Tag: Agus Rahardjo

  • 7
                    
                        KPK Sebut Telah Hentikan Penyelidikan Kasus Lahan RS Sumber Waras Sejak 2023
                        Nasional

    7 KPK Sebut Telah Hentikan Penyelidikan Kasus Lahan RS Sumber Waras Sejak 2023 Nasional

    KPK Sebut Telah Hentikan Penyelidikan Kasus Lahan RS Sumber Waras Sejak 2023
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menghentikan penyelidikan kasus dugaan korupsi pembelian lahan milik Rumah Sakit (RS) Sumber Waras. Penghentian dilakukan sejak tahun 2023, karena kurangnya alat bukti untuk meningkatkan statusnya ke tahap penyidikan.
    Direktur Koordinasi dan Supervisi Wilayah II KPK Bahtiar Ujang Purnama menyampaikan itu usai menerima audiensi Gubernur Jakarta Pramono Anung, di Gedung Merah Putih, Jakarta, Kamis (16/10/2025).
    “KPK memutuskan bahwa bukti-bukti yang ada belum mencukupi untuk dilakukan langkah penyelidikan sehingga di dalam ranah penyelidikan, KPK pada tahun 2023 telah menghentikan terhadap penyelidikan perkara tersebut,” kata Bahtiar.
    Di dalam pertemuan, Pramono telah meminta pendampingan KPK karena rencananya di atas lahan tersebut akan didirikan rumah sakit tipe A.
    “Kami dari KPK terutama dari Kedeputian Koordinasi dan Supervisi akan terus memberikan pendampingan di dalam rangkaian kegiatan tersebut sehingga dapat bermanfaat buat masyarakat dan tidak terkendala dengan permasalahan hukum yang lainnya,” ujarnya.
    Pramono mengatakan, Pemprov DKI telah menindaklanjuti temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) terkait lahan di RS Sumber Waras. 
    Dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP) yang sudah naik dua kali lipat dari harga pembelian pada 2014, menurut Pramono, opsi penjualan tak lagi memungkinkan.
    “Sehingga dengan demikian kami memutuskan dan kami berkonsultasi dengan KPK agar tanah tersebut bisa dimanfaatkan untuk rumah sakit,” ujar Pramono.
    KPK pun menyambut baik usulan Pemprov DKI dan akan memberikan pendampingan di dalam proses pemanfaatan lahan, sehingga tidak memunculkan persoalan hukum pada kemudian hari.
    Selain RS Sumber Waras, Pramono juga menyampaikan rencana pembersihan tiang-tiang monorel yang berada di sepanjang Jalan Rasuna Said.
    Dia mengatakan, apabila permasalahan hukum terkait tiang-tiang monorel itu rampung, akan dilakukan pembersihan.
    “Seringkali terjadi kecelakaan, kemudian juga secara penampakan tidak baik dan seringkali menimbulkan kemacetan. Maka kami akan segera tata dan mudah-mudahan di tahun 2026 segera bisa kita mulai dan juga kita selesaikan di tahun 2026,” tuturnya.
    Lebih lanjut, Pramono mengatakan, pihaknya juga berdiskusi untuk kerja sama terkait pencegahan korupsi di Pemprov Jakarta.
    “Kami tentunya membuka diri seluas-luasnya untuk kerja sama di bidang pencegahan korupsi dan untuk itu kami akan mengadakan hal bersama misalnya dalam hal pelatihan dan sebagainya. Jadi itulah beberapa hal yang dibahas dalam pertemuan tadi,” ucap dia.
    Diketahui, Komisi Pemberantasan Korupsi tidak menemukan adanya tindak pidana dalam kasus pembelian lahan milik Rumah Sakit Sumber Waras, Jakarta Barat, oleh Pemerintah Provinsi DKI Jakarta.
    Dari hasil penyelidikan tersebut, KPK tidak meningkatkan proses hukum ke tahap penyidikan.
    “Penyidik kami tidak menemukan perbuatan melawan hukum,” kata Ketua KPK Agus Rahardjo di sela-sela rapat dengar pendapat dengan Komisi III DPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Selasa (14/6/2016).
    Empat pimpinan KPK lainnya ikut hadir dalam rapat tersebut, yakni Alexander Marwata, Saut Situmorang, Laode Muhammad Syarif, dan Basaria Panjaitan.
    Agus menjelaskan, pihaknya sudah mengundang para ahli untuk memberikan keterangan seputar kasus tersebut, di antaranya ahli dari Universitas Gadjah Mada, Universitas Indonesia, dan Masyarakat Profesi Penilai Indonesia (MAPPI).
    “Mereka menyandingkan temuan-temuan,” kata Agus.
    Hasilnya, tambah Agus, tidak ada indikasi kerugian negara dalam hasil audit Badan Pemeriksa Keuangan terkait pembelian lahan Sumber Waras.
    “Dari pendapat ahli tidak seperti itu (audit BPK). MAPPI ada selisih, tapi tidak sebesar itu. Ahli ada yang berpendapat terkait NJOP (nilai jual obyek pajak) itu harga bagus,” papar Agus.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Sudin Dukcapil Jaksel Targetkan Cetak 1,7 Juta e-KTP pada 2025, Pemerataan Pelayan Kependudukan – Page 3

    Sudin Dukcapil Jaksel Targetkan Cetak 1,7 Juta e-KTP pada 2025, Pemerataan Pelayan Kependudukan – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Suku Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil Jakarta Selatan (Sudin Dukcapil Jaksel) menargetkan mencetak 1.753.733 KTP elektronik (e-KTP) pada 2025 untuk pemerataan pelayanan kependudukan.

