat menjadi solusi yang lebih efektif dalam memenuhi kebutuhan mereka. Namun, bagi mereka yang ingin tetap mengikuti ketentuan mazhab Syafi’i, memberikan zakat fitrah dalam bentuk beras tetap merupakan pilihan utama yang sah.

    Sebagai bentuk kompromi antara kedua pendapat, kita dapat tetap mengikuti mazhab Syafi’i dengan menunaikan zakat fitrah dalam bentuk beras, tetapi dengan menambah sedikit dari batas takaran sebagai bentuk kehati-hatian. Alternatif lainnya adalah tetap memberikan beras sesuai ketentuan mazhab Syafi’i, lalu menambahkan uang kepada mustahiq sebagai sedekah tambahan. Dengan demikian, zakat fitrah tetap tertunaikan sesuai tuntunan fikih, sekaligus memberikan manfaat lebih kepada penerima.

    Sebagai umat Islam, memahami berbagai sudut pandang dalam fikih memungkinkan kita untuk beramal lebih bijak sesuai kebutuhan masyarakat. Dengan begitu, esensi zakat fitrah sebagai sarana berbagi kebahagiaan di hari raya dapat tercapai secara optimal tanpa menghilangkan nilai-nilai syariat yang mendasarinya.

    Penulis adalah mahasiswa Pendidikan Kader Ulama Masjid Istiqlal (PKUMI)

  • Dianggap “Flexing”, Ini Penjelasan Gus Iqdam

    Dianggap “Flexing”, Ini Penjelasan Gus Iqdam

    Blitar (beritajatim.com) – Kiai muda Nahdlatul Ulama (NU) asal Blitar, Muhammad Iqdam Kholid atau Gus Iqdam menjadi sorotan publik. Gus Iqdam dianggap Flexing atau pamer kemewahan dunia oleh netizen.

    Anggapan itu muncul setelah Gus Iqdam mengendarai mobil GMC di sebuah acara pengajian di Pacitan pada 28 Januari 2025 lalu. Dalam video yang diupload oleh akun Smpanturanews itu terlihat Gus Iqdam mengendarai mobil senilai Rp.4,5 miliar itu dengan pengawalan ketat dari anggota kepolisian.

    Sontak apa yang dilakukan Gus Iqdam itu pun menjadi sorotan netizen. Tidak sedikit dari netizen yang menganggap Gus Iqdam Flexing atau pamer kemewahan duniawi. “Yang tidak mewah-mewahan cuma Gus Baha,” tulis akun Omahmanies.

    Terkait hal itu, pengurus Pondok Pesantren Sabilu Taubah asuhan Gus Iqdam pun angkat bicara. Menurut salah satu pengurus pondok pesantren Sabilu Taubah, mobil GMC itu merupakan milik rekan dari Gus Iqdam.

    “Itu (mobil) punya temannya Gus Iqdam. Gus Iqdam dipinjami, disuruh bawa. Kalau masalah plat, itu sebenarnya itu sudah diproses ternyata sudah ada yang pakai. Sebelumnya itu sudah konfirmasi, kalau plat itu belum dipakai katanya disana. Terus ternyata pas sudah kepakai, nah kita nggak tau. Nah ini sudah di push lagi untuk perpindahan platnya,” kata Ilham Jebor, Pengurus Ponpes Sabilu Taubah.

    Jebor menegaskan bahwa mobil senilai Rp.4,5 miliar itu bukan milik Gus Iqdam. Meski begitu Jebor tidak tahu siapa yang meminjamkan mobil mewah buatan Amerika Serikat itu. “Bukan (milik Gus Iqdam secara pribadi). Do’akan saja Gus Iqdam bisa beli yang kaya gitu. Temannya yang minjemin, kurang tahu saya orangnya yang mana (siapa?), jamaah katanya,” imbuhnya.

    Selain disorot soal harga, mobil yang dikenakan Gus Iqdam itu juga menyita perhatian lantaran nomor polisinya. Banyak netizen yang menduga plat nomor polisi kendaraan itu palsu.

    Namun hal itu dibantah oleh pengurus Sabilu Taubah. Pengurus pondok pesantren Sabilu Taubah pun menjelaskan sejatinya soal nopol tersebut. “Sebenarnya plat itu belum dipakai katanya, disana. Terus kata orangnya nunggu proses faktur dll, ternyata sudah dipakai orang,” tegasnya.

