Tag: Achmad Yani

  • Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI dan Sarat Intervensi Asing

    Penyeragaman Kemasan Rokok Dinilai Melanggar UU HAKI dan Sarat Intervensi Asing

    Jakarta: Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) dinilai telah menyalahi Hak Atas Kekayaan Intelektual (HAKI), dengan ketentuan tersebut telah dilindungi oleh Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek). Wacana penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek juga dinilai sarat akan intervensi asing.
     
    UU Merek menyatakan merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan antara satu merek dengan merek lainnya. Namun, Rancangan Permenkes yang diinisiasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru membuat seluruh kemasan rokok yang dipasarkan harus memiliki fitur kemasan yang seragam tanpa pembeda apapun.
     
    Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana mempertanyakan poin dalam Rancangan Permenkes tersebut. Sebab, menurutnya pemuatan identitas merek merupakan hak pemilik usaha untuk menjadi pembeda dengan kompetitor.
     
    “Karena ‘kan tentu pelaku usaha ingin bersaing dengan pelaku usaha lainnya dengan memunculkan apa sih perbedaan dari mereknya dengan merek pesaingnya,” ujar Hikmahanto dalam sebuah diskusi dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 11 November 2024.
     
    Menurut dia, tekanan terhadap industri hasil tembakau, dalam hal ini termasuk penyeragaman bungkus rokok, tidak dipungkiri merupakan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahkan, menurut peneliti hukum itu, dalam salah satu pasal FCTC menuding jika tampilan di bungkus rokok memberi sumbangsih atas kenaikan jumlah perokok.
     
    Padahal tudingan itu dinilai tidak benar dan harus dipertanyakan kembali. Sehingga Hikmahanto melihat pengaturan penyeragaman bungkus rokok yang membuat kehilangan identitas merek ini sebagai agenda pemaksaan asing terhadap pasar Indonesia.
     
    Hikmahanto menyatakan Rancangan Permenkes untuk mengatur kemasan rokok tanpa identitas merek ini menjadi paradoks di Indonesia. Ketika Australia pertama kali menjalankan aturan penghilangan identitas merek di bungkus rokok pada 2012, Indonesia menjadi salah satu negara yang melawannya.  
     
    Tapi, kini justru Indonesia berupaya menerapkan kebijakan kontradiktif dengan melakukan langkah serupa. Padahal tindakan tersebut telah memberikan gangguan yang terasa oleh tenaga kerja hingga produk ekspor Indonesia, khususnya produk hasil tembakau.
     
    Seperti diketahui, Australia tidak memiliki industri ataupun ekosistem pertembakauan yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja, hingga hilirisasi ekspor produk tembakau manufaktur seperti di Indonesia.
     
    “Negara yang mampu melakukan ekspor ke luar negeri seperti Indonesia telah memperoleh pendapatan dari sana. Kita juga pernah melawan kebijakan-kebijakan negara untuk mengenakan plain packaging itu. Tetapi sekarang mau menerapkan di Indonesia,” ujar Hikmahanto.
     

     

    Dinilai tidak berdaulat
     
    Hikmahanto juga melihat, agenda-agenda yang dibawa Kemenkes melalui PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes berkiblat pada FCTC, di mana pemerintah secara seksama telah mempelajarinya dan memilih untuk tidak meratifikasinya. Hal ini menunjukkan Indonesia seakan tidak berdaulat dalam menentukan arah kebijakan.
     
    “Kita tidak dan jangan pernah tunduk dengan FCTC. Tapi mereka memaksa lewat Kemenkes supaya ketentuan-ketentuan yang ada dalam FCTC itu diadopsi. Jadi bukan diratifikasi, diadopsi ke dalam hukum Indonesia,” ketus dia.
     
    Tindakan diam-diam mengadopsi ketentuan FCTC ke dalam kebijakan dinilai tidak sesuai dengan pandangan Presiden Prabowo Subianto.
     
    Hikmahanto mengatakan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo telah menegaskan melawan berbagai macam bentuk intervensi dari luar negeri dan berkomitmen menjadikan Indonesia lepas dari segala intervensi asing.
     
    “Jadi jangan kita mau percaya dengan apa yang disampaikan dari luar negeri. Pak Prabowo menegakkan hal itu. Kita negara besar. Kita harus tegak mempertahankan kedaulatan. Apa yang terbaik untuk Indonesia, itulah kebijakan yang harus diambil,” tegas Hikmahanto.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • Rencana Aturan Kemasan Rokok Polos Disebut Sarat Intervensi Asing

    Rencana Aturan Kemasan Rokok Polos Disebut Sarat Intervensi Asing

    Jakarta

    Kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes) dinilai sarat akan intervensi asing.

    Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis (UU Merek) menyatakan bahwa merek dapat ditampilkan secara grafis berupa gambar, logo, nama, kata, huruf, angka, dan susunan warna untuk membedakan antara satu merek dengan merek lainnya.

    Namun, Rancangan Permenkes yang diinisasi oleh Kementerian Kesehatan (Kemenkes) justru membuat seluruh kemasan rokok yang dipasarkan harus memiliki fitur kemasan yang seragam tanpa pembeda apapun.

    Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Prof Hikmahanto Juwana mempertanyakan poin dalam Rancangan Permenkes tersebut. Sebab, menurutnya pemuatan identitas merek merupakan hak pemilik usaha untuk menjadi pembeda dengan kompetitor.

    “Karena kan tentu pelaku usaha ingin bersaing dengan pelaku usaha lainnya dengan memunculkan apa sih perbedaan dari mereknya dengan merek pesaingnya,” ujar Hikmahanto dikutip, Minggu (10/11/2024).