    “Total wajib KTP di Jakarta Selatan sebanyak 1.753.733 orang,” ujar Kepala Suku Dinas Dukcapil Jakarta Selatan Muhammad Nurrahman saat dihubungi di Jakarta, melansir Antara, Sabtu (6/9/2025).

    Nurrahman mengatakan, masih ada 13.605 warga yang belum melakukan perekaman dan 1.206 data yang belum direkap dalam perekaman.

    Saat ini, kata dia, Sudin Dukcapil Jaksel tengah membidik siswa yang sudah berusia 17 tahun dari total jumlah penduduk warga Jakarta Selatan sebanyak 2.323.644 orang.

    “Dalam proses perekaman KTP elektronik tentunya ditemukan tantangan di lapangan, seperti warga jarang hadir karena tak berdomisili di Jakarta Selatan,” ucap dia.

    “Hanya saja masih ada penduduk yang tidak berdomisili di Jakarta Selatan, baik itu di luar negeri, luar daerah maupun bersekolah di tempat lain,” sambung Nurrahman,

    Kendati demikian, lanjut dia, tantangan tersebut bisa ditemukan solusi dengan adanya program mendatangi rumah ke rumah atau jemput bola ke kediaman warga.

    “Program jemput bola ini diprioritaskan bagi warga disabilitas maupun lanjut usia yang diharapkan bisa merasakan kemudahan layanan kependudukan,” terang Nurrahman.

    Dukcapil Jaksel pun telah melakukan jemput bola perekaman e-KTP sebanyak 60 kali pada 2024. Adapun kegiatan perekaman KTP elektronik sudah dapat dimulai pada saat seseorang berusia 16 tahun.

    “Dengan begitu, saat individu berulang tahun maka dapat langsung datang ke kelurahan atau tempat perekaman awal untuk mengambil KTP tersebut,” jelas Nurrahman.

     

    Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertanyakan motif dibalik pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2014-2019, Agus Rahardjo yang menyebut dirinya meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan. Jokowi pun…

  • Top 3 News: Penampakan Terbaru Setya Novanto saat Bebas dari Lapas Sukamiskin – Page 3

    Top 3 News: Penampakan Terbaru Setya Novanto saat Bebas dari Lapas Sukamiskin – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wajah eks Ketua DPR, Setya Novanto, berseri-seri. Dia berdiri di Bapas Kelas 1 Bandung sambil menerima map berisi dokumen-dokumen. Itulah top 3 news hari ini.

    Foto itu diambil saat proses serah terima Setya Novanto dari Lapas Sukamiskin kepada Balai Pemasyarakatan Bandung.

    Ya, tepat sehari menjelang perayaan HUT RI ke-80, Setya Novanto akhirnya menghirup udara kebebasan. Dia keluar dari Lapas Sukamiskin, Bandung, melalui program pembebasan bersyarat. Hal itu dibenarkan oleh Kalapas Sukamiskin Fajar Nur Cahyono.

    Sementara itu, sejumlah artis papan atas turut menghadiri upacara Detik-detik Proklamasi Kemerdekaan RI di halaman Istana Merdeka Jakarta, Minggu 17 Agustus 2025

    Dari pantauan, mereka mulai berdatangan sejak pukul 07.35 WIB dengan mengenakan baju adat Nusantara.

    Pasangan Raffi Ahmad dan Nagita Slavina tampil kompak memakai busana adat Jawa. Raffi mengenakan beskap hitam, sementara Nagita memilih kebaya putih sederhana.

    Berita terpopuler lainnya di kanal News Liputan6.com adalah terkait Wakil Presiden (Wapres) Gibran Rakabuming Raka bersama istri, Selvi Gibran Rakabuming menghadiri Upacara Peringatan Hari Ulang Tahun ke-80 Republik Indonesia (HUT ke-80 RI) di Halaman Istana Merdeka, Jakarta, Minggu 17 Agustus 2025.

    Pada momentum tahun ini, Wapres Gibran mengenakan busana adat Kerawang Gayo. Diketahui, pilihan busana ini tidak semata-mata untuk penampilan seremonial, melainkan sarat dengan nilai filosofis yang mendalam.

    Selain itu, tampak keserasian dari teluk belanga hitam yang dikenakan Gibran, dipadu dengan kain songket merah-emas-hitam yang melingkar sebagai ikat pinggang, serta penutup kepala adat yang kian menegaskan wibawa dan kharisma.