    Terkait peristiwa yang menghebohkan tersebut, Gus Iqdam pun meminta maaf. Sebagai Kiai muda NU Gus Iqdam pun meminta maaf jika hal itu dianggap salah oleh masyarakat. “Iya masih sekali itu dipakai. Gus Iqdam menyikapi santai, tapi ya bilang mohon maaf kalau ada kesalahan,” tandasnya. (owi/kun)

  • Ribuan Jemaah Banjiri Masjid Istiqlal Peringati Isra Mikraj 2025 Malam Ini

    Ribuan Jemaah Banjiri Masjid Istiqlal Peringati Isra Mikraj 2025 Malam Ini

    Jakarta, Beritasatu.com – Ribuan jemaah membanjiri Masjid Istiqlal, Jakarta Pusat, dalam rangka memperingati Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW 1446 Hijriah, Senin (27/1/2025) malam. Kegiatan ini berlangsung khidmat.

    Pantauan Beritasatu.com, jemaah yang hadir rata-rata mengenakan pakaian serbaputih. Mereka mengisi empat dari lima lantai yang tersedia di Masjid Istiqlal.

    Tablig akbar peringatan Isra Mikraj itu dijadwalkan mulai pukul 19.30 WIB. Para habaib dan ulama ternama Indonesia hadir dalam kegiatan tersebut, termasuk Menteri Agama (Menag), Nasaruddin Umar.

    Salah satu tokoh yang dijadwalkan datang di antaranya ada Kiai Bahauddin Nursalim atau Gus Baha. Selain itu ada juga dari kalangan habaib seperti di antaranya Habib Nabiel Almusawa, Alhabib Abdullah bin Jafar Assegaf dan lainnya.

    Adapun acara peringatan Isra Mikraj dimulai dengan penampilan hadrah yang dilanjutkan pembacaan ayat suci Al-Qur’an sebagai pembuka. Setelah jeda salat Isya, jemaah yang hadir bersama-sama membaca surat Yasin lalu berselawat.

    Sebelumnya, peringatan Isra Mikraj juga sudah digelar siang tadi pukul 13.00 WIB di Masjid Istiqlal. Menag Nasaruddin Umar ikut hadir.

    Tidak hanya itu tokoh-tokoh muslim lainnya juga ikut datang. Tokoh-tokoh yang dimaksud adalah Habib Husein bin Ja’far Alhadar serta Quraish Shihab.

    Peringatan Isra Mikraj menjadi momen sakral bagi umat muslim. Sebab, Isra Mikraj merupakan perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam menerima perintah salat lima waktu.

  • Peringatan Isra Mikraj di Masjid Istiqlal Senin Malam Diperkirakan Dihadiri 15.000 Jemaah

    Peringatan Isra Mikraj di Masjid Istiqlal Senin Malam Diperkirakan Dihadiri 15.000 Jemaah

    Jakarta, Beritasatu.com – Peringatan Isra Mkiraj 1446 H di Masjid Istiqlal, Jakarta, pada Senin (27/1/2025) malam diprediksi akan dihadiri lebih dari 15.000 jemaah. Acara yang diselenggarakan oleh Majelis Rasulullah ini akan menghadirkan sejumlah ulama dan habaib terkemuka.

    “Biasanya jumlah jemaahnya sekitar 15.000-an,” ujar Abu Hurairah, pengurus Masjid Istiqlal kepada Beritasatu.com, Senin (27/1/2025).

    Agenda bertajuk “Tabligh Akbar Isra Mikraj Nabi Muhammad SAW” ini dijadwalkan dimulai pukul 19.30 WIB. Salah satu ulama yang akan hadir adalah Kiyai Bahauddin Nursalim, atau yang akrab dikenal dengan Gus Baha.

    Sebelumnya, peringatan Isra Mikraj di Masjid Istiqlal telah dimulai sejak pukul 13.00 WIB pada hari yang sama. Menteri Agama Nasaruddin Umar turut menghadiri acara tersebut bersama tokoh-tokoh muslim lainnya, seperti Habib Husein bin Ja’far Alhadar dan Quraish Shihab.

    Isra Mikraj sendiri merupakan momen sakral bagi umat Islam yang memperingati perjalanan Nabi Muhammad SAW dalam menerima perintah salat lima waktu, yang menjadi inti dari ibadah umat muslim.

  • Ustaz Adi Hidayat Beri Dalil soal Tarif Pendakwah, Netizen Pernah Singgung Gus Miftah: 75Juta/1,5Jam

    Ustaz Adi Hidayat Beri Dalil soal Tarif Pendakwah, Netizen Pernah Singgung Gus Miftah: 75Juta/1,5Jam

    TRIBUNJAKARTA.COM -Tarif penceramah menjadi bahasan Ustaz Adi Hidayat kala berbicara tentang fenomena Gus Miftah.

    Seperti diketahui, belakangan Gus Miftah viral karena mengolok-olok seorang pedagang es teh, Sunhaji, saat pengajian.

    Hal itu membuat Gus Miftah ramai dihujat masyarakat, utamanya melalui media sosial.

    Gus Miftah sampai mundur dari jabatannya sebagai Utusan Khusus Presiden Bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.

