Tag: Adian Napitupulu

  • Salah Satu Bos Himbara Mau Kirim Surat ke BI, Ada Apa?

    Salah Satu Bos Himbara Mau Kirim Surat ke BI, Ada Apa?

    Bisnis.com, JAKARTA – PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) angkat bicara usai Bank Indonesia (BI) menyebut transmisi penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat.

    Direktur Utama BTN Nixon LP Napitupulu menyampaikan BTN berencana menyurati BI guna meminta pemahaman dan relaksasi, mengingat sejak awal perseroan menjalankan program pemerintah dengan skema bunga rendah.

    “Itu yang saya juga mau suratin BI. Apakah kita tidak menerima relaksasi kalau memang dari awal program pemerintah yang kita jalani. Kecuali pemerintah menurunkan bunganya,” kata Nixon saat ditemui di Menara 2 BTN, Jakarta Selatan, dikutip pada Sabtu (20/12/2025).

    Nixon menuturkan, sekitar 60% portofolio kredit perseroan merupakan Kredit Pemilikan Rumah (KPR) subsidi dengan suku bunga tetap 5%, sesuai dengan program pemerintah. 

    Selain KPR subsidi, lanjut dia, BTN juga telah menurunkan suku bunga KPR non subsidi melalui program bunga 2,65%. Nixon mengatakan, program tersebut bahkan telah dilakukan perseroan jauh sebelum isu lambatnya transmisi suku bunga mencuat.

    Namun, Nixon menyebut bahwa penurunan tersebut belum memberikan dampak signifikan lantaran permintaan atau booking rate KPR non subsidi sedikit menurun.

    Dia menuturkan, rendahnya permintaan membuat efek penurunan bunga tidak terlalu terlihat, meski secara kebijakan BTN telah melakukan penyesuaian. Kondisi ini juga tercermin pada imbal hasil atau yield kredit perseroan yang saat ini sudah berada di level rendah.

    Atas dasar itu, BTN berencana menyurati BI untuk meminta pemahaman dan relaksasi, mengingat sejak awal perseroan menjalankan program pemerintah dengan skema bunga rendah. Nixon menilai, penurunan lebih lanjut baru memungkinkan jika pemerintah menyesuaikan suku bunga KPR subsidi.

    “5% itu sudah rendah menurut saya. Dan nggak ada produk KPR 20 tahun yang bunganya serendah itu,” ujarnya.

    BI sebelumnya melaporkan penurunan suku bunga kredit perbankan masih berjalan lambat hingga November 2025.

    Gubernur BI Perry Warjiyo menyampaikan penurunan suku bunga kredit perbankan hanya sebesar 24 basis poin (bps) dari 9,20% pada awal 2025 menjadi 8,96% pada November 2025.

    “Penurunan suku bunga kredit perbankan turun melambat sehingga perlu didorong,” kata Perry dalam Konferensi Pers Hasil RDG Bulanan Desember 2025, Rabu (17/12/2025).

    Di sisi lain, Perry menyebut bahwa transmisi penurunan BI Rate terhadap suku bunga perbankan terus berlanjut. Otoritas moneter mencatat suku bunga deposito satu bulan turun 67 bps dari 4,81% pada awal 2025 menjadi 4,15% pada November 2025.

    Adapun pertumbuhan kredit pada November 2025 meningkat dibandingkan bulan sebelumnya. BI melaporkan, pertumbuhan kredit pada November 2025 sebesar 7,74% secara tahunan (year on year/YoY), dengan fasilitas yang belum ditarik atau undisbursed loan mencapai Rp2.509,4 triliun.

    Dari sisi pertumbuhan kredit, angka pada bulan kesebelas itu meningkat dibandingkan dengan bulan sebelumnya yang sebesar 7,36% YoY.

    Perry Warjiyo menyampaikan penyaluran kredit perbankan masih perlu ditingkatkan untuk mendukung pertumbuhan ekonomi.

    “Permintaan kredit yang belum kuat antara lain dipengaruhi oleh sikap pelaku usaha yang masih wait and see serta penurunan suku bunga kredit yang masih lambat,” pungkasnya.