    Berikut deretan berita terpopuler di kanal News Liputan6.com sepanjang Minggu 17 Agustus 2025:

    Presiden Joko Widodo atau Jokowi mempertanyakan motif dibalik pengakuan mantan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) periode 2014-2019, Agus Rahardjo yang menyebut dirinya meminta agar kasus e-KTP yang menjerat Setya Novanto dihentikan. Jokowi pun…

  • 2
                    
                        Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun
                        Nasional

    2 Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun Nasional

    Siapa Saut Situmorang? Sosok yang Jatuh di Pelukan Anies Usai Tom Lembong Divonis 4,5 Tahun
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Separuh wajah mantan Wakil Ketua Komisi Pemberantasan
    Korupsi
    (
    KPK
    )
    Saut Situmorang
    terbenam di pundak
    Anies Baswedan
    usai Thomas Trikasih Lembong alias
    Tom Lembong
    divonis 4,5 tahun penjara.
    Tom yang pernah menjabat Menteri Perdagangan (Mendag) 2015-2016 divonis bersalah dalam kasus dugaan
    korupsi
    importasi gula pada Jumat (18/7/2025).
    Pada persidangan sebelumnya, saat Tom membacakan nota pembelaan, Saut juga hadir bersama tokoh-tokoh lain.
    Meski tak kebagian kursi, Saut tetap berdiri menunggu persidangan Tom.
    Lantas, siapakah Saut, pegiat antikorupsi yang membela Tom?
    Saut merupakan mantan Wakil Ketua KPK yang menjabat pada 2015-2019 mendampingi Agus Rahardjo.
    Berbeda dengan Agus yang berangkat dari Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP), Saut memiliki latar belakang intelijen.
    Mengutip Tribunnews.com, Saut merupakan mahasiswa jurusan Fisika di Universitas Padjajaran Bandung, Jawa Barat.
    Ia lalu meneruskan studinya dengan memilih magister manajemen di Universitas Krisnadwipayana dan program doktoralnya di Universitas Pendidikan Indonesia (UPI).
    Saut pernah menjabat Sekretaris III Kedutaan Besar Republik Indonesia (KBRI) Singapura pada 1997-2001.
    Saut bergabung dengan Badan Intelijen Negara (BIN) dan pernah menjabat Direktur Monitoring dan Surveillance.
    Ia juga tercatat pernah menjabat staf ahli Kepala BIN. Saut juga menjadi dosen di Sekolah Tinggi Intelijen Negara (STIN).
    Pada masa kepemimpinannya di KPK, Saut ikut menangani kasus besar. Di antaranya adalah korupsi pengadaan e-KTP.
    Kasus itu menyeret Ketua DPR RI sekaligus Ketua Partai Golkar, Setya Novanto, ke dalam bui.
    Tindakan KPK mengusut kasus rasuah itu membuat Presiden RI Ke-7 Joko Widodo (Jokowi) berang. Agus dipanggil Jokowi dan diminta menghentikan kasus e-KTP.
    Namun, permintaan itu tidak bisa dipenuhi karena Surat Perintah Dimulainya Penyidikan (Sprindik) sudah terbit.
    Saut menjadi sosok yang mendengar langsung cerita itu dari Agus.
    “Aku jujur aku ingat benar Pak Agus bilang, ‘Pak Saut, kemarin (3 minggu setelah Setnov tersangka), saya dimarahi (presiden), ‘hentikan’ kalimatnya begitu,” kata Saut saat dihubungi, Jumat (1/12/2023).
    Sekitar satu bulan sebelum masa jabatannya berakhir, Saut Situmorang memutuskan mundur dari KPK.
    Saat itu, ia termasuk orang-orang yang kecewa dengan keputusan pemerintah dan DPR RI merevisi Undang-Undang KPK.
    Saut juga kecewa dengan pimpinan KPK 2019-2024 yang dipilih DPR RI dengan hasil Firli Bahuri sebagai ketua lembaga antirasuah.
    Melalui pesan surel, Saut menyampaikan permintaan maafnya kepada Agus dan Wakil Ketua KPK lainnya, yakni Alexander Marwata, Laode M Syarif, dan Basaria Panjaitan.
    Saut juga meminta maaf kepada para staf dan pegawai KPK.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Kasus PLTU Cirebon Belum Selesai, KPK Kejar Petinggi Hyundai Hingga ke Korea Selatan

    Kasus PLTU Cirebon Belum Selesai, KPK Kejar Petinggi Hyundai Hingga ke Korea Selatan

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terus melanjutkan penyidikan perkara suap mantan Bupati Cirebon Sunjaya Purwadisastra yang berkaitan dengan izin pembangunan PT Cirebon Energi Prasarana PLTU 2. 

    Lembaga antirasuah mengejar tersangka asal Korea Selatan, Herry Jung, yang merupakan General Manager (GM) Hyundai Engineering Construction (HDEC). Herry saat ini masih belum dibawa ke proses hukum di Indonesia. 