    Pada saat ramai hujatan, ada juga netizen yang mengungkap tarif ceramah Gus Miftah.

    Netizen X yang juga pegiat media sosial, Rumail Abbas (@Stakof), membocorkan tarif Gus Miftah per 1,5 jam.

    Dalam cuitannya pada Selasa (3/12/2024), menyebut Gus Miftah memasang tarif Rp 75 juta.

    “Tarif “Gus Kacamata Hitam” itu…

    75juta/1,5jam

    Saya pernah dengar dari panitia pengajian Gus Baha, amplop yang diberikan ke Gus asal Kragan, Rembang ini hanya dia isi… 2juta

    Sudah ada kitab, penjelasannya bersanad, gak mau dijemput, dan ngajinya tahqiq.

    Beda ya,” cuit @Stakof.

    Menurut akun centang biru itu juga, tarif Gus Miftah Rp 75 juta belum termasuk akomodasi dan transportasi.

    “Oiya, 75juta/1,5jam itu belum termasuk…

    – Hotel

    – Transportasi

    – Makan

    – Akomodasi Pendherek

    – Riders yang mungkin perlu disiapkan,” lanjut cuitnya pada hari yang sama.

    Rumail Abbas juga meyakinkan bahwa dia saksi mata soal tarif itu ketika ada Pengurus Cabang Nahdlatul Ulama (PCNU) satu daerah hendak mengundang Gus Miftah.

    “Untuk GM, saya saksi mata kala ada konco di PCNU kabupaten X mau ngundang. Untuk Gus Baha, itu tim @gayengco
     jadi saksinya. Informasi ini valid,” cuitnya.

    Cuitan Rumail Abbas soal tarif ceramah Gus Miftah.

    Komentar Ustaz Adi Hidayat

    Adi Hidayat melihat fenomena Gus Miftah dan Sunhaji sebagai sarana untuk mengambil pelajaran.

    Dengan senyum dan nada yang lembut, Adi Hidayat pun memberikan tangapannya.

    “Tentu ini yang menjadi pelajaran untuk kita semua, bagi saya pribadi, dan kita semua betapa Allah SWT senantiasa bersikap adil memberikan rahmat yang luar biasa memberikan jalan kepada setiap hamba untuk menjadi lebih baik tentunya sebelum kita kembali kepada Allah subhanahu wa taala,” kata Adi Hidayat berbicara di channel Youtubenya, Adi Hidayat Official, Kamis (12/12/2024).

    Untuk Unhaji, Adi Hidayat melihat betapa Allah SWT bisa mengangkat kemuliaan seseorang dengan cara tak biasa.

    “Bapak yang viral dengan ikhtiarnya dengan jualannya Allah angkat kemuliaannya dengan cara yang berbeda dengan cara yang tidak biasa. Rezekinya juga bertambah dengan cara yang tidak biasa, tentu ini pun harus dijaga dengan lebih meningkatkan ketaatan dan ketakwaan pada Allah SWT,” kata Adi Hidayat.

    Untuk Gus Miftah, Adi Hidayat mengambil pelajaran tentang betapa Allah SWT menyayangi umatnya, sehingga diberi jalan untuk berubah.

    “Sisi lain, sosok lain yang juga viral, juga dengan kasih sayang Allah diberikan jalan untuk bisa menjadi lebih baik, untuk bisa mengoreksi dan ini pun menjadi pesan bagi kita-kita yang berceramah, memberikan tausiah, pun demikian para ulama, para kiai, siapun kembali memendomani aturan-aturan dalam mendakwahi mendampingi umat pada segala hal yang baik dengan cara yang baik.”

    “Menjauhi sifat materialistik kemudian juga menutur kata yang baik menjaga kata-kata gitu,” kata Adi Hidayat sambil tersenyum.

    Sebagai sesama penceramah, Adi Hidayat mengutip Surat Al Mudatsir ayat 1-6 sebagai pedoman berdakwah.

    Di dalamnya terdapat cara berpakaian, bertutur kata hingga soal tarif.

    “Cukuplah ayat 1 sampai 6 Al Mudatsir itu jadi pedoman kita dalam berdakwah untuk semuanya.”

    “Tampil dengan tampilan yang yang baik. performance yang baik sehingga tidak menimbulkan keprihatinan dari audiens dari masyarakat.”

    “Seperti pakaiannya bersih lisannya juga mesti bersih kata-katanya juga mesti mesti baik sehingga ilmu amal dan akhlak beriringan bersamaan.”

    “Jangan pernah ada motivasi untuk mengharapkan materi-materi yang dinilai harus lebih dibandingkan dengan dengan apa yang diberikan ya bahasa sekarang mungkin pasang tarif dan sebagainya itu
    ketentuan yang sangat standar sangat baku di luar ayat-ayat yang lain,” paparnya.

