Tag: Agung Harsoyo

  • Polemik Kuota Internet Hangus jadi Sorotan, Ini Kata Para Pakar – Page 3

    Polemik Kuota Internet Hangus jadi Sorotan, Ini Kata Para Pakar – Page 3

    Liputan6.com, Jakarta – Wacana pengaturan ulang mekanisme kuota data internet kembali mencuat diskusi panel Selular Business Forum (SBF) bertema ‘Mekanisme Kuota Data Hangus, Apakah Melanggar Regulasi dan Merugikan Konsumen?’.

    Dalam forum tersebut, sejumlah pakar dan pelaku industri sepakat regulasi soal rollover kuota data yakni perpanjangan masa berlaku kuota yang belum terpakai, berpotensi jadi solusi strategis bagi konsumen sekaligus peluang bagi operator seluler.

    Dalam siaran pers yang diterima, Kamis (17/7/2025), Direktur Eksekutif Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) Marwan O. Baasir, mengungkap sebenarnya opsi kuota data dengan fitur rollover sudah tersedia sejak 2023. Namun, fitur tersebut umumnya datang dengan harga yang lebih tinggi.

    “Kalau ada regulasi yang mewajibkan rollover, perusahaan telekomunikasi tentu akan senang, karena harganya pasti naik dan akan menghidupkan usaha,” tutur Marwan menjelaskan.

    Di samping itu, pengamat telekomunikasi dan pengajar ITB, Agung Harsoyo, menilai aturan rollover akan menciptakan iklim persaingan yang lebih sehat.

    Alasannya, masyarakat Indonesia saat ini masih cenderung cepat migrasi atau beralih operator demi mendapatkan kepuasan dengan harga yang seminimal mungkin.

    “Proses migrasi atau berpindah operator (meskipun belum ada full mobile number portability yang mulus) relatif mudah. Konsumen dapat dengan cepat membeli kartu SIM baru dari operator lain jika tidak puas dengan layanan atau harga,” ujar Agung.

    Ia menambahkan, kondisi itu membuat persaingan tidak sehat dengan adanya perang tarif.

     

  • Operator Seluler Pastikan Kuota Internet Berbasis Waktu Sudah Sesuai Regulasi

    Operator Seluler Pastikan Kuota Internet Berbasis Waktu Sudah Sesuai Regulasi

    Bisnis.com, JAKARTA — Asosiasi Penyelenggara Telekomunikasi Seluruh Indonesia (ATSI) menegaskan telah mematuhi seluruh aturan dalam memberikan kuota paket internet berbasis waktu. 

    Direktur eksekutif ATSI, Marwan O. Baasir, mengatakan dalam memberikan paket layanan data operator seluler mematuhi Peraturan Menteri Kominfo No.5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. 

    Dalam pasal 74 ayat 2-nya secara eksplisit menyatakan bahwa deposit prabayar memiliki batas waktu penggunaan. 

    Dia juga mengatakan bahwa peraturan menteri tersebut sudah sejalan dengan prinsip transparansi dalam UU Perlindungan Konsumen No.8 Tahun 1999.

    Menurut undang-undang itu, operator seluler diimbau untuk memberikan informasi terkait kuota internet kepada para pelanggannya, mulai dari syarat dan ketentuan, masa aktif, detail harga, jumlah kuota, dan masa berlaku.

    Marwan juga menjelaskan paket data yang dijual operator merupakan paket data yang ditawarkan secara terbuka dengan syarat dan ketentuan yang berlaku sesuai masing-masing perusahaan, yang dibayar muka dengan harga yang sudah mencakup Pajak Pertambahan Nilai (PPN).

    “Karena Internet Service Provider (ISP) juga berlangganan ke Gerbang Akses Internet (NAP) yang berbatas waktu bulanan, dan juga akan hangus bila tidak dipakai habis. Jadi, tidak ada istilahnya sisa kuota akan merugikan masyarakat dan negara,” kata Marwan di Jakarta, Rabu (16/07/25).

    Paket Rollover diatur

    Sementara itu, Direktur Strategi dan Kebijakan Infrastruktur Digital Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) Denny Setiawan mengatakan sistem kuota memberikan manfaat yang lebih besar kepada pelanggan. 

    Adapun untuk isu kuota hangus, lanjutnya, Komdigi akan mendorong operator lebih transparan sebagai ‘win-win’ solution. Pemerintah juga akan mengatur paket rollover atau paket yang telah habis batas waktunya, dapat digabungkan dengan paket lainnya pada bulan berikutnya.

    “Kebijakan terkait rollover data juga perlu kami rumuskan, bila berkaca dari Eropa,” kata Denny.  

    Bila berkaca pada negara-negara lain, misalnya Jepang, di sana ada NTT Docomo sebagai operator internet terbesar. Mereka menawarkan layanan data prabayar dengan masa aktif terbatas, dan setelah masa aktif habis, kuota akan otomatis hangus.

    Sementara itu, di Singapura, layanan internet seperti Singtel dan StarHub menawarkan rollover dengan batas.

    Dengan melihat perbandingan antara kedua negara tersebut, ditambah regulasi rollover di Eropa, maka dapat dikatakan bahwa kasus kuota hangus tidak hanya terjadi di Indonesia, dan untuk membenahinya, butuh kesiapan dalam segala aspek, termasuk regulasi.