    Menurutnya, tekanan terhadap industri hasil tembakau, dalam hal ini termasuk penyeragaman bungkus rokok, tidak dipungkiri merupakan intervensi asing melalui Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Bahkan, menurut peneliti hukum itu, dalam salah satu pasal FCTC menuding jika tampilan di bungkus rokok memberi sumbangsih atas kenaikan jumlah perokok.

    Padahal tudingan itu dinilai tidak benar dan harus dipertanyakan kembali. Sehingga Hikmahanto melihat pengaturan penyeragaman bungkus rokok yang membuat kehilangan identitas merek ini sebagai agenda pemaksaan asing terhadap pasar Indonesia.

    Hikmahanto menyatakan Rancangan Permenkes untuk mengatur kemasan rokok tanpa identitas merek ini menjadi paradoks di Indonesia. Ketika Australia pertama kali menjalankan aturan penghilangan identitas merek di bungkus rokok pada 2012, Indonesia menjadi salah satu negara yang melawannya.

    Tapi, kini justru Indonesia berupaya menerapkan kebijakan kontradiktif dengan melakukan langkah serupa. Padahal tindakan tersebut telah memberikan gangguan yang terasa oleh tenaga kerja hingga produk ekspor Indonesia, khususnya produk hasil tembakau. Seperti diketahui, Australia tidak memiliki industri ataupun ekosistem pertembakauan yang memberikan kontribusi terhadap pendapatan negara, penyerapan tenaga kerja, hingga hilirisasi ekspor produk tembakau manufaktur seperti di Indonesia.

    “Negara yang mampu melakukan ekspor ke luar negeri seperti Indonesia telah memperoleh pendapatan dari sana. Kita juga pernah melawan kebijakan-kebijakan negara untuk mengenakan plain packaging itu. Tetapi sekarang mau menerapkan di Indonesia,” ujar Hikmahanto.

    Hikmahanto melihat, agenda-agenda yang dibawa Kemenkes melalui PP 28/2024 maupun Rancangan Permenkes berkiblat pada FCTC, di mana pemerintah secara seksama telah mempelajarinya dan memilih untuk tidak meratifikasinya. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia seakan tidak berdaulat dalam menentukan arah kebijakan.

    “Kita tidak dan jangan pernah tunduk dengan FCTC. Tapi mereka memaksa lewat Kemenkes supaya ketentuan-ketentuan yang ada dalam FCTC itu diadopsi. Jadi bukan diratifikasi, diadopsi ke dalam hukum Indonesia,” ujarnya.

    Tindakan diam-diam mengadopsi ketentuan FCTC ke dalam kebijakan dinilai tidak sesuai dengan pandangan Presiden Republik Indonesia Prabowo Subianto. Hikmahanto mengatakan, dalam berbagai kesempatan, Prabowo telah menegaskan melawan berbagai macam bentuk intervensi dari luar negeri dan berkomitmen menjadikan Indonesia lepas dari segala intervensi asing.

    “Jadi jangan kita mau percaya dengan apa yang disampaikan dari luar negeri. Pak Prabowo menegakkan hal itu. Kita negara besar. Kita harus tegak mempertahankan kedaulatan. Apa yang terbaik untuk Indonesia, itulah kebijakan yang harus diambil,” tegas Hikmahanto.

    Tonton juga Video: Cukai Hasil Tembakau, Peluang dan Tantangan dalam Pemberantasan Rokok Ilegal

    (rrd/rir)

  • Masih Perkara Judi Online, Agus Jual Motor Tukang Parkir, Panik Ditagih Hasil Penjualan hingga Bunuh Teman

    Masih Perkara Judi Online, Agus Jual Motor Tukang Parkir, Panik Ditagih Hasil Penjualan hingga Bunuh Teman

    GELORA.CO  – Kasus penemuan mayat pria di bantaran sungai Taman Pancing Timur, Pemogan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, pada Kamis (7/11/2024) lalu akhirnya menjadi terang benderang.

    Korban ternyata seorang tukang parkir bernama I Komang Agus Asmara (25).

    Saat jasadnya ditemukan pada Kamis lalu, tak seorang pun yang mengenali identitas korban.

    Polisi tak menemukan barang pribadi milik korban seperti identitas apapun di sekitar lokasi penemuan jasad korban, termasuk juga juga HP dan dompet korban.

    Selang sehari kemudian, Jumat (8/11/2024) polisi berhasil meringkus pelaku.

    Pelaku ditangkap di sekitar Legian, Kuta, Badung, Bali.

    Dia adalah Agus Sugianto (31).

    Kini Agus Sugianto sudah ditetapkan sebagai tersangka.

    Apa motif Agus Sugianto hingga tega membunuh temannya sendiri?

    Ternyata ini semua berawal dari kebiasaan Agus Sugianto bermain judi online.

    Agus yang sudah kecanduan judi online ini tiba-tiba saja menjual sepeda motor milik temannya, Agus Komang.

    Namun saat uang hasil penjualan motor itu ditagih oleh Agus Asmara, Agus Sugianto marah karena uang tersebut nyatanya sudah habis digunakannya untuk bermain judi online.

    Dari sinilah kemudian Agus Sugianto merencanakan untuk membunuh temannya sendiri.

    Kronologis Kejadian

    Mengutip TribunBali.com, Rabu (6/11/2024) sekira pukul 11.00 Wita, tersangka Agus Sugianto menjual sepeda motor milik korban I Komang Agus Asmara di daerah Payangan, Gianyar.

    Uang hasil dari penjualan motor tersebut telah dihabiskan Agus Sugianto untuk bermain judi online.

    Sekira pukul 20.00 Wita korban Agus Asmara dijemput oleh tersangka dan diajak ke bantaran sungai Taman Pancing Timur, Pemogan, Denpasar Selatan (TKP pembunuhan).