    Pada Jumat (2/5/2025), KPK memanggil dua orang saksi terkait dengan kasus tersebut. Mereka adalah mantan Presiden Direktur PT Cirebon Energi Prasarana Heru Dewanto dan mantan Direktur Corporate Affair PT Cirebon Energi Prasarana Teguh Haryono. Keduanya diperiksa sebagai saksi untuk tersangka Herry Jung (HJ). 

    Anggota Tim Juru Bicara KPK Budi Prasetyo menjelaskan, lembaganya masih mengusut peran Herry sebagai tersangka lantaran yang bersangkutan berada di Korea Selatan. Keberadaannya serta sejumlah saksi terkait yang berada di luar wilayah yurisdiksi KPK membuat lembaga antirasuah harus bekerja ekstra. 

    “Karena KPK juga tentu harus menunggu izin untuk bisa melakukan pemeriksaan kepada para saksi dari warga negara Korea, di mana pemeriksaan itu juga dilakukan di wilayah yuridiksi Korea,” jelas Budi kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (5/5/2025).

    Oleh sebab itu, Budi menyebut tim penyidik KPK membutuhkan waktu untuk melakukan pemeriksaan terhadap para pihak-pihak bersangkutan. Namun, demikian, dia menyatakan lembaganya berkomitmen dalam menuntaskan perkara yang sudah diusut sejak pimpinan era Agus Rahardjo dkk. 

    Di sisi lain, Budi tidak menutup kemungkinan masih ada pihak lain yang bakal dimintai pertanggungjawaban secara pidana. Baik dari sisi penyelenggara negara, maupun swasta di Indonesia maupun Korea Selatan. 

    Adapun untuk memeriksa pihak-pihak yang berada di Korea Selatan, KPK telah memiliki mutual legal assistance (MLA) bersama dengan pihak penegak hukum di Negeri Ginseng tersebut. Kerja sama dilakukan juga melalui Kementerian Hukum. 

    “KPK intens berkoordinasi dengan pihak aparat penegak hukum di Korea Selatan ya melalui Kemenkum, Ministry of Justice di Korea Selatan, ini sebagai bentuk komitmen internasional, untuk sama-sama dalam upaya pemerantasan korupsi,” terang Budi. 

    Berdasarkan pemberitaan Bisnis sebelumnya, Herry Jung diduga menyuap Sunjaya sebesar Rp6,04 miliar dari janji awal Rp10 miliar. Suap ini terkait dengan perizinan PT Cirebon Energi Prasarana yang menggarap PLTU 2 di Kabupaten Cirebon. Diduga sumber uang suap itu bukan berasal dari kantong pribadi Herry Jung selaku GM HDEC.

    “Tersangka SUN [Sunjaya] menerima hadiah atau janji terkait perizinan PLTU 2 di Kabupaten Cirebon sebesar Rp6,04 miliar,” kata Wakil Ketua KPK Laode M. Syarif dalam konferensi pers, sebagaimana dilaporkan Bisnis pada Jumat (4/10/2019).

  • Diperiksa KPK, Febri Diansyah Akui jadi Pengacara Hasto Kristiyanto

    Diperiksa KPK, Febri Diansyah Akui jadi Pengacara Hasto Kristiyanto

    Bisnis.com, JAKARTA — Advokat sekaligus mantan juru bicara Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Febri Diansyah selesai diperiksa oleh penyidik KPK terkait dengan kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024, Senin (14/4/2025). 

    Berdasarkan pantauan Bisnis, Febri menjalani pemeriksaan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, selama lebih dari 7 jam. Dia terpantau keluar dari ruang pemeriksaan di lantai 2 Gedung KPK sekitar pukul 17.20 WIB. 

    Febri mengaku dipanggil oleh penyidik KPK sebagai saksi untuk tersangka Harun Masiku dan Donny Tri Istiqomah. Namun, dia menyatakan bahwa pertanyaan yang diberikan tim penyidik seputar kapasitasnya sebagai penasihat hukum Sekjen PDI Perjuangan (PDIP) Hasto Kristiyanto, yang juga terjerat dalam kasus suap tersebut. 

    “Kenapa saya sampaikan begitu? Karena tadi pertanyaan-pertanyaannya terkait dengan sejak kapan saya masuk di tim penasihat hukum dan bagaimana prosesnya. Saya tadi juga bawa copy surat kuasa khusus untuk proses persidangan pada perkara No. 36 yang sekarang sedang berjalan dan kemudian itu saya perlihatkan,” ujarnya kepada wartawan di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Senin (14/4/2025). 

    Febri lalu mengaku sempat menyampaikan salah satu klausul di Undang-Undang (UU) Advokat ke penyidik KPK. Klausul itu terkait dengan Sumpah Advokat soal larangan menolak perkara atau memberikan pendampingan atau jasa hukum. 

    Mantan juru bicara KPK era Agus Rahardjo Cs itu lalu mengaku telah melakukan soal self-assessment soal potensi konflik kepentingan sebelum menjadi penasihat hukum Hasto, yang kasusnya ditangani KPK.