  • KPK Buru Kasi Datun Hulu Sungai Utara yang Kabur Saat OTT

    KPK Buru Kasi Datun Hulu Sungai Utara yang Kabur Saat OTT

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Kepala Seksi (Kasi) Intelijen Kejaksaan Negeri (Kejari) Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Asis Budianto (ASB); dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari Hulu Sungai Utara, Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus dugaan korupsi. Total keduanya menerima uang hingga Rp 1,1 miliar lebih dari hasil praktik rasuah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menyampaikan, dua jaksa tersebut diduga menerima uang saat menjadi perantara maupun di luar perantara dari Kepala Kejari (Kajari) Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN).

    “ASB (Asis Budianto) yang merupakan perantara APN tersebut, dalam periode Februari-Desember 2025, diduga menerima aliran uang dari sejumlah pihak sebesar Rp63,2 juta,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Sementara tersangka Tri Taruna Fariadi, lanjut dia, menerima uang hingga Rp 1,07 miliar ketika di luar menjadi perantara Albertinus.

    “Rinciannya pada 2022 berasal dari mantan Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara senilai Rp 930 juta, kemudian pada 2024 yang berasal dari rekanan sebesar Rp 140 juta,” jelas dia.

    Jika angka Rp 63,2 juta ditambahkan dengan Rp 1,07 miliar, maka total penerimaan kedua jaksa tersebut mencapai Rp 1.133.200.000 atau Rp1,133 miliar.

  • Kasi Intel Kejari Hulu Sungai Utara Korupsi Rp 63 Juta, Kasi Datun Terima Rp 1,07 Miliar

    Kasi Intel Kejari Hulu Sungai Utara Korupsi Rp 63 Juta, Kasi Datun Terima Rp 1,07 Miliar

    Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) diduga menerima uang mencapai Rp 1,5 miliar terkait tindak pidana korupsi.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu merinci, uang tersebut diduga berasal dari hasil pemerasan, pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, hingga penerimaan lainnya.

    Untuk pemerasan, Albertinus menerima uang hingga Rp 804 juta pada kurun waktu November-Desember 2025 dari dua perantara, yakni Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR).

    Sementara untuk pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, Albertinus melakukannya melalui bendahara, kemudian digunakan sebagai dana operasional pribadi.

    “Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD), dan potongan dari para unit kerja atau seksi,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Untuk penerimaan lainnya yang berjumlah Rp 450 juta, lanjut Asep, uang tersebut diperoleh lewat transfer melalui rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum hingga Sekretaris DPRD Hulu Sungai Utara periode Agustus-November 2025, dengan jumlah mencapai Rp 45 juta.

    Dengan begitu, dari total uang pemerasan, pemotongan anggaran, dan penerimaan lainnya, terhitung bahwa Albertinus diduga menerima sebesar Rp 1.511.300.000 atau Rp1,5 miliar.

  • Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

    Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kajari Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel Albertinus Parlinggoman Napitupulu, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK usai diduga kuat memeras sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu adalah mengancam memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu dini hari (20/12/2025).

    Asep juga menyebutkan, sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu adalah Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di tahun 2025, yakni di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.

    Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.

    Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    Namun, baru Albertinus Napitupulu dan Asis Budianto yang ditahan KPK karena Tri Taruna masih melarikan diri.

     

     

     

  • Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

    Ancam Kadis Pakai Laporan LSM

     

    Liputan6.com, Jakarta – Kajari Kabupaten Hulu Sungai Utara Kalsel Albertinus Parlinggoman Napitupulu, ditetapkan sebagai tersangka korupsi oleh KPK usai diduga kuat memeras sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu adalah mengancam memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” ujar Asep di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Sabtu dini hari (20/12/2025).

    Asep juga menyebutkan, sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu adalah Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di tahun 2025, yakni di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.

    Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.

    Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) selaku Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    Namun, baru Albertinus Napitupulu dan Asis Budianto yang ditahan KPK karena Tri Taruna masih melarikan diri.