    Pengamat Telekomunikasi yang juga dosen di Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo mengatakan saat ini perusahaan telekomunikasi membutuhkan biaya yang besar untuk membangun infrastruktur jaringan telekomunikasi di Indonesia.

    Tidak seperti kebutuhan pokok lainnya yang mengalami kenaikan harga, internet malah sebaliknya.

    Harga internet semakin murah jika dibandingkan dahulu yang 2GB dibanderol dengan harga Rp100.000, sementara sekarang bahkan ada yang 100 GB dijual hanya Rp10.000. Kondisi ini seharusnya menguntungkan pelanggan.

    Ketua Komunitas Konsumen Indonesia, David M. L. Tobing berpendapat memang tidak ada pelanggaran yang dilakukan perusahaan telekomunikasi terkait kuota internet.

    Namun, sebaiknya perusahaan telekomunikasi maupun pemangku kebijakan juga harus memberikan edukasi yang lebih menyeluruh kepada para konsumen terkait aturan kuota data internet.

    “Alangkah lebih baik jika perusahaan telekomunikasi terus melakukan sosialisasi dan edukasi pada pelanggan” Kata David.

    Dia mencontohkan sosialisasi itu dengan peringatan melalui SMS kepada konsumen yang masih memiliki sisa kuota yang banyak, tetapi masa aktifnya akan habis dalam waktu dekat.

    Pada umumnya peringatan semacam itu memang sudah dilakukan, tetapi tidak mempedulikan sisa kuota. (Muhamad Rafi Firmansyah Harun)

  • Prabowo Diminta Tegas, Dorong Netflix

    Prabowo Diminta Tegas, Dorong Netflix

    Bisnis.com, JAKARTA — Presiden Prabowo Subianto diminta untuk terlibat aktif dalam mendorong raksasa teknologi seperti Google, Netflix, dan YouTube dalam membangun infrastruktur di Indonesia.

    Adapun jika tidak berkenan terlibat pembangunan, pemerintah diminta menerapkan kebijakan berbagi pendapatan antara OTT dengan perusahaan telekomunikasi yang telah membangun infrastruktur internet. 

    Dewan Pengawas Masyarakat Telematika (MASTEL) Agung Harsoyo mengatakan platform Over-the-Top (OTT) seperti Facebook, Google, dan Netflix serta platform OTT lainnya menghasilkan lonjakan trafik data yang sangat signifikan. 

    Pada saat yang bersamaan, OTT juga menarik biaya kepada pelanggan untuk sejumlah layanan ekslusif. Bisnis OTT yang mengeruk untuk tidak diimbangi dengan keterlibatan dalam pembangunan konektivitas internet di dalam negeri, saat pemerintah membutuhkan dukungan untuk meningkatkan kecepatan dan memperluas layanan internet.   

    Agung menyarankan agar pemerintah terlibat aktif dalam memaksa OTT terlibat dalam pembangunan infrastruktur. Kalaupun OTT menolak, pemerintah dapat menerapkan skema berbagi pendapatan antara OTT dengan pemain dalam negeri seperti yang dilakukan sejumlah negara di Asia.

    Pemerintah, lanjutnya, perlu menjadi arsitek yang merancang model kerja sama yang adil, misalnya Fair Share Model di Korea Selatan yang berbasis volume trafik (cost recovery), atau Revenue Sharing yang digagas India melalui berbagi pendapatan OTT dari iklan dan subscriptions.

    “Di India, beberapa model kerja sama telah berkembang antara telko dan OTT. Beberapa operator dan OTT menjajaki pembagian hasil atau kerja sama pemanfaatan infrastruktur, misalnya untuk caching konten secara lokal agar mengurangi beban trafik internasional,” kata Agung kepada Bisnis, Minggu (6/7/2025).

    Selain itu, skema kerja sama lainnya yang dapat dilakukan adalah bundling konten dan paket layanan, zero-rating dan penawaran eksklusif hingga investasi langsung. 

    Reliance Jio, misalnya, tidak hanya bekerja sama, tetapi juga membangun dan mengakuisisi platform OTT-nya sendiri, yang kemudian bermitra atau bersaing langsung dengan OTT global.

    Secara industri, kolaborasi ini akan meningkatkan efisiensi sekaligus meningkatkan kualitas layanan untuk pelanggan. Pemerintah dalam hal ini memfasilitasi dengan regulasi yang dibutuhkan agar kolaborasi dapat terselenggara dengan baik.

    Sekadar informasi, pada 2024, Netflix membukukan pendapatan sebesar US$13 miliar atau Rp631,34 triliun (kurs: Rp16.188). Netflix memproyeksikan tahun ini pendapatan mereka dapat menyentuh Rp720,41 triliun. 

    Jika dibandingkan dengan pendapatan perusahaan telekomunikasi di Indonesia, jumlah pendapatan tersebut hampir 4x lipat pendapatan yang dibukukan PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. pada periode yang sama dan 12 kali lipat jika dibandingkan dengan pendapatan PT Indosat Tbk. (ISAT).

    Sementara itu induk Google, Alphabert, mengantongin pendapatan sebesar Rp1.376 triliun dari iklan pada kuartal II/2024. Jumlah tersebut 8x lipat dibandingkan pendapatan Telkom dan 24x lipat dibandingkan pemasukan Indosat.  

