Jakarta, Beritasatu.com – Lembaga Manajemen Kolektif Nasional (LMKN) menggelar diskusi menanggapi polemik royalti lagu antara komposer Ari Bias dengan penyanyi Agnez Mo. Dalam diskusi ini terungkap, penyelenggara konser Agnez ternyata belum pernah mengurus dan memenuhi kewajiban pembayaran royalti lagu.
Kelalaian promotor dalam memenuhi kewajiban pembayaran royalti diakui menjadi penyebab munculnya gugatan Ari Bias terhadap Agnez Mo. Pengadilan Niaga Jakarta Pusat sudah memutuskan Agnez wajib bayar Rp 1,5 miliar kepada Ari karena melanggar hak cipta.
Komisioner LMKN Johnny Maukar mengatakan agar pencipta lagu dan penyanyi tidak saling serang, maka penyelenggara konser, promotor maupun event organizer (EO) wajib mematuhi Pasal 9, 23, dan 87 Undang-Undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta.
“Saya sebagai saksi fakta dalam persidangan kasus Agnez Mo dan Ari Bias ketika ditanya apakah pengguna membayar lisensi? Kami sampaikan bahwa sampai saat ini belum membayar,” kata Johnny dalam diskusi bertema ‘Dalam Harmoni Kita Optimalkan Tata Kelola Royalti Musik dan/atau Lagu di Indonesia’ di Hotel Mercure, Jalan Gatot Subroto, Jakarta, Kamis (13/2/2025).
Pasal 9 Undang-Undang Hak Cipta (UUHC) menyebutkan untuk menggunakan lagu dan/atau musik harus mendapatkan izin dari pencipta atau pemegang hak cipta. Pasal ini melindungi hak pencipta.
Pasal 23 ayat (5) UUHC menyebutkan “Setiap orang dapat melakukan penggunaan secara komersial ciptaan dalam suatu pertunjukan tanpa meminta izin terlebih dahulu kepada pencipta dengan membayar imbalan kepada pencipta melalui Lembaga Manajemen Kolektif (LMK)”. Pasal ini melindungi hak pelaku pertunjukan.
Pasal 87 UUHC berbunyi “Untuk mendapatkan hak ekonomi setiap pencipta, pemegang hak cipta, pemilik hak terkait menjadi anggota LMK agar dapat menarik imbalan yang wajar dari pengguna yang memanfaatkan hak cipta, dan hak terkait dalam bentuk layanan publik yang bersifat komersial”. Pasal ini melindungi pengguna komersial.
”Jika para pencipta dan pemegang hak cipta ingin mendapatkan royaltinya, maka sebaiknya menjadi anggota dari salah LMK yang ada, dan dalam kasus Ari Bias dan Agnez Mo ini, maka yang sebaiknya melakukan gugatan adalah LMK yang diberikan kuasa oleh penciptanya, yaitu LMK KCI,” ujar Johnny.
Tim Pengawas LMK-LMKN Candra Darusman mengatakan sebagai pencipta lagu, dirinya senang dengan hasil keputusan sidang Agnez Mo dan Ari Bias. “Namun sebagai penyanyi, saya mempertanyakan kenapa penyanyi yang harus melakukan pembayaran (royalti)?” katanya.
Candra berharap hasil diskusi publik ini dapat dijadikan usulan kepada pemerintah dan DPR guna meningkatkan harmonisasi dalam ekosistem musik di Indonesia, sehingga pencipta lagu dan penyanyi tidak lagi gontok-gontokan.
Candra mengajak penyelenggara konser atau promotor patuh hukum dengan melaksanakan kewajibannya mengurus lisensi dan membayarkan royalti lagu atau musik melalui LMKN.
Penyelenggara acara, kata Candra, seharusnya melindungi penyanyi dari gugatan maupun tuntutan dengan mengurus lisensi dan membayar royalti.
Prosedur Pembayaran Royalti Lagu/Musik
Perlu diketahui hak eksklusif dari seorang pencipta menyangkut performing right dan mechanical right mempunyai pengaturan yang berbeda dalam rezim hukum di Indonesia, sekalipun mempunyai persamaan, yakni keduanya dapat dialihkan kepada orang lain sesuai dengan UUHC.
Berkaitan dengan kegiatan yang menyangkut mechanical right, mutlak harus mendapat izin dari pencipta atau pihak yang telah mendapat hak dari pencipta. Berbeda dengan performing right, rezim UUHC mengatur mekanisme pemakaian komersial dengan sangat sederhana.
Pencipta memberikan kuasa kepada LMK dan/atau LMKN untuk memungut royalti yang dilakukan oleh pengguna komersial. Setelah LMK dan/atau LMKN menghimpun royalti dalam periode tertentu royalti didistribusikan kepada LMK, selanjutnya LMK membagi royalti tersebut kepada pencipta.
Candra menegaskan semua pencipta harus menjadi anggota LMK jika ingin mendapatkan royaltinya. LMKN diberikan kewenangan oleh pemerintah untuk menghimpun dan membagikan royalti kepada pencipta yang memberikan kuasa.
Tata kerja LMKN diatur lebih rinci melalui Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagu dan/atau Musik dan Peraturan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor 9 Tahun 2022 tentang Pelaksanaan Peraturan Pemerintah Nomor 56 tahun 2021 Tentang Pengelolaan Royalti Hak Cipta Lagi dan/atau Musik juncto Keputusan Menteri Hukum dan HAM RI Nomor HKI.2.OT.03.01-02 Tahun 2016 tentang Pengesahan Tarif Royalti Untuk Pengguna yang Melakukan Pemanfaatan Komersial Ciptaan dan/atau Produk Hak Terkait Musik dan Lagu.
Pencipta harus menyadari keterbatasannya untuk mengawasi eksploitasi ciptaannya dan tidak berstandar ganda. Dengan direct license akan sangat terbatas kemampuannya dalam mengawasi ciptaannya sendiri. Hanya dengan mekanisme LMK atau LMKN ini hak para pencipta akan terwujud walaupun masih terdapat kekurangan dan keterbatasan yang harus diperbaiki.