     

     

     

  • Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terima Rp 1,5 Miliar Hasil Pemerasan

    Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terima Rp 1,5 Miliar Hasil Pemerasan

    Liputan6.com, Jakarta – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan bahwa Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) diduga menerima uang mencapai Rp 1,5 miliar terkait tindak pidana korupsi.

    Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu merinci, uang tersebut diduga berasal dari hasil pemerasan, pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, hingga penerimaan lainnya.

    Untuk pemerasan, Albertinus menerima uang hingga Rp 804 juta pada kurun waktu November-Desember 2025 dari dua perantara, yakni Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kasi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR).

    Sementara untuk pemotongan anggaran Kejari Hulu Sungai Utara, Albertinus melakukannya melalui bendahara, kemudian digunakan sebagai dana operasional pribadi.

    “Dana tersebut berasal dari pengajuan pencairan tambahan uang persediaan (TUP) sejumlah Rp257 juta tanpa surat perintah perjalanan dinas (SPPD), dan potongan dari para unit kerja atau seksi,” tutur Asep di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Untuk penerimaan lainnya yang berjumlah Rp 450 juta, lanjut Asep, uang tersebut diperoleh lewat transfer melalui rekening istrinya senilai Rp 405 juta dan Kepala Dinas Pekerjaan Umum hingga Sekretaris DPRD Hulu Sungai Utara periode Agustus-November 2025, dengan jumlah mencapai Rp 45 juta.

    Dengan begitu, dari total uang pemerasan, pemotongan anggaran, dan penerimaan lainnya, terhitung bahwa Albertinus diduga menerima sebesar Rp 1.511.300.000 atau Rp1,5 miliar.

     

     

  • Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terlibat Pemerasan Kepala Dinas, Baru Menjabat Agustus 2025

    Kajari Hulu Sungai Utara Diduga Terlibat Pemerasan Kepala Dinas, Baru Menjabat Agustus 2025

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN) terjaring Operasi Tangkap Tangan (OTT) Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Mirisnya, belum lama menjabat dirinya malah diduga melakukan pemerasan terhadap sejumlah satuan kerja perangkat daerah (SKPD) di wilayah tersebut, seperti kepala dinas hingga direktur rumah sakit umum daerah.

    “Setelah ditemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan tiga orang sebagai tersangka, yakni APN selaku Kajari Hulu Sungai Utara periode Agustus 2025-sekarang,” tutur Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu di Gedung Merah Putih KPK, Kuningan, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    Asep menyebut, modus pemerasan yang dilakukan Albertinus Napitupulu yaitu dengan mengancam akan memproses laporan terkait kepala dinas ataupun direktur RSUD tersebut.

    “Permintaan disertai ancaman itu dengan modus agar laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat (LSM) yang masuk ke Kejari Hulu Sungai Utara terkait dinas tersebut, kemudian tidak ditindaklanjuti proses hukumnya,” jelas dia.

    Sejumlah pihak yang diperas Albertinus Napitupulu antara lain Kepala Dinas Pendidikan Hulu Sungai Utara Rahman hingga Kepala Dinas Kesehatan Hulu Sungai Utara Yandi.

    Selain Albertinus Napitupulu, KPK juga menetapkan Kepala Seksi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto (ASB) dan Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus tersebut.

    Ketiga jaksa tersebut menjadi tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    “Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, huruf f Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 jo. Pasal 55 ayat (1) ke 1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP),” kata Asep.

     

  • Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Kabur Saat OTT

    Kasi Datun Kejari Hulu Sungai Utara Tri Taruna Kabur Saat OTT

    Liputan6.com, Jakarta – Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Kasi Datun) Kejaksaan Negeri Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalimantan Selatan, Tri Taruna Fariadi (TAR), diketahui melarikan diri atau kabur saat operasi tangkap tangan (OTT), sehingga belum ditahan. Hal itu dijelaskan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), di Gedung Merah Putih, Jakarta, Sabtu (20/12/2025).