    Logo Google

    Adapun di India, pada akhir 2024, para petinggi industri telekomunikasi, seperti Chairman Reliance Jio Akash Ambani, Managing Director Reliance Jio Pankaj Pawar, Vice Chairman Bharti Enterprises Rajan Mittal, dan Managing Director Vodafone Idea Akshaya Moondra, menjerit dan meminta kontribusi yang adil dari penyedia layanan Over The Top (OTT) terhadap biaya jaringan.

    Dalam pertemuan tersebut, para eksekutif dari Reliance Jio, Bharti Airtel, dan Vodafone Idea menekankan pentingnya agar OTT, khususnya Large Traffic Generators (LTGs) atau penyumbang lalu lintas data besar, turut menanggung sebagian biaya jaringan. Mereka menegaskan bahwa usulan ini tidak ditujukan kepada startup atau pelaku usaha kecil.

    Selain isu kontribusi OTT, industri telekomunikasi juga membahas permasalahan terkait Pajak Barang dan Jasa (GST), termasuk kendala dalam klaim input tax credit. Diskusi ini merupakan bagian dari upaya Menteri Komunikasi Scindia untuk mendapatkan pembaruan terkait perkembangan sektor telekomunikasi.

    Agung juga menekankan pentingnya pengaturan kerja sama antara OTT dan operator telekomunikasi demi menjaga keamanan serta kedaulatan nasional, akibat maraknya penipuan melalui layanan OTT seperti WhatsApp yang digunakan untuk pengiriman OTP.

    Kondisi ini diperburuk oleh penyimpanan data pengguna OTT global di luar negeri dan belum adanya regulasi yang mampu mengatur kewajiban mereka secara adil di Indonesia.

    Indonesia, kata Agung, sebenarnya telah memiliki kerangka pengaturan mengenai kerja sama antara OTT dan penyelenggara telekomunikasi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 46 Tahun 2021 tentang Pos, Telekomunikasi, dan Penyiaran serta Peraturan Menteri Kominfo (PM) Nomor 5 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Telekomunikasi. Namun, regulasi tersebut tidak bersifat imperatif atau tidak mengikat. 

    Pada awal penyusunan regulasi, pemerintah mencanangkan kewajiban kerja sama OTT dan operator sebagai kewajiban hukum, namun terhambat oleh perbedaan pandangan antara pihak pro investasi dan pro kedaulatan.

    Akhirnya, pemerintah memilih pendekatan pro investasi, sehingga kerja sama tidak lagi diwajibkan dalam PP 46/2021 dan PM Komdigi 5/2021.

    Dalam situasi ini, Pemerintah Indonesia harus mengabil langkah yang berani dan progresif untuk memperkuat posisi nasional dalam ekosistem digital. 

    “Hal ini dapat dimulai dengan memperkuat regulasi agar bersifat imperatif dan mewajibkan kerja sama antara OTT dan operator telekomunikasi guna memastikan bahwa penggunaan infrastruktur nasional oleh OTT global diimbangi dengan kontribusi nyata,” kata Agung. 

    Logo Netflix

    Sebelumnya, pada Rapat Dengar Pendapat Komisi VI DPR bersama jajaran Direksi Telkom dan Subholding Wakil Ketua Komisi VI DPR, Andre Rosiade menaruh perhatian pada ketimpangan antara investasi besar operator telekomunikasi di Indonesia dengan keuntungan besar yang diraih OTT. 

    Menurutnya, regulasi terhadap OTT perlu segera diwujudkan, karena tidak hanya menguntungkan Telkom, tetapi juga seluruh operator dan pelaku industri guna menciptakan ekosistem digital yang adil, berkelanjutan, dan mendorong pemerataan layanan di Indonesia.

    Adapun, Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) tengah merumuskan peta jalan kebijakan Komdigi sebagai langkah strategi dalam memperkuat ekosistem digital nasional untuk mendukung program pemerintahan Presiden Prabowo. 

  • Internet 100 Mbps untuk Sekolah Rakyat Pengaruhi Harga ISP ke Masyarakat?

    Internet 100 Mbps untuk Sekolah Rakyat Pengaruhi Harga ISP ke Masyarakat?

    Bisnis.com, JAKARTA — Pengamat telekomunikasi menyoroti faktor biaya dalam program internet cepat 100 Mbps untuk Sekolah Rakyat. 

    Diketahui, pemerintah melalui Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) mulai menggulirkan program penyediaan internet cepat dengan kecepatan minimal 100 Mbps di Sekolah Rakyat (SR). Rencananya, seluruh Sekolah Rakyat akan mendapat fasilitas internet cepat ini.

    Pakar telekomunikasi dari Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo mencermati struktur biaya (cost structure) dari sisi penyelenggara layanan. 

    Struktur biaya ini nantinya akan sangat memengaruhi harga layanan yang dibebankan kepada pelanggan akhir. Selain itu, Agung menyoroti pentingnya penerapan prinsip keadilan dan pemerataan dalam implementasi program ini. 

    Pemerintah daerah juga diminta aktif menciptakan iklim regulasi yang sehat dan tidak membebani pelaku industri.

    “Semua pihak, Pemerintah Pusat maupun Daerah, membuat kebijakan, regulasi, dan kemudahan untuk penggelaran infrastruktur telekomunikasi. Pungutan berupa retribusi dan pajak mesti dihitung secara cermat agar tidak membebani industri,” kata Agung kepada Bisnis, Senin (30/6/2025).

