Kondisi Macan Tutul yang Diselamatkan di Serang: Sehat tapi Ada Perubahan Perilaku
Tim Redaksi
BOGOR, KOMPAS.com
– Seekor
macan tutul jawa
(Panthera pardus melas) yang berhasil dievakuasi kini tengah menjalani observasi perilaku dan pemeriksaan kesehatan di
Taman Safari Indonesia
(TSI), Bogor.
Hasil pemeriksaan menunjukkan bahwa kondisi satwa dilindungi tersebut secara umum sehat.
Drh Bongot Huaso Mulia, Kepala Medis Satwa Taman Safari Indonesia mengaku telah melakukan pemeriksaan fisik menyeluruh.
Proses tersebut mencakup morfologi tubuh, pemeriksaan darah, pencitraan, hingga USG organ dalam.
“Saat pertama kali kami lihat, matanya berbinar, respons cahaya bagus. Tidak ada tanda-tanda kelainan pada mata, telinga, maupun sistem pencernaan dari pemeriksaan luar,” ungkap Bongot dalam acara diskusi Foksi (Forum
Konservasi Satwa
Liar Indonesia) di TSI.
Dari hasil pemeriksaan morfologi, diperkirakan usia macan tutul tersebut sekitar tiga tahun, terlihat dari kondisi gigi yang telah menguning dan hilangnya gigi susu.
“Giginya cukup rapi, tidak ada tanda-tanda trauma atau benturan. Tidak ditemukan kebotakan di kepala, yang biasa muncul saat hewan mengalami stres atau berusaha kabur dari kurungan,” tambahnya.
Berat badan macan tutul tersebut tercatat 20 kilogram, dengan suhu tubuh normal, rambut terlihat mengilap, dan lingkar dada mencapai 50 sentimeter.
Panjang tubuh dari ujung hidung hingga ujung ekor yang bertulang mencapai 172 sentimeter.
Pemeriksaan juga menunjukkan bahwa satwa ini tidak sedang dalam masa reproduksi.
“Putingnya kecil, tidak aktif, menandakan ia belum pernah atau sedang tidak dalam fase menyusui atau melahirkan,” lanjut Bongot.
Namun, tim medis TSI menemukan indikasi infeksi non-traumatik di saluran pernapasan bagian kiri, sekitar 30 sentimeter dari rongga pernapasan.
Ditemukan juga lendir serta tanda peradangan di area tersebut.
“Infeksinya tidak menyeluruh, hanya sebagian. Tidak ada pembengkakan atau kerusakan organ dalam lainnya. Ginjal dan jantung dalam kondisi normal,” jelasnya.
Seluruh data hasil observasi dan pemeriksaan medis ini akan digunakan sebagai dasar untuk menilai kelayakan satwa tersebut untuk dilepasliarkan kembali ke habitat alaminya.
Tim medis juga menyiapkan kemungkinan pemasangan pelacak GPS sebagai bagian dari proses pelepasliaran agar pergerakan satwa bisa terus dimonitor.
“Kondisi seperti ini masih bisa membaik dengan perawatan. Nanti setelah infeksinya teratasi, kita akan evaluasi ulang apakah sudah bisa dikembalikan ke alam,” ujar Bongot.
Selain indikasi
infeksi ringan
pada saluran pernapasan, macan tutul ini juga menunjukkan perubahan perilaku.
Saat Kompas.com mengunjungi kandang, macan tutul tersebut tidak agresif seperti biasanya.
Kepala Balai Besar Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Jawa Barat, Agus Arianto, menanggapi kekhawatiran terkait kemungkinan hilangnya naluri liar jika satwa terlalu lama berada dalam penangkaran.
“Biasanya tidak akan lama-lama di penangkaran. Setelah cek kesehatan, tes laboratorium, dan hasil observasi awal dinyatakan baik, baru diputuskan langkah selanjutnya,” kata Agus.
“Kalau kondisinya sehat dan naluri liarnya masih bagus, kita tentu akan lepasliarkan kembali. Tapi kalau belum memungkinkan, akan dirawat dulu,” imbuhnya.
Agus juga menambahkan bahwa macan tutul jawa merupakan satwa karnivora endemik yang dilindungi dan populasinya terus menurun di alam liar.
Oleh karena itu, saat ini TSI dan BKSDA Jawa Barat bekerja sama untuk menyelamatkan hewan ini tanpa membahayakan masyarakat.
Sebelumnya, seekor macan tutul jawa yang sempat meresahkan warga di Kampung Sepang, Desa Ciwarna, Kecamatan Mancak, Kabupaten Serang, Banten, berhasil dievakuasi oleh tim gabungan.
Saat ini, satwa dilindungi tersebut tengah menjalani observasi perilaku dan pemeriksaan kesehatan di Taman Safari Indonesia, Puncak, Bogor, Jawa Barat.
Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.