    “Dimana saat itu korban meminta uang hasil penjualan sepeda motornya kepada tersangka Agus Sugianto, namun tersangka tidak dapat memberikan uang tersebut sehingga terjadi cekcok antar keduanya,” ungkap Kapolresta Denpasar Kombes Pol Wisnu Prabowo saat konferensi pers, sabtu (9/11/2024).

    Karena panik, tersangka Agus Sugianto memiting leher korban dari belakang dengan tangan kiri.

    Sementara tangan kanannya mengeksekusi leher korban dengan cutter yang ternyata sudah dia persiapkan sebelumnya.

    Setelah korban lemas, tersangka mengambil HP milik korban dan meninggalkan korban di TKP.

    Tersangka lalu membuang sarung tangan, pisau cutter, helm dan baju bertuliskan ‘juru parkir’ milik korban Agus Asmara di sungai sekitar Jalan Pulau Misol. 

    Selanjutnya tersangka menuju mess tempat tinggalnya untuk berganti baju dan membersihkan badan serta mencuci pakaian yang digunakan.

    “Setelah itu tersangka pergi untuk menjual HP milik korban di Jalan Nusa Kambangan, dan setelah itu tersangka kembali ke TKP untuk mengecek kondisi korban dan tersangka  kembali ke tempat tinggalnya,” ucap Kapolresta Denpasar Kombes Pol Wisnu Prabowo.

    Sosok Tersangka

    Agus Sugianto adalah karyawan swasta salah satu perusahaan roti ternama.

    Pendidikan terakhirnya hanya sanpai tingkat sekolah dasar (SD).

    Dia tinggal di Jalan Achmad Yani Selatan, Denpasar Utara, Kota Denpasar.

    Saat dihadirkan dalam konferensi pers di Mapolsek Denpasar Selatan, Sabtu kemarin, Agus Sugianto tampak berjalan tertatih-tatih.

    Kakinya yang ditembak polisi tampak terbalut perban. 

    Kedua tangannya terborgol dan kepalanya terus menunduk ke bawah.

    Agus Sugianto dijerat dengan Pasal 340 dan 338 KUHP tentang pembunuhan berencana dengan ancaman hukuman maksimal berupa hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama 20 tahun.

    Polisi terus melakukan pendalaman untuk memahami seluruh motif dan tindakan pelaku.

    Konferensi pers ini juga dihadiri Wakapolresta Denpasar AKBP Agung Roy, Kasat Reskrim Polresta Denpasar Kompol Laorens Rajamangapul Heselo, Kasi Humas Polresta Denpasar Iptu I Ketut Sukadi, serta Kapolsek Denpasar Selatan Kompol Herson Djuanda.

    Seluruhnya mendukung proses penyelidikan dan penegakan hukum dalam kasus yang menggemparkan masyarakat Bali ini.

    Awal Mula Penemuan Jasad Korban

    Sebelumnya jenazah pria ditemukan di bantaran sungai Taman Pancing Timur, Pemogan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, Kamis (7/11/2024) pagi. 

    Kasi Humas Polresta Denpasar, AKP I Ketut Sukadi saat dikonfirmasi mengatakan korban diduga mengalami tindak kekerasan.

    “Korban meninggal dunia yang terindikasi tindak kekerasan,” ujar AKP I Ketut Sukadi saat dikonfirmasi. 

    Dijelaskan AKP Sukadi, tidak ditemukan identitas maupun barang pribadi milik korban seperti dompet maupun handphone di lokasi penemuan mayat. 

    “Korban nihil identitas, nihil dompet dan nihil membawa HP,” bebernya. 

    AKP Sukadi juga tidak menyangkal bahwa jenazah yang ditemukan merupakan dugaan korban pembunuhan.

    “Benar (dugaan pembunuhan,-Red),” tuturnya. 

    Awalnya korban sempat disangka warga tengah tertidur di pinggir kanal sungai.

    Namun saat didekati oleh warga berinisial AKS, rupanya ada bercak darah dan luka-luka. 

    Sementara itu, Kepala Lingkungan Dalem Kusuma Sari, Agus Indrayana juga menerangkan bahwa korban bukanlah warga sekitar TKP.

    Dia juga mengaku tidak mengenali korban. 

    Dari penemuan jenazah Mr X ini, polisi mengamankan sejumlah barang bukti, di antaranya satu pasang sandal jepit berwarna hitam yang terkena ceceran darah.

    Jenazah pria ditemukan di bantaran sungai Taman Pancing Timur, Pemogan Denpasar Selatan, Denpasar, Bali, Kamis (7/11/2024) pagi.

    Kemudian dua buah botol minuman plastik yang juga terkena bercak darah dalam kondisi masih tertutup.

    Serta beberapa helai daun mangga kering yang terkena bercak darah.

    “Mengingat korban nihil identitas ditemukan di TKP dan pada badan korban, maka akan dilakukan penyelidikan lebih lanjut oleh Unit Reskrim,” jelasnya

  • Dampak Penyeragaman Kemasan Rokok Polos Capai Rp308 Triliun, RI Rugi Banyak!

    Dampak Penyeragaman Kemasan Rokok Polos Capai Rp308 Triliun, RI Rugi Banyak!

    Jakarta: Ekonom dan pakar hukum mengkritisi dampak serius yang ditimbulkan dari Peraturan Pemerintah Nomor 28 Tahun 2024 (PP 28/2024) serta wacana kebijakan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek yang tertera pada Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (Rancangan Permenkes). Hal ini menyusul adanya ancaman perlambatan pertumbuhan perekonomian nasional hingga indikasi intervensi asing dalam penyusunan regulasi.
     
    Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi di Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Andry Satrio Nugroho mengatakan, berdasarkan hasil kajian Indef, dampak ekonomi yang hilang atas rencana kebijakan penyeragaman kemasan rokok polos tanpa identitas merek dapat mencapai Rp308 triliun.
     
    Menurut Andry, rencana aturan tersebut juga akan meningkatkan peredaran rokok ilegal di masyarakat. Tanpa merek dan indetitas yang jelas, produk ilegal akan lebih mudah menyerupai produk legal di pasaran.
    “Produsen rokok ilegal tidak perlu lagi repot memikirkan desain kemasan yang kompleks. Dengan aturan kemasan tanpa identitas merek, mereka bisa langsung memasukkan produknya ke pasar, dan pemerintah akan kesulitan dalam pengawasan serta identifikasi produk,” ujar Andry dikutip dari keterangan tertulis, Sabtu, 9 November 2024.
     
    Selain itu, Andry mengungkapkan dari sisi penerimaan negara, ada potensi hilangnya Rp160,6 triliun atau sekitar tujuh persen dari penerimaan pajak jika aturan itu disahkan, dan membuat target penerimaan negara sulit tercapai.  Jika regulasi ini diterapkan, target penerimaan negara sebesar Rp218,7 triliun untuk tahun ini kemungkinan besar tidak akan tercapai.
     
    Pasalnya, lanjut Andry, industri hasil tembakau merupakan salah satu penyumbang signifikan bagi Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia. Sebelum pandemi covid-19, industri ini menyumbang hingga 6,9 persen terhadap PDB, namun angka ini terus menurun setiap tahunnya.
     
    Lebih dari itu, ia mengingatkan industri hasil tembakau adalah sektor yang besar dalam menyerap tenaga kerja. Berdasarkan data Indef, sekitar 2,29 juta orang atau sekitar 1,6 persen dari total pekerja akan terdampak langsung oleh regulasi ini.
     
    “Pada 2019, industri ini menyerap 32 persen dari total pekerja di sektor manufaktur. Namun, tekanan regulasi terus membuat para pekerja di sektor ini rentan terdampak,” jelasnya.
     

     

    Bertentangan dengan kedaulatan ekonomi

    Di sisi lain, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia (UI) sekaligus Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani Hikmahanto Juwana menilai Rancangan Permenkes yang mengatur penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek, bertentangan dengan kedaulatan ekonomi Indonesia dan merupakan ancaman bagi industri hasil tembakau nasional.
     
    Ia menjelaskan, penerapan penyeragaman kemasan rokok tanpa identitas merek sejatinya mirip dengan kebijakan yang diterapkan Australia pada 2012. Saat itu, Indonesia menjadi salah satu negara yang menolak kebijakan tersebut.
     
    “Sekarang kita justru ingin menerapkan apa yang pernah kita lawan. Ini sangat membingungkan,” tutur dia.
     
    Hikmahanto menekankan Indonesia, sebagai negara penghasil tembakau, seharusnya tidak mengikuti regulasi yang ditentukan oleh negara lain, terutama yang bersumber dari Framework Convention on Tobacco Control (FCTC). Pasalnya, kebijakan ini dapat mengganggu pendapatan negara yang berasal dari keseluruhan kegiatan ekonomi mata rantai sektor tembakau, termasuk devisa ekspor.  
     
    “Kita adalah negara penghasil tembakau, tetapi justru kebijakan ini bisa membuat produk kita terpinggirkan di pasar internasional,” tambahnya.
     
    Ia menegaskan pemerintah perlu menjaga kedaulatan negara serta memperhatikan kepentingan pelaku usaha domestik yang berjuang untuk bersaing di pasar global. Salah satu poin penting yang disoroti Hikmahanto, kebijakan ini dapat merugikan pelaku usaha yang ingin membedakan produk mereka.
     
    “Setiap pelaku usaha berhak untuk bersaing dengan cara menonjolkan identitas merek mereka. Jika identitas itu dihilangkan, bagaimana mereka dapat bersaing?” imbuh dia.
     
    Lebih jauh, Hikmahanto mengungkapkan ada urgensi untuk mempertimbangkan dampak sosial dan ekonomi dari kebijakan ini terhadap masyarakat. “Jika regulasi ini diterapkan, maka perokok malah akan beralih ke produk ilegal yang tidak terkontrol,” paparnya.
     
    Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
    dan follow Channel WhatsApp Medcom.id

    (HUS)

  • DPRD DKI masih kaji besaran kenaikan gaji PJLP Gulkarmat

    DPRD DKI masih kaji besaran kenaikan gaji PJLP Gulkarmat

    Jakarta (ANTARA) – DPRD DKI Jakarta masih mengkaji besaran kenaikan gaji Penyedia Jasa Lainnya Perorangan (PJLP) di Dinas Penanggulangan Kebakaran dan Penyelamatan (Gulkarmat) karena menunggu kajian dari dinas terkait.

    “Mengenai besarannya masih dalam kajian dari dinasnya,” ujar Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta Achmad Yani saat dihubungi di Jakarta, Sabtu.

    Komisi A DPRD DKI saat pembahasan Kebijakan Umum Anggaran dan Plafon Prioritas Anggaran Sementara (KUA-PPAS) APBD Tahun Anggaran 2025, Jumat (25/10), menyetujui usulan kenaikan gaji PJLP di Dinas Gulkarmat.

    Hal ini, menurut Yani, salah satunya karena pekerjaan para petugas tersebut sangat berisiko dan mengancam jiwa.

    “Karena petugas PJLP Dinas Gulkarmat sangat berisiko dan mengancam jiwa maka usulan dari dinasnya untuk kenaikan tersebut kami setujui,” kata dia.