    Di sisi lain, Asosiasi Penyelenggara Jasa Internet Indonesia (APJII) menyuarakan kekhawatiran terhadap keberlanjutan program penyediaan internet cepat hingga 100 Mbps, termasuk untuk Sekolah Rakyat (SR) yang menjadi bagian dari prioritas Presiden Prabowo Subianto. 

    Sekretaris Umum APJII, Zulfadly Syam, menilai inisiatif ini harus dijalankan secara berkelanjutan dengan melibatkan lebih banyak pelaku industri, khususnya penyelenggara jasa internet (ISP) lokal.

    “Kekhawatiran kami adalah seberapa sustain model bisnis dari pemerintah ini terhadap penyelenggara internet. Kami sudah mencatat beberapa kegagalan akselerasi pengadaan internet hanya karena ketidakkonsistenan pemerintah dalam menjalankan model ini,” kata Zulfadly.

    Menurutnya, penting bagi pemerintah untuk memastikan apakah penyediaan layanan internet akan diberikan kepada satu perusahaan besar atau didistribusikan ke ISP-ISP setempat. Dia menegaskan, apabila hanya satu penyelenggara yang ditunjuk, maka pemerintah tidak akan memiliki kepekaan terhadap ekosistem yang telah diatur dalam regulasi.

    Zulfadly juga menekankan pentingnya program ini menghasilkan manfaat tidak hanya bagi pengguna akhir, tetapi juga bagi para penyelenggara internet tanpa unsur monopoli.

    “Kita juga tahu orang Indonesia ketika diberikan fasilitas, malah akan menjadi penikmat fasilitas. Bukan menjadikan fasilitas sebagai landasan untuk menghasilkan inovasi. Artinya, bahwa penting literasi setelah kecepatan internet diberdayakan,” ungkap Zulfadly.

    Dia menambahkan, program SR tidak akan mempengaruhi persaingan di industri fixed broadband asalkan pemerintah membagi instalasi secara merata kepada ISP sesuai kapabilitas dan zona daerah masing-masing. Skema ini diyakini mampu memperkuat infrastruktur dan layanan teknis secara lokal.

    “Kekuatan infrastruktur masing-masing Penyelenggara berbeda-beda. Ada yang kuat di Jawa namun tidak kuat di Sumatera. Berdasarkan hal tersebut, maka model bisnis terbaik adalah prioritaskan Penyelenggara dari lokal daerah tersebut,” katanya.

    Sebelumnya, Komdigi menegaskan seluruh SR yang menjadi program prioritas pemerintahan Presiden Prabowo Subianto akan terhubung dengan jaringan internet cepat berbasis fiber optik.

    Direktur Jenderal Infrastruktur Digital Komdigi, Wayan Toni Supriyanto, mengatakan pihaknya mendapat penugasan langsung dari Instruksi Presiden (Inpres) untuk memastikan layanan internet cepat tersedia di seluruh lokasi SR.

    “Sesuai penugasan yang terdapat di Inpres SR, Komdigi mendapat tugas salah satunya mendukung ketersediaan sistem dan jaringan internet di Sekolah Rakyat, dengan demikian Komdigi akan memastikan bahwa di seluruh SR sudah ada jaringan FO yang bisa digunakan SR untuk mendapatkan layanan internet,” kata Wayan.

    “Sekolah ini nanti didesain sesuai arahan Bapak Presiden adalah sekolah dengan smart school, di mana semuanya sangat tergantung juga dengan layanan internet yang diberikan oleh teman-teman Komdigi,” ujar Meutya.

  • Siapa Penguasa Pasar Operator Seluler Indonesia? Ini Jawabannya

    Siapa Penguasa Pasar Operator Seluler Indonesia? Ini Jawabannya

    Jakarta

    Persaingan operator seluler kini tinggal menyisakan tiga pemain, yaitu Indosat Ooredoo Hutchison, Telkomsel, dan XLSmart yang baru saja beroperasi usai resmi merger yang terjadi pada XL Axiata dan Smartfren. Lalu, siapa yang saat ini memimpin pangsa pasar seluler dalam negeri?

    Hingga akhir tahun 2024, Telkomsel masih mampu mempertahankan dominasinya di pasar telekomunikasi Indonesia dengan pencapaian pangsa pasar pendapatan tertinggi di industri (51,8%).

    Pakar telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB), Agung Harsoyo, mengatakan seluruh pencapaian tersebut dicapai Telkomsel karena komitmen pembangunan yang kuat untuk menjadi kepanjangan tangan negara dalam menyediakan layanan telekomunikasi baik itu selular maupun Fiber to the Home (FTTH) melalui brand Telkomsel Indihome.

    Selain itu, tanpa dukungan jaringan handal yang dimiliki oleh induk perusahaan, Telkom, menurut Agung, Telkomsel juga tak akan mungkin menyediakan jaringan telekomunikasi yang andal di seluruh wilayah Indonesia.

    Telkomsel secara konsisten mempertahankan kepemimpinannya dalam pangsa pasar laba bersih selama lebih dari 10 tahun berturut-turut, mencapai 75,6% di tahun 2024, yang mencerminkan kinerja keuangan yang solid dan eksekusi yang disiplin.

    Operator yang identik warna merah ini pun terus meningkatkan produktivitas pelanggan, yang tercermin dari pertumbuhan payload data tahunan sebesar 13,9% dan ARPU mobile kuartalan sebesar 2,0%, menegaskan komitmen dalam memenuhi kebutuhan digital yang terus berkembang serta mendukung transformasi digital Indonesia.