    Dia mengakui publik yang mempertanyakan alasan dirinya memberikan bantuan hukum ke Hasto, kendati statusnya sebagai mantan pegawai KPK. 

    Febri mengaku hasil self-assessment yang dilakukan olehnya itu telah tertuang di Berita Acara Pemeriksaan (BAP). Dia menyebut ada lima aspek yang dituangkannya dalam self-assessment untuk menentukan apabila ada potensi benturan kepentinganya antara dirinya dan kasus Hasto. 

    Pertama, Febri menyebut selama di KPK tidak pernah menangani perkara tersebut. Hal itu kendati kasus tersebut bermula dari operasi tangkap tangan (OTT) yang digelar KPK awal Januari 2020 lalu. Saat itu, Febri masih bekerja di KPK. 

    Kedua, dia tidak lagi menjabat juru bicara KPK ketika OTT dilakukan. “Jadi pada saat OTT itu saya bukan lagi juru bicara. Sehingga sejumlah akses, sejumlah informasi yang biasanya didapatkan oleh juru bicara kemudian tentu sudah terputus pada saat itu,” tuturnya. 

    Ketiga, pada saat peristiwa OTT, Febri mengaku nonaktif sebagai advokat. 

    Keempat, Febri menyatakan tidak pernah menguasai informasi-informasi yang bersifat rahasia terkait dengan perkara suap Harun Masiku. Dia menyatakan informasi yang dimilikinya bersifat terbuka untuk publik untuk disampaikan ke media. 

    Kelima, Febri menilai tidak ada aturan tenggat waktu yang melarang seseorang untuk mengurusi pekerjaan yang berhubungan dengan instansi tempat dia bekerja sebelumnya. Kendati tidak ada aturan spesifik yang dikeluarkan KPK, Kementerian PAN-RB pernah mengeluarkan aturan cooling off period sekitar dua tahun. 

    Itu pun, kata Febri, sudah melampaui jarak antara tahun dia bekerja di KPK dan akhirnya memutuskan untuk mendampingi Hasto sebagai advokat. Dalam hal ini, Febri mundur dari KPK pada 2020, dan dia resmi menjadi pengacara Hasto pada Maret 2025. 

    “Berdasarkan lima aspek itulah di self-assessment saya memutuskan untuk mendampingi pak Hasto. Mendampingi pak Hasto ini tentu saja bukan membenarkan kalau memang ada yang salah, tetapi menguji semua fakta yang ada di berkas perkara di forum persidangan yang terbuka untuk umum,” tuturnya. 

    Untuk diketahui, KPK telah mengusut kasus suap penetapan anggota DPR 2019–2024 sejak 2020 lalu. Pada saat itu, KPK telah menetapkan empat orang tersangka yakni caleg PDIP 2019–2024 Harun Masiku, kader PDIP Saeful Bahri, anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) 2017–2022 Wahyu Setiawan dan mantan anggota Bawaslu Agustina Tio Fridelina. Hanya Harun yang belum diproses hukum sampai saat ini lantaran masih buron. 

    Kemudian, KPK pada akhir 2024 lalu mengembangkan penyidikan kasus tersebut dengan menetapkan Sekjen PDIP Hasto Kristiyanto serta advokat sekaligus kader PDIP Donny Tri Istiqomah sebagai tersangka suap. Hasto turut dijerat dengan pasal perintangan penyidikan, dan kini sudah didakwa di persidangan. 

  • Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy Ditangkap KPK dalam Sejarah Hari Ini, 15 Maret 2019

    Ketua Umum PPP Muhammad Romahurmuziy Ditangkap KPK dalam Sejarah Hari Ini, 15 Maret 2019

    JAKARTA – Sejarah hari ini, enam tahun yang lalu, 15 Maret 2019, Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) melakukan Operasi Tangkap Tangan kepada Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Muhammad Romahurmuziy. Penangkapan itu dilakukan karena Romi terlibat dalam jual-beli jabatan di Kementerian Agama (Kemenag).

    Sebelumnya, Romi bukan sekali saja terlibat dengan KPK. Ia pernah lebih dulu diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap terkait pengalokasian dana perimbangan dalam APBD 2018 untuk Lampung Tengah dan Sumedang.

    Posisi sebagai pemimpin partai politik kerap diincar banyak orang. Posisi itu dianggap dapat bawa perubahan bagi hajat hidup rakyat Indonesia. Keputusan politiknya diyakini bisa menentukan masa depan bangsa.

    Romi pun mengamininya. Ketua Umum PPP itu percaya diri ia punya pengaruh besar dalam peta politik Indonesia. Namun, pengaruh itu justru tak dimanfaat secara maksimal. Alih-alih membawa prestasi besar, Romi justru ikut berurusan dengan KPK.

    Ambil contoh pada 21 Agustus 2018. Romi tercatat sebagai salah satu politikus yang berada dalam daftar pemeriksaan KPK. Ia diperiksa sebagai saksi dalam perkara dugaan suap terkait pengalokasian dana perimbangan dalam APBD tahun 2018.