    Baca juga: Upah PJLP Gulkarmat DKI diusulkan naik Rp1 juta
    Baca juga: 369 petugas PJLP Jaktim terima bantuan sembako dan vitamin

    Hal senada disampaikan Sekretaris Komisi A DPRD DKI Mujiyono. Dia mengatakan bahwa penyesuaian pendapatan PJLP Gulkarmat dilakukan sesuai dengan sertifikasi keahlian yang dimiliki.

    Mujiyono berharap penambahan besaran gaji dapat meningkatkan kesejahteraan petugas.

    Usulan kenaikan gaji tersebut disampaikan Kepala Dinas Gulkarmat DKI Jakarta, Satriadi Gunawan. Dia mengatakan selama ini, gaji anggota PJLP di Dinas Gulkarmat masih berdasarkan Upah Minimum Provinsi (UMP).

    Merujuk data Dinas Tenaga Kerja dan Transmigrasi Provinsi DKI Jakarta, besaran UMP di Jakarta tahun 2024 sekitar Rp5.067.381 atau naik dari tahun sebelumnya, yakni Rp4.901.798.

    “Anggota PJLP kami sebanyak 1.753 orang. Kami mohon kepada Komisi A bisa menyetujui usulan kami terkait dengan peningkatan penghasilan mereka,” ujar Satriadi.

    Dia menjelaskan penyesuaian gaji PJLP Gulkarmat dilakukan dengan mempertimbangkan keahlian yang dimiliki dan risiko tugas yang tinggi.

    Pewarta: Lia Wanadriani Santosa
    Editor: Sri Muryono
    Copyright © ANTARA 2024

  • Tujuh menteri berlatar militer kembali ke Akmil Magelang

    Tujuh menteri berlatar militer kembali ke Akmil Magelang

    Mungkin bagi mereka yang berlatar belakang TNI dan Polri, pulang ke Magelang seperti kembali ke asal mereka dibentuk dan ditempa menjadi prajurit terbaikJakarta (ANTARA) – Tujuh orang dari jajaran para menteri dan wakil menteri yang berlatar militer kembali ke Akademi Militer (Akmil) di Magelang, Jawa Tengah, Kamis, untuk mengikuti sesi pembekalan anggota Kabinet Merah Putih ala militer (Akmil).​​​

    Selama empat hari, mereka akan diberi beragam materi dan kegiatan lain yang berguna untuk menempa kekompakan dan sikap persatuan, meski sebagian besar dari mereka mungkin akan tabu tentang pendidikan ala militer yang disajikan di Magelang.

    Namun demikian, sebagian kecil dari mereka dipastikan tidak asing dengan model pembekalan seperti ini. Mereka yang dimaksud adalah menteri dan wakil menteri berlatar belakang sebagai TNI yang dahulu pernah mengenyam pendidikan di Magelang ketika menjadi siswa.

    Mungkin bagi mereka yang berlatar belakang TNI dan Polri, pulang ke Magelang seperti kembali ke asal mereka dibentuk dan ditempa menjadi prajurit terbaik.

    Baca juga: Komisi I: Pembekalan kabinet jangan dilihat dari lokasinya di Akmil

    Berikut mereka-mereka yang berlatar belakang TNI dan Polri yang “pulang kampung” ke Magelang.

    1. Menteri Pertahanan Sjafrie Sjamsoeddin.

    Letjen TNI (Purn) Sjafrie Sjamsoeddin merupakan tokoh militer sekaligus orang dekat Presiden RI Prabowo Subianto yang berada di dalam Kabinet Merah Putih.

    Sjafrie menempuh pendidikan taruna di Akademi Militer, Magelang, hingga lulus pada 1974. Sjafrie saat itu berhasil menyabet penghargaan lulusan terbaik Adhi Makayasa.

    Selepas pendidikan, Sjafrie bersama Prabowo masuk ke Korps Baret Merah Komando Pasukan Sandi Yudha — yang saat ini dikenal sebagai Kopassus.

    2. Menteri Luar Negeri Sugiono.

    Sugiono merupakan salah satu menteri yang pernah berada di korps yang sama dengan Prabowo yakni Kopassus.

    Pria kelahiran Aceh, 11 Februari 1979 ini merupakan alumnus SMA Taruna Nusantara yang lulus pada tahun 1997, satu angkatan dengan Agus Harimurti Yudhoyono.

    Begitu menyelesaikan pendidikan di sana, ia melanjutkan sekolah ke perguruan tinggi militer di Amerika Serikat melalui beasiswa yang dicanangkan oleh Prabowo yang kala itu berpangkat Mayor dan menjabat Danjen Kopassus.

    Karir militernya tidak terlalu lama lantaran dia memilih keluar dari TNI untuk ikut bersama Prabowo membangun Partai Gerindra.

    3. Menteri Koordinator Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan Agus Harimurti Yudhoyono.

    Agus Hari Murti Yudhoyono atau yang akrab di sapa AHY juga jadi salah satu menteri yang pernah mengenyam pendidikan di Magelang.

    Ketua Umum Partai Demokrat sekaligus putra sulung Presiden ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono ini mengenyam pendidikan di Magelang dan lulus sebagai lulusan terbaik peraih pedang Tri Saksi Wiratama dan mendali Adhi Makayasa pada 2000.

    Di usia yang masih tergolong muda, AHY menanggalkan karir militernya dan memilih untuk terjun ke dunia politik. Salah satu langkah politik pertama yang dilakukan AHY yakni menjadi calon gubernur DKI Jakarta pada Pilkada 2017.

    Setelah gagal menjadi gubernur, AHY tetap melanjutkan karir politiknya hingga dia menjadi Ketua Umum Partai Demokrat.