    “Karena jaringannya yang handal dan tersebar luas di seluruh Indonesia, membuat hingga saat ini mayoritas masyarakat Indonesia masih mempercayakan kebutuhan layanan telekomunikasinya pada Telkomsel. Ini dapat dibuktikan dengan payload Telkomsel terbilang tinggi dan ARPU yang masih baik dibandingkan kompetitornya di industri telekomunikasi,” tutur Agung

    Pada tahun 2024, Telkomsel berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 10,7%, didorong oleh inisiatif strategis integrasi layanan bisnis fixed broadband IndiHome B2C ke dalam Telkomsel. Sejalan dengan hal ini, porsi kontribusi digital business Telkomsel mengalami peningkatan dari 88,0% menjadi 90,3%, menegaskan perannya sebagai faktor utama pertumbuhan pendapatan seluler.

    Dalam upaya mendukung digitalisasi di Indonesia, Telkomsel hadir sebagai pemain kunci dalam mengakselerasi penetrasi fixed broadband, tercermin dari penambahan hampir 1 juta pelanggan sepanjang tahun 2024. Komitmen ini diperkuat dengan penyelesaian integrasi sistem one-billing, yang menjadi fondasi penting bagi pertumbuhan jangka panjang perusahaan.

    Langkah ini membuka peluang lebih luas bagi Telkomsel untuk menghadirkan layanan bundling dengan konten digital terlengkap untuk mendorong adopsi layanan konvergensi, demi menghadirkan pengalaman digital yang lebih menyeluruh bagi pelanggan di seluruh Indonesia.

    “Dengan berbagai langkah tersebut saya yakin Telkomsel masih akan terus mendominasi layanan telekomunikasi di Indonesia. Karena Telkomsel merupakan penyedia layanan telekomunikasi dengan kualitas terbaik dan terluas di Indonesia,” pungkas Agung.

    (agt/fay)

  • Payload Data Telkomsel Naik 14%, Tembus 20,38 Juta TB pada 2024

    Payload Data Telkomsel Naik 14%, Tembus 20,38 Juta TB pada 2024

    Bisnis.com, JAKARTA — PT Telekomunikasi Selular (Telkomsel) mencatatkan pertumbuhan data payload atau muatan data hingga 13,9% pada 2024 dibandingkan dengan 2023. 

    Adapun total payload data yang diangkut sebesar 20,38 juta tera byte (TB), naik signifikan dibandingkan dengan 2023 yang sebesar 17,9 juta TB. 

    Selain gaya hidup masyarakat yang makin digital, pertumbuhan data payload juga didorong oleh penetrasi layanan Telkomsel yang makin luas dan makin kuat.

    Telkomsel mengoperasikan 271.040 BTS, termasuk 221.290 4G BTS and 975 5G BTS pada 2024. Jumlah tersebut bertambah 23.568 unit dibandingkan dengan 2023, dengan perincian 23.452 unit BTS 4G dan 321 unit BTS 5G. Sisanya BTS 2G. 

    Pakar Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Agung Harsoyo mengatakan pencapaian tersebut juga menunjukkan komitmen pembangunan yang kuat untuk menjadi kepanjangan tangan negara dalam menyediakan layanan telekomunikasi.

    Di sisi lain, tanpa dukungan jaringan andal yang dimiliki oleh Telkom, kata Agung, Telkomsel juga tak akan mungkin menyediakan jaringan telekomunikasi di seluruh wilayah Indonesia.

    “Karena jaringannya yang andal dan tersebar luas di seluruh Indonesia, membuat mayoritas masyarakat Indonesia masih mempercayakan kebutuhan layanannya pada Telkomsel,” kata Agung, Rabu (23/4/2025). 

    Pada tahun 2024, Telkomsel berhasil membukukan pertumbuhan pendapatan sebesar 10,7%, didorong oleh inisiatif strategis integrasi layanan bisnis fixed broadband IndiHome B2C ke dalam Telkomsel. 

    Sejalan dengan hal ini, porsi kontribusi digital business Telkomsel mengalami peningkatan dari 88,0% menjadi 90,3%.

    Dalam upaya mendukung digitalisasi di Indonesia, Telkomsel juga terus mengakselerasi penetrasi fixed broadband, tercermin dari penambahan hampir 1 juta pelanggan sepanjang tahun 2024. 

    IndiHome, layanan digital internet, telepon rumah, dan TV interaktif/IPTV milik Telkomsel, telah melayani total 10,8 juta pelanggan pada 2024.

    Telkom, induk Telkomsel, menyampaikan dalam laporannya bahwa IndiHome terus memperluas kepemimpinan pasar. Untuk ritel, IndiHome memiliki basis pelanggan sebanyak 9,6 juta pelanggan dengan rerata pendapatan per pelanggan (ARPU) sebesar Rp238.000. 

    Adapun secara total pelanggan terlayani, termasuk sektor korporasi, mencapao 10,8 juta pelanggan dengan pendapatan yang diraup selama 2024 sebesar Rp26,3 triliun. 

    “Gerai ritel kami memberikan keuntungan distribusi yang strategis, meningkatkan aksesibilitas dan adopsi fixed mobile convergence (FMC). Kami telah mencapai tonggak integrasi FMC utama, terutama penyelesaian integrasi satu tagihan – peningkatan penting yang menyatukan layanan seluler dan tetap, mengurangi hambatan dalam transaksi pelanggan,” tulis dalam Info Memo dikutip Senin (21/4/2025).