    Kasus itu mencuat karena salah seorang petinggi PPP rumahnya digeledah KPK. Hasil penggeledahan itu membuat KPK mengamankan uang senilai Rp1,4 miliar dalam pecahan dolar Singapura. Sisanya KPK menyita dokumen terkait permohonan anggaran daerah.

    Uang itu diketahui didapatkan dari hasil suap dalam menguapayakan alokasi dana tambahan dalam APBD 2018 untuk Kabupaten Lampung Tangah dan Semedang. Posisi itu membuat Romi disorot. Banyak spekulasi menyebut Romi ikut terlibat.

    Romi pun segera bergerak memenuhi panggilan KPK. Ia merasa tak bersalah.

    “Ya hari Senin saya menerima panggilan tapi karena panggilannya datang cukup mendadak, (jadwal) saya sudah ter-set (diatur), bisa dilihat kegiatan-kegiatan saya di daerah mulai Senin, Selasa, Rabu, saya baru sampai di Jakarta lagi tadi malam. Jadi saya putuskan hari ini siang, karena pagi tadi saya baru menerima dubes Uni Eropa,” ungkap Romi sebagaimana dikutip laman tirto.id, 23 Agustus 2018.

    Romi boleh saja tak terbukti terlibat dalam kasus suap terkait pengalokasian dana perimbangan dalam APBD tahun 2018. Namun, Romi justru terjerat dalam kasus lainnya. Romi diduga terlibat dalam jual-beli jabatan di Kemenag.

    Muhammad Romahurmuziy dicokok KPK setelah terlibat tindak pidana korupsi jual beli jabatan di Kementerian Agama RI. (ANTARA)

    Dugaan itu terbukti pada 15 Maret 2019. KPK melakukan OTT kepada Romi di depan Hotel Bumi Hyatt, Surabaya. Total uang suap yang diamankan mencapai Rp156.758.000. Penangkapan Romi membawa kehebohan.

    Tim Pemenangan Jokowi-Ma’ruf yang didukung Romi segera mengkonfirmasi bahwa korupsi yang dilakukan Romi adalah masalah pribadi. Bukan urusan partai dan tak ada hubungannya dengan Pilpres 2019. Kemudian, sehari setelahnya KPK menetapkan Romi sebagai tersangka korupsi.

    “Uangnya tidak banyak, tapi saya belum terima laporan lengkap, tapi yang perlu dicatat itu bukan pemberian yang pertama karena sebelumnya juga yang bersangkutan pernah memberikan. Saya belum bisa mengonfirmasi itu ya, tapi tunggu saja sebentar kalau yang dibawa katanya memang ada, tapi statusnya kita belum tahu karena masih menunggu pemeriksaan.”

    “Terkait dengan suap yang terkait dengan promosi jabatan untuk menjabat tertentu kemudian yang bersangkutan menerima suap. Kita tunggu saja karena terus terang pemeriksaannya belum selesai. Anda tunggu saja kemudian kita nanti malam atau besok akan konpers mengenai ini,” ujar Ketua KPK, Agus Rahardjo sebagaimana dikutip laman ANTARA, 15 Maret 2019.

  • KPK Panggil Eks Dirut Petral Bambang Irianto Tersangka Kasus Mafia Migas – Halaman all

    KPK Panggil Eks Dirut Petral Bambang Irianto Tersangka Kasus Mafia Migas – Halaman all

    TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA – Penyidik Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) memanggil mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto.

    Bambang Irianto adalah tersangka dalam kasus dugaan korupsi terkait kegiatan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Pertamina Energy Services Pte Ltd (PES) selaku subsidiary company PT Pertamina (Persero) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK RI, atas BI, VP Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd 2009–2012, Managing Director Pertamina Energy Services Pte Ltd tahun 2012–2015,” kata Juru Bicara KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dalam pernyataannya, Senin (10/3/2025).

    KPK sebelumnya menyampaikan bahwa perkara Bambang Irianto masih diusut. 

    Namun, memang dalam penanganannya KPK menemukan hambatan, sehingga proses pengusutannya agak tersendat.

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik, memang ada beberala kendala,” kata Tessa dalam pernyataannya, Selasa (4/3/2025).

    Dua kendala yang disampaikan Tessa adalah terkait barang bukti dan kondisi kesehatan Bambang Irianto.

    Tessa mengatakan alat bukti yang diperlukan untuk menuntaskan perkara berada di Singapura. Kemudian mengenai kondisi kesehatan, Tessa tak menyampaikan maksud dari keadaan Bambang Irianto saat ini.

    “Kendalanya adalah calon alat bukti yang perlu di-acquired atau didapatkan berada di Singapura. Kedua, sebagaimana tadi disampaikan, memang ada kendala terkait masalah kesehatan,” katanya.

    Berdasarkan catatan, penyidik KPK terakhir kali memanggil saksi untuk mengusut perkara ini pada Rabu, 7 Agustus 2024.