    Adi Hidayat juga membuka kesempatan kepada siapapun yang mendengar ceramahnya untuk memberi masukan.

    Ia juga menutup videonya dengan permintaan maaf.

    “Melalui video dan kolom ini teman-teman bisa memberikan masukan, kalau ada yang kurang tepat, kurang baik, cara yang tidak elok, tidak elegan, silakan dengan senang hati disampaikan. Dengan segala kerendahan hati saya memohon maaf bila ada hal-hal yang kurang berkenan sekaligus memohon kepada Allah untuk senantiasa dipandu diberikan hidayah untuk menjadi lebih baik sehingga meringankan hisab saat kembali kepadanya,” tutupnya.

    Akses TribunJakarta.com di Google News atau WhatsApp Channel TribunJakarta.com. Pastikan Tribunners sudah install aplikasi WhatsApp ya

  • Beda dari yang lain, ternyata ini adalah penyebab Gus Baha tidak mau diundang di publik!

    Beda dari yang lain, ternyata ini adalah penyebab Gus Baha tidak mau diundang di publik!

    GELORA.CO – Belum lama ini warganet dihebohkan dengan sebuah perlakukan kasar Gus Muftah kepada seorang penjual es teh yang sedang berkeliling di pengajiannya.

    Atas perlakuan kasar tersebut, Gus Miftah ramai dikecam oleh publik hingga ia mundur sebagai Utusan Khusus Presiden.

    Warganet pun ramai-ramai membandingkan Gus Miftah dan Gus Baha yang sama-sama seorang pendakwah dari Jawa dan sama-sama di panggil Gus, sayangnya Gus Baha seringkali tidak mau diundang publik untuk mengisi kajian.

    Gus Baha benar-benar tidak seperti Gus yang lain, ceramah atau kajian dari Gus Baha tidak bisa kita temukan dimana-mana.

    Akses untuk bisa menemukan ceramah Gus Baha sangat sedikit, maka dari itu warganet membandingkan Gus Baha dan Gus Miftah.

    Yang mana Gus Miftah sering berlalu-lalang dimanapun, di layar kaca maupun di pengajian-pengajian tertentu sangat mudah menemukan Gus MIftah.

    Lalu mengapa sebenarnya Gus Baha sangat susah ditemui dan tidak mau diundang oleh jamaahnya?

    Dilansir dari akun Tiktok @nasehat_dakwah01 pada tanggal 9 Desember 2024, simak ulasan tentang alasan Gus Baha tidak mau diundang oleh Publik.

    KH. Ahmad Bahauddin Nursalim atau yang biasa dikenal dengan Gus Baha merupakan penceramah asal Rembang, Jawa Tengah.

    Gus Baha sangat terkenal sebagai salah satu ulama yang terkenal sebagai seorang ahli tafsir yang memiliki pengetahuan mendalam seputar Al-Qur’an,

    Sayangnya, Gus Baha merupakan sosok yang sangat tertutup dan seringkali enggan ketika diminta untuk mengisi kajian.

    Dalam sebuah cuplikan video saat Gus Baha mengisi sebuah acara pengajian, Gus Baha mengungkapkan alasannya jarang sekali muncul di publik.

    “Saya ini nggak tahu harus Istigfar atau syukur, karena kenapa saya berpikir ini istigfar atau syukur karena termasuk yang paling saya hindari acara seperti ini (acara pengajian)” ujar Gus Baha.

    Ia melanjutkan “Cuma ada dua persen pengecualian yaitu Guru, Keluarga, (dan) temannya Bapak, nah ini Gus Ali termasuk kategori temannya Bapak”

    Gus Baha menyampaikan bahwa dirinya cukup pilih-pilih bahkan gampang tidak menyetujui ketika diundang oleh publik.

    “Alasannya adalah satu mungkin nggak bakat ya nggak bakat dan nggak ingin, dua saya nggak punya kemampuan untuk menjelaskan kontruksi Islam secara utuh” jelas Gus Baha.

    Gus Baha mengatakan bahwa ia mempunyai keyakinan bahwa mengaji itu harus khatam tanpa kurang sedikitpun.

    Hal ini karena Gus Baha merasa “trauma” ketika harus mengisi kajian atau mengaji harus mempertanggung jawabkan yang akan datang.

    Gus Baha tidak mau semua menjadi setengah-setengah karena percuma saja jika ia tidak menyampaikan ilmunya secara utuh.

    Mungkin hal itulah yang membuat publik merasa bahwa Gus Baha adalah sosok pendakwah yang sesuai dengan kaidah agama Islam.

    Ia tak banyak membahas hal diluar konteks dan masih bercanda sesuai dengan adab untuk tidak menyakiti orang lain dengan ucapannya.***