    4. Menteri Transmigrasi Iftitah Sulaiman Suryanagara.

    Iftitah Sulaiman Suryanagara merupakan mantan petinggi militer yang telah mengabdikan dirinya untuk TNI AD selama 20 tahun.

    Iftitah pernah mengenyam pendidikan di Magelang dan meraih gelar Adhi Makayasa ketika lulus pada 1999. Dirinya juga dikenal sebagai ahli di bidang Kavaleri ketika masih aktif sebagai pejabat TNI AD.

    Adapun pangkat terakhir yang diterima sebelum pensiun yakni Letnan Kolonel. Usai pensiun, dia langsung terjun ke dunia politik bersama Partai Demokrat.

    5. Wakil Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan Lodewijk Freidrich Paulus

    Lodewijk merupakan salah satu tokoh jebolan Kopassus TNI AD yang masuk dalam lingkaran Kabinet Merah Putih.

    Lodewijk diketahui mengenyam pendidikan Akmil di Magelang dan lulus pada 1981.

    Selama bertugas di Kopassus TNI AD, dia sempat menjadi Komandan Detasemen Khusus 81 (penanggulangan teror) atau Sat-81/Gultor Kopassus pada tahun 2001. Satuan elit itu dibentuk oleh Luhut Panjaitan dan Prabowo Subianto pada tahun 1981.

    Adapun karier tertinggi Lodewijk di militer salah satunya sebagai Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus (Danjen Kopassus) ke-24 yang menjabat pada tahun 2009 hingga 2011.

    6. Wakil Menteri Agraria dan Tata Ruang/ Wakil Kepala Badan Pertanahan Nasional Ossy Dermawan

    Ossy merupakan jebolan akademi militer di Magelang sekaligus program beasiswa S1 dari Norwich University, Military School of Vermont di Amerika Serikat

    Beasiswa tersebut merupakan program pendidikan yang dibentuk oleh Prabowo Subianto yang kala itu menjabat sebagai Danjen Kopassus.

    Karirnya begitu cemerlang di militer TNI AD hingga akhirnya dia pensiun dan terjun ke dunia politik dengan Partai Demokrat.

    7 Sekretaris Kabinet Mayor Teddy Indra Wijaya

    Mayor Teddy Indra Wijaya merupakan nama yang cukup akrab di telinga masyarakat lantaran kerap tampil mendampingi Prabowo Subianto semasa menjadi Menteri Pertahanan dan selama kampanye Pilpres 2024.

    Kariernya dimulai pada tahun 2011 setelah lulus dari Akademi Militer di Magelang, Jawa Tengah, sebagai Komandan Peleton 3,2,1 di Kopassus sebelum ditunjuk menjadi Ajudan Kepala Staf Umum TNI dan beberapa jabatan militer lain, termasuk Asisten Ajudan Presiden Joko Widodo dan Ajudan Menteri Pertahanan Prabowo Subianto.

    Tidak hanya lulusan Akademi Militer, Mayor Teddy juga meraih gelar S1 Program Studi Hubungan Internasional dari Universitas Jenderal Achmad Yani pada tahun 2012, kemudian gelar S2 Kajian Terorisme dari Universitas Indonesia di tahun 2021.

    Selain pendidikan formal, dirinya juga sempat mengikuti berbagai kursus militer spesialis di Kopassus bahkan sekolah intelijen di Australia tahun 2015.

    Selanjutnya, ia pernah mengikuti berbagai sekolah spesialis di Amerika Serikat seperti US Army Infantry School, Airbone School, Air Assault School, dan terutama Ranger School pada tahun 2020.

    Pewarta: Walda Marison
    Editor: Edy M Yakub
    Copyright © ANTARA 2024

  • Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Mahkamah Internasional Sidangkan Gugatan Afsel terhadap Israel, RI Tak Ikut Gugat?

    Den Haag

    Komnas HAM mendorong Indonesia untuk melakukan intervensi di Mahkamah Internasional (ICJ) dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan. Namun, Indonesia bukanlah negara peratifikasi Konvensi Genosida. Lantas tindakan konkret apa yang bisa dilakukan Indonesia?

    Mahkamah Internasional (ICJ) dijadwalkan menggelar sidang perdana gugatan yang dilayangkan oleh Afrika Selatan terhadap Israel yang dituding melakukan genosida terhadap warga Palestina di Gaza pada 11 dan 12 Januari.

    Secara terpisah, Menteri Luar Negeri Indonesia Retno Marsudi mengatakan: “Indonesia secara konsisten berdiri tegak bersama bangsa Palestina memperjuangkan hak-haknya serta melawan kekejaman dan penjajahan Israel” dalam pernyataan pers tahunannya untuk 2024.

    Komnas HAM mendorong pemerintah Indonesia “untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ.”

    Akan tetapi, juru bicara Kementerian Luar Negeri RI mengatakan Indonesia “secara hukum tidak bisa menggugat” karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB). Indonesia bukanlah Negara Pihak negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Lantas bagaimana Indonesia berperan nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia seperti apa yang terjadi di Gaza saat ini?

    Berikut ini adalah sejumlah hal yang perlu Anda ketahui tentang sidang gugatan Afrika Selatan terhadap Israel di Mahkamah Internasional yang digelar pekan ini.

    Sejumlah warga Palestina berduka atas meninggalnya orang terdekat mereka yang meninggal akibat serangan Israel pada 10 Januari 2024 (Getty Images)

    Apa itu Konvensi Genosida?

    Konvensi tentang Pencegahan dan Hukuman Kejahatan Genosida disahkan PBB pada 9 Desember 1948.

    Ahli hukum Rafael Lemkin, yang berkebangsaan Polandia-Yahudi, merancang isi Konvensi dan dia juga yang menemukan kata “genosida”.

    Genosida sendiri adalah tindakan yang bertujuan menghancurkan suatu bangsa, kelompok etnis, ras, atau komunitas penganut agama secara keseluruhan atau sebagian.

    Genosida adalah salah satu kejahatan internasional yang paling sulit dibuktikan.

    Konvensi Genosida PBB secara efektif dilaksanakan pada 12 Januari 1951. Per April 2022, ada 153 negara yang menjadi negara pihak. Negara pihak adalah negara yang setuju untuk terikat perjanjian internasional berkekuatan hukum.

    Apa upaya hukum Afrika Selatan terhadap Israel?

    Gugatan Afrika Selatan diajukan melalui ICJ di Den Haag, Belanda, pada 29 Desember tahun lalu dan Mahkamah dijadwalkan menggelar sidang perdana pada 11 dan 12 Januari minggu ini.

    Afrika Selatan menyusun berkas gugatan setebal 84 halaman yang menyebut aksi-aksi Israel “merupakan sebuah genosida karena mereka berniat menghancurkan” orang-orang Palestina di Gaza “secara substansial”.

    Afrika Selatan mengatakan aksi-aksi genosida ini meliputi pembunuhan, penganiayaan yang berdampak serius terhadap kejiwaan dan fisik, dan secara sengaja membuat kondisi-kondisi yang “menghancurkan [orang-orang Palestina] secara komunitas”.

    Gugatan Afrika Selatan menyebut pernyataan demi pernyataan yang dikeluarkan para pejabat Israel menyiratkan niat genosida.

    Mahkamah Internasional (ICJ) berlokasi di Den Haag, Belanda (Reuters)

    Menurut Juliette McIntyre, seorang dosen hukum dari Universitas South Australia, gugatan terhadap Israel “sangatlah komprehensif” dan “disusun dengan cermat”.

    “Susunan berkas ini merespon semua argumen yang mungkin disebutkan Israel dan juga mengantisipasi klaim-klaim bahwa mahkamah tidak memiliki kewenangan,” ujar McIntyre kepada BBC.

    Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, menyoroti kesamaan pandangan antara Afrika Selatan dan Indonesia dalam konteks dukungan terhadap Palestina.

    “Tampaknya terdapat pembagian tanggung jawab di Mahkamah Internasional bagi Indonesia dan Afrika Selatan, yakni dalam kerangka kerjasama Selatan-Selatan dan Dasasila Bandung,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Bagaimana posisi Indonesia dalam Konvensi Genosida?

    Ketua Komnas HAM, Atnike Nova Sigiro, dalam siaran pers pada Selasa (09/01) mengatakan Komnas HAM Palestina mengimbau mereka untuk mendukung upaya hukum Afrika Selatan di Mahkamah Internasional.

    “[Komnas HAM RI] mendorong pemerintah Indonesia untuk melakukan intervensi di ICJ dengan mendukung upaya hukum Afrika Selatan di ICJ atas dugaan genosida yang dilakukan oleh Israel di Gaza Palestina,” tutur Atnike dalam pernyataan tertulisnya.

    Menanggapi rilis Komnas HAM tersebut, Kementerian Luar Negeri mengatakan Indonesia “secara moral dan politis” mendukung sepenuhnya upaya hukum Afrika Selatan atas dugaan genosida Israel di Gaza.

    “Namun secara hukum Indonesia tidak bisa ikut menggugat karena dasar gugatan adalah Konvensi Genosida dimana Indonesia bukan Negara Pihak,” ujar juru bicara Kemenlu Lalu Muhammad Iqbal melalui pesan teks yang diterima BBC Indonesia.

    Baca juga:

    “Di sisi lain […]Majelis Umum PBB telah meminta saran dan pendapat Mahkamah Internasional mengenai “status dan konsekuensi hukum” pendudukan Israel terhadap Palestina,” terangnya.

    Dalam kaitan ini, kata Iqbal, pada 19 Februari 2024 mendatang Menlu Retno Marsudi dijadwalkan hadir untuk menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional guna mendorong Mahkamah memberikan pendapat lisan seperti yang diminta oleh Majelis Umum PBB.

    Indonesia adalah satu dari beberapa anggota PBB yang tidak menjadi Negara Pihak dalam Konvensi Genosida.

    Dosen senior untuk Kajian Indonesia dari Universitas Queensland, Annie Pohlman, mengatakan dalam makalahnya bahwa Indonesia sepertinya tidak akan meratifikasi Konvensi Genosida juga instrumen HAM kuat lainnya seperti Statuta Roma dalam waktu dekat mengingat sejarah panjang dan kelamnya seperti pelanggaran HAM 1995-1996.

    “Retorika ritualisme hak asasi manusia Indonesia hanya akan bisa menjadi janji-janji kosong,” tulis Pohlman dalam esai bertajuk Indonesia and the UN Genocide Convention: The Empty Promises of Human Rights Ritualism (Indonesia dan Konvensi Genosida PBB: Janji-Janji Kosong Ritualisme Hak Asasi Manusia).

    BBC Indonesia telah memperoleh izin dari Pohlman untuk mengutip makalahnya.

    Secara terpisah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, menyoroti komitmen pemerintah Indonesia dalam bidang hak asasi manusia (HAM) yang menurutnya “setengah hati”.

    “Dalam kebijakan luar negeri dan sikap RI dalam forum regional maupun multilateral yang membahas krisis hak asasi manusia di sejumlah wilayah maupun dalam kaitan dengan ratifikasi perjanjian internasional […] seperti Suriah dan Palestina, baru sebatas pernyataan moral. Belum ada langkah konkret,” ujar Usman kepada BBC Indonesia.