    Saat itu penyidik KPK memanggil mantan Direktur Utama PT Pertamina (Persero) Luhur Budi Djatmiko sebagai saksi.

    Selain Luhur, KPK juga memanggil Linda Rosmauli Sinaga, Manajer Integrated Supply Planning PT Pertamina; Mei Sugiharso, VP Legal Counsel Downstream PT Pertamina; dan Mindaryoko, BOD Support Manager PT Pertamina.

    KPK diketahui melanjutkan penyidikan perkara yang sebelumnya diumumkan ke publik sejak 2019. 

    Komisi antikorupsi mengakui bahwa penanganan kasus mafia migas itu membutuhkan lebih banyak waktu. 

    Menurut KPK, penanganan perkara yang menjerat mantan Managing Director PES sekaligus bekas Direktur Utama Pertamina Energy Trading Limited (Petral) Bambang Irianto berlangsung lama karena meliputi lintas yurisdiksi. 

    “Info terakhir, karena ini ada kaitannya dengan negara lain dan lintas yurisdiksi, butuh waktu dan butuh menyamakan persepsi. Tentunya tidak semudah kalau undang-undangnya atau aturannya sama,” ujar Jubir KPK Tessa Mahardhika Sugiarto, dikutip Minggu (4/8/2024). 

    KPK sebelumnya mengumumkan status hukum Bambang Irianto pada September 2019 lalu. Saat itu, KPK masih dipimpin oleh Agus Rahardjo cs. 

    KPK menduga Bambang Irianto menerima suap 2,9 juta dolar Amerika Serikat (AS) yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. 

    Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak.

    Uang suap itu diduga berkaitan dengan bantuan yang diberikan Bambang kepada pihak Kernel Oil atas kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.

    KASUS MAFIA MIGAS – Mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd Bambang Irianto (kanan) berjalan meninggalkan gedung usai menjalani pemeriksaan di kantor Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), Jakarta Selatan, Selasa (5/11/2019). Bambang diperiksa sebagai tersangka karena diduga menerima suap sebesar USD 2,9 juta terkait perdagangan minyak mentah dan produk kilang di Petral. (TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS) (TRIBUNNEWS.COM/IQBAL FIRDAUS)

    Bambang dalam perkara ini diduga menggelar pertemuan dengan perwakilan Kernel Oil Pte Ltd (Kernel Oil) yang merupakan salah satu rekanan dalam perdagangan minyak mentah dan produk kilang untuk PES/PT Pertamina.

    Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan Pertamina yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader.

    Kemudian, pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES/PT Pertamina. 

    Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. 

    Sebagai imbalannya, diduga Bambang Irianto menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri.

    Tersangka Bambang juga diduga mendirikan SIAM Group Holding Ltd yang berkedudukan hukum di British Virgin Island untuk menampung uang suap tersebut. 

    Bambang bersama sejumlah pejabat PES diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC.

    Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES/PT Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil.

    Diduga, perusahaan ENOC diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerja sama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil. 

    Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.

    Atas perbuatannya, Bambang Irianto disangka melanggar Pasal 12 huruf a atau Pasal 12 huruf b subsider Pasal 11 UU Nomor 31 Tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.

  • KPK Panggil Mantan Bos Petral Bambang Irianto dalam Kasus Mafia Migas

    KPK Panggil Mantan Bos Petral Bambang Irianto dalam Kasus Mafia Migas

    Bisnis.com, JAKARTA – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) akhirnya memanggil lagi mantan Direktur Utama Pertamina Energy Trading Ltd alias Petral, Bambang Irianto untuk diperiksa dalam kasus mafia migas. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, Bambang (BI) telah ditetapkan tersangka oleh KPK dalam kasus dugaan korupsi terkait dengan perdagangan minyak mentah dan produk kilang di anak usaha PT Pertamina (Persero), yakni Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd (Petral).

    “Pemeriksaan dilakukan di Gedung Merah Putih KPK, atas BI VP Trading Pertamina Energy Services Pte Ltd (2009 s.d. 2012) Managing Director Pertamina Energy Services Pte Ltd tahun 2012 – 2015,” ujar Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, Senin (10/3/2025). 

    Tessa pun mengofirmasi bahwa Bambang telah memenuhi panggilan pemeriksaan oleh tim penyidik hari ini. 

    Sebelumnya, penetapan Bambang sebagai tersangka pada kasus mafia migas itu diumumkan pada September 2019 lalu di bawah kepemimpinan KPK jilid IV alias Agus Rahardjo Cs. Kini, kasus itu masih dalam tahap penyidikan. 

    Pada keterangan terpisah, Tessa mengakui bahwa barang bukti kasus tersebut yang berada di Singapura menjadi salah satu alasan kasus tersebut ‘mandeg’. Sebagaimana diketahui, Petral yang merupkan anak usaha Pertamina terdaftar di Singapura dan telah dibubarkan sejak 2015 lalu. 

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik memang ada beberapa kendala,” ungkap Tessa kepada wartawan, dikutip Selasa (4/3/2025).