    Fixed Mobile Convergence (FMC) adalah integrasi jaringan telekomunikasi tetap dan seluler. Teknologi ini memungkinkan pengguna untuk beralih antara jaringan tetap dan seluler tanpa kehilangan kualitas koneksi.  

    FMC memiliki beberapa manfaat, di antaranya adalah peningkatan daya tangkap sinyal dan kecepatan serta keandalan layanan yang lebih tinggi. 

    Telkom menyampaikan strategi FMC yang dijalankan juga mendorong efisiensi operasional, pengurangan churn, dan retensi pelanggan yang lebih kuat.

    Sebanyak 57% dari total pelanggan IndiHome saat ini telah menggunakan layanan seluler dan internet mobile. Porsi pengguna FMC IndiHome pada 2024 meningkat dari 2023 yang sebesar 53%.

  • Kehadiran XLSmart Bakal Ubah Peta Persaingan Telekomunikasi Nasional

    Kehadiran XLSmart Bakal Ubah Peta Persaingan Telekomunikasi Nasional

    Bisnis.com, JAKARTA — Hadirnya PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart) diyakini akan mengubah secara signifikan lanskap industri telekomunikasi nasional.

    PT XL Axiata Thbk (EXCL), PT Smartfren Telecom Tbk (FREN), dan PT Smart Telecom (ST) resmi melakukan merger menjadi PT XLSmart Telecom Sejahtera Tbk (XLSmart).

    Berdasarkan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia (BEI), Smartfren Telecom dan Smart Telecom setuju untuk menggabungkan diri dengan XL Axiata sebagai perusahaan penerima penggabungan. Kini, status Smartfren Telecom dan Smart Telecom kemudian berakhir karena hukum atau penggabungan usaha.

    XL Axiata juga sebelumnya juga telah memperoleh persetujuan terkait dengan penggabungan usaha tersebut dari rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) pada 25 Maret 2025.

    Penggabungan ini menyisakan tiga pemain utama di pasar, yakni Telkomsel (TSEL), Indosat Ooredoo Hutchison (IOH), dan entitas baru yang disebut XLSmart.

    Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital Heru Sutadi menilai kehadiran XLSmart akan menciptakan kompetisi yang lebih sehat di sektor ini, khususnya dalam persaingan antara XLSmart dan IOH sebagai pemain kedua di bawah Telkomsel.

    “Semoga persaingan memberikan manfaat bagi masyarakat untuk mendapatkan layanan berkualitas, tarif kompetitif, dan penyediaan jaringan hingga jauh ke pelosok Indonesia,” katanya kepada Bisnis.com, Jumat (18/4/2025).

    Selain itu, Heru menekankan pentingnya peran pemerintah untuk tidak menambah pemain baru di industri telekomunikasi dalam negeri.

    “Hal tersebut hanya akan jadi beban industri atau belajar dari sejarah industri telekomunikasi, operator mendapat ijin kemudian dijual kembali,” ujarnya.

    Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB Agung Harsoyo menyebut merger tersebut sebagai bentuk konsolidasi terakhir di industri operator seluler (opsel). 

    Menurutnya, dengan tiga pemain utama yang memiliki sumber daya relatif seimbang, ekosistem telekomunikasi Indonesia akan jauh lebih sehat.

    “Diharapkan tiga hal sekaligus tercapai industri telko bertumbuh, Pemerintah memperoleh pajak dan PNBP yang meningkat, pelanggan mendapatkan layanan berkualitas dan merata di seluruh wilayah Indonesia,” ucap Agung.

    Sebelumnya, Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid mengatakan bahwa pihaknya memberikan restu setelah melakukan pertemuan dengan pihak XL Smart.

    “Maka hari ini kami setelah verifikasi faktual dengan bertemu, kami prinsipnya memberikan persetujuan kepada PT XLSmart Telecom Sejahtera,” kata Meutya di Komdigi, Kamis (17/4/2025).

    Meutya menyebut, persetujuan itu juga memberikan beberapa syarat kepada seperti penambahan base transceiver station (BTS) sebanyak 8.000. Selain itu juga peningkatakan kecepatan jaringan sampai dengan 16% pada tahun 2029.

  • Keamanan Data dan Provisioning eSIM jadi Sorotan, Rentan Kebobolan

    Keamanan Data dan Provisioning eSIM jadi Sorotan, Rentan Kebobolan

    Bisnis.com, JAKARTA — Pemerintah diminta memperhatikan dengan serius faktor keamanan data dan proses provisioning kartu SIM tertanam atau eSIM operator. Dalam kedua proses tersebut rentan terjadi kebocoran data pengguna.

    Provisi SIM card adalah proses konfigurasi dan aktivasi kartu SIM agar dapat terhubung ke jaringan seluler. Ini mencakup langkah-langkah teknis seperti registrasi, manajemen profil, dan pengaturan parameter jaringan untuk memastikan kartu SIM berfungsi optima

    Direktur Eksekutif ICT sekaligus pengamat ekonomi digital, Heru Sutadi, menyebut pentingnya peran pemerintah dalam memastikan penerapan teknologi eSIM berjalan dengan aman dan sesuai regulasi. 

    Hal ini menyusul diberlakukannya Peraturan Menteri Komunikasi dan Digital (Permen Komdigi) Nomor 7 Tahun 2025 tentang Pemanfaatan Teknologi Modul Identitas Pelanggan Melekat atau Embedded Subscriber Identity Module (eSIM) dalam penyelenggaraan telekomunikasi.