    Menurut pegiat HAM itu, Indonesia baru sebatas komitmen normatif dan masih bersikap setengah hati di tingkat ratifikasi perjanjian internasional sehingga pelaksanaannya di lapangan menjadi tidak efektif.

    “Bahkan ada sejumlah perjanjian penting yang relevan dengan situasi krisis di Palestina, Ukraina, hingga Myanmar tapi hingga kini tidak kunjung diratifikasi. Contohnya Konvensi Genosida, Konvensi Pengungsi dan Statuta Roma.”

    Pemimpin Myanmar Aung San Suu Kyi menyanggah tuduhan bahwa negaranya melakukan genosida di ICJ dalam sidang pada Desember 2019 silam (Reuters)

    “Bahkan agenda ratifikasi Statuta Roma kini dihapus dari RANHAM [Rencana Aksi Nasional Hak Asasi Manusia],” ujar Usman.

    Implikasinya, kata Usman, adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Menanggapi pertanyaan mengenai kenapa Indonesia masih belum meratifikasi perjanjian relevan untuk krisis HAM seperti Konvensi Genosida PBB, Usman menjawab: “Indonesia memiliki sejarah kekerasan politik yang panjang”.

    “Termasuk yang dapat digolongkan ke dalam jenis kejahatan paling serius seperti kejahatan kemanusiaan dan genosida,” ujar Usman.

    Sementara menurut Teuku Rezasyah, Indonesia belum meratifikasi Konvensi Genosida “karena belum adanya kepaduan sikap diantara pemerintah, parlemen, dan masyarakat umum”.

    Apa Indonesia bisa berperan lebih banyak terkait Palestina?

    Menurut Kishino Bawono, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Katolik Parahyangan dengan fokus kajian Timur Tengah, posisi Indonesia di peta perpolitikan dunia belum bisa dikatakan middle power (kekuatan menengah) apalagi major power (kekuatan besar).

    Hal ini membuat pengaruh Indonesia di mata internasional tidak akan terlalu signifikan dalam konteks menyuarakan isu kemanusiaan di Palestina.

    “Tidak heran jika memang kita hanya sibuk dengan pernyataan-pernyataan saja dan pertemuan-pertemuan yang juga menghasilkan pernyataan-pernyataan serta resolusi tanpa realisasi signifikan,” tuturnya.

    Di sisi lain, Kishino menambahkan bahwa Indonesia “masih dibebani isu-isu kemanusiaan” di negeri seperti ini.

    Akademisi ini menggarisbawahi kasus kekerasan kepada pengungsi Rohingya di Aceh yang sempat viral pada bulan Desember 2023.

    Baca juga:

    Pernyataan-pernyataan yang dikeluarkan Indonesia tentang Palestina pun, menurut Kihsino, “juga akan terasa munafik dengan sempat merebaknya sentimen anti pengungsi Rohingnya di Indonesia beberapa waktu terakhir ini.”

    “Di satu sisi menyuarakan seruan membela Palestina, tapi kemudian melakukan tindak kekerasan kepada pengungsi Rohingya yang ada di Indonesia,” ujarnya.

    Lalu, tanpa meratifikasi Konvensi Genosida, apakah Indonesia berperan lebih dalam mendukung Palestina?

    Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan implikasi dari tidak diratifikasinya Konvensi Genosida dan Statuta Roma adalah Indonesia semakin kehilangan pijakan untuk berperan secara nyata dalam menangani situasi krisis kemanusiaan di dunia.

    Hampir satu juta orang etnis Rohingya melarikan diri dari Myanmar pada 2017 dan sebagian dari mereka menuju Indonesia (Reuters)

    Kendati demikian, Teuku Rezasyah, dosen Hubungan Internasional dari Universitas Padjajaran, Bandung, memiliki pendapat lain.

    “Konvensi Genosida yang ada hingga saat ini, cenderung memojokkan negara berkembang saja. Tidak mampu menyebut genosida di masa lalu, yang telah dilakukan oleh negara-negara berkebudayaan Eropa, atas wilayah jajahan mereka di Asia, Afrika, dan Latin Amerika,” ujar Rezasyah kepada BBC Indonesia.

    Menurut dia, Indonesia masih bisa melakukan langkah-langkah konkret lainnya seperti mendukung saran Majelis Ulama Indonesia (MUI) untuk memboikot produk yang berhubungan dengan Israel di dalam negeri dan juga menggalang solidaritas Organisasi Kerja Sama Islam (OKI) dan Gerakan Non-Blok (GNB) di seluruh dunia dalam mendukung Palestina.

    Seberapa efektif Mahkamah Internasional dalam menyidangkan kasus?

    Hikmahanto Juwana, Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia dan Rektor Universitas Jenderal Achmad Yani, mengatakan lembaga peradilan internasional kerap tidak efektif dalam menegakkan putusan yang telah dibuat karena “tidak ada penegak hukum yang dapat memaksakan putusan”.

    “Dalam masyarakat internasional, yang berlaku adalah hukum rimba yaitu siapa yang kuat dia yang menang. Might is Right,” ujarnya.

    Walaupun Indonesia tidak meratifikasi Konvensi Genosida, Hikmahanto mengatakan Indonesia tetap bisa memanfaatkan resolusi Majelis Umum PBB yang meminta advisory opinion (saran dan pendapat) dari Mahkamah Internasional (ICJ).

    Juru bicara Kemenlu Indonesia Lalu Muhammad Iqbal sebelumnya mengatakan Menlu Retno Marsudi telah dijadwalkan menyampaikan pendapat lisan di depan Mahkamah Internasional terkait hal ini.

    (nvc/nvc)

    Hoegeng Awards 2025

    Baca kisah inspiratif kandidat polisi teladan di sini