    Selain barang bukti, Tessa menyebut kondisi kesehatan Bambang turut menjadi alasan mengapa kasus tersebut belum kunjung tuntas. Namun, Tessa enggan memerinci lebih lanjut kondisi kesehatan mantan petinggi anak usaha Pertamina itu. 

    Adapun, penyidik KPK terakhir menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Energy Lukma Neska sebagai saksi dalam kasus tersebut pada 19 Februari 2025. 

    Pada Agustus 2024 lalu, KPK mengaku penyidik tengah mendalami rantai pasok atau supply chainpembelian minyak bumi dan BBM migas 88 (premium) dari Singapura oleh PES saat itu. 

    Lembaga antirasuah menduga Bambang menerima suap US$2,9 juta yang diterima sejak 2010 sampai dengan 2013. Suap diduga diterima melalui rekening penampungan dari perusahaan yang didirikannya bernama SIAM Group Holding Ltd. yang berkedudukan di British Virgin Island, sebuah kawasan bebas pajak. 

    Uang suap itu diduga berkaitan dengan bantuan yang diberikan Bambang kepada pihak Kernel Oil atas kegiatan perdagangan produk kilang dan minyak mentah kepada PES atau Pertamina di Singapura dan pengiriman kargo.

    Pada saat itu, PES melaksanakan pengadaan serta penjualan minyak mentah dan produk kilang untuk kebutuhan Pertamina yang diikuti oleh National Oil Company (NOC), Major Oil Company, Refinery, maupun trader. 

    Pada periode 2009 hingga Juni 2012, perwakilan Kernel Oil beberapa kali diundang dan menjadi rekanan PES dalam kegiatan impor dan ekspor minyak mentah untuk kepentingan PES atau Pertamina. 

    Namun, tersangka Bambang selaku VP Marketing PES saat itu malah membantu mengamankan jatah alokasi kargo Kernel Oil dalam tender pengadaan atau penjualan minyak mentah atau produk kilang. Sebagai imbalannya, Bambang Irianto diduga menerima sejumlah uang yang diterima melalui rekening bank di luar negeri. 

    Bambang bersama sejumlah pejabat PES lalu diduga menentukan rekanan yang akan diundang mengikuti tender, yang salah satunya adalah NOC. Namun, pada akhirnya pihak yang menjadi mengirimkan kargo untuk PES atau Pertamina adalah Emirates National Oil Company (ENOC) yang diduga merupakan sebuah perusahaan bendera yang digunakan pihak perwakilan Kernel Oil. 

    ENOC diduga diundang sebagai kamuflase agar seolah-olah PES bekerjasama dengan NOC agar memenuhi syarat pengadaan, padahal minyak berasal dari Kernel Oil.  

    Tersangka Bambang diduga mengarahkan untuk tetap mengundang NOC tersebut meskipun mengetahui bahwa NOC itu bukanlah pihak yang mengirim kargo ke PES/PT Pertamina.

  • KPK Blak-blakan Ngaku Sulit Bongkar Kasus Mafia Migas Eks Bos Petral

    KPK Blak-blakan Ngaku Sulit Bongkar Kasus Mafia Migas Eks Bos Petral

    Bisnis.com, JAKARTA — Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengakui bahwa penyidikan kasus dugaan korupsi perdagangan minyak mentah dan produk kilang anak usaha PT Pertamina (Persero), Pertamina Energy Services Pte. Ltd (PES) dalam rantai pasokan Pertamina Energy Trading Ltd. (Petral), masih berlanjut. 

    Berdasarkan catatan Bisnis, kasus mafia migas itu diumumkan ke publik pada September 2019 lalu di bawah kepemimpinan KPK jilid IV alias Agus Rahardjo Cs. Kini, kasus itu masih dalam tahap penyidikan. Lembaga antirasuah telah menetapkan mantan Direktur Utama Petral Bambang Irianto sebagai tersangka. 

    “Terkait tersangka BI [Bambang Irianto] bahwa betul, perkaranya masih berjalan. Namun dari hasil koordinasi, masukan dari penyidik memang ada beberapa kendala,” ungkap Juru Bicara KPK Tessa Mahardika Sugiarto kepada wartawan, dikutip Selasa (4/3/2025).

    Tessa menyebut ada dua kendala yang dihadapi tim penyidik hingga saat ini. Pertama, calon alat bukti yang perlu diperoleh atau didapatkan berada di Singapura. 

    Kedua, yakni kendala kondisi kesehatan Bambang Irianto. Namun, Tessa enggan memerinci lebih lanjut kondisi kesehatan mantan petinggi anak usaha Pertamina itu. 

    Adapun, penyidik KPK terakhir menjadwalkan pemeriksaan terhadap Direktur Utama PT Anugrah Pabuaran Energy Lukma Neska sebagai saksi dalam kasus tersebut pada 19 Februari 2025. 

    Pada Agustus 2024 lalu, KPK mengaku penyidik tengah mendalami rantai pasok atau supply chain pembelian minyak bumi dan BBM migas 88 (premium) dari Singapura oleh PES saat itu.