    KPK menyampaikan hal tersebut setelah Tri Taruna masih kabur dan belum menyerahkan diri setelah diminta kooperatif usai OTT KPK, hingga kemudian ditetapkan sebagai salah satu tersangka kasus dugaan tindak pidana korupsi terkait pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

    “Tadi disebutkan bahwa ditetapkan tiga orang tersangka, tetapi yang tadi ditampilkan dan kemudian ditahan oleh kami itu baru dua karena yang satunya masih dalam pencarian. Tentunya kami berharap kepada yang bersangkutan kooperatif dan segera menyerahkan diri untuk mengikuti proses hukum selanjutnya,” ujar Pelaksana Tugas Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu.

    Asep menjelaskan langkah selanjutnya yang akan ditempuh KPK adalah menerbitkan daftar pencarian orang (DPO) terhadap Tri Taruna.

    “Sampai sore kemarin (Jumat, 19/12) masih kami proses, ya. Pagi nanti (Sabtu, 20/12) kami sampaikan,” katanya.

    Sebelumnya, KPK melakukan OTT kesebelas di Kabupaten Hulu Sungai Utara, Kalsel, pada 18 Desember 2025.

    Pada 19 Desember 2025, KPK mengumumkan menangkap enam orang dalam OTT tersebut, termasuk Kepala Kejari Hulu Sungai Utara Albertinus Parlinggoman Napitupulu, dan Kasi Intelijen Kejari Hulu Sungai Utara Asis Budianto.

    Pada tanggal yang sama, KPK mengumumkan menyita uang ratusan juta rupiah dalam kasus yang diduga terkait pemerasan tersebut.

    Kemudian pada 20 Desember 2025, KPK mengumumkan Albertinus Parlinggoman Napitupulu (APN), Asis Budianto (ASB), dan Tri Taruna Fariadi (TAR) sebagai tersangka kasus dugaan pemerasan dalam proses penegakan hukum di Kejari Hulu Sungai Utara tahun anggaran 2025-2026.

     

     

  • KPK Bongkar Alur Pemerasan: Uang Kepala Dinas Tak Langsung ke Kejari HSU, Lewat Anak Buah Dulu

    KPK Bongkar Alur Pemerasan: Uang Kepala Dinas Tak Langsung ke Kejari HSU, Lewat Anak Buah Dulu

    KPK Bongkar Alur Pemerasan: Uang Kepala Dinas Tak Langsung ke Kejari HSU, Lewat Anak Buah Dulu
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com
    – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mengungkap adanya dua klaster perantara aliran uang pemerasan dalam kasus dugaan korupsi yang menjerat Kepala Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P. Napitupulu.
    Skema ini melibatkan dua pejabat Kejari HSU sebagai penghubung antara Kajari dan para kepala dinas.
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu menjelaskan, aliran dana hasil pemerasan ke Albertinus tidak diterima secara langsung, melainkan dibagi ke dalam dua klaster perantara, yakni melalui Tri Taruna Fariadi sebagai Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara dan Asis Budianto sebagai Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU.
    “Albertinus  diduga menerima aliran uang sekurang-kurangnya sebesar Rp 804 juta secara langsung maupun melalui perantara yakni ASB (Asis Budianto) dan TAR (Tri Taruna),” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/12/2025).
    Klaster pertama melalui Tri Taruna Fariadi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU. Melalui klaster ini, KPK mencatat penerimaan uang dari RHM, Kepala Dinas Pendidikan HSU, sebesar Rp 207 juta, serta dari EVN, Direktur RSUD HSU, sebesar Rp 235 juta.
    Sementara klaster kedua melalui Asis Budianto, Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU. Dari jalur ini, Albertinus diduga menerima uang dari YND, Kepala Dinas Kesehatan HSU, sebesar Rp 149,3 juta.
    Asep menjelaskan, Asis Budianto merupakan pejabat yang lebih dahulu bertugas di Kejari HSU dan diduga menjadi perantara pemerasan dalam periode Februari hingga Desember 2025.
    Selain berperan sebagai perantara, Asis juga diduga menerima aliran dana pribadi sebesar Rp 63,2 juta.
    Atas perbuatannya, KPK menetapkan Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, dan Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka.
    Dua di antaranya telah ditahan untuk 20 hari pertama sejak 19 Desember 2025, sementara satu tersangka lain yaitu Tri Taruna masih dalam pencarian.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.