    Heru menyoroti pentingnya pengawasan terhadap operator seluler agar mematuhi standar keamanan yang telah ditetapkan. 

    “Pemerintah harus memastikan operator seluler mematuhi standar keamanan, seperti penyimpanan aman profil eSIM dan proses provisioning yang terenkripsi,” kata Heru kepada Bisnis, Minggu (13/4/2025).

    Heru mendukung langkah Menteri Komunikasi dan Digital Meutya Hafid yang mendorong penggunaan verifikasi biometrik atau autentikasi multi-faktor dalam proses registrasi eSIM. 

    Menurutnya, langkah ini krusial untuk mencegah penyalahgunaan data identitas seperti Nomor Induk Kependudukan (NIK) dalam kejahatan digital.

    “Masyarakat perlu diberi pemahaman tentang risiko dan manfaat eSIM, termasuk cara mengaktifkan fitur keamanan seperti PIN, autentikasi dua faktor, dan perangkat lunak antivirus,” ucapnya.

    Heru juga menekankan pentingnya kolaborasi antara pemerintah, operator, dan aparat penegak hukum dalam memantau dan menindak kejahatan siber yang berkaitan dengan eSIM, termasuk upaya peretasan atau penyalahgunaan profil pengguna.

    Sebagai bagian dari ekosistem digital global, Heru menilai Indonesia tidak boleh tertinggal dalam mengadopsi teknologi yang sudah menjadi standar di banyak negara. 

    “eSIM mendukung efisiensi industri telekomunikasi, mengurangi limbah plastik dari SIM fisik, dan mempermudah penggunaan multi-operator,” ujar Meutya.

    Lembaga PDP Perlu Segera Dibentuk

    Adanya Permen yang mengatur pemanfaatan eSIM perlu dibarengi dengan dipercepatnya pembentukan lembaga perlindungan data pribadi (PDP).

    Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo mengatakan hadirnya lembaga PDP penting agar regulasi dan kebijakan yang berkaitan dengan data pribadi, termasuk implementasi eSIM dan teknologi digital lainnya, dapat diawasi secara menyeluruh.

    Dirinya menambahkan bahwa pembentukan otoritas pelaksana Undang-Undang Pelindungan Data Pribadi (UU PDP) merupakan langkah penting berikutnya. 

    “Kita berharap event berikutnya adalah Ibu Menteri dapat secepatnya membentuk badan tersebut agar benar-benar ada lembaga yang bisa mengawal secara proper,” tutur Agung.

  • China Dominasi Infrastruktur Telekomunikasi RI, Ekspansi Internet 3T Berlanjut

    China Dominasi Infrastruktur Telekomunikasi RI, Ekspansi Internet 3T Berlanjut

    Bisnis.com, JAKARTA — Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai dominasi China atas infrastruktur telekomunikasi Indonesia membuat penetrasi internet di daerah 3T (Tertinggal, Terdepan, dan Terluar) tetap berjalan. Kebijakan tarif timbal balik yang dikeluarkan Amerika Serikat tidak memberi dampak signifikan.

    Ketua umum Mastel, Sarwoto Atmosutarno mengatakan perkembangan penetrasi internet Indonesia tak banyak terpengaruh oleh kebijakan tarif AS. Pasalnya, sebagian besar penyedia layanan telekomunikasi di Indonesia menggunakan produk infrastruktur yang tidak berasal dari AS. 

    Sehingga tarif timbal balik AS lebih banyak mempengaruhi aplikasi dan perangkat yang menggunakan platform dengan hak kekayaan intelektual milik AS.

    “Khusus untuk infrastruktur internet hanya sedikit yang terimbas AS tariff. Karena banyak produk teknologi infrastruktur dipakai penyedia nasional bukan produk AS,” kata Sarwoto kepada Bisnis, Rabu (9/4/2025).

    Lebih lanjut, Sarwoto menyampaikan layanan telekomunikasi di Indonesia sangat penting dan tidak boleh terhenti, terutama dalam situasi yang penuh tantangan seperti saat ini.

    Sarwoto menegaskan bahwa layanan telekomunikasi adalah bagian dari infrastruktur kritis yang harus terus berjalan, mengingat sejarah Indonesia yang pernah mengalami krisis pada tahun 1998. 

    Dalam menghadapi krisis tersebut, kolaborasi dengan vendor lokal dan internasional terbukti menjadi strategi yang efektif untuk memastikan layanan tetap berjalan tanpa gangguan.

    “Kita punya pengalaman waktu krisis 1998, kolaborasi dengan vendor merupakan strategi yang baik, karean telekomunikasi merupakan investasi jangka panjang,” ucapnya.

    Layanan Telekomunikasi di Indonesia Timur adalah Keharusan

    Di hubungi secara terpisah, Pengamat Telekomunikasi Institut Teknologi Bandung (ITB) Ian Joseph Matheus Edward menilai pembangunan layanan telekomunikasi di Indonesia Timur ada langkah strategis yang diambil untuk memastikan akses yang lebih luas di daerah 3T.

    Ian menuturkan, salah satu langkah yang dilakukan adalah melalui kebijakan Modern Licensing dan tender untuk frekuensi baru. Dimana langkah ini mencakup klausul wajib pembangunan di daerah yang telah ditentukan oleh Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi). 

    “Dan juga dimasukan insentif untuk Universal Service Obligation (USO) Non-Cash untuk operator sehingga pembangunan diarahkan ke daerah timur,” ujar Ian.

    Lebih lanjut, Ian mengungkapkan bahwa kebijakan tarif yang diterapkan oleh pemerintah AS, seperti kebijakan tarif Trump, dapat memengaruhi pasar Indonesia dan membuka peluang penetrasi internet lebih luas. 

    Kunci dari pembangunan telekomunikasi adalah kebijakan yang mewajibkan pembangunan dimulai dari daerah 3T terlebih dahulu, baru kemudian menuju ke pusat. 

    “Khusus frekuensi baru pembangunan harus dimulai dari daerah 3T baru ke pusat,” tuturnya.

    Senada dengan Ian, Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo menyatakan bahwa layanan telekomunikasi saat ini sudah setara dengan kebutuhan dasar manusia seperti listrik atau makanan. 

    Sebagai elemen vital dalam kehidupan sehari-hari, sektor ini tidak hanya menyangkut komunikasi, tetapi juga mendukung berbagai sektor ekonomi, seperti e-commerce dan aplikasi transportasi online seperti Gojek dan Grab. 

    Maka dari itu, Agung mengusulkan optimasi infrastruktur satelit, dengan memanfaatkan satelit Satria untuk mendukung penggelaran layanan telekomunikasi di Indonesia Timur.

    “Dari sisi infrastruktur satelit, dalam hal ini kita optimalkan pemanfaatan Satelit Satria. Dalam waktu dekat, hal ini yang dapat membantu penggelaran layanan di Indonesia Timur,” pungkas Agung.

  • Komdigi Dorong Berbagi Jaringan 5G, Keputusan Akhir di Operator Seluler

    Komdigi Dorong Berbagi Jaringan 5G, Keputusan Akhir di Operator Seluler

    Bisnis.com, JAKARTA — Usulan Kementerian Komunikasi dan Digital (Komdigi) terkait penerapan model Multi-Operator Core Network (MOCN) atau berbagi jaringan 5G hanya dapat terealisasi jika terjadi kesepakatan antar-operator seluler. 

    Pengamat Telekomunikasi dari STEI ITB, Agung Harsoyo. Agung menuturkan model MOCN ini memungkikan operator selular dapat memanfaatkan infrastruktur di sisi akses dan backhaul.  

    Sehingga, dengan model MOCN pemerintah bisa mempercepat pagelaran jaringan 5G di Tanah Air.

    Terkait dengan dasar hukum model MOCN, Agung menyebut bahwa model ini secara regulasi dibenarkan. Karena dasar hukumnya berada pada Undang-Undang (UU) Cipta Kerja terkait Postelsiar.

    “Secara regulasi hal ini dibenarkan, dasar hukumnya ada di UU Cipta Kerja terkait Postelsiar,” ujar Agung kepada Bisnis, Jumat (14/3/2025).

    Namun, Agung menyebut model seperti ini dapat dimulai, berdasar kesepakatan para operator seluler. 

    Maka dari itu, Pemerintah dapat menjadi katalisator program ini. Karena, Situasi saat ini sangat menguntungkan baik pelanggan maupun operator seluler.

    “Pelanggan seluler akan diuntungkan dengan layanan berkualitas tinggi dan harga terjangkau. Industri telko juga diharapkan dengan program ini akan dapat bertumbuh sehat/profitable,” tutur Agung.

    Multi-Operator Core Network (MOCN) adalah model berbagi jaringan telekomunikasi yang memungkinkan beberapa operator seluler untuk berbagi infrastruktur jaringan akses radio (RAN) yang sama, termasuk menara, antena, dan spektrum frekuensi, sambil tetap mempertahankan jaringan inti (core network) mereka secara terpisah.

    Model ini diklaim berhasil diterapkan di Malaysia. Sehingga, cakupan 5G di Malaysia sudah mencapai 80%.

    Sementara itu, Masyarakat Telematika Indonesia (Mastel) menilai MOCN merupakan langkah yang sangat baik dan tepat sebagai upaya mendorong adopsi 5G di Indonesia.

    Ketua Bidang Infrastruktur Telematika Nasional Mastel, Sigit Puspito Wigati Jarot mengatakan model ini akan menguntungkan karena pendekatan sharing infrastruktur yang ada dalam model MOCN.

    “Sharing infrastruktur dinilai menjadi pendekatan yang tepat untuk mengurangi biaya penggelaran 5G yang lumayan tinggi, banyak negara sudah membuktikan,” kata Sigit.

    Sigit menyebut MOCN merupakan satu bentuk infrastruktur sharing yang menurut definisi 3GPP, pendekatan ini memungkinkan infrastruktur jaringan tunggal ataupun RAN (Radio Access Network) digunakan secara bersama.

    Sehingga, infrastruktur akan terhubung ke core network dari berbagai operator jaringan. Hal ini, kata Sigit sudah dilakukan di Malaysia yang sukses dengan DNBnya.

    Maka dari itu, Sigit menyampaikan bahwa pemerintah perlu terlibat lebih aktif jika mau menggunakan model ini untuk mempercepat adopsi 5G.

    “Dengan pemerintah terlibat lebih aktif, diharapkan dapat mengurangi keraguan industri kekhawatiran melanggar aturan, regulasi dan sebagainya,” ujarnya.