  • Modus Pemerasan Kajari HSU Albertinus: Ancam Proses Laporan LSM terhadap Kepala Dinas

    Modus Pemerasan Kajari HSU Albertinus: Ancam Proses Laporan LSM terhadap Kepala Dinas

    Modus Pemerasan Kajari HSU Albertinus: Ancam Proses Laporan LSM terhadap Kepala Dinas
    Tim Redaksi
    JAKARTA, KOMPAS.com – 
    Kejaksaan Negeri (Kajari) Hulu Sungai Utara (HSU) Albertinus P. Napitupulu bersama dua bawahannya memeras pejabat dinas dengan modus ancaman penanganan laporan lembaga swadaya masyarakat (LSM).
    Plt Deputi Penindakan dan Eksekusi KPK Asep Guntur Rahayu mengatakan, Albertinus diduga meminta sejumlah uang kepada organisasi perangkat daerah (OPD) di Kabupaten HSU agar laporan pengaduan masyarakat yang masuk ke Kejaksaan tidak ditindaklanjuti ke proses hukum.
    “Permintaan (uang) tersebut disertai ancaman dengan modus bahwa laporan pengaduan dari lembaga swadaya masyarakat yang masuk ke Kejaksaan Negeri Hulu Sungai Utara tidak akan diproses secara hukum (jika memberi uang),” ujar Asep dalam konferensi pers di Gedung Merah Putih KPK, Jumat (19/12/2025).
    Menurut KPK, pemerasan menyasar sejumlah dinas, di antaranya Dinas Pendidikan, Dinas Kesehatan, Dinas Pekerjaan Umum, serta RSUD di Kabupaten HSU.
    Uang yang diminta kemudian disalurkan melalui perantara pejabat
    Kejari HSU
    yaitu Asis Budianto, Kepala Seksi Intelijen Kejari HSU, serta Tri Taruna Fariadi, Kepala Seksi Perdata dan Tata Usaha Negara (Datun) Kejari HSU. Keduanya berperan sebagai perantara penerimaan uang dari para kepala dinas.
    Dari praktik pemerasan tersebut, Albertinus diduga menerima aliran dana sedikitnya Rp 804 juta. Uang diterima baik secara langsung maupun melalui dua klaster perantara yang melibatkan Asis Budianto dan Tri Taruna Fariadi.
    Dari klaster Tri Taruna, Albertinus diduga menerima uang dari RHM selaku Kepala Dinas Pendidikan sebesar Rp 207 juta dan dari EVN, Direktur RSUD, sebesar Rp 235 juta.
    Sementara klaster Asis Budianto, Albertinus diduga menerima uang dari YND, Kepala Dinas Kesehatan HSU, sebesar Rp 149,3 juta.
    Kasus ini terungkap setelah KPK menerima laporan masyarakat dan melakukan operasi tangkap tangan (OTT) pada Kamis (18/12/2025). Dari OTT tersebut, KPK mengamankan 21 orang dan menyita uang tunai dari kediaman Albertinus.
    Setelah menemukan kecukupan alat bukti, KPK menetapkan Albertinus P. Napitupulu, Asis Budianto, dan Tri Taruna Fariadi sebagai tersangka.
    Dua tersangka telah ditahan untuk 20 hari pertama sejak 19 Desember 2025, sementara satu tersangka lainnya masih dalam pencarian.
    Atas perbuatannya, para tersangka disangkakan melanggar Pasal 12 huruf e, Pasal 12 huruf f UU No 31 tahun 1999 sebagaimana telah diubah dengan UU No 20 Tahun 2002 jo Pasal 55 ayat (1) KUHP jo Pasal 64 KUHP.
    Copyright 2008 – 2025 PT. Kompas Cyber Media (Kompas Gramedia Digital Group). All Rights